Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dalam Perjanjian Kredit Yang Objeknya Jaminan Perorangan (Studi Pada PT. Bank Mandiri Syariah, Kantor Cabang Pembantu Kesawaan)

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Perjanjian pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian

Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan

verbintenis. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata digunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 ayat (1) KUHPerdata disebutkan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari Pasal 1313 ayat (1) KUH Perdata, dapat diketahui bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa tersebut timbul suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang dinamakan perikatan.

Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga


(2)

mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.8

Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”9

Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.10 Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352 KUHPerdata) dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang berlawanan dengan Hukum (Pasal 1353 KUH Perdata).

8

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung: Alumi. 2005, hal. 89.

9

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 27

10


(3)

2. Syarat sahnya Perjanjian

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat sahnya perjanjian adalah : a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Kesepakatan merupakan kesesuaian kehendak mereka yang mengikatkan diri. Kata sepakat muncul dari kemauan bebas dari para pihak yang dinyatakan dalam isi perjanjian. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan secara tegas baik lisan maupun tulisan.

Kata sepakat yang diberikan karena penipuan, paksaan atau kekerasan maka dapat diadakan pembatalan oleh pengadilan atas tuntutan dari orang-orang yang berkepentingan

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Sesuai Pasal 1329 KUH Perdata, “Setiap orang adalah cakap membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Seseorang dikatakan cakap hukum apabila laki-laki atau wanita yang telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun tetapi telah menikah.

Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian, yaitu :

1) Orang-orang yang belum dewasa

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan c. Mengenai suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu menyangkut obyek umum perjanjian atau mengenai bendanya. Obyek perjanjian harus jelas, syarat ini diperlukan untuk menentukan hak dan kewajiban para pihak jika terjadi perselisihan.


(4)

d. Suatu sebab yang halal

Sebab yang halal berkaitan dengan isi perjanjian, apakah isi perjanjian dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan seperti yang tercantum dalam Pasal 1337 KUH Perdata.

Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subyek atau pihak dalam perjanjian yang disebut syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat adalah mengenai obyek perjanjian yang disebut syarat obyektif. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta agar perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau memberikan sepakatnya dalam keadaan tidak bebas. Jadi perjanjian yang dibuat tetap mengikat para pihak selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang meminta pembatalan. Apabila syarat obyektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal, sehingga tidak ada dasar hukum untuk saling menuntut di depan hakim.

3. Berakhirnya Perjanjian

Suatu perjanjian akan berakhir bilamana tujuan perjanjian itu telah dicapai, dimana masing-masing pihak telah saling menunaikan prestasi yang diperlukan sebagaimna yang mereka kehendaki bersama-sama dalam perjanjian tersebut. Namun demikian, suatu perjanjian dapat juga berakhir karena hal-hal sebagai berikut ;


(5)

1. Lama waktu perjanjian yang ditentukan para pihak telah terlewati.

2. Batas maksimal berlakunya suatu perjanjian ditentukan oleh undang-undang.

3. Ditentukan di dalam perjanjian oleh para pihak atau oleh undang-undang, bahwa dengan terjadinya suatu peristiwa tertentu, maka perjanjian akan berakhir.

4. Dengan pernyataan penghentian oleh salah satu pihak (opzegging).

Misalnya perjanjian sewa-menyewa yang waktunya tidak ditentukan di dalam perjanjian. Pernyataan penghentian ini harus dengan memperhatikan tenggang waktu pengakhiran menurut kebiasaankebiasaan setempat.

5. Karena putusan hakim.

6. Adanya kesepakatan para pihak.

B. Perjanjian Kredit

1. Pengertian Perjanjian Kredit

Kata kredit berasal dari bahasa Romawi, yakni credere yang artinya percaya,11 bila dihubumgkan dengan bank, bahwa terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditor percaya meminjamkan uang kepada nasabah atau debitur, karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.12

1

Lihat Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank.(Bandung: Alumni, 1978), hal. 19. Lihat juga Sidharta P. Soejardi, Segi-segi Hukum Perkereditan di Indonesia, Kertas Kerja dalam Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perkreditan,(BPHN dan Bina Cipta, 1987, hal.


