Pengaruh Karakteristik Pekerjaan dan Komitmen Kerja terhadap Prestasi Kerja Kader Posyandu di Kota Lhokseumawe Tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prestasi Kerja
Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa
Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih
menggambarkan pada “prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”.
Tetapi karena kata tersebut berasal dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”,
maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian” atau “apa yang
dicapai (Rivai, 2005).
Ruky (2004) mengatakan bahwa “kinerja/prestasi seorang karyawan pada
dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan
dengan kemungkinan misalnya, standar, target atau sasaran yang telah ditentukan
terlebih dahulu atau disepakati bersama.
Menurut Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa istilah kinerja berasal
darri kata job performance (prestasi kerja atau prestasi yang sesungguhnya dicapai
seseorang) jadi prestasi kerja adalah hasil kerja seseorang yang dilihat dari kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab tugasnya.
2.1.1. Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi kerja dalam bahasa inggris disebut sebagai performace

appraisal. Menurut Bittel (1996) dalam Rivai (2005) menyebutkan suatu evaluasi

Universitas Sumatera Utara

formal dan sistematis tentang seberapa baik seseorang melakukan tugasnya dan
memenuhi perannya yang sesuai dalam organisasi.Blanchard dan Spencer (1982)
dalam Mangkunegara (2005) menyebutkan penilaian prestasi kerjamerupakan proses
organisasi yang mengevaluasi prestasi kerja karyawan terhadappekerjaannya.
Esensinya, supervisor dan karyawan secara formal melakukanevaluasi terus menerus.
Kebanyakan mereka mengacu pada prestasi kerjasebelumnya dan mengevaluasi
untuk mengetahui apa yang akan dilakukanselanjutnya. Ketika prestasi kerja tidak
memenuhi syarat, maka manajer atausupervisor harus mengambil tindakan, demikian
juga apabila prestasi kerjanyabagus maka perilakunya perlu dipertahankan.
Penilaian prestasi kerja membuat pegawai mengetahui tentang hasil kerja dan
tingkat produktifitasnya hal tersebut berguna sebagai bahan pertimbangan yang
paling baik dalam menentukan pengambilan keputusan dalam hal promosi jabatan.
Selain itu pelaksanaan penilaian prestasi kerja sangat penting dilakukan untuk
membantu pihak manajemen di dalam mengambil keputusan mengenai pemberian
bonus, kenaikan upah, pemindahan maupun pemutusan hubungan kerja karyawan.
2.1.2. Manfaat Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian prestasi kerja bermanfaat untuk perbaikan prestasi kerja,
penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan, kebutuhan untuk latihan dan
pengembangan, perencanaan dan pengembangan karier, penyimpangan proses
staffing, ketidakakuratan informasional, kesalahan desain pekerjaan, kesempatan
kerja yang adil, dan tantangan eksternal. Ada banyak metode untuk melakukan
penilaian prestasi kerja karyawan, namun tidak ada satupun metode yang dapat

Universitas Sumatera Utara

diberlakukan secara umum. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan
sendiri-sendiri. Jadi kuncinya adalah mengenali keterbatasan metode yang
dipergunakan perusahaan dan mengolahnya sebisa mungkin. Kadang-kadang,
pendekatan baru yang lebih rumit terhadap penilaian prestasi kerja ternyata lebih
buruk dari yang lebih sederhana.
Menurut Mangkunegara (2006), ada tiga pendekatan yang paling sering
dipakai dalam penilaian prestasi kerja karyawan:
1) Sistem Penilaian (Rating System)
Sistem ini terdiri dari dua bagian, yaitu suatu daftar karakteristik, bidang,
ataupun perilaku yang akan dinilai dan sebuah skala ataupun cara lain untuk
menunjukkan tingkat kinerja dari tiap halnya. Organisasi yang menggunakan sistem

ini bertujuan untuk menciptakan keseragaman dan konsistensi dalam proses penilaian
prestasi kerja. Kelemahan sistem ini adalah karena sangat mudahnya untuk dilakukan,
para manajerpun jadi mudah lupa mengapa mereka melakukannya dan sistem
inipundisingkirkannya.
2) Sistem Peringkat (Ranking System)
Sistem peringkat memperbandingkan karyawan yang satu dengan yang
lainnya. Hal ini dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya,
misalnya: total pendapatan ataupun kemampuan manajemen. Sistem ini hampir selalu
tidak tepat untuk digunakan, karena sistem ini mempunyai efek samping yang lebih
besar daripada keuntungannya. Sistem ini memaksa karyawan untuk bersaing satu

Universitas Sumatera Utara

sama lain dalam pengertian yang sebenarnya. Pada kejadian yang positif, para
karyawan akan menunjukkan kinerja yang lebih baik dan menghasilkan lebih banyak
prestasi untuk bisa mendapatkan peringkat yang lebih tinggi. Sedangkan pada
kejadian yang negatif, para karyawan akan berusaha untuk membuat rekan sekerja
(pesaing)-nya menghasilkan kinerja yang lebih buruk dan mencapai prestasi yang
lebih sedikit dibandingkan dirinya.
3) Sistem Berdasarkan Tujuan (Object-Based System)

Berbeda dengan kedua sistem diatas, penilaian prestasi berdasarkan tujuan
mengukur kinerja seseorang berdasarkan standar ataupun target yang dirundingkan
secara perorangan. Sasaran dan standar tersebut ditetapkan secara perorangan agar
memiliki fleksibilitas yang mencerminkan tingkat perkembangan serta kemampuan
setiap karyawan.

