penggunaan minyak goreng yang tepat (1)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gorengan merupakan jajanan yang paling laris di Indonesia karena selain
rasanya yang gurih dan renyah, gorengan mengandung jumlah kalori yang
besar karena kandungan minyak gorengnya. Penggorengan menyebabkan
menguapnya air pada pori makanan dan digantikan oleh minyak. Oleh karena
itu, gorengan dapat dijadikan sebagai pengganjal perut bila tidak sempat
sarapan atau makan siang.
Jenis gorengan yang paling banyak dijumpai dipasaran adalah tempe
goreng dan tahu isi. Padahal kedelai yang merupakan bahan dasar pembuatan
tempe dan tahu serta penggunaan minyak goreng mengandung sekitar 87-93%
asam lemak tak jenuh yang rentan terhadap pemanasan. Asam lemak tak jenuh
yang pada dasarnya berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol jahat dapat
berubah menjadi asam lemak trans yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Sedereretan penyakit berbahaya seperti jantung koroner, arterosklerosis,
obesitas, dan kanker usus disebabkan oleh penumpukan lemak di dalam
pembuluh darah atau metabolisme lemak yang tidak efektif akibat kelebihan
cadangan lemak sehingga tertumpuk di dalam jaringan adiposa.
Hal ini diperparah dengan kurangnya kesadaran masyarakat dalam

mengelola minyak goreng. Minyak goreng dipakai berulang kali dengan alasan
tingginya harga minyak goreng dipasaran dan merasa rugi bila membuang.

1

Selain itu, masyarakat juga beralih ke minyak goreng curah dengan alasan
harganya lebih murah dibandingkan dengan minyak goreng kemasan. Padahal
kadar air dalam minyak goreng curah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
minyak goreng kemasan. Kandungan air pada minyak goreng dapat
menyebabkan ketengikan karena adanya proses hidrolisis.
Pedagang gorengan tidak segan-segan menggunakan minyak bekas yang
telah dipakai berulangkali sehingga menimbulkan warna minyak yang hitam.
Minyak yang demikian tentunya tidak baik untuk tubuh apalagi bila
dikonsumsi dalam waktu yang lama. Masyarakat pada umumnya tahu dengan
masalah ini akan tetapi mereka belum tahu serentetan bahaya yang masih
banyak dibalik renyahnya gorengan. Minyak yang dikonsumsi akan bertumpuk
di dalam tubuh membentuk senyawa toksin yang memicu timbulnya kanker.
Minyak goreng yang sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia
perlu


diketahui

cara

penggunaannya

yang

tepat.

Hal

inilah

yang

melatarbelakangi penulis untuk menulis makalah yang berjudul “Pencegahan
Penyakit Berbahaya dengan Penggunaan Minyak Goreng yang Tepat”
dengan harapan masyarakat tetap dapat mengonsumsi minyak goreng namun
tetap sehat.

B. Rumusan Masalah
1. Mengapa gorengan berbahaya bagi kesehatan?
2. Bagaimana pengaruh lemak jenuh dan lemak trans dalam gorengan?
3. Bagaimana bahaya penggunaan minyak jelantah?
4. Bagaimana cara menggunakan minyak goreng yang tepat?

2

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui senyawa berbahaya yang terkandung dalam gorengan
2. Untuk mengetahui pengaruh lemak jenuh dan lemak trans dalam gorengan
3. Untuk mengetahui bahaya penggunaan minyak jelantah
4. Untuk mengetahui cara menggunakan minyak goreng agar tidak berbahaya
bagi kesehatan.
D. Manfaat
1. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penulis berikutnya.
2. Dapat membuka wawasan pembaca agar menggunakan minyak goreng
dengan tepat.

3


BAB II
PEMBAHASAN

A. Gorengan Berbahaya bagi Kesehatan
Gorengan mengandung kurang lebih 70% minyak atau lipid. Menurut
bintang (2010:112), dalam makhluk hidup, lipid berperan sebagai insulator.
Pada suhu ruang, lipid yang berbentuk padat disebut lemak, dan lipid yang
berbentuk cair yang disebut minyak. Menurut Campbell et al (2008:81), lemak
terbuat dari dua jenis molekul yang lebih kecil: gliserol dan asam lemak.
Gliserol merupakan alkohol dengan tiga karbon, yang masing-masing berikatan
dengan suatu gugus hidroksil. Lemak terpisah dengan air karena molekulmolekul air saling membentuk ikatan hidrogen dan tidak mengikutkan lemak.
Inilah alasan minyak sayur (sejenis lemak cair) terpisah dari cuka berpelarut air
dalam sebotol saus salad. Di dalam gorengan mengandung sekitar 4 jenis asam
lemak yaitu:
1. Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (Mono Unsaturated Fatty
Acid/MUFA)
Menurut Sartika (2013:55), asam lemak tak jenuh tunggal
merupakan jenis asam lemak yang memiliki satu ikatan rangkap pada
rantai atom karbonnya. Asam lemak ini tergolong dalam asam lemak