(6)

kredit, yang mempunyai arti kepercayaan. Seorang yang memperoleh kredit berarti memperoleh kepercayaan. Dengan demikian dasar dari kredit adalah kepercayaan.13

Beberapa pakar juga mengemukakan mengenai pendapatnya mengenai definisi kredit, yakni H.M.A Savelberg menyatakan bahwa kredit merupakan dasar setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu.

Dilihat dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan pembayaran, karena pembelian atas penerimaan uang dan atau suatu barang tidak dilakukan bersamaan pada saat menerimanya, melainkan pengambilanya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.

14

Mr. J.A.Levy merumuskan dari arti hukum dari kredit, yakni menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah uang pinjaman itu dibelakang hari.

15 Adapun Muchdarsyah Sinungan memberikan pengertian kredit, yakni suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada waktu tertentu disertai dengan suatu kontra pretasi berupa bunga.16

Mgs. Edy Putra, Kredit Perbankan Suatu Tujuan Yuridis Yogyakarta: Liberty, 1986, hal. 1.

14

Mariam Darus Badrulzaman. Perjanjian Kredit Bank, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991, hal. 24.

15

Mgs. Edy Putra Tje’Aman. Op.cit. hal 13.

16


(7)

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian kredit yang diberikan oleh Savelberg dan Muchdarsyah menunjukan pada pengertian kredit pada umumnya, yang dapt dilihat pada kata setiap setiap perkatan atau prestasi itu terdapat terjadi atas uang, barang atau kedua-duanya. Adapun pengertian kredit yang diberikan oleh Levy sudah menunjukan pada perjanjian pinjam uang.

Secara yuridis formal, ketentuan Pasal 1 angka 11 undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah ditegaskan pengertian kredit, yakni penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamaan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Adpun persetujuan atau kesepakantan pinjam-meminjam antara bank atau pihak lain (debitur) dengan syarat-syarat kewajiban tertentuyang harus dipenuhi disebut perjanjian kredit. Pada prakteknya, didalam perjanjian kredit, penerima kredit. Penguna kredit juga terkait pada program pemerintah didalam pembangunan.17

Pengertian jaminan menurut Mariam Darus Badrulzaman adalh suatu tanggungan yang diberikan seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditor untuk menjamin kewajibanyadalam suatu perkatan.18

17

Edy Putra Tje’Aman, Op.cit., hal 2-3.

18

Mariam Darus Badrulzaman, “Permasalahan Hukum Hak Jaminan” dalam Hukum Bisnis, Volume 11, 2000, hal. 12.

Adapun Suyatno, ahli hukum perbankan mendefinsikan jamianan adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu


(8)

hutang.19 Di sisi lain, Hartono Hadisaputro berpendapat bahwa jaminan adalah suatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa kreditor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.20

Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut dikemukakan bahwa berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesangupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atu mengembalikan pembiayaan yang dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan itulah yang diartikan sebagai Jaminan Kredit. Selanjutnya, Pasal 8 Undang-Undang Perbankan tersebut menyatakan bahwa untuk memperoleh keyakinan, sebalum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian analisis terhadap watak, kemampuan, modal, angunan, dan prospek usaha dari debitur. Dari Pasal 8 tersebut dapat disimpulkan bahwa angunan itu hanya merupoakan salah satu unsur dari jaminan kredit. Bahkan di jelaskan pula bahwa bila berdasarkan unsur-unsur

Di dalam praktik perbankan masalah jaminan ini sangat penting artinya, terutama yang berhubung debgan kredit yang dilepas pada nasabahnya. Dalam ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan sertak kesanggupan Nasabah Debutir untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

19

Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan,(Jakarta: Gramedia, 1998), hal. 70.

20

Hartono Hadi sucipto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan .(Yogyakarta: Liberty, 1984), hal. 50.


(9)

yang lain Bank telah memperolehkan keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan uangnya, angunan yang diserahkan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa kredit itu merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara Bank sebagai kreditor dengan nasabah sebagai debitur. Dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit percaya terhadp nasabah dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan (dibayar) lunas. Tenggang waktu antara pemberian dan penerimaan kembali prestasi menurut Mgs. Edy Putra Tje’Aman,21

a. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam pakai habis.

merupakan suatu hal yang abstrak yang sukar diraba, karena masa antara pemberian dan peneriamaan prestasi tersebut dapat berjalan dalam beberapa bulan, tetapi dapat juga berjalan beberapa tahun.