2.2. Komitmen Kerja
Secara garis besar, Spector (2011) mengaggap komitmen sebagai sebuah
keadaan psikologis yang mengkarakteristikkan hubungan karyawan dengan
organisasi, dan memiliki implikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan atau
menghentikan keanggotaan dalam organisasi. Sedangkan menurut Munandar (2006),
secara umum komitmen kerja melibatkan keterikatan individu terhadap pekerjaannya.
Komitmen kerja merupakan sebuah variable yang mencerminkan derajat hubungan
yang dianggap dimiliki oleh individu terhadap pekerjaan tertentu dalam organisasi.

Universitas Sumatera Utara

Spector (2011) membagi komitmen kerja menjadi tiga komponen, yaitu
affective commitment (komitmen afektif), continuance commitment (komitmen
kontinuans), dan normative commitment (komitmen normatif). Karyawan dengan

komitmen afektif yang kuat, cenderung bertahan pada pekerjaannya karena
keinginannya sendiri, sementara karyawan dengan komitmen kontinuans yang tinggi,
akan bertahan pada pekerjaannya atas dasar kebutuhan. Adapun karyawan dengan
komitmen normatif yang kuat bertahan pada pekerjaannya karena merasakan adanya
keharusan atau kewajiban. Ketiga komponen komitmen ini hadir dalam diri setiap
karyawan, namun dalam kadar yang berbeda-beda sehingga akan menghasilkan
perilaku yang berbeda pula sebagai latar belakang dalam mempertahankan
pekerjaannya.
Beberapa faktor

yang memengaruhi komitmen kerja individu dalam

organisasi antara lain faktor personal dan faktor organisasi dapat meningkatkan
komitmen terhadap pekerjaan. Spector (2011) menyatakan bahwa beberapa faktor
yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap pekerjaan adalah karakteristik
pekerjaan, kesempatan akan adanya pekerjaan lain, karakteristik individu serta
perlakuan organisasi terhadap karyawan baru.
Rendahnya komitmen individu dalam organisasi berimplikasi terhadap
keinginan pindah kerja ke organisasi lain. Definisi hasrat untuk keluar (turnover
intentions) Munandar (2006) adalah suatu keinginan maupun tindakan dari karyawan

untuk meinggalkan organissai dan mencari alternatif pekerjaan yang lainnya.
Berdasarkan dua definisi hasrat untuk keluar (turnover intentions) di atas maka dapat

Universitas Sumatera Utara

disimpulkan bahwa hasrat keluar merupakan suatu tindakan yang dilakukan seorang
individu sebagai ungkapan atas ketidakpuasan yang dirasakannya atau keingian untuk
mencari pekerjaan yang lebih baik.

2.3. Karakteristik Pekerjaan
Kesediaan individu dalam suatu organisasi untuk tetap bertahan dan bekerja
seperti biasanya juga dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan (Munandar, 2006).
Karakteristik pekerjaan diperlukan dalamorganisasi guna melakukan desain ulang
suatu pekerjaan. Karakteristik dari masing-masing pekerjaan dapat dianlisis untuk
dijadikan bahan bagi para manajer dalam menentukan karakteristik mana yang akan
diubah.
Menurut Gitosudarmono dan Sudita (1997) dalam Spector (2011),
menguraikan karateristik pekerjaan terdiri atas cakupan pekerjaan, kedalaman
pekerjaan, atribut tugas, model karakteristik pekerjaan, hasil kerja, keadaan fsikologis
dan dimensi intipekerjaan (core job dimensions). Selanjutnya dikatakan bahwa

cakupan pekerjaan berkaitan dengan jumlah aktivitas yang berbeda oleh suatu
pekerjaan tertentu dan pengulangan siklus pekerjaan. Semakin sedikit jumlah tugas
semakintinggi frekuensi pengulangan, maka semakin sempit atau rendah cakupan
pekerjaan. Kedalam pekerjaan berkaitan dengan kadar sejauh mana seseorang dapat
mengendalikan tugasnya.
Selanjutnya dikatakan bahwa apabila para pekerja ditentukan tujuan dan tugas
pokokonya, kemudian diberikan sepenuhnya kepada pekerja untuk menentukan cara

