INDAHNYA KEBERSAMAAN BERLANDASKAN CINTA. doc

Membangun Persaudaraan Berdaya Saing Yang otentik Dan Lintas Batas
*Oleh Yakobus Sila, S. Fil

Saudara/i yang terkasih dalam Kristus Tuhan Yang Lahir,
Perayaan

Ekumene

pada

kesempatan

ini

bersubtemakan:

INDAHNYA

KEBERSAMAAN BERLANDASKAN CINTA KASIH UNTUK MEWUJUDKAN KINERJA
PERSAHABATAN YANG BERDAYA SAING DAN BERKELANJUTAN terinspirasi oleh Injil
Lukas 10-27-37, yang mengisahkan tentang “Orang Samaria Yang Baik Hati”. Lukas penginjil

menulis perumpamaan yang kontekstual dan relevan sebagai uraian respon Yesus terhadap
pertanyaan seorang Ahli Taurat tentang kehidupan kekal-eskatologis. Yesus mempertentangkan
sekaligus menakar standar atau kadar kebaikan seorang Imam dan seorang Lewi dengan
kebaikan seorang Samaria dalam cerita tentang seseorang yang jatuh ke tangan penyamun. Ada
perbedaan perbuatan dan disposisi bathin antara Imam, Lewi dan seorang Samaria dalam
melakukan pertolongan. Bagi imam dan Lewi pertolongan dan kebaikan serta persaudaraan tidak
bisa bertentangan atau kontradiktif dengan aturan dan hukum yang berlaku. Perbuatan menolong
sudah diatur oleh legalitas hukum dan peraturan. Karena itu, pertolongan dipagari dan terkotakan
dalam rigoritas dan kekakuan hukum. Orang boleh menolong kalau diijinkan dan dilegitimasi
oleh peraturan dan hukum. Inilah model kebaikan legalistis, kebaikan berdasarkan peraturan dan
hukum, dan juga persaudaraan yang dibatasi pada peraturan dan hukum, tidak lebih dari itu.
Namun kenyataan lain mengenai mutu kebaikan itu hadir dalam sosok seorang Samaria
(yang baik hati). Pertolongan dan kebaikan yang diperlihatkan seorang Samaria tidak terbatas
pada hukum dan peraturan. Kebaikan itu tidak terbatas dan bahkan tidak dibatasi oleh apa pun
termasuk oleh hukum. Jurang pemisah karena perbedaan gagasan, ide, perbedaan konsep, agama,
suku dan ras tidak mampu membatasi kebaikan yang merupakan unsur metafisis dari ke-Allah-an
Allah. Allah itu Mahabaik, karena itu kebaikanNya tidak dapat dibatasi oleh peraturan
manusiawi.
Dalam kisah injil hari ini, kebaikan, persahabatan yang sejati dan otentik tampak dalam
pertolongan yang dibuat oleh seorang Samaria. Dia tidak membuat kalkulasi, perhitungan

untung-rugi tentang berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengobati sang korban
perampokan. Orang Samaria itu tidak membuat perhitungan dari latar belakang mana orang yang
dia tolong. Kebaikannya lintas batas, melampaui pertimbangan ekonomis, melintasi batas
kesukuan dan agama. Kebaikan dan kemurahan yang demikianlah yang ditegaskan Yesus dalam
akhir cerita sebagai kebaikan dengan kualitas menyelamatkan, nilai kebaikan paling luhur dan
tertinggi untuk memperoleh hidup yang kekal.
Saudara/i yang terkasih dalam Kristus
Kebaikan yang diperlihatkan oleh seorang Samaria dalam kisah Injil Lukas ini perlu
dimaknai lebih jauh sebagai bentuk kontekstualisasi kebiakan itu pada zaman ini. Apakah sudah
cukup dengan membantu korban dan tugas kita sudah selesai? Pertanyaan ini penting dan
menggugah hati dan pikiran setiap murid Yesus. Kegiatan karitatif, menolong sesama yang
menjadi korban belum cukup untuk konteks zaman ini. Kita dituntut untuk melihat lebih jauh
1 korban. Orang Samaria telah menolong orang yang
pada akar-akar, asal mula penyebab adanya

menjadi korban, berbuat kebaikan dengan tidak melihat lebih jauh dan mempertanyakan, adakah
sistem-sistem, adakan peraturan dan hukum yang melegitimasi, yang memposisikan dan
menyebabkan jatuhnya korban. Menjadi penolong pada zaman ini dibutuhkan kreatifitas,
keterbukaan hati dan pikiran untuk mengetahui kiat-kiat apa saja yang sudah dan akan dirancang
oleh para pelaku kejahatan untuk para korban berikutnya. Gereja zaman sekarang tidak saja