Memeang dapat terjadi demikaian, karenadalam praktik banyak terjadi nasabah tidak menepati waktu yang diperjanjikan dalam pengembalian pinjamanya dengan berbagai alasan. Oleh karena itu, dalam rumusan pengertian kredit ditegaskan mengenai kewajiban nasabah untuk melunasi utangnnya sesuai dengan jangka waktunya disertai dengan kewajibannya yang alin yaitu berupa bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.

Hakikat dari perjanjian kredit jika dihubungkan dengan KUHPerdata, maka secara yuridis, perjanjian kredit dapat dilihat dari 2 (dua) segi pandang sebagai berikut :

b. Perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus.

21

Mgs. Edy Putra Tje’Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis. (Liberty: Yogyakarta, 1989), hal. 10.


(10)

Jika perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus, maka tidak ada perjanjian bernama dalam KUHPerdata yang disebut dengan perjanjian kredit. Karena itu, yang berlaku adalah ketentuan umum dari hukum perjanjian, tentunya ditambah dengan klausul-kalusul yang telah disepakati bersama dalam kontrak yang bersangkutan.

Selanjutnya, penggolongan perjanjian kredit sebagai perjanjian bernama dalam tampilannya sebagai perjanjian pinjam pakai, maka disamping terhadapnya berlaku ketentuan umum tentang perjanjian, berlaku juga ketentuan KUHPerdata tentang perjanjian pinjam pakai habis. Hal ini berbeda dengan perjanjian pinjam pakai biasa, dimana yang harus dikembalikan oleh debiturnya adalah fisik dari benda yang dipinjam, misalnya pinjam mobil, maka yang dikembalikan adalah mobil yang dipakai tersebut. Sementara dalam perjanjian pinjam pakai habis, yang dikembalikan adalah nilai dari benda yang dipinjam pakai tersebut.

“Kata kredit berasal dari bahasa Romawi ”credere” yang berarti percaya.”22

Didalam Pasal 1 angka 1 butir 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan mendefinisikan kredit sebagai berikut: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan Unsur dasar dari kredit adalah adanya kepercayaan. Pihak yang memberi kredit (Kreditor) percaya bahwa penerima kredit (Debitor) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktunya, maupun prestasinya dan kontraprestasinya.

22

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 233


(11)

persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Adapun pendapat para sarjana mengenai pengertian kredit adalah sebagai berikut:

1. Savelberg dalam Mariam Darus Badrulzaman menyatakan kredit mempunyai dua arti antara lain :23

a. Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain.

b. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu.

Berdasarkan definisi-definisi kredit di atas, dapat dilihat bahwa pengertian kredit yang diberikan oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan menunjukkan kesamaan pendapat dengan pendapat Levy, yakni perjanjian pinjam uang. Bank memberikan pinjaman terhadap debitor dengan memberikan kewajiban pada debitur untuk mengembalikan pinjaman tersebut secara bertahap berikut dengan bunga.

Kreditur percaya meminjamkan uang kepada debitur karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk mengembalikan pinjaman tersebut di kemudian hari. Dengan mengingat pengembalian dari kredit yang telah diberikan tersebut

23

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bakti, (Bandung, 1991), hal. 24-25.


(12)

tentunya bank disini tidak begitu saja mengabulkan setiap permohonan kredit. Karena itu bank hanya memberikan kredit kepada orang yang dianggap layak untuk diberikan. Bank menilai suatu permintaan kredit berpedoman pada faktor-faktor 6 C, yaitu Character, Capacity to create sources of funding, Capital, Collateral, Condition of economy and sector of business ,and Competence to borrow.24

Pemberian kredit oleh bank pada dasarnya harus dilandasi keyakinan bank atas kesanggupan dan kemampuan debitor untuk melunasi utangnya. Kredit diartikan sebagai pemberian prestasi (berupa uang atau barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) yang akan terjadi pada waktu tertentu dengan pemberian bunga, dengan demikian pengertian kredit adalah adanya unsur mempunyai sifat atau pertimbangan tolong menolong. Selain itu, dilihat dari pihak kreditor, unsur yang penting dalam kegiatan kredit adalah untuk mengambil keuntungan dari modalnya dengan mengharapkan kontra prestasi, sedangkan bagi debitor adalah adanya bantuan dari kreditor untuk menutupi kebutuhannya berupa prestasi yang diberikan oleh kreditor. Hanya saja, antara prestasi dengan kontra prestasi tersebut ada suatu masa yang memisahkannya sehingga ada tenggang waktu tertentu. Kondisi ini menyebabkan adanya risiko yang berupa ketidak tentuan sehingga oleh karenanya diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit tersebut. Terdapat adanya beberapa unsur dalam pemberian kredit yang timbul akibat dari Kriteria ini penting bagi bank untuk memberikan kepastian baginya agar kredit tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat.