Universitas Sumatera Utara

yang terbaik untuk melaksanakannya, maka kedalaman pekerjaannya tinggi.
Sebaliknya apabila manajer mengorganisasi pekerjaan dengan sangat rinci,
menetapkan standar pekerjaan dengan kaku, dan pengawasan dilakukan dengan ketat,
maka kedalaman pekerjaan rendah.
Karakteristik pekerjaan merupakan sifat dan tugas yang meliputi tanggung
jawab, macam tugas dan tingkat kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan itu sendiri.
Pekerjaan yang secara intrinsik memberikan kepuasan akan lebih memotivasi bagi
kebanyakan orang dari pada pekerjaan yang tidak memuaskan.
Hackman dan Oldham dalam Munandar (2006) mengidentifikasikan bahwa
pekerjaan dirancang menggunakan lima dimensi pekerjaan pokok, yaitu: variasi

keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik agar
kebutuhan psikologis karyawan dalam bekerja terpenuhi. Tiga dimensi pertama
bersama-sama menciptakan kerja yang bermakna, pekerjaan yang memiliki otonomi
memberikan rasa tanggung jawab dan jika pekerjaan memberikan umpan balik,
karyawan akan tahu seberapa efektif mereka bekerja.
Membahas masalah karakteristik pekerjaan tidak lepas dari membahas
perancangan pekerjaan. Pekerjaan yang tinggi harus lebih tinggi dari sekedar
sekumpulan tugas yang harus dilakukan sebagaimana yang dihasilkan oleh informasi
analisis. Dalam merancang bangun pekerjaan ada tiga hal penting yang harus
diperhatikan. Pertama, dalam merancang bangun pekerjaan harus mencerminkan
usaha pemenuhan tuntutan lingkungan, organisasional dan keperilakuan terhadap
pekerjaan yang dirancang bangun itu. Kedua, mempertimbangkan ketiga tuntutan

Universitas Sumatera Utara

tersebut berarti upaya diarahkan pada pekerjaan yang produktif dan memberikan
kepuasan pada prilakunya, meksipun dapat dipastikan bahwa tingkat produktivitas
dan kepuasan itu tidak akan sama pada setiap orang. Ketiga, tingkat produktivitas dan
kepuasan para pelaksana pekerjaan harus mampu berperan sebagai umpan balik
(Robbins,2006).

Karakteristik pekerjaan menurut Robbins (2001) adalah pekerjaan yang
dirancang dengan menggunakan lima dimensi pekerjaan pokok, yaitu variasi
keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik agar
kebutuhan psikologis karyawan dalam bekerja terpenuhi. Variabel ini diukur dari
persepsi karyawan terhadap lima dimensi indikator.
1. Variasi keterampilan adalah banyaknya keterampilan yang diperlukan karyawan
di dalam menyelesaikan pekerjaan yang melibatkan penggunaan sejumlah
keterampilan individu dan bakatnya, dengan indikator variasi kegiatan dan ragam
tanggung jawab.
2. Identitas tugas adalah tugas yang dapat diidentifikasi dengan melihat keterlibatan
dan kesempatan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, dengan indikator
kesempatan dan keterlibatan untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan, serta
menyelesaikan bagian-bagian pekerjaan dari awal sampai akhir.
3. Signifikansi tugas adalah arti penting dari suatu pekerjaan dan dampak substansial
atas orang lain dalam lingkup organisasi, dengan indikatornya adalah kepentingan
bagi organisasi, kepentingan bagi pihak lain, dan pengaruhnya bagi pihak lain.

Universitas Sumatera Utara

4. Otonomi tugas adalah kebebasan yang diberikan kepada pekerja individu secara

substansial, kemandirian dan keleluasaan untuk merencanakan pekerjaan dan
menentukan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikannya, dengan
indikatornya adalah kesempatan untuk mengatur pekerjaan sendiri, kebebasan
melaksanakan pekerjaan, dan kebebasan berpikir dan bertindak.
5. Umpan balik adalah tingkatan pelaksanaan kegiatan memperoleh masukan yang
jelas dan cepat dari suatu pekerjaan sehingga diperoleh informasi yang jelas
tentang efektivitas pekerjaannya, dengan indikatornya adalah cara melaksanakan
pekerjaan dan hasilnya.
Individu dalam organisasi yang pekerjaannya melibatkan adanya ketinggian
tingkat dari variasi keterampilan, identitas tugas dan signifikansi tugas akan
menganggap pekerjaan mereka sangat berarti. Tingkat otonomi yang tinggi akan
membangkitkan rasa tanggung jawab yang lebih besar, serta apabila disediakan
umpan balik yang memadai karyawan akan mengembangkan suatu pemahaman yang
berguna mengenai peranan dan fungsi mereka dengan lebih tinggi. Selanjutnya rasa
keberartian, tanggung jawab dan pemahaman hasil pekerjaan akan mempengaruhi
motivasi dan komitmen karyawan. Dengan demikian, makin besar kadar kelima
karateristik tugas dalam suatu pekerjaan, maka makin besar pula kemungkinan
karyawan akan lebih termotivasi dalam bekerja dan makin tinggi tingkat komitmen
organisasi karyawan terhadap perusahaan (Djastuti, 2011).
Hackman dan Oldham (1976) dalam Munanda (2006) mengusulkan bahwa

tiga kondisi psikologis dari pegawai menunjukkan hasil dalam peningkatan performa

