Pengaruh Job Insecurity Terhadap Work-Family Conflict Pada Karyawan

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pekerjaan dan keluarga sering dianggap sebagai domain yang paling
penting dalam kehidupan seseorang, dimana pekerjaan merupakan fondasi
yang penting dari keamanan finansial dan status sedangkan keluarga
berfungsi sebagai sumber dukungan dan intimasi (Scahdeva & Narwal,
2015). Berbagai perubahan dalam susunan angkatan kerja, seperti
meningkatnya jumlah pasangan yang bekerja (dual-earner couples) dan
orangtua tunggal (single-parent families), serta perubahan dalam sikap di
keluarga dan tempat kerja telah mengubah hubungan antara domain
pekerjaan dan keluarga. Hal ini akan menyebabkan karyawan menjadi
lebih sulit untuk menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dan keluarga
dan pada akhirnya akan menciptakan work-family conflict (Dolcos &
Daley, 2009).
Work-family conflict pada dasarnya tidak hanya dirasakan oleh kaum
wanita bekerja, tetapi juga dirasakan oleh pria bekerja. Tetapi biasanya
tekanan lebih dirasakan oleh wanita, terutama yang telah menjadi istri dan

ibu, hal ini terjadi karena adanya kecenderungan di masyarakat yang
menganggap wanita lebih mempunyai tanggungjawab untuk hal-hal yang
bersifat domestik sedangkan pria bertanggung jawab memenuhi peran
publik dengan menjadi pekerja yang sukses (Abbott, Cieri, & Iverson,

Universitas Sumatera Utara

2

1998). Sebaliknya, Grönlund (2007) menjelaskan bahwa work-family
conflict mungkin lebih dari masalah penting bagi pria bekerja dikarenakan
di satu sisi mereka harus bekerja untuk mencari nafkah tetapi di sisi lain
mereka juga diharapkan untuk mengambil bagian yang sama dari
tanggung jawab keluarga dan tugas-tugas rumah tangga.
Beberapa tahun belakangan ini, work-family conflict dianggap menjadi
masalah penting dalam dunia bisnis (Burke & El-Kot, 2010; Grandey,
Cordeino, & Crouter, 2005). Greenhaus dan Beutell (1985) menjelaskan
work-family conflict sebagai suatu bentuk inter-role conflict dimana
tekanan peran dari pekerjaan dan keluarga saling bertentangan dalam
beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha

memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi
oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan
keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam
keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi
tuntutan pekerjaannya.
Frone & Cooper (1992) menegaskan bahwa work-family conflict
memiliki efek yang cukup besar khususnya pada sikap karyawan terhadap
tempat kerja mereka dan perilaku mereka selama waktu kerja. Bukti
empiris juga menegaskan bahwa work-family conflict sering menjadi
faktor stres berat di tempat kerja dan menyebabkan berbagai dampak
negatif, termasuk gangguan kesejahteraan (Karatepe & Tekinkus, 2006).
Menurut American National Institute for Occupational Safety and Health

Universitas Sumatera Utara

3

(NIOSH), work-family conflict termasuk dalam 10 stressor yang paling
signifikan dalam bekerja.
Work-family conflict dapat berdampak pada tingginya tingkat intensi

turnover karyawan dan pada akhirnya akan memiliki efek negatif pada
kinerja organisasi (Noor & Maad, 2008). Apabila work-family conflict
tidak ditangani secara serius maka dapat menimbulkan dampak yang
sangat berarti bagi usaha pencapaian tujuan perusahaan (Anoraga, 2009).
Salah satu faktor yang mempengaruhi work-family conflict adalah job
security (Bellavia & Frone, 2005). Ditemukan bahwa tingkat job security
yang rendah dihubungkan dengan tingkat work-family conflict yang tinggi
(Batt & Valcour, 2003). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Lam,
Fan & Moen (2015) juga menemukan bahwa job insecurity menjadi
prediktor work-family conflict dan berhubungan positif dengan workfamily conflict.
Job insecurity dapat diartikan sebagai ancaman kehilangan pekerjaan
dan kekhawatiran atau ketakutan yang berhubungan dengan kehilangan
pekerjaan atau fitur-fitur pekerjaan (Hellgren & Sverke, 2003). Job
insecurity dicirikan dengan adanya kekhawatiran seseorang mengenai
masa depan pekerjaannya (Rosenblatt & Ruvio, 1996). Penyebab
munculnya job insecurity pada karyawan merupakan dampak psikologis
dari adanya perubahan organisasi dalam bentuk merger, akuisisi dan
downsizing (Dachapalli & Parumasur, 2012). Perubahan organisasi ini
dilakukan dalam rangka untuk memastikan daya saing organisasi,


