FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN id. docx

TUGAS MAKALAH
“PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA,
SEKOLAH, DAN MASYARAKAT”

OLEH

ANDI ARDHIA APRILIYANTI
28.1074
A-5

FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN
INSTITUT PEMERINTAHN DALAM NEGERI
2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, karena atas

limpahan rahmatnya,

sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan telah rampung.
Makalah


ini

berjudul“PELAKSANAAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI

LINGKUNGAN KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT”. Dengan tujuan penulisan
sebagai sumber bacaan yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman dari materi ini.
Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepes pula dengan tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam.
Namun penulis cukup menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun.

Jatinangor,

januari 2018


Penulis.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Sekolah
C. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Semakin canggihnya ilmu pengetahuan, semakin majunya peredaran zaman dan
manusiapun beragam. kemewahan di bidang harta tidak akan menjamin kebahagiaan seseorang
jika orang tersebut tidak bisa menikmati kekayaan itu, apalagi bagi orang yang serba kekurangan
atau merasa kurang cukup terus-menerus. Banyak anak-anak yang tidak patuh lagi kepada orang
tuanya, tentunya sangat dikhawatiran yang mengakibatkan perasaan tidak tenang dan selalu
gelisah, bahkan banyak orang yang mengalami penyakit stress yang mereka sendiri tidak tahu
obatnya, mencari tempat berpegang kepada siapa dan bagaimana cara menenangkan perasaan
yang stress itu, bahkan mereka sering bingung, dihinggapi rasa takut dan rasa bersalah yang tidak
tahu sebabnya.
Oleh karena itu, tentu sangat perlu dijelaskan bagaimana pendidikan anak sebelum lahir,
masa bayi, masa kanak-kanak, dewasa, bahkan sampai mereka tua. Pendidikan anak pada usia
dini juga sangat dianjurkan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan. Karena pendidikan agama islam sejak dini sengat berpengaruh terhadap
pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik. Proses belajar dan pembelajaran bisa
dilakukan pada jalur formal maupun informal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini
terinci sebagai berikut.
1. Bagimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga?
2. Bagaimanna pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah?
3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam masyarakat?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga.

2. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah.
3. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang
bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran
pendidikannya. Sedang ibu dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga,
maka kedudukannya sebagai pendidik yang utama dan pertama, dalam kedudukannya sebagai

pendidik, maka seorang ibu tidak cukup hanya memanggil seorang guru agama dari luar untuk
mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam pengertian yang demikianlah yang dimaksud
dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Akan tetapi lebih ditekankan adanya
bimbingan yang terarah dan berkelanjutan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab di
lingkungan keluarga untuk membimbing anak.
Pengertian yang jelas tentang pendidikan agama yang dilakukan di lingkungan keluarga
interaksi yang teratur dan diarahkan untuk membimbing jasmani dan rohani anak dengan ajaran
Islam, yang berlangsung di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaannya, maka proses
pendidikan
Pendidikan pada umumnya terbagi pada dua bagian besar, yakni pendidikan sekolah dan
pendidikan luar sekolah. Hal ini berdasar pada: “Maka proses belajar itu bagi seseorang dapat
terus berlangsung dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja.
Dorongan atau motivasi kewajiban moral, sebagai konsekwensi kedudukan orang tua
terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang
dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing, di samping didorong oleh
kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.
Dalam kutipan yang pertama di atas dikemukakan bahwa lingkungan keluarga itu amat
dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat
dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat
menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari

lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari
pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.
Dalam hubungannya dengan kelanjutan pendidikan atau kehidupan anak di masa mendatang,
maka pendidikan di lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya pendidikan agama, hal itu

merupakan sebagai tindakan pemberian bekal-bekal kemampuan dari orang tua terhadap anakanaknya,

dalam

menghadapi

masa-masa

yang

akan

dilaluinya.