Universitas Sumatera Utara

kerja, motivasi internal, serta berkurangnya ketidakhadiran dan pergantian. Hackman
dan Oldham percaya bahwa lima dimensi pekerjaan inti menghasilkan tiga kondisi
psikologis. Tiga kondisi psikologis didefinisikan dalam istilah-istilah berikut:
1. Pemahaman Tentang Kerja
Sejauh mana karyawan merasa pekerjaan tersebut bermakna, berharga, dan
penting. Berkaitan dengan penelitian ini, para kader posyandu menyadari bahwa
pekerjaan yang mereka lakukan merupakan pekerjaan yang bermakna, berharga dan
penting yaitu berkaitan dengan keseluruhan tugas-tugas pokok dan tambahan dalam
program posyandu.
2. Tanggung Jawab
Sejauh mana karyawan merasa dan bertanggung jawab atas hasil pekerjaan
mereka. Dalam penelitian ini, para kader posyandu merasa bahwa mereka memiliki
tanggung jawab mengenai keadaan kesehatan bayi dan balita, ataupun ibu-ibu yang
hamil, dan ibu pasca melahirkan walaupun tidak ada peraturan yang mengharuskan
demikian.
3. Hasil dari Aktivitas Kerja
Sejauh mana individu dalam organisasi mengetahui dan memahami seberapa
baik mereka melakukan pekerjaan (tugas-tugasnya). Pada penelitian ini, para kader
posyandu mengetahui informasi mengenai kinerja kader posyandu dari informasi
puskesmas, dan dinas kesehatan.
Meskipun kelima karakteristik pekerjaan diterima secara luas, bukti
menunjukkan bahwa serangkaian karakteristik pekerjaan lebih memprediksi sikap

Universitas Sumatera Utara

karyawan dan perilakunya. Lebih lanjut, karakteristik pekerjaan tersebut harus sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan pelaku pekerjaan. Model karakteristik pekerjaan
akan bekerja dengan baik ketika kondisi tertentu terpenuhi. Salah satu kondisi adalah
bahwa karyawan harus memiliki keinginan psikologis untuk otonomi, variasi,
tanggung jawab, dan tantangan untuk memperkaya pekerjaan. Ketika karakteristik
individu di atas tidak ada, karyawan mungkin menolak usaha untuk mendesain ulang
pekerjaan. Di samping itu, upaya desain ulang hampir selalu gagal jika karyawan
tidak memiliki keterampilan fisik atau mental, kemampuan, atau pendidikan yang
dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan.
Memaksakan memperkaya pekerjaan pada individu yang tidak memiliki sifatsifat yang tersebut diatas dapat mengakibatkan frustrasi karyawan. Karakteristik
pekerjaan yang sama dapat menghasilkan perbedaan tingkat kepuasan kerja pada
masing-masing individu. Bagi orang tertentu, pekerjaan yang penuh tanggung jawab
dan yang menantang, mungkin menghasilkan perolehan yang netral, atau bahkan
yang negatif. Bagi orang lain, perolehan pekerjaan semacam itu mungkin mempunyai
nilai yang sangat positif (Mangkunegara, 2006).
Hubungan antara karakteristik pekerjaan terhadap kepuasan kerja diperkuat
oleh kebutuhan aktualisasi diri yang merupakan salah satu variabel kebutuhan untuk
berkembang pada model karakteristik pekerjaan Hackman-Oldham’s (1976). Dalam
Munandar (2006) menyebutkan bahwa kebutuhan karyawan untuk berkembang
terdiri dari kebutuhan untuk dihargai dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

aktualisasi diri berada pada tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kebutuhan untuk dihargai.

2.4. Posyandu
2.4.1. Definisi Posyandu
Posyandu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian
ibu dan bayi(Kementerian Kesehatan RI, 2006)
UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat yang dibentuk atas dasar
kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat dengan
bimbingan dari petugas puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya.
(Kementerian Kesehatan RI, 2006). Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya
fasilitas yang bersifat non intruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat agar mampu mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, potensi yang
dimiliki, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat.
Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dimana masyarakat melalui
kader-kader PKK menyelenggarakan pelayanan lima program prioritas secara terpadu
pada suatu tempat dan pada waktu yang sama dengan bantuan pelayanan langsung

Universitas Sumatera Utara

dari petugas puskesmas. Kegiatan di posyandu merupakan kegiatan nyata yang
melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat,
oleh masyarakat, dan untuk masyarakat, yang dilaksanakan oleh kader-kader
kesehatan yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai
pelayanan kesehatan dasar (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
2.4.2. Tujuan Posyandu
Tujuan umum dari posyandu adalah menunjang percepatan penurunan AKI
dan AKB di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Sedangkan tujuan
khususnya adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
dasar, terutama yang berkaitan dengan AKI dan AKB.
b) Meningkatkan peran lintas sektoral dalam penyelenggaraan posyandu terutama
yang berkaitan dengan AKI dan AKB.
c) Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan dasar terutama yang berkaitan
dengan AKI dan AKB.
Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat dan utamanya adalah (a) bayi,
(b) anak balita, (c) ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui, dan (b)
pasangan usia subur (PUS).

Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Fungsi Posyandu
Fungsi posyandu diantaranya adalah:
a) sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan
ketrampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat
dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB.
b) Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar terutama
berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
2.4.4. Manfaat Posyandu
Manfaat posyandu dirasakan oleh beberapa pihak antara lain:
a. Bagi Masyarakat
1) memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan
kesehatan dasar
2) memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan
terkait kesehatan ibu dan anak
3) efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor lain
terkait.
b. Bagi Kader, Pengurus Posyandu dan TOMA
1) mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait
dengan penurunan AKI dan AKB.
2) dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat
menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB.

Universitas Sumatera Utara

c. Bagi Puskesmas
1) optimaslisasi fungsi puskesmas sebagai pusat pembangunan berwawasan
kesehatan pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata
pertama dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan
masalah kesehatan sesuai kondisi setempat.
2) meningkatkan efisiensi waktu, tenaga, dan dana melalui pemberian pelayanan
secara terpadu.
d. Bagi Sektor Lain
1) dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah sektor
terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan AKB sesuai
kondisi setempat.
2) meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai
dengan tupoksi masing-masing sektor.
2.4.5. Kegiatan Posyandu
Kegiatan posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/
tambahan adalah sebagai berikut.
Kegiatan utamanya sebagai berikut:
a. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui dan bayi
dan balita.

Universitas Sumatera Utara

b. Keluarga Berencana (KB)
1) Pelayanan KB di Posyandu yang diselenggarakan di posyandu antara
lain:pemberian pil dan kondom dan suntikan jika tenaga kesehatan ada yang
dapat melakukan suntikan.
2) KB dan konseling KB, apabila tersedia ruangan dan peralatan yang
menunjang dilakukan pemasangan IUD (Intra Uterine Device)
c. Imunisasi
Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilakukan apabila ada petugas
kesehatannya.
d. Gizi
Pelayanan gizi di posyandu dilakukan oleh kader. Sasarannya adalah bayi, balita,
bumil, WUS. Jenis pelayanannya penimbangan Berat Badan (BB), deteksi dini
gangguan pertumbuhan. Dapat dilakukan dengan cara:penyuluhan gizi, pemberian
PMT dan Vitamin A.
e. Pencegahan dan penanggulangan diare
Pencegahan diare di posyandu dilakukan antara lain dengan penyuluhan PHBS,
pemberian LGG yang dibuat sendiri oleh masyarakat atau pemberian oralit.
Sedangkan kegiatan pengembangan/tambahannya sebagai berikut:
a) Bina Keluarga Balita (BKB)
b) Kelompok Peminat Kesehatan Ibu dan Anak (KP-KIA)
c) Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD)
d) Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD)

Universitas Sumatera Utara

e) Penyediaan Air Bersih da Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PAB-PLP)
f) Program Diversifikasi Taman Obat Keluarga (TOGA)
g) Desa Siaga dan Pos Malaria Desa (Posmandes)
h) Kegiatan Ekonomi Produktif, seperti: usaha peningkatan pendapatan keluarga
(UP2K), usaha simpan pinjam, dan Tabungan ibu bersalin (Tabulin), tabungan
masyarakat (Tabumas).
2.4.6. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan oleh kader segera setelah kegiatan-kegiatan
dilaksanakan. Pencatatan dilakukan dengan menggunakan format baku sesuai dengan
sistem informasi posyandu (SIP) terdiri dari:
a. Format 1 (catatan kelahiran bayi, kematian bayi, ibu hamil dan kematian ibu)
b. Format 2 (register bayi)
c. Format 3 (register balita)
d. Format 4 (register PUS dan WUS)
e. Format 5 (register bumil dan bulin)
f. Format 6 (rekapan hasil kegiatan bayi dan balita)
g. Format 7 (rekapan hasil kegiatan ibu)
2.4.7. Keberhasilan Posyandu
Salah satu indikator keberhasilan posyandu adalah pencapaian angka
partisipasi masyarakat (D/S) yang tinggi. D/S merupakan suatu rasio tingkat
kehadiran anak balita di posyandu (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.4.8 Tingkat Perkembangan Posyandu
Perkembangan masing-masing posyandu tidak sama. Untuk mengetahui
tingkat perkembangan posyandu telah dikembangkan metode dan alat telaah yaitu
telaah kemandirian posyandu.
1) Posyandu Pratama (Warna Merah), yaitu posyandu yang masih belum mantap,
kegiatannya belum bisa rutin setiap bulan dan keaktifan kader terbatas.
Posyandu pratama memenui kriteria sebagai berikut: (a) frekuensi penimbangan
kurang dari 8 kali pertahun, dan (b) rata-rata jumlah kader yang bertugas pada
hari buka posyandu < 5 orang.
2) Posyandu Madya (Warna Kuning), yaitu posyandu yang sudah melaksanakan
penimbangan lebih dari 8 kalipertahun dengan rata-rata jumlah kader yang
bertugas pada hari bukaposyandu adalah 5 orang. Namun, cakupan program
utamanya kurang dari50%, Kriteria Posyandu madya adalah sebagai berikut: (a)
frekuensi penimbangan 8 kali atau lebih per tahun, (b) rata-rata jumlah kader
yang bertugas pada hari buka posyandu adalah 5orang atau lebih, dan (c) ratarata cakupan D/S dan kumulatif KB, KIA dan imunisasi < 50% pertahun.
3) Posyandu Purnama (Warna Hijau), yaitu posyandu yang sudah melaksanakan
penimbangan lebih dari 8 kalipertahun dan rata-rata jumlah kader yang bertugas
adalah 5 orang atau lebih.Cakupan program utamanya lebih dari 50% dan sudah
ada program tambahandan mungkin ada dana sehat sederhana.Kriteria
posyandu purnama adalah sebagai berikut:
a. frekuensi penimbangan 8 kali atau lebih per tahun,