24

Sutojo, Siswanto, Analisa Kredit Bank Umum: Konsep dan Teknik, (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1995), hal. 44.


(13)

adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima kemudian hari menyebabkan semakin lama kredit diberikan, semakin tinggi pula tingkat risikonya. Hal ini disebabkan karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu akan masih selalu terdapat unsur ketidak tentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko.

Hubungan hukum antara nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang ditawarkan bank. Dalam setiap produk bank selalu terdapat ketentuan-ketentuan yang ditawarkan oleh bank. Dengan adanya persetujuan dari nasabah terhadap formulir perjanjian yang dibuat oleh bank, berarti nasabah telah menyetujui isi serta maksud perjanjian dan dengan demikian berlaku facta sun servanda yang pengaturannya terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata.25

1. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

Ketentuan mengenai perjanjian kredit pada Undang-undang Perbankan diatur dalam Pasal 8 yang berisi sebagai berikut :

25

T ri Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2006), hal. 18


(14)

2. Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Walaupun tidak secara terang menyebutkan mengenai perjanjian kredit namun pada Ayat (2) dikatakan “sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”. Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain : 26

a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis;

b. Bank harus memiliki keyakian atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitor; c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit

atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;

d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;

e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitor dan/atau pihak-pihak terafiliasi;

f. Penyelesaian sengketa

26

Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah , (Jakarta : Suka Buku, 2010), hal. 23


(15)

2. Jenis-jenis Kredit

Jenis kredit tidak bisa dipisahkan dari kebijakan perkreditan yang digariskan sesuai dengan pembangunan. Pada mulanya, kredit berdasarkan kepercayaan murni, yaitu berbentuk kredit perorangan, karena kedua belah pihak saling mengenal. Dengan berkembangnya waktu, akhirnya berkembang pula unsur-unsur lain yang menjadi landasan kredit, sehingga selanjutnya berkembang pula jenis kredit yang ada.

Jenis kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria, yaitu dari criteria lembaga pemberi-penerima kredit, jangka waktu, serta penggunaan kredit, kelengkapan dokumen perdagangan, atau dari berbagai kriteria lainnya.

1. Segi lembaga pemberi-penerima kredit yang menyangkut struktur pelaksanaan kredit di Indonesia, jenis kredit terdiri dari:

a. Kredit perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan untuk konsumsi. Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.

b. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya. Pelaksanaan kredit ini merupakan operasi Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan tugas yang diembannya, yaitu untuk memajukan urusan perkreditan, sekaligus bertindak mengadakan pengawasan terhadap urusan perkreditan


(16)

tersebut. Dengan demikian Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk menentukan batas-batas kuantitatif di bidang perkreditan bagi bank yang ada.

c. Kredit langsung, kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah atau semi pemerintah. Misalnya Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pengadaan pangan, atau pemberian kredit langsung kepada Pertamina, atau pihak ketiga lainnya.

2. Segi penggunaan kredit, jenis-jenis kredit terdiri dari:

a. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Pemerintah atau swasta yang diberikan kepada perorangan untuk membiayai konsumsinya untuk kebutuhan sehari-hari.

b. Kredit Produktif, baik kredit investasi maupun kredit eksploitasi. Kredit Investasi, adalah kredit yang ditujukan untuk penggunaan sebagai pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung dan mesin-mesin, juga untuk membiayai rehabilitasi, dan ekspansi. Adapun jangka waktunya 5 (lima) tahun atau lebih. Di Indonesia, jenis kredit ini mulai diperkenalkan pada pertengahan tahun 1969, bersamaan dengan dimulainya Repelita 1 sebagai penunjang program industrialisasi yang mulai dilancarkan pemerintah. Kredit eksploitasi, adalah kredit yang ditujukan untuk penggunaan pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhin, barang dalam proses produksi serta piutang, sedangkan jangka waktunya


(17)

berlaku pendek. Di Indonesia, jenis kredit ini sudah ada sejak tahun 1950an.

c. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif.