Dalam hubungannya dengan pendidikan di sekolah maka sebagai persiapan untuk mengikuti

pendidikan atau sebagai pelengkap dari pendidikan yang berlangsung di bangku sekolah. Dan
dalam

hubungannya

dengan

kehidupan

bermasyarakat,

maka

sebagai

upaya

untuk

mempersiapkan diri agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Secara sepintas pembahasan tentang dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan
keluarga ini telah disebutkan di atas, yaitu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap darah
dagingnya (anak), atas dasar dorongan sosial dan atas dasar dorongan moral.
Akan tetapi dorongan yang lebih mendasar lagi tentang pendidikan agama di lingkungan
keluarga ini bagi umat Islam khususnya adalah karena dorongan syara (ajaran Islam), yang
mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, lebih-lebih pendidikan agama.
Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar mendidik
anak-anak di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu; mengingat
kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun mental ia mutlak memberikan bimbingan dan
pengembangan ke arah yang positif. Kalau tidak maka dikhawatirkan fitrah yang tersimpan, yang
merupakan benih-benih bawaan itu akan terlantar atau akan menyimpang.
Perlu diingat bahwa pada diri anak itu terdapat kecenderungan-kecenderungan ke arah yang
baik, akan tetapi dilengkapi dengan kecenderungan ke arah yang jahat. Maka tugas pendidik
dalam hubungan ini adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke arah yang baik.
Oleh karena itu benih-benih potensial yang mampu mendorong anak untuk mengembangkan
pribadinya dalam alternatif pemilihan lapangan hidup manusia di masa dewasanya sesuai bakat
dan kemampuan. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT
dan berakhlak mulia. Akhlak mulia menyangkut etika, budi pekerti, dan moral sebagai
manifestasi dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan,

pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut
pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang
aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Allah SWT.

Pendidikan Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada
manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan
berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti,
etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun social.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar pelaksanaan pendidikan agama di
lingkungan keluarga adalah karena didorong oleh beberapa hal yaitu:
1.
2.
3.
4.

Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan
Karena dorongan atau tanggung jawab sosial
Karena dorongan moral

Karena dorongan kewajiban agamis

Dan dorongan agama inilah yang membuat kedudukan orang tua lebih besar tanggung
jawabnya dalam pendidikan karena dorongan kewajiban ini langsung diperintahkan Allah.
Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang diproses oleh seseorang di dalam lingkungan
rumah tangga atau keluarga. Sistem pendidikan ini merupakan unsur utama dalam pendidikan
seumur hidup, terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan formalitas waktu, cara, usia,
fasilitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masing-masing orang tua adalah orang yang paling
bertanggung jawab atas pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka tidak hanya berkewajiban
mendidik atau menyekolahkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga
diamanati Allah SWT untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah sesuai
dengan ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits..
Dalam mendidik dan menumbuh kembangkan anak-anak, orang tua atau tokoh ibu dan bapak
sangat memegang peranan yang sangat penting, baik-buruknya kelakuan anak, orang tualah yang
memegang peranan. Pendidikan rumah tangga ini disebut juga dengan pendidikan informal.
Peranan ibu dan bapak antara lain :
1.

Ibu bapak sebagai pengatur kebersihan anak


2.

Ibu bapak sebagai teladan bagi anak

3.

Ibu bapak sebagai pendorong dalam tindakan anak

4.

Ibu bapak sebagai teman bermain

5.

Ibu bapak sebagai pengayom jika anak merasa takut

6.

Ibu sebagai penjaga utama kesehatan anak dan sebagai teman bermainan kepribadian

Dalam hubungan ini orang tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama bagi
anggota keluarga. Khususnya anak, karena akan sangat berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan anak. Oleh sebab itu orang tua berkewajiban
untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada anak agar mereka
dapat hidup selamat dan sejahtera.
Sasaran Pendidikan Agama ditujukan kepada semua manusia sesuai dengan misi nabi
Muhammad SAW yaitu untuk seluruh alam. Ditujukan mulai kepada anak usia dini, remaja,
dewasa dan lanjut usia dalam istilah pendidikan disebut Long Live Education (pendidikan
seumur hidup).
Pendidikan anak usia dini (0-6 tahun) dimulai dari anak dilahirkan sampai berumur 6 tahun
dengan tahapan sebagai berikut :
1.

Masa bayi (0-2 tahun), di telinga sebelah kanan bagi anak laki-laki dan diqamatkan di

telinga sebelah kiri bagi perempuan.
2.

Aqiqah, pada hari ke tujuh kelahiran seorang bayi disunnahkan bagi orang tua atau

walinya untuk melakukan aqiqah yakni menyembelih satu ekor kambing bagi anak perempuan
dan dua ekor kambing bagi anak laki-laki.
3.

Khitanan, peranan ibu sangat dominan dalam menanamkan pendidikan agama kepada

anak di usia ini. Setiap hari seorang ibu perlu memperhatikan perkembangan yang terjadi pada
anaknya baik secara biologis maupun psikisnya. Perkembangan anak sesuai dengan tahap-tahap
umur tertentu yang perlu diketahui orang tua agar bisa memperlakukan anak dengan benar. Anak
berumur 6 tahun tidak disebut bayi lagi, tetapi sudah disebut anak-anak masanya pun disebut
masa kanak-kanak.