Universitas Sumatera Utara

b. rata-rata jumlah kader yang bertugas pada hari buka posyandu adalah
5orang atau lebih,
c. rata-rata cakupan D/S dan kumulatif KB, KIA dan imunisasi > 50%
pertahun,
d. sudah ada program tambahan: pemberantasan penyakit infeksi saluran
pernafasan akut, pemberantasan penyakit menular, pemberantasan nyamuk,
dana sehat dan lain-lain. Cakupan dana sehat < 50% KK
4) Posyandu Mandiri (Warna Biru), yaitu posyandu yang sudah dapat melakukan
kegiatan secara teratur, cakupan program bagus dan ada program tambahan
serta cakupan dana sehat telah menjangkau > 50% kk. Jadi kriteria posyandu
mandiri adalah meliputi
a. rata-rata jumlah kader yang bertugas pada hari buka posyandu adalah
5orang atau lebih,
b. rata-rata cakupan D/S dan kumulatif KB, KIA dan imunisasi adalah 50%
per tahun
c. Sudah ada program tambahan: pemberantasan penyakit infeksi saluran
pernafasan akut, pemberantasan penyakit menular, pemberantasan nyamuk,
dana sehat dan lain-lain.
d. Cakupan dana sehat > 50% KK.
Revitalisasi posyandu bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja posyandu
terutama dalam pemantauan pertumbuhan balita. Untuk mencapai tujuan tersebut,
dilakukan kegiatan: a) pelatihan dan orientasi petugas puskesmas, petugas sektor lain,

Universitas Sumatera Utara

dan kader kesehatan yang berasal dari masyarakat; b) pelatihan ulang petugas dan
kader; c) pembinaan dan pendampingan kader; d) penyediaan sarana terutama dacin,
KMS atau Buku KIA, panduan Posyandu, medik KIE, sarana pencatatan; e)
penyediaan biaya operasional; e) penyediaan modal usaha kader melalui Usaha Kecil
Menengah (UKM) dan mendorong partisipasi swasta. Pelaksanaan posyandu yang
buruk berhubungan dengan malnutrizi yangmenindikasikan bahwa jika anak
ditimbang secara teratur di posyandu akan menentukan status gizi balita terbaik
(Kementerian Kesehatan RI, 2010).

2.5. Kader Posyandu
Kader adalah warga masyarakat pada tempat yang dipilih atau dituju oleh
masyarakat, dengan kata lain kader kesehatan merupakan wakil dari warga setempat
untuk membantu masyarakat dalam masalah kesehatan, agar diperoleh kesesuain
ántara

fasilitas

pelayanan

dan

kebutuhan

masyarakat

yang

bersangkutan

(Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Kader adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau bekerja secara suka
rela dan iklas, mau dan sanggup malaksanakan kegiatan usaha perbaikan gizi
keluarga. Secara umum kader diartikan sebagai tenaga sukarela yang tertarik dalám
bidang tertentu, tumbuh dalam masyarakat dan merasa berkewajiban untuk
melaksanakan dan meningkatkan serta membina kesejahteraan termasuk dalam
bidang kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Kader adalah tenaga suka rela yang dipilih oleh dan dari masyarakat yang
bertugas mengembangkan masyarakat. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat
Kementerian Kesehatan RI memberikan batasan kader, bahwa kader adalah warga
masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja
secara sukarela (Handayani,2011).
Mengingat bahwa kader bukanlah tenaga profesional dan teknis, melainkan
hanya membantu dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar, untuk itu perlu
adanya pembagian tugas yang diembankan padanya, baik menyangkut jumlah
maupun jenis pelayanan.
2.5.1. Tujuan Pembentukan Kader Posyandu
Tujuan

pembentukan

kader

adalah

untuk

membantu

masyarakat

mengembangkan kemampuannya mengetahui dan memecahkan masalah kesehatan
yang dihadapinya secara swadaya sebatas kemampuannya. Dalam pembentukan
kader kesehatan didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:
a. Dari Segi Pengorganisasian dan Pelayanan Kesehatan
Schumacer (1973) dalam Natoadmodjo (2010) menyimpulkan bahwa dalam
usaha yang menyangkut kemasyarakatan, supaya berhasil dan langgeng diperlukan
cara-cara dan alat yang murah sehingga dapat diterima oleh setiap orang. Dapat
diterapkan untuk skala kecil dan sesuai dengan kebutuhan manusia untuk
mengembangkan kreatifitas. Cara pengorganisasian disusun atau dijalankan dari
bawah sehingga dapat disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