Universitas Sumatera Utara

4

memaksimalkan keuntungan dan menekan biaya yang dikeluarkan
organisasi (Hartley, Jacobson, Klandermans, & van Vuuren, 1991; Cheng,
2013).
Penelitian membuktikan bahwa job insecurity merupakan sebuah
fenomena global dan kemungkinan akan tetap menjadi karakteristik
kehidupan kerja masa kini (De Witte 2005; Greenhalgh & Rosenblatt
2010; Probst, 2008; Sverke, De Witte, Näswall & Hellgren, 2010). Job
insecurity

dianggap sebagai

fenomena

yang tidak hanya

dapat


mempengaruhi individu di tempat kerja, tetapi juga organisasi dan
individu di luar tempat kerja (Sverke, Hellgren, & Näswall, 2006).
Menurut Westman, Etzion, & Danon (2001), individu yang
mengalami job insecurity telah terbukti memiliki dampak pada pasangan
dan secara negatif mempengaruhi anak-anak mereka. Ada kemungkinan
bahwa ancaman yang dirasakan dari hilangnya sumber daya (job
insecurity) akan berpengaruh ke domain bukan pekerjaan, seperti domain
keluarga. Hasil studi menunjukkan bahwa job insecurity yang dirasakan
karyawan dapat membawa stres yang berhubungan dengan pekerjaan ke
dalam peran keluarga dan memiliki sedikit waktu untuk melakukan
tanggung jawab keluarga (Richter, Näswall, & Sverke, 2010). Selain itu,
perasaan tidak aman terhadap situasi kerja yang dimiliki individu juga
dapat memperburuk ketegangan dan stres finansial dalam keluarga (Gallie,
Dieckhoff, Russell, Steiber, & Tahlin, 2011).

Universitas Sumatera Utara

5


Baldwin (1987) menyatakan bahwa karyawan yang bekerja di sektor
swasta cenderung mengalami job insecurity dibandingkan karyawan yang
bekerja di sektor publik atau pemerintah. Selanjutnya, Erlinghagen (2008)
juga menjelaskan bahwa karyawan yang bekerja di sektor swasta
merasakan tingkat job insecurity yang lebih tinggi. Hal inilah yang
menjadi pertimbangan peneliti untuk melaksanakan penelitian di
perusahaan swasta yang bergerak di bidang farmasi. Alasan lain peneliti
memilih untuk melaksanakan penelitian di perusahaan swasta yang
bergerak di bidang farmasi ialah karena menurut hasil survey tahunan
yang dilakukan oleh Pharmaceutical Technology pada tahun 2008
menemukan bahwa salah satu masalah yang dialami oleh karyawan yang
bekerja di perusahaan farmasi adalah job insecurity. Job insecurity yang
dirasakan

oleh

karyawan

merupakan


dampak

dari

downsizing,

rekstrukturisasi, merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan
farmasi tempat mereka bekerja.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk
mengetahui pengaruh job insecurity terhadap work-family conflict pada
karyawan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang
diangkat oleh peneliti adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

6


Bagaimanakah pengaruh job insecurity terhadap work-family conflict pada
karyawan?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh dari job
insecurity terhadap work-family conflict pada karyawan

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat:
a. Memberikan sumbangan pengetahuan yang baru dan bermanfaat
dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang
psikologi industri dan organisasi terkait dengan job insecurity dan
work-family conflict pada karyawan.
b. Memberikan data-data empiris yang berkaitan dengan job
insecurity dan work-family conflict.
c. Menjadi bahan kajian atau referensi bagi penelitian selanjutnya
yang menaruh perhatian yang sama, yaitu mengenai job insecurity
dan work-family conflict pada karyawan.


Universitas Sumatera Utara

7

2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
ilmiah kepada perusahaan mengenai tingkat job insecurity dan workfamily conflict di perusahaan sehingga dapat menindaklanjutinya.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bab I - Pendahuluan
Pada bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
2. Bab II - Landasan Teoritis
Pada bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai
landasan dalam penelitian, antara lain teori mengenai job insecurity dan
work-family conflict.
3. Bab III - Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisikan
tentang identifikasi variabel, definisi operasional variabel, subjek
penelitian, jenis penelitian, metode dan alat pengumpulan data, validitas
dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian serta metode
analisis data.

Universitas Sumatera Utara

8

4. Bab IV - Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum subjek penelitian, uji
asumsi, hasil utama penelitian, serta pembahasan.
5. Bab V - Kesimpulan dan Saran
Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan yang didapatkan dari hasil
penelitian serta saran metodologis dan saran praktis.

Universitas Sumatera Utara