3. Segi adanya dokumen, dikenal kredit yang sangat terikat dengan dokumen-dokumen berharga yang memiliki substitusi nilai jumlah uang, dan dokumen-dokumen tersebut merupakan jaminan pokok pemberian kredit. Kredit ini banyak digunakan oleh orang yang mengadakan transaksi dagang yang berlainan tempat. Jenis kredit ini terdiri dari:

a. Kredit ekspor, adalah semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha ekspor. Jadi bisa dalam bentuk kredit langsung maupun tidak langsung seperti pembiayaan kredit modal kerja jangka pendek, maupun kredit investasi untuk jenis industri yang berorientasi ekspor.

b. Kredit impor, adalah semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha ekspor, baik dalam bentuk kredit langsung maupun tidak langsung dan jangka panjang atau jangka pendek.

4. Dari segi besar kecilnya aktivitas perputaran usaha, yaitu melihat dinamika, sektor yang digeluti, aset yang dimiliki dan lain sebagainya, dikenal jenis kredit:

a. Kredit Kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil. Kredit Usaha Kecil ini diberikan kepada pengusaha kecil untuk menambah modal kerja dan atau untuk memenuhi kebutuhan investasi


(18)

b. Kredit Menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang assetnya lebih besar daripada pengusaha kecil.

c. Kredit Besar

5. Dari Jangka Waktunya, dikenal jenis kredit: 27

a. Kredit Jangka Pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka maksimum 1 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening Koran, kredit penjualan, kredit pembelian dan kredit wesel.

b. Kredit Jangka Menengah (medium term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 tahun sampai dengan tiga tahun.

c. Kredit Jangka Panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga tahun. Kredit ini pada umumnya adalah kredit investasi yang bertujuan menambah modal perusahaan dalam rangka untuk melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan), pendirian proyek baru.

6. Segi jaminan, jenis kredit dapat dibedakan menjadi:28

a. Kredit tanpa jaminan atau kredit blangko (unsecured loan). Jenis kredit ini mungkin saja direalisir karena UU Perbankan tidak menentukan secara ketat bahwa kredit harus memiliki jaminan. UU Perbankan hanya menyarankan bahwa dalam memberikan kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

b. Kredit dengan jaminan (secured loan), untuk kredit yang diberikan, pihak kreditor mendapat jaminan bahwa debitor dapat melunasi utangnya. Di

27

Sutojo, Siswanto. Analisa Kredit Bank Umum: Konsep dan Teknik, (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1995), hal. 25.

28


(19)

dalam memberikan kredit, bank menanggung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, maka diperlukan jaminan dalam pemberian kredit. Adapun bentuk jaminannya dapat berupa jaminan, maupun jaminan perorangan

3. Tujuan dan Fungsi Kredit

Terdapat beberapa fungsi kredit antara lain sebagai berikut : kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang bagi kedua belah pihak untuk saling menolong untuk tujuan pencapaian kebutuhan baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari. Pihak yang mendapat kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi berupa kemajuan-kemajuan pada usahanya, atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya.29

Suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh kepada tahapan yang lebih baik, maksudnya baik bagi pihak debitur maupun kreditur mendapatkan kemajuan. Kemajuan tersebut dapat menggambarkan apabila mereka memperoleh keuntungan juga mengalami peningkatan kesejahteraan dan masyarakatpun atau Adapun bagi pihak yang memberi kredit, secara material dia harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit, dan secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan.

29

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti 2000), hal 372


(20)

Negara mengalami suatu penambahan dari penerimaan pajak, juga kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro.

Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian, dan perdagangan antara lain sebagai berikut:

1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang.

a. Para pemilik uang/modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya.

b. Para pemilik uang/modal dapat menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga keuangan. Uang tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.

2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

Kredit uang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro bilyet, dan wesel, sehingga apabila pembayaran-pembayaran dilakukan dengan cek, giro bilyet, dan wesel maka akan dapat meninngkatkan peredaran uang giral. Disamping itu, kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu-lintas uang akan berkembang pula

3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang.