b. Dari Segi Kemasyarakatan
Upaya kesehatan sangat erat hubungannya dengan sosial budaya masyarakat,
terutama bila dikaitkan dengan usaha menumbuhkan peran serta masyarakat.
Mengingat kader bukanlah tenaga profesional maka jenis tugas yang dilimpahkan
kepada mereka adalah bersifat sederhana.
2.5.2. Peranan Kader dalam Pengelolaan Posyandu
Dalam pelaksanaan kegiatan, tugas kader dalam kegiatan posyandu adalah
sebagai berikut: (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
1. Persiapan Hari Buka Posyandu
a. Menyiapkan alat dan bahan, yaitu : alat penimbangan bayi, KMS, alat
pengukur LILA, alat peraga dll.
b. Mengundang dan menggerakkan masyarakat untuk datang ke posyandu.
c. Menghubungi pokja posyandu, yaitu menyampaikan rencana kegiatan kepada
kantor desa.
d. Melaksanakan pembagian tugas, yaitu menentukan pembagian tugas diantara
kader posyandu baik untuk persiapan maupun pelaksanaan kegiatan.
2. Melaksanakan Pelayanan 5 Meja
a. Meja 1: Pendaftaran bayi, balita, bumil, menyusui dan PUS.
b. Meja 2: Penimbangan balita dan mencatat hasil penimbangan
c. Meja 3: Mengisi buku KIA / KMS
d. Meja 4: (a) menjelaskan data KIA / KMS berdasarkan hasil timbang, (b)
menilai perkembangan

balita sesuai

umur berdasarkan buku

KIA.

Universitas Sumatera Utara

Jikaditemukan keterlambatan, kader mengajarkan ibu untuk memberikan
rangsangan dirumah, (c) memberikan penyuluhan sesuai dengn kondisi pada
saat itu (d) memberikan rujukan ke Puskesmas, apabila diperlukan.
e. Meja 5: Bukan merupakan tugas kader, melainkan pelayanan sector yang
dilakukan oleh petugas kesehatan, PLKB, PPL, antara lain :
(1) Pelayanan imunisasi
(2) Pelayanan KB
(3) Pemeriksaan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu
menyusui
(4) Pemberian Fe/pil tambah darah, vitamin A (kader dapat membantu
pemberiannya), kapsul yodium dan obat-obatan lainnya
Untuk meja 1-4 dilaksanakan oleh kader posyandu dan untuk meja 5
dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya dokter, bidan, perawat, juru
imunisasi dan sebagainya (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
3. Tugas Kader Setelah Hari Buka Posyandu
a. Memindahkan catatan dalam KMS ke dalam buku register atau buku bantu
kader
b. Mengevaluasi hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan dari posyandu yang
akan datang
c. Melaksanakan penyuluhan kelompok (kelompok dasa wisma yaitu kelompok
yang terdiri dari sepuluh orang sasaran posyandu)

Universitas Sumatera Utara

d. Melakukan kunjungan rumah (penyuluhan perorangan) bagi sasaran posyandu
yang bermasalah antara lain :
1. Tidak berkunjung ke posyandu karena sakit
2. Berat badan balita tetap selama 2 bulan berturut-turut
3. Tidak melaksanakan KB padahal sangat perlu
4. Anggota keluarga sering terkena penyakit menular
Memudarnya peran kader kesehatan dan menurunnya kemandirian kader
kesehatan dalam mengelola upaya kesehatan berbasis masyarakat terutama posyandu
merupakan faktor-faktor yang tidak dapat dilepaskan dalam kemerosotan peran
posyandu secara menyeluruh (Sasongko, 2010). Salah satu permasalahan yang
berkaitan dengan kader adalah tingginya dropout kader. Menurut Adisasmito (2008)
persentase kader aktif secara nasional adalah 69,2%. Peran sebagai kader merupakan
pekerjaan sosial yang tidak mempunyai kekuatan mengikat dan regenerasi kader
belum terencana dengan baik. Kader diharapkan melakukan pekerjaannya secara
sukarela tanpa menuntut imbalan berupa uang atau materi lainnya (Ridwan, 2007).
Penelitian oleh Ridwan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung bahwa faktor
yang menyebabkan kader tidak aktif di posyandu karena umur lebih dari 50 tahun dan
lama menjadi kader kurang dari 10 tahun.
Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan
masyarakat Hal ini di sebabkan karena kader berasal dari masyarakat setempat
sehingga alih pengetahuan dan olah ketrampilan dari kader kepada tetangganya
menjadi mudah (Adisasmito, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Peran kader dalam siap antar jaga kesehatan ibu anak adalah ibu harus selalu
siap mengantar dan menjaga apabila ada ibu atau anak yang memerlukan pertolongan
tenaga kesehatan. Peran kader dalam kasus ibu hamil dengan faktor risiko adalah
dapat mengenal faktor risiko, menjelaskan kepada ibu/keluarga tentang faktor risiko,
menjelaskan kepada ibu/keluarga untuk melakukan pemeriksaan kehamilan serta
merujuk ibu hamil dengan faktor risiko (Kementerian Kesehatan RI, 2007).
Peran kader dalam surveilans penyakit dan masalah kesehatan adalah:
melihat, mendengar, mencatat untuk menemukan gejala dan masalah kesehatan,
menemukan, melaporkan dan melakukan upaya pencegahan dan penanganan
sederhana. Dalam pelaksanaan peran menemukan gejala, tanda serta masalah
kesehatan yang ada di masyarakat termasuk faktor risiko ibu hamil informasi
diperoleh dari posyandu, laporan dari masyarakat, laporan dasa wisma, kunjungan
rumah, kegiatan sosial masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2008).