rantai panjang (LCFA), yang kebanyakan ditemukan dalam minyak zaitun,
minyak kedelai, minyak kacang tanah, minyak biji kapas, dan canola.
Menurut Gray (2010:198), minyak zaitun ekstra murni kaya akan polifenol

4

(suatu antioksidan yang kuat) dan lemak tak jenuh tunggal yang
berkontribusi terhadap penurunan kolesterol jahat.
2. Asam Lemak Tak Jenuh Jamak (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA)
PUFA adalah asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan
rangkap, bersifat cair pada suhu kamar, bahkan tetap cair pada suhu dingin
karena titik lelehnya lebih rendah dibandingkan dengan MUFA atau SFA.
Asam lemak ini banyak ditemukan pada minyak ikan dan nabati seperti
saflower, jagung, dan biji matahari. Selain peranannya dalam pencegahan
penyakit jantung koroner dan artritis, asam lemak omega-3 dianggap
penting untuk berfungsinya otak dan retina dengan baik serta dapat
meningkatkan kecerdasan otak (Sartika, 2013:56).
3. Asam Lemak Jenuh (Saturated Fatty Acid/ SFA)
SFA lebih banyak ditemukan pada hewan. Contoh produk makanan
yang banyak mengandung asam lemak jenuh adalah keju, mentega, telur,

dan daging. selain pada hewan, asam lemak jenuh juga terdapat pada
minyak sawit dan minyak kelapa, serta minyak jelantah. Menurut Sartika
(2008:155), asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki
ikatan rangkap pada atom karbon. Ini berarti asam lemak jenuh tidak peka
terhadap oksidasi dan pembentukan radikal bebas seperti halnya asam
lemak tak jenuh.
Efek buruk dari penggunaan asam lemak jenuh adalah meningkatnya
kadar kolesterol LDL atau kolesterol jahat. Itulah megapa penderita

5

kolesterol dianjurkan untuk tidak mengonsumsi daging dan lebih
dianjurkan untuk mengonsumsi minyak zaitun.
4. Asam Lemak Trans
Asam lemak trans merupakan asam lemak yang paling berbahaya
diantara semua jenis asam lemak. Menurut Sartika (2013:57), isomer
geometris asam lemak tidak jenuh sering disebut isomer cis/trans,
terbentuk ketika asam lemak tidak jenuh dengan konfigurasi cis (struktur
bengkok) terisomerasi menjadi konfigurasi trans yang lebih menyerupai
asam lemak jenuh dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh.

Sumber asam lemak trans adalah dari minyak nabati yang
dihidrogenasi seperti margarin. Lemak trans lebih besar kontribusinya
menyebabkan arterosklerosis daripada lemak jenuh. Karena lemak trans
sangat umum terdapat dalam makanan yang dipanggang serta makanan
olahan, USDA mensyaratkan pencantuman kandungan lemak trans pada
label nutrisi (Campbell, 2008:82).
B. Lemak Jenuh dan Lemak Trans dalam Gorengan
Minyak yang umum digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah minyak
kelapa sawit. Menurut Edwar (2011:249), minyak yang berasal dari kelapa
sawit mempunyai kadar asam lemak jenuh sebesar 51% dan asam lemak tak
jenuh 49%. Lemak jenuh merupakan penyebab utama peningkatan kolesterol
dan LDL darah.
Menurut Astuti (2007:12), meningkatnya lemak jenuh dapat menurunkan
aktivitas LDL reseptor sehingga menurunkan klirens kolesterol dalam