B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Sekolah
Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pendidikan moral dan pembinaan mental.
Pendidikan moral yang paling baik sebenarnya terdapat dalam agama karena nilai-nilai moral
yang dapat dipatuhi dengan kesadaran sendiri dan penghayatan tinggi tanpa ada unsur paksaan
dari luar, datangnya dari keyakinan beragama. Pendidikan agama di sekolah mendapat beban dan

tanggung jawab moral yang tidak sedikit apalagi jika dikaitkan dengan upaya pembinaan mental
remaja. Usia remaja ditandai dengan gejolak kejiwaan yang berimbas pada perkembangan
mental dan pemikiran, emosi, kesadaran sosial, pertumbuhan moral, sikap dan kecenderungan
serta pada akhirnya turut mewarnai sikap keberagamaan yang dianut (pola ibadah).
Pada sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau pemimpin
agama seperti di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran umumnya benar-benar
diarahkan untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada.
Terdapat tiga karakter sekolah yang terkait dengan pendidikan agama di sekolah. Pertama
sekolah negeri, kedua sekolah swasta umum non yayasan agama dan sekolah swasta yayasan
agama dan sekolah calon ahli atau pimpinan agama seperti madrasah dan seminari. Varian
karakter ini awalnya terbentuk karena perbedaan sumber pembiayaan, pengawasan dan otonomi
sekolah, serta misi dan intervensi pada kurikulum. Dalam perkembangannya dinamika sekolah
juga turut mempengaruhi karakter sekolah. Tiga karakter ini pada akhirnya juga terkait dengan
persoalan multikulturalisme dalam masyarakat.
Pada sekolah negeri dan sekolah swasta umum non yayasan keagamaan, pada jam pelajaran
agama siswa dipisah menurut agama yang berbeda-beda. Selama puluhan tahun praktek
pendidikan agama di sekolah seperti ini belum ada yang memberikan perhatian secara serius
bahwa pemisahan siswa pada jam pelajaran agama adalah sebuah pembiasaan dan penanaman
kesadaran bahwa agama adalah sesuatu yang memisahkan (kebersamaan) manusia.
Di kalangan peserta didik di sekolah Negeri pelajaran agama berlangsung lebih teratur dan
siswa beragam agama hampir selalu mendapatkan guru pelajaran agama sesuai dengan
keyakinan para siswa karena secara umum pemerintah mengusahakan guru agama bagi semua
peserta didik. Sebagai milik pemerintah, semua aktifitas pembelajaran di sekolah negeri
mengikuti secara penuh apa yang menjadi kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
Pada sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau pemimpin
agama seperti di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran umumnya benar-benar
diarahkan untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada. Sayangnya keseriusan pada satu
bidang ini menyebabkan kecenderungan kurang terbuka bagi pergaulan yang lebih luas, yang
dengan demikian membatasi pengalam dengan keragaman juga. Minimnya pengalaman akan
keragaman perlu dikaji apakah ada kaitannya dengan sensitivitas pada yang berbeda. Sensitivitas
pada yang berbeda hanya akan berkembang ketika ada pengalaman dengan yang berbeda dan
menggerti adanya perspektif yang berbeda juga.

Di sekolah umum yayasan keagamaan di mana biaya operasional secara umum ditanggung
oleh yayasan dan wali murid, terdapat kebijakan sekolah yang menunjukkan keunikan yayasan.
Keunikan ini tampak dalam penerimaan guru, hingga tambahan pelajaran maupun kegiatan
ekstrakurikuler yang mewadahi pemenuhan misi yayasan keagamaan melalui pendidikan.
Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah lebih banyak pada soal jaminan kualitas
pendidikan, tetapi umumnya tidak menyentuh pada soal keunikan sekolah yayasan keagamaan.
Baru menjelang penetapan Undang-Undang no.20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun
2003, banyak sekolah di bawah yayasan keagamaan yang merasa otonominya diganggu terutama
berkaitan dengan pasal 13 yang mewajibkan semua sekolah memberikan pelajaran agama yang
sesuai dengan agama yang dianut oleh siswa. Hingga tahun 2009 ini banyak sekolah yayasan
keagamaan yang tidak bisa memenuhi tuntutan pasal 13 UU no,20 tahun 2003 itu karena alasan
teknis pembiayaan guru dan alasan lain adalah menolak pelanggaran otonomi yayasan yang
merasa tidak memaksa siswa untuk masuk ke sekolah yang mempunyai keunikan tertentu.
Menurut teori pendidikan Islam, teori pendidikan anak dimulai jauh sebelum anak
diciptakan. Dalam hubungan ini orang tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama
islam setiap anggota keluargakhususnya bagi anak-anak. Pendidikan agama yang ditanamkan
sedini mungkin kepada anak-anak akan sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan budi pekerti dan kepribadian mereka.
Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit
berupa suri tauladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran agama
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, agar mereka dapat hidup selamat dan sejahtera. Jadi,
keluarga mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan
2. Pembentukan Keluarga
3. Keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang kurangnya terdiri dari pasangan suami
isri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Agar tujuan terlaksana
maka perlu meningkatkan tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan
tuntutan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat .
4. Pembinaan Keluarga