Dengan mendapatkan kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat. Disamping itu, kredit dapat pula meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara kredit maupun dengan membeli barang-barang dari suatu tempat


(21)

dan menjualnya ke tempat lain. Pembelian tersebut uangnya berasal dari kredit. Hal ini juga berarti bahwa kredit tersebut dapat pula meningkatkan manfaat suatu barang.

4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha antara lain:

a. Pengendalian inflasi, b. Peningkatan ekspor, dan

c. Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.

5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha.

Setiap orang harus berusaha selalu ingin meningkatkan usaha tersebut, namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan di bidang permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi kekurangmampuan para pengusaha di bidang permodalan tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya.

6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan.

Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan pendirian proyek baru akan membutuhkann tenaga kerja untuk melaksanakan proyek-proyek tersebut. Dengan demikian mereka akan memperoleh pendapatan. Apabila


(22)

perluasan usaha serta pendirian proyek-proyek telah selesai, maka untuk mengelolanya diperlukan pula tenaga kerja. Dengan tertampungnya tenagatenaga kerja tersebut, maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.

7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.

Bank-bank besar di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha, dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Begitu juga Negara-negara yang telah maju yang mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi, dapat memberikan bantuan-bantuann dalam bentuk kredit kepada negara-negara yang sedang berkembang untuk membangun. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar Negara yang bersangkutan tetapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional.


(1)

berlaku pendek. Di Indonesia, jenis kredit ini sudah ada sejak tahun 1950an.

c. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif.

3. Segi adanya dokumen, dikenal kredit yang sangat terikat dengan dokumen-dokumen berharga yang memiliki substitusi nilai jumlah uang, dan dokumen-dokumen tersebut merupakan jaminan pokok pemberian kredit. Kredit ini banyak digunakan oleh orang yang mengadakan transaksi dagang yang berlainan tempat. Jenis kredit ini terdiri dari:

a. Kredit ekspor, adalah semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha ekspor. Jadi bisa dalam bentuk kredit langsung maupun tidak langsung seperti pembiayaan kredit modal kerja jangka pendek, maupun kredit investasi untuk jenis industri yang berorientasi ekspor.

b. Kredit impor, adalah semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha ekspor, baik dalam bentuk kredit langsung maupun tidak langsung dan jangka panjang atau jangka pendek.

4. Dari segi besar kecilnya aktivitas perputaran usaha, yaitu melihat dinamika, sektor yang digeluti, aset yang dimiliki dan lain sebagainya, dikenal jenis kredit:

a. Kredit Kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil. Kredit Usaha Kecil ini diberikan kepada pengusaha kecil untuk menambah modal kerja dan atau untuk memenuhi kebutuhan investasi


(2)

b. Kredit Menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang assetnya lebih besar daripada pengusaha kecil.

c. Kredit Besar

5. Dari Jangka Waktunya, dikenal jenis kredit: 27

a. Kredit Jangka Pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka maksimum 1 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening Koran, kredit penjualan, kredit pembelian dan kredit wesel.

b. Kredit Jangka Menengah (medium term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 tahun sampai dengan tiga tahun.

c. Kredit Jangka Panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga tahun. Kredit ini pada umumnya adalah kredit investasi yang bertujuan menambah modal perusahaan dalam rangka untuk melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan), pendirian proyek baru.

6. Segi jaminan, jenis kredit dapat dibedakan menjadi:28

a. Kredit tanpa jaminan atau kredit blangko (unsecured loan). Jenis kredit ini mungkin saja direalisir karena UU Perbankan tidak menentukan secara ketat bahwa kredit harus memiliki jaminan. UU Perbankan hanya menyarankan bahwa dalam memberikan kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

b. Kredit dengan jaminan (secured loan), untuk kredit yang diberikan, pihak kreditor mendapat jaminan bahwa debitor dapat melunasi utangnya. Di

27

Sutojo, Siswanto. Analisa Kredit Bank Umum: Konsep dan Teknik, (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1995), hal. 25.