melaksanakan kegiatan karitatif saja tetapi juga dituntut untuk mengetahui mengapa para korban
itu ada sambil berusaha berdialog dengan para pelaku yang menyebabkan adanya korban. Tanpa
dialog dengan para pelaku, kegiatan karitatif kita terbatas pada pelayanan terhadap korban,
menolong pada saat terjadinya korban tanpa adanya daya-upaya untuk membongkar kejahatan
itu secara radikal dan tuntas. Orang kristen zaman ini perlu bersikap radikal, menangani setiap
persoalan secara tutas dan tidak hanya terbatas dan membatasi diri pada kegaiatan karitatif
semata. Banyak orang Samaria dalam wajah lain yang hadir pada zaman ini melalui kegiatankegiatan Karitatif, menolong para korban ketidakadilan, namun masih sedikit dan langka orang
Kristiani yang berani membuka diri dan belajar sesuatu tentang orang lain dalam usaha untuk
berdialog, bertukar pikiran dan pendapat sehingga sikap dan penilaian kita tentang orang lain
jauh lebih utuh dan menyeluruh. Kita tidak berpikir dan menilai orang lain dengan kerangka
berpikir dan penilaian kita. Berpikir dan menilai orang lain mesti bergerak dari cara berpikir dan
cara mereka menilai. Menyeberangi dan mengetahui cara berpikir orang lain bermaksud
membuka pikiran dan menambah wawasan kita untuk berpikir dan menilai orang lain secara
lebih tepat dan benar tentang apa dan siapa mereka..Tanpa berpikir dan menilai secara utuh dan
komprehensif tentang orang lain, berita gembira, kabar baik kerajaan Allah belum mampu
menyentuh dan menjamah semua orang dari segala lapisan, khususnya mereka yang berbeda.
Karenanya Injil Yesus Kristus terbatas untuk kalangan sendiri. Pertanyaannya, bukankah Injil
Yesus Kristus diperuntukkan bagi semua orang? Pertanyaan ini menyentak hati dan pikiran kita
dan menyadarkan kita dari kesempitan cara berpikir dan cara bertindak. Kita mesti menjadi
pewarta yang lebih taktis dan terbuka untuk bermisi lintas batas, bermisi melampaui batas-batas

kita agar batas kita juga diketahui orang lain dan mereka bisa belajar dan menilai kita secara
tepat dan utuh. Dengan demikian pertolongan dan cinta kasih kita menjangkaui juga para pelaku
yang menyebabkan jatuhnya korban dan membantu menyadarkan

mereka untuk perlahan

berbalik kepada Allah yang benar dan bertobat.
Saudara/I yang terkasih dalam Kristus yang lahir…
‘Indahnya

kebersamaan

berlandaskan

cinta

kasih

untuk


mewujudkan

kinerja

persahabatan yang berdaya saing dan berkelanjutan’ yang menjadi subtema perayaan ekumene
pada kesempatan ini mengandung dua variabel penting yang perlu dicatat. Pertama,
Kebersamaan dalam cinta –kasih. Dalam injil hari ini, Yesus menegaskan kualitas cinta kasih dan
kebersamaan yang melampaui batas, yang menyeberangi jurang-jurang pemisah penyebab
perbedaan. Kebersamaan yang mesti dibangun adalah kebersamaan atas dasar kasih kepada Allah
dan sesama. Kasih Allah tidak terbatas. Kasih Allah bersifat umum-universal, menjangkau semua
orang baik yang jahat maupun orang-orang baik. Karena itu, perbedaan tidak membuat orangorang Kristen membatasi dan memilah-milah dalam menjalin persaudaraan. Kebersamaan
berdasarkan cinta kasih bersifat lintas2 batas, menyeberang melampaui batas-batas perbedaan
untuk meraih kesatuan dan persaudaraan yang sejati.

Kedua, mewujudkan kinerja persahabatan yang berdaya saing dan berkelanjutan
(kontinyuitas). Kualitas dan mutu persahabatan yang berdaya saing adalah persahabatan yang
tidak terkurung untuk kalangan sendiri. Persahabatan sejati mesti sanggup merangkul dan
menyentuh kehidupan setiap orang dari kalangan yang berbeda. Kita tidak saja bersahabat
dengan orang-orang dekat kita, orang yang setuju, seiya-sekata dan seide dengan kita, tetapi
juga dengan orang lain yang tidak sependapat dan tidak sepaham dengan kita. Kontinuitas

persahabatan membutuhkan komitmen yang berakar pada Allah dan bertahan di tengah
kehidupan yang semakin individualistis serta berani bersahabat dengan orang lain yang berbeda
cara berpikir dan mereka yang berbeda dalam iman akan Allah. Persahabatan sejati mesti
bergerak melewati batas-batas Kekristenan kita agar kerajaan Allah diwartakan dan dimiliki
semua orang. Zaman yang berbeda menuntut cara bermisi yang lebih kreatif dan berdaya saing.
Karena itu, menjadi orang Samaria yang baik hati pada zaman ini menuntut nilai plus,
nilai lebih karena tantangan dan tuntutan nilai persahabatan yang berbeda. Kita berada pada
zaman di mana semua orang memiliki kepentingan masing-masing, memiliki kebenaran masingmasing untuk dipertahankan dan dihargai. Karena itu misi kita adalah berdialog, belajar tentang
orang lain dalam dialog bersama, lebih terbuka dan membuka diri agar kebenaran iman kita juga
diakui bukan karena dipaksakan pengakuannya tetapi lebih karena ada keunggulan dan keutuhan
kebenaran iman kita yang mesti diakui dunia. SEMOGA. AMIN.

3