5. Maksudnya adalah segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa merintis,
meletakkan dasar, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni,
mengarahkan serta mengembangkan kemampuan suami istri untuk mencapai tujuanmewujudkan
keluarga bahagia sejahtera dengan mengadakan dan menggunakan segala dana dan daya yang
dimiliki.
Sekolah umum di bawah yayasan non keagamaan dan keagamaan mempunyai peluang yang
lebih besar untuk membuat eksperimentasi pendidikan agama yang salah satunya bisa menjadi
tanggapan atas masyarakat yang multikultural.

C.

Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat
Dalam kacamata multkulturalisme, kewajiban bagi setiap siswa untuk mengikuti salah satu
dari lima macam pendidikan agama, bagi para penganut agama dan kepecayaan di luar agama
resmi adalah memutus generasi penerus penganut agama dan kepercayaan tersebut. Dampak dari
pendidikan agama yang dibatasi berdasarkan agama yang dianggap resmi oleh pemerintah ini
terasa setelah beberapa generasi. Namun hingga saat ini belum ada pihak penganut agama yang
termarjinalkan secara sistematis mempersoalkan pelajaran agama yang pada masa pemerintahan
Soeharto menjadi salah satu syarat kenaikan kelas.
Namun ketika pelajaran agama tidak lagi menentukan kelulusan dan tidak menjadi mata
pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional pun tidak ada tanggapan yang kontra.
Saat ini ketika generasi yang mengalami pendidikan agama yang memisahkan siswa karena
berbeda agama telah menjadi dewasa, sekat antaranggita masyarakat pun makin terasa. Para
orang tua yang tidak puas dengan pendidikan agama di sekolah yang dua jam mengirim anakanaknya ke sekolah terpadu yang jam pelajaran agamanya jauh lebih banyak. Anak-anak makin
berkurang pengalaman bermainnya dan berkurang juga kesempatan bertemu dan mengalami
kebersamaan dengan orang-orang yang berbeda.
Sementara di sisi lain Pak Sartana guru agama yang membawakan pelajaran komunikasi
iman mendapat sambutan dari para orang tua siswa karena telah menemani anak-anak mereka
lebih masuk pada lika-liku kehidupan yang mendewasan bagi anak-anaknya. Meski model
pembelajaran pada komunikasi Iman membingungkan bagi pengawas pendidikan, pemerintah
tidak bisa menghentikan ekperimentasi yang dilakukan oleh Pak Sartana, terutama karena
dukungan masyarakat.