6

pembuluh darah, selain itu lemak jenuh meningkatkan produksi LDL dan
VLDL, dan pada akhirnya dapat meningkatkan risiko terbentuknya
artherosklerosis dini. Menurut Campbell (2008:73), salah satu kontributor

utama aterosklerosis adalah kolesterol. Kolesterol mengalir di dalam plasma
darah terutama dalam bentuk partikel-partikel yang mengandung ribuan
molekul-molekul kolesterol dan lipid-lipid lain yang terikat ke suatu protein.
Berdasarkan penelitian epidemiologi didapatkan hubungan positif antara
asupan lemak jenuh yang tinggi dengan mortalitas akibat penyakit jantung
koroner. Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah tidak boleh lebih dari 30%
total energi, sementara asupan lemak jenuhnya tidak boleh lebih dari 10% total
energi.
Adapun lemak trans yang juga terkandung di dalam gorengan karena
merupakan hasil dari pemanasan asam lemak tak jenuh pada minyak goreng
dan berubah menjadi isomernya yaitu lemak trans. Lemak trans dapat
meningkatkan kadar kolesterol jahat 2 kali lipat daripada lemak jenuh.
Sehingga resiko arterosklerosis dan jantung koroner akan meningkat 2 kali
lipat pula (Campbell, 2008:82).
Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lemak jenuh
dan lemak trans yang terdapat dalam gorengan merupakan molekul yang
berbahaya bagi kesehatan apabila dikonsumsi melebihi ambang batas yang
ditentukan.

7


C. Bahaya Penggunaan Minyak Jelantah
Minyak jelantah merupakan minyak yang telah berulang kali digunakan
dan biasanya akan berwarna hitam dan berbau tengik seiring dengan intensitas
penggunaannya. Menurut Yusuf (2010:1) minyak jelantah (waste cooking oil)
merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi kimianya (bilangan asam
dan peroksidanya meningkat), minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa
yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas
bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak
kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya
dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya.
Minyak yang mengandung asam lemak yang banyak ikatan rangkapnya
dapat teroksidasi secara spontan oleh udara pada suhu ruang. Menurut Edwar
(2011:249-250), oksidasi spontan ini secara langsung akan menurunkan tingkat
kejenuhan minyak, menyebabkan minyak menjadi tengik, dan terasa tidak
enak. Proses terjadinya ketengikan (rancidity) akan dipercepat apabila terdapat
logam tertentu seperti tembaga, seng, timah dan timbal dan apabila mendapat
panas atau cahaya penerangan.
Menurut Aji (2012:5), bau pada minyak ini berasal dari kerusakan minyak
dan zat-zat volatile yang terlarut dalam minyak. Asam lemak juga dapat

mengalami perubahan karena dimasak pada temperatur tinggi. Proses
pemasakan pada temperatur tinggi ini

menyebabkan minyak mengalami

pirolisis, yaitu suatu reaksi dekomposisi karena panas. Pirolisis menyebabkan

8

terbentuknya

akrolein, yaitu senyawa yang

menyebabkan iritasi dengan bau khas

lemak

bersifat

racun, dan


dapat

terbakar.

Kandungan asam lemak tak jenuh pada minyak goreng akan berubah
menjadi asam lemak jenuh bila mengalami pemanasan. Menurut Junaedi
(2010:18), pada penggorengan pertama, minyak memiliki kandungan asam
lemak tidak jenuh yang tinggi. Kadar asam lemak tidak jenuhnya akan semakin
menurun dengan semakin seringnya minyak dipakai secara berulang,
sedangkan kadar asam lemak jenuhnya semakin meningkat. Untuk penelitian
pada hewan percobaan menunjukkan bahwa gugus peroksida dalam dosis yang
besar dapat merangsang terjadinya kanker kolon. Di samping itu penggunaan
minyak jelantah dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan dan diare.
Menurut Aminah (2010:264), minyak goreng dengan kadar Free Fatty
Acid (FFA) tertinggi 8,335 % pada sampel minyak yang telah digunakan untuk
menggoreng ikan sebanyak 2 kali ( dua hari) dari minyak sisa yang
ditambahkan minyak segar, dan minyak yang digunakan adalah minyak
kemasan. Sedangkan kadar FFA terendah 0,470 % adalah minyak yang
digunakan terakhir untuk menggoreng tempe, frekuensi penggunaan 2 kali dan
minyak yang digunakan adalah minyak curah. Hasil analisis secara keseluruhan
memperlihatkan kadar FFA lebih tinggi dari standart yang ditetapkan SNI
0003-002 yaitu maksimal 0,3 %. Kelebihan lemak ini akan menjadi nutrisi bagi
sel-sel kanker untuk berkembang.
Penggunaan minyak jelantah untuk menggoreng bahan makanan
berprotein, akan menurunkan nilai gizi proteinnya, bahkan minyak jelantah

9

yang sudah terlalu lama digunakan dapat membahayakan kesehatan tubuh,
karena banyak mengandung senyawa peroksida (radikal) serta asam lemak
tidak jenuh trans.
D. Cara Menggunakan Minyak Goreng yang Tepat
1.

