Pengaruh Filsafat Al Kindi Terhadap Duni

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, kami ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa
yang telah memberi nikmat pada kami sehingga Makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
Makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai. Kami mengakui bahwa kami adalah
manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang
dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah kami
selesaikan. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini. Kami
melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki, karena kami juga
memiliki keterbatasan kemampuan.
Maka dari itu seperti yang telah dijelaskan bahwa penulis memiliki keterbatasan dan juga
kekurangan, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Penulis
akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki
makalah kami di masa datang. Semoga makalah berikutnya dan makalah yang lain dapat
diselesaikan dengan hasil yang lebih baik.
Dengan menyelesaikan makalah ini penulis mengharapkan banyak manfaat yang dapat
dipetik dan diambil dari makalah ini. Semoga dengan adanya materi dalam makalah ini dapat
menambah wawasan kita semua.

Banda Aceh, 22 Juni 2014
Penulis


Maksalmina

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................

i

DAFTAR ISI .........................................................................................................

ii

BAB SATU : PENDAHULUAN
A.
B.
C.


Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
Rumusan Masalah........................................................................... 2
Tujuan Penelitian............................................................................ 2

BAB DUA

: PEMBAHASAN........................................................................... 3

A.
B.
C.
D.
E.

Biografi Al-Kindi............................................................................
Pemaduan filsafat dan agama menurut Al-Kindi............................
Konsep filsafat ketuhanan menurut Al-Kindi..................................
Konsep filsafat jiwa menurut Al-Kindi...........................................
Pengaruh Filsafat Al-Kindi terhadap dunia Islam...........................


3
4
6
7
9

BAB TIGA : PENUTUP..................................................................................... 11
A. Kesimpulan........................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

2

12

BAB SATU
PENDAHULUAN
Falsafat atau filsafat adalah merupakan kata yang berasal dari bahasa yunani yaitu
philosophia sebagai gabungan dari philein yang berarti ”cinta“ dan shoppos yang berarti
“hikmah“. Kemudian philosophia masuk kedalam bahasa arab menjadi falsafat yang berarti cara
berfikir menurut kogika dengan bebas, sedalam-dalamnya sampai kepada dasar persoalan.

Dari segi praktisnya berfilsafat berarti “berfikir“ . filsafat berarti “alam fikiran“ atau alam
berfikir”. Namun demikian tidak semua berfikir berarti berfilsafat. Sidi Gazalba mengartikan
“berfilsafat“ berarti mencari kebenaran untuk kebenaran tentang segala sesuatu yang
dimasalahkan, berfikir secara radikal, sistematis,dan universal. Dapatlah dikatakan bahwa intisari
filsafat ialah berfikir secara logika dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama)
dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.
Agama yang berarti menguasai diri seorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada
tuhan dengan menjalankan ajaran agama. intisari yang terkandung didalamnya adalah “ ikatan“.
Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Karena
mempunyai pengaruh dalam aktivitas manusia. Dan ikatan itu, mempunyai kekuatan gaib yang
tak dapat ditangkap dengan panca indra.
Filsafat bagi al-kindi ialah pengetahuan tentang yang benar. Disinilah terdapat persamaan
filsafat dan agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar apa yang baik.demikian
halnya filsafat. Agama, disamping wahyu, mempergunakan akal,dan filsafat juga menggunakan
akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi ialah Tuhan dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat
tentang Tuhan. Bahkan Al-Kindi berani mengatakan bagi orang yang menolak filsafat, telah
mengingkari kebenaran, dan menggolongkannya kepada “kafir”, karena orang-orang tersebut
telah jauh dari kebenaran, walaupun menganggap dirinya paling benar. Karena keselarasan
antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan:(1) ilmu agama merupakan bagian dari
filsafat, (2) wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian dan,(3)

menurut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam Agama.
Filsafat Islam memiliki karakteristik yang berbeda dengan filsafat mana pun di dunia.
Lahirnya filsafat didasarkan pada Alquran sebagai sumber dorongan dan sumber informasi. Akan
tetapi, banyak kesalah fahaman dan anggapan bahwa filsafat Islam itu bertentangan dengan

3

Alquran dan hadis. Padahal, yang dibicarakan di dalamnya adalah masalah-masalah yang belum
ditemukan dan masih bisa di cari kebenarannya tentunya yang bersumber dari Alquran dan hadis.
Terkait dengan hal diatas maka perlu di ungkapkan beberapa bentuk dari filsafat Islam
yang juga terlahir dari khasanah pemikiran orang-orang Islam. Salah satu contoh filosof dari
orang Islam adala Al-Kindi yang akan di jelaskan lanjut di dalam pembahasan di bawah ini.
B.

Rumusan Masalah

1.

Bagaimana biografi Al-Kindi?


2.

Bagaimana pemaduan filsafat dan agama menurut Al-Kindi?

3.

Bagaimana konsep filsafat ketuhanan menurut Al-Kindi?

4.

Bagaimana konsep filsafat jiwa menurut Al-Kindi?

5.

Bagaimana pengaruh Filsafat Al-Kindi terhadap dunia Islam?

C.

Tujuan Penulisan


1.

Untuk menjelaskan bagaimana biografi Al-Kindi?

2.

Untuk menjelaskan bagaimana pemaduan filsafat dan agama menurut Al-Kindi?

3.

Untuk menjelaskan bagaimana konsep filsafat ketuhanan menurut Al-Kindi?

4.

Untuk menjelaskan bagaimana konsep filsafat jiwa menurut Al-Kindi?

5.

Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh Filsafat Al-Kindi terhadap dunia Islam?


4

BAB DUA
PEMBAHASAN
A.

Biografi Al-Kindi
Al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’cup Ibnu Ishaq Ibnu Al-Shabbah Ibnu

Imron Ibnu Muhammad Ibnu Asy’as Ibnu Qais Al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar
tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Sedikit sekali informasi yang kita
peroleh tentang pendidikannya. Ia pindah dari Kufah ke Basrah, sebuah pusat studi bahasa dan
teologi Islam. Kemudian selagi masih muda, ia menetap di Baghdad, ibu kota kerajaan Bani
Abbas, yang juga sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa itu.1
Ia sangat tekun mempelajari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu, tidaklah heran ia
dapat menguasai ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam, astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik,
meteorology, optika, kedokteran, matematika, filsafat, dan politik. Penguasaannya terhadap
filsafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang
berkebangsaan Arab dalam jajaran para filosof terkemuka. Karena itu pulalah ia dinilai pantas
menyandang gelar Failasuf al ‘Arab (filosof berkebangsaan Arab).

Al-Kindi hidup di era kejayaan Islam Baghdad di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Tak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya yakni, Al-Amin, Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, AlWasiq dan dan Mutawakkil. Al-Kindi termasuk seorang yang kreatif dan produktif dalam
kegiatan tulis menulis. Untuk lebih jelasnya di bawah ini dikemukakan beberapa karya tulis AlKindi.2
1. Fi al falsafat al-‘Ula
2. Kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-Fasafat
3. Risalat ila al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lu
4. Risalat fi Ta’lif al-A’dad
Unsur-unsur filsafat pada pemikiran al-kindi ialah:
1. Aliran Pythagoras tentang matemaika sebagai jalan kearah filsafat
2. Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan metafisika meskipun al-kindi tidak
sepakat dengan Aristoeles tenang qadimnya alam.
3. Pikiran-pikiran Plato salam soal kejiwaan.
1 Sirajudin Zar, Filsafat Islam Filosof dan filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.37.
2 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 43.

5

4. Pikiran-pikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal etika.
5. Wahyu dan iman (ajaran –ajaran agama) dalam soal-soal yang berhubungan dengan
Tuhan dan sifat-sifat-Nya.

6. Aliran Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalm menakwilkan ayatayat Quran.
B.

Pemaduan Filsafat dan Agama
Salah satu usaha Al-Kindi memperkenalkan filsafat ke dalam dunia Islam dengan cara

mengetuk hati umat supaya menerima kebenaran walaupun dari mana sumbernya. Menurutnya,
mengakui kebenaran tidak ada sesuatu yang lebih tinggi nilainya selain kebenaran itu sendiri dan
tidak pernah meremehkan dan merendahkan martabat orang yang menerimanya.3
Al-Kindi adalah orang Islam yang pertama yang mengupayakan pemaduan atau
keselarasan antara filsafat dan agama, atau antara akal dan wahyu. Menurutnya keduanya
tidaklah bertentangan karena masing-masing marupakan ilmu tentang kebenaran. Sedangkan
kebenaran itu adalah satu (tidak banyak). Ilmu filsafat meliputi ketuhanan, keesaannya, dan
keutamaan serta ilmu-ilmu yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang
bermanfaat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para Rasul Allah dan juga mereka menetapkan
keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridloi-Nya.
Usaha yang ia lakukan cukup menarik dan bijaksana. Ia mulai membicarakan kebenaran.
Menurutnya kita tidak boleh malu untuk mengakui kebenaran dan mengambilnya, dari manapun
datangnya, meskipun dari bangsa lain ataupun orang asing. 4 Sesuai dengan anjuran agama yang
mengajarkan bahwa kita wajib menerima kebenaran dengan sepenuh hati tanpa mempersoalkan

sumbernya, sekalipun sumber tersebut dari orang asing. Kemudian, usaha berikutnya ia masuk
pada persoalan pokok, yakni filsafat. Dalam usaha pemaduannya ini,
Al-Kindi juga membawakan ayat-ayat Alquran. Menurutnya menerima dan mempelajari
filsafat sejalan dengan Alquran yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas
segala fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya adalah sebagai berikut:
“Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai
wawasan.” (Al Hasyr: 2)
3 Sirajudin Zar, Filsafat Islam, h. 43-44.
4 Poerwantana, Seluk Beluk Filsafat Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), h. 104.

6

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,
bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya
dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan” (Al-Baqarah: 164).
Dengan demikian, Al-Kindi telah membuka pintu bagi penafsiran filosof terhadap
Alquran, sehingga menghasilkan persesuaian antara wahyu dan akal serta antara filsafat dan
agama. Lebih lanjut ia kemukakan bahwa pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan pada
tiga alasan berikut.5
1. Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat.
2. Wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian.
3. Menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.
Al-Kindi juga mengemukakan perbedaan antara filsafat dan agama sebagai berikut:6
a. Filsafat adalah ilmu kemanusiaan yang dicapai oleh filosof dengan berpikir, belajar, dan
usaha manusiawi. Sementara itu, agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati
peringkat tertinggi karena diperoleh tanpa proses belajar, berpikir, dan usaha manusiawi,
melainkan hanya dikhususkan bagi para Rasul yang dipilih Allah dengan mensucikan
jiwa mereka dan memberinya wahyu.
b. Jawaban filsafat menunjukkan ketidakpastian (semu) dan memerlukan pemikiran atau
perenungan. Sementara itu, agama (Alquran) jawabannya menunjukkan kepastian
(mutlak benar) dan tidak memerlukan pemikiran atau perenungan.
c. Filsafat menggunakan metode logika sedangkan agama menggunakan metode keimanan.
Kesimpulannya, Al-Kindi merupakan pionir dalam melakukan usaha pemaduan antara
filsafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Ia melapangkan jalan bagi Al-Farabi, Ibnu
Sina, dan Ibnu Rusd yang dating kemudian. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa AlKindi telah memainkan peran penting di pentas filsafat Islam.

5 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 47.
6 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 48-49.

7

C.

Fisafat Ketuhanan
Pandang Al-Kindi tentang ketuhanan sudah disesuaikan dengan ajaran Islam. Hal ini

bertentangan dengan pendapat-pendapat filosof Yunani sebelumnya. Al-Kindi berpendapat
bahwa Tuhan itu ada (wujud) yang sebenar-benarnya, bukan berasal dari tiada kemudian ada. Ia
mustahil tidak ada dan selalu ada dan akan ada selamanya. Tuhan adalah wujud yang sempurna
dan tidak didahului wujud yang lain. Wujud-Nya tidak berakhir, sedangkan wujud lain disabakan
wujud-Nya. Ia Maha Esa dan tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang menyamai-Nya
dalam segala aspek. Ia tidak melahirkan dan dilahirkan. Dan Tuhan yang Maha Esa itu adala
Allah.
Menrut Al-Kindi benda-benda yang ada di alam ini mepunyai dua hakikat yaitu hakikat
juz’iyyah atau aniyah (sebagian) dan hakikat kulliyah atau mahiyyah (keseluruhan). 7 Allah dalam
filsafat AI-Kindi, tidak mempunyai hakikat dalam arti 'aniah dan mahiah. Tidak 'aniah karena
Allah bukan benda yang mempunyai sifat fisik dan tidak pula termasuk dalam benda-benda di
alam ini. Allah tidak tersusun dari mater dan bentuk. Akan tetapi, Allah juga tidak mempunyai
hakikat dalam bentuk mahiyah. Bagi Al-Kindi, Allah adalah unik. Ia hanya satu dan tidak ada
yang setara dengan-Nya. Dialah Ying Benar Pertama (al-Haqq al-Awwal) dan Yang Benar
Tunggal (al-Haqq al-Wahid). Selain dari-Nya, semuanya mengandung arti banyak.8
Sesuai dengan paham yang ada dalam Islam, Allah bagi Al-Kindi, adalah Pencipta alam
semesta dan mengaturnya, yang disebut dengan ibda'. Pendapatnya ini berbeda dengan
pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa Allah sebagai Penggerak Pertama yang tidak
bergerak. Di sini terlihat Al-Kindi sekalipun terpengaruh oleh filsafat Yunani, ia tidak begitu saja
menerima ide-ide yang ada di dalamnya, tetapi ia menyesuaikannya. dengan ajaran Islam. Untuk
membuktikan adanya Allah, Al-Kindi memajukan tiga argumen:
1. Baharunya alam
2. Keanekaragaman dalam wujud
3. Kerapian alam.
Tentang dalil atau argumen baharunya alam telah lazim dikenal di kalangan kaum teolog
sebelum Al-Kindi. Akan tetapi, Al-Kindi mengemukakannya secara filosofis. Ia berangkat dari
pertanyaan, apakah mungkin sesuatu menjadi sebab bagi wujud dirinya? Dengan tegas Al-Kindi
7 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 47.
8 Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1996), h. 356.

8

menjawab, bahwa itu tidak mungkin karena alam ini mempunyai permulaan waktu dan setiap
yang mempunyai permulaan akan berkesudahan. Justru itu setiap benda, ada yang menyebabkan
wujudnya dan mustahil benda itu sendiri yang menjadi sebabnya. Ini berarti bahwa alam semesta
baharu dan diciptakan dari tiada oleh yang menciptakannya, yakni Allah.9
Tentang argumen yang kedua, keanekaragaman dalam wujud, kata Al-Kindi dalam alam
empiris ini tidak mungkin ada keanekaragaman tanpa keseragaman atau sebaliknya. Terjadinya
keanekaragaman dan keseragaman ini bukan secara kebetulan, tetapi ada yang menyebabkan
atau yang merancangnya. Sebagai penyebabnya mustahil alam itu sendiri, dan jika alam yang
menjadi sebabnya akan terjadi rangkaian yang tidak akan habis-habisnya. Sementara itu, sesuatu
yang tidak berakhir tidak mungkin terjadi. Justru itu, sebabnya harus yang berada di luar alam
sendiri, yakni Zat Yang Maha Baik, Maha Mulia, dan lebih dahulu adanya dari alam, yang
disebut dengan Allah SWT.10
Dalam uraian di atas, Al-Kindi menyebut dua sebab: pertama, sebab yang sebenarnya dan
aksinya adalah ciptaan dari ketiadaan. Ia adalah Allah Yang Maha Esa, Pencipta Tunggal alam
semesta. Kedua, sebab yang tidak sebenarnya. Sebab ini adanya lantaran, sebab lain dan sebabsebab itu sendiri adalah sebab-sebab dari efek-efek lain. Sebab-sebab seperti ini jelas
berkehendak dan membutuhkan yang lain tanpa berkesudahan. la bukanlah dinamakan sebab
yang menciptakan alam ini.
Tentang argumen yang ketiga, kerapian alam, Al-Kindi menegaskan bahwa alam empiris
ini tidak mungkin teratur dan terkendali begitu saja tanpa ada yang mengatur dan
mengendalikannya. Pengatur dan pengendalinya tentu yang berada di luar alam dan tidak sama
dengan alam. Zat itu tidak terlihat, tetapi dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda atau
fenomena yang terdapat di alam ini. Zat itulah yang disebut dengan Allah SWT.11
D.

Filsafat Jiwa
Kaum filosof Muslim memakai kata jiwa (al-nafs) pada apa yang diistilahkan Alquran

dengan al-ruh. Kata ini telah masuk ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk nafsu, nafas, dan
roh. Akan tetapi, kata nafsu dalam pemakaian sehari-hari berkonotasi dengan dorongan untuk
9 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 53.
10 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 53.
11 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 54.

9

melakukan perbuatan yang kurang baik sehingga kata ini sering dirangkaikan menjadi satu
dengan kata hawa, yakni hawa nafsu.
Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW tidak menjelaskan secara tegas tentang roh
atau jiwa. Bahkan Al-Quran sebagai sumber pokok ajaran Islam menginformasikan bahwa
manusia tidak akan mengetahui hakikat roh karena itu adalah urusan Allah dan bukan urusan
manusia (pada surah Al-Isra’: 85) Justru itu, kaum filosof Muslim membahas jiwa
mendasarkannya pada filsafat jiwa yang dikemukakan para filosof Yunani, kemudian mereka
selaraskan dengan ajaran Islam.
Sebagaimana jiwa dalam filsafat Yunani, Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah
jauhar basith (tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam, dan lebar). Jiwa mempunyai arti
penting, sempurna, dan mulia. Substansinya berasal dari substansi Allah. Hubungannya dengan
Allah sama dengan hubungan cahaya dengan inatahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri,
terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani.12
Argumen tentang bedanya jiwa dengan badan, menurut Al-Kindi ialah jiwa menentang
keinginan hawa nafsu. Apabila nafsu marah mendorong manusia untuk melakukan kejahatan,
maka jiwa menentangnya. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa jiwa sebagai yang melarang
tentu tidak sama dengan hawa nafsu sebagai yang dilarang.
Al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa jiwa manusia
sebagaimana benda-benda, tersusun dari dua unsur, materi dan bentuk. Materi ialah badan dan
bentuk ialah jiwa manusia. Hubungan jiwa dengan badan sama dengan hubungan bentuk dengan
materi. Bentuk atau jiwa tidak bisa mempunyai wujud tanpa materi atau badan dan begitu pula
sebaliknya

materi

atau

badan

tidak

pula

bisa

wujud

tanpa