Pendidikan agama yang dibutuhkan dalam masyarakat multikultur adalah pendidikan
agama yang senantiasa menghadirkan kehidupan yang penuh keragaman, baik latar belakang
manusia maupun keragaman sudut pandang. Untuk itu pelajaran agama sebaiknya berbasis
pengalaman akan memecah kebekuan ajaran agama yang tertutup dan tidak melihat realitas
secara hitam putih. Di sekolah yang melakukan pemisahan siswa beda agama pada jam pelajaran
agama perlu ada antisipasi agar pemisahan tidak berpengaruh buruk pada rasa aman dan nyaman
dengan penganut agama yang berbeda. Hilangnya rasa aman dan nyaman akan merusak saling
percaya antar anggota masyarakat yang mana saling percaya ini merupakan modal sosial yang
dibutuhkan dalam kehidupan bersama yang adil dan beradab.
Pendidikan agama berbasis pengalaman meniscayakan perubahan paradigma dalam melihat
relasi guru-peserta didik maupun dalam melihat sumber belajar serta proses pembelajaran.
Pengalaman hanya mungkin menjadi sumber belajar ketika guru dan murid merasa setara,
masing-masing merasa mempunyai kelebihan dan kekuarangan untuk mengkaji bersama dengan
berbagai sudut pandang. Dalam menilai keberhasilan atau kegagalan belajar, pendidikan agama
membutuhkan model evaluasi yang tidak menggunakan angka, tetapi harus didasarkan pada
praktek hidup yang partisipatif dan bertanggungjawab pada diri sendiri dan lingkungan.
Penilaian bukan dengan angka tetapi narasi yang menunjuk pada kualitas.
Pelajaran agama untuk siswa dari beragam agama bisa dilakukan dengan saling berbagi
pengalaman penghayatan keimanan, berbagi informasi dan pengetahuan siswa tentang
agamanya. Cara belajar seperti ini mendorong siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab
dalam mendalami agamanya dan pada saat bersamaan membiasakan sikap hormat dan simpati
bagi penganut agma yang berbeda.
Masyarakat merupakan kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda yang menyatu dan
mematuhi peraturan yang ditetapkan, mempunyai hubungan kekerabatan yang baik, baik antar
suku maupun antar bangsa. Untuk memberikan pendidikan agama pada masyarakat, bisa dengan
cara mendirikan majlis taklim atau pengajian-pengajian di desa masing-masing. Pengajian ini
dilaksanakan dari satu tempat ke tempat lain dengan mendatangkan narasumber yang diminta
untuk memberikan suatu materi pendidikan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam pendidikan agama Islam ada 3 istilah umum yang digunakan, yaitu al-Tarbiyat, alTa’lim dan al-Ta’dib. Tarbiyat mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang
kedalamnya sudah termasuk makna mengajar atau allama. Berangkat dari pengertian ini maka

tarbiyat didefinisikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi manusia (jasmani, ruh, dan
akal) secara maksimal agar dapat menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa depan.
Selanjutnya, Syed Naguib al-Attas merujuk makna pendidikan darikonsep ta’dib, yang
mengacu kepada kata adab dan variatifnya. Dari pemikiran tersebut ia merumuskan definisi
pendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang sesuai dengan susunan
masyarakat, bertingkah lakusecara proposional dan cocok dengan ilmu serta teknologi yang
dikuasainya. Menurut Naguib al-Attas selanjutnya, bahwa pendidikan islamlebih tepat
berorientasi pada ta’dib. Sedangkan tarbiyat dalam pandangannya mencakup obyek yang lebih
luas , bukan saja terbatas pada pendidikan manusia tetepi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan
ta’dib hanyamencakuppengertian pendidikan untuk manusia.
Alasan penyebab manusia (remaja) sebagai makhluk sosial memerlukan pendidikan yaitu:
1) . Dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara
generasi tua ke generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan
terpelihara. Dalam hal ini PAI di masyarakat di harapkan dapat memberikan substansi dalam
pembentukan akhlak remaja.
2). PAI di masyarakat merupakan agen sosial yang penting setelah sekolah dalam penanaman
nilai, norma serta harapan-harapan dari masyarakat terhadap pembentukan dan penerapan akhlak
remaja.
3). PAI di masyarakat merupakan tempat konflik dan solusi dalam keragaman terutama dari
aspek keagamaan. Dengan adanya sinergi antara pemahaman konsep PAI dari masyarakat
dengan media PAI di masyarakat dapat mengimbangi antara konflik dengan solusi tersebut.
Contoh: Perbedaan agama antara sesama remaja, dengan adanya pemahaman PAI di masyarakat
oleh para remaja diharapkan mereka dapat menghormati perbedaan tersebut tanpa harus ikut-ikut
menyamakan dengan tradisi agama lain di antara teman sebayanya.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.

Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung berpengaruh
terhadap perilaku dan perkembangan anak didik. Keluarga adalah wadah yang pertama dan

2.

utama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam.
Sekolah adalah lanjutan dari pendidikan keluarga yang mendidik lebih fokus,teratur dan terarah.

3.

Pendidikan masyarakat merupakan pendidikan anak yang ketiga setelah sekolah. Peran yang
dapat dilakukan oleh masyarakat adalah bagaimana masyarakat bisa memberikan dan
menciptakan suasana yang kondusif bagi anak, remaja dan pemuda untuk tumbuh secara baik.

B. SARAN
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Penulis akan
menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki makalah ini
di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih
baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://www.jamaahmuslimin.com/risalah/114/
http://www.al-shia.com/html/id/books/Pendidikan%20Anak/
http://wbumuadz.wordpress.com/2007/05/05/pendidikan-anak-dalam-islam/