Lebih baik menggunakan minyak goreng kemasan daripada minyak
goreng curah.
Menurut Yusuf (2013:6), peningkatan asam lemak jenuh pada
minyak kelapa curah lebih tinggi dibandingkan minyak kelapa bermerek,
hal ini diduga disebabkan adanya antioksidan yang ditambahkan pada
minyak kelapa yang bermerek sehingga kerusakan minyak dapat
diperlambat.
Minyak goreng yang berbau tengik disebabkan oleh kandungan air
yang mudah terhidrolisis sehingga pada minyak kemasan ditambahkan
antioksidan. Antioksidan ditambahkan pada minyak untuk mencegah
tengik yang merupakan hasil dari perubahan oksidatif. Antioksidan yang
biasa digunakan adalah Hidroksianisol Berbutil (BHA), Hidroksitoluena
Berbutil (BHT), penelitian telah menunjukkan bahwa pengunaan
antioksidan tersebut tidak menimbulkan efek jangka panjang yang
berbahaya. Namun penelitian lain melaporkan bahwa BHA pada tingkat
diet yang sangat tinggi dapat menginduksi hiperplasia dan tumor dalam
perut tikus. Namun penelitian lain menunjukkan penggunaan BHT dan
BHA dapat memberikan perlindungan terhadap kanker (Lu, 1994:234).

10

2.

Menambahkan antioksidan alami pada minyak goreng
Seiring dengan perkembangan penelitian, tingkat keawetan minyak
goreng dapat dipertahankan dengan menggunakan bahan-bahan alami.
Menurut Hala (2013:32-33), perlakuan dengan penambahan antioksidan
alami yakni bubuk bawang merah dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, dan
0,3% menunjukkan penurunan bilangan peroksidasi dibandingkan
kontrol negatif dan kontrol positif. Namun yang menunjukkan penurunan
bilangan peroksidasi yang signifikan dari 33 perlakuan yang lain. Hal ini
disebabkan karena adanya penambahan antioksidan alami dengan
konsentrasi 0,3%. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi
bubuk bawang merah yang ditambahkan pada minyak maka bilangan
peroksidasi minyak akan semakin menurun.

3. Tidak menggunakan minyak goreng berkali-kali
Minyak goreng yang pada dasarnya mengandung asam lemak tak
jenuh akan menjadi asam lemak jenuh seiring dengan lama dan seringnya
mengalami pemanasan. Menurut Sartika (2013:60), deep frying adalah
proses menggoreng dengan cara merendam bahan makanan ke dalam
minyak goreng pada suhu 163-196oC. Pada suhu ini, ikatan rangkap pada
asam lemak tidak jenuh menjadi rusak dan tinggal asam lemak jenuhnya
saja sehingga risiko terhadap meningkatnya kolesterol darah semakin
tinggi. Selain itu, vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E,dan K)
ikut rusak sehingga fungsi nutrisi dari minyak goreng menjadi jauh
menurun, bahkan berpengaruh negatif dalam tubuh.

11

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Gorengan berbahaya bagi tubuh karena mengandung asam lemak jenuh
dan asam lemak trans yang mampu meningkatkan kadar kolesterol jahat
sehingga memicu timbulnya penyakit arterosklerosis, jantung koroner,
kanker, dan stroke.
2. Berdasarkan penelitian epidemiologi didapatkan hubungan positif antara
asupan lemak jenuh yang tinggi dengan mortalitas akibat penyakit jantung
koroner. Sedangkan lemak trans menimbulkan risiko arterosklerosis dan
jantung koroner 2 kali lipat.
3. Minyak jelantah berbahaya bagi kesehatan karena mengandung senyawasenyawa yang bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker.
4. Cara tepat untuk menggunakan minyak goreng adalah dengan memilih
minyak goreng kemasan daripada minyak goreng curah, menambahkan
antioksidan alami pada minyak goreng, dan tidak menggunakan minyak
goreng berkali-kali.
B. Saran
Disarankan kepada penulis berikutnya agar mengkaji lebih lanjut
mengenai pemurnian minyak jelantah dan bahan alami lainnya sebagai
antioksidan.

12

Dokumen yang terkait

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Asas asas pemerintahan yang baik

0 38 8

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan

5 23 66

Uji Efek Antibakteri Minyak Jintan Hitam (Nigella Sativa) Dalam Kapsul yang Dijual Bebas Selama Tahun 2012 di Kota Padang Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Secara In Vitro

0 7 5