2.6. Landasan Teori
Prestasi kerja hasil kerja seseorang yang dilihat dari kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang individu dalam suatu organisasi untuk melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab tugasnya (Mangkunegara,2006).Menurut
Rivai (2005), penilaian prestasi kerja ialah suatu alat yang bermanfaat tidak hanya
untuk mengevaluasi kerja dari para individu dalam organisasi, tetapi juga untuk
mengembangkan dan memotivasi organisasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Selain itu penilaian prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasi-organisasi

Universitas Sumatera Utara

mengevaluasi atau menilai prestasi kerja individu (karyawan), kegiatan ini dapat
memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada
karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
Penilaian prestasi kader kesehatan dapat dilakukan berdasarkan hasil kerja
kader sesuai dengan tugas-tugasnya. Menurut Soni (2007), Handayani (2011),
penilaian prestasi kerja kader dapat dilakukan melalui pendekatan self assestment,
dengan mengevaluasi setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan kader selama 3 (tiga)
bulan terakhir terhadap uraian tugasnya sesuai dengan ketentuan dari Kementerian
Kesehatan RI.
Menurut Spector (2011), secara umum, komitmen kerja melibatkan
keterikatan individu terhadap pekerjaannya. Komitmen kerja merupakan sebuah
variabel yang mencerminkan derajat hubungan yang dianggap dimiliki oleh individu
terhadap pekerjaan tertentu dalam organisasi. Komitmen kerja terdiri dari 3 (tiga)
komponen yaitu sebagai berikut :
a. Komitmen kerja afektif (affective occupational commitment), yaitu komitmen
sebagai keterikatan afektif/psikologis karyawan terhadap pekerjaannya. Komitmen
ini menyebabkan karyawan bertahan pada suatu pekerjaan karena mereka
menginginkannya.
b. Komitmen kerja kontinuans (continuance occupational commitment), mengarah
pada perhitungan untung-rugi dalam diri karyawan sehubungan dengan
keinginannya untuk tetap mempertahankan atau meninggalkan pekerjaannya.
Artinya, komitmen kerja di sini dianggap sebagai persepsi harga yang harus

Universitas Sumatera Utara

dibayar jika karyawan meninggalkan pekerjaannya. Komitmen ini menyebabkan
karyawan bertahan pada suatu pekerjaan karena mereka membutuhkannya.
c. Komitmen kerja normatif (normative occupational commitment), yaitu komitmen
sebagai kewajiban untuk bertahan dalam pekerjaan. Komitmen ini menyebabkan
karyawan bertahan pada suatu pekerjaan karena mereka merasa wajib untuk
melakukannya serta didasari pada adanya keyakinan tentang apa yang benar dan
berkaitan dengan masalah moral.
Menurut Hackman dan Oldham dalam Munandar (2006), terdapat lima
karakteristik pekerjaan yaitu:
1. Keragaman ketrampilan (skill variety) adalah banyaknya ketrampilan yang
diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang
digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan.
2. Jati diri tugas (task identity) adalah tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan
secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil
kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang
lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri
menimbulkan rasa tidak puas.
3. Tugas yang penting (task significance), adalah tingkat sejauh mana pekerjaan
mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut
merupakan rekan sekerja dalam suatu organisasi yang sama maupun orang lain
di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga
kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.

Universitas Sumatera Utara

4. Otonomi adalah tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai
pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk
menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan
untuk

menyelesaikannya.

Pekerjaan

yang

memberi

kebebasan,

ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat
menimbulkan kepuasan kerja.
5. Umpan balik (feed back), adalah tingkat kinerja kegiatan kerja dalam
memperoleh informasi tentang keefektifan kegiatannya. Adanya umpan balik,
atau evaluasi dari hasil kerja dapat membantu meningkatkan tingkat kepuasan.

2.7. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah
Karakteristik Pekerjaan
1. Keragaman Keterampilan
2. Tugas Penting
3. Jati Diri Tugas
4. Otonomi
5. Umpan Balik

Prestasi Kerja
Kader Posyandu

Komitmen Kerja
1. Komitmen Kerja Afektif
2. Komtimen Kerja kontinuas
3. Komitmen kerja Normatif

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel karakteristik kerja
meliputi keragaman keterampilan, tugas penting, jati diri tugas, otonomi dan umpan
balik, serta variabel komitmen kerja meliputi komitmen afektif, kontinuas dan
normaitf. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah prestasi kerja
kader Posyandu.

Universitas Sumatera Utara