28


(3)

dalam memberikan kredit, bank menanggung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, maka diperlukan jaminan dalam pemberian kredit. Adapun bentuk jaminannya dapat berupa jaminan, maupun jaminan perorangan

3. Tujuan dan Fungsi Kredit

Terdapat beberapa fungsi kredit antara lain sebagai berikut : kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang bagi kedua belah pihak untuk saling menolong untuk tujuan pencapaian kebutuhan baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari. Pihak yang mendapat kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi berupa kemajuan-kemajuan pada usahanya, atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya.29

Suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh kepada tahapan yang lebih baik, maksudnya baik bagi pihak debitur maupun kreditur mendapatkan kemajuan. Kemajuan tersebut dapat menggambarkan apabila mereka memperoleh keuntungan juga mengalami peningkatan kesejahteraan dan masyarakatpun atau Adapun bagi pihak yang memberi kredit, secara material dia harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit, dan secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan.

29

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti 2000), hal 372


(4)

Negara mengalami suatu penambahan dari penerimaan pajak, juga kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro.

Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian, dan perdagangan antara lain sebagai berikut:

1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang.

a. Para pemilik uang/modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya.

b. Para pemilik uang/modal dapat menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga keuangan. Uang tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.

2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

Kredit uang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro bilyet, dan wesel, sehingga apabila pembayaran-pembayaran dilakukan dengan cek, giro bilyet, dan wesel maka akan dapat meninngkatkan peredaran uang giral. Disamping itu, kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu-lintas uang akan berkembang pula

3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang.

Dengan mendapatkan kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat. Disamping itu, kredit dapat pula meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara kredit maupun dengan membeli barang-barang dari suatu tempat


(5)

dan menjualnya ke tempat lain. Pembelian tersebut uangnya berasal dari kredit. Hal ini juga berarti bahwa kredit tersebut dapat pula meningkatkan manfaat suatu barang.

4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha antara lain:

a. Pengendalian inflasi, b. Peningkatan ekspor, dan

c. Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.

5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha.

Setiap orang harus berusaha selalu ingin meningkatkan usaha tersebut, namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan di bidang permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi kekurangmampuan para pengusaha di bidang permodalan tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya.

6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan.

Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan pendirian proyek baru akan membutuhkann tenaga kerja untuk melaksanakan proyek-proyek tersebut. Dengan demikian mereka akan memperoleh pendapatan. Apabila


(6)

perluasan usaha serta pendirian proyek-proyek telah selesai, maka untuk mengelolanya diperlukan pula tenaga kerja. Dengan tertampungnya tenagatenaga kerja tersebut, maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.

7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.

Bank-bank besar di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha, dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Begitu juga Negara-negara yang telah maju yang mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi, dapat memberikan bantuan-bantuann dalam bentuk kredit kepada negara-negara yang sedang berkembang untuk membangun. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar Negara yang bersangkutan tetapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional.


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Penyelesaian Kredit Macet (Studi Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Graha Helvetia, Medan)

0 48 86

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan (Studi pada Bank-Bank Swasta di Kota Medan)

0 29 146

Akibat Hukum Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Yang Objeknya Hak Guna Bangunan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan

10 122 96

Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dalam Perjanjian Kredit Yang Objeknya Jaminan Perorangan (Studi Pada PT. Bank Mandiri Syariah, Kantor Cabang Pembantu Kesawaan)

1 43 85

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK JATENG CABANG SUKOHARJO

0 15 84

Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dalam Perjanjian Kredit Yang Objeknya Jaminan Perorangan (Studi Pada PT. Bank Mandiri Syariah, Kantor Cabang Pembantu Kesawaan)

0 0 8

Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dalam Perjanjian Kredit Yang Objeknya Jaminan Perorangan (Studi Pada PT. Bank Mandiri Syariah, Kantor Cabang Pembantu Kesawaan)

0 0 1

Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dalam Perjanjian Kredit Yang Objeknya Jaminan Perorangan (Studi Pada PT. Bank Mandiri Syariah, Kantor Cabang Pembantu Kesawaan)

0 0 12

Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dalam Perjanjian Kredit Yang Objeknya Jaminan Perorangan (Studi Pada PT. Bank Mandiri Syariah, Kantor Cabang Pembantu Kesawaan)

0 0 3

Akibat Hukum Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Yang Objeknya Hak Guna Bangunan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Pembantu Asia Unit Cemara Medan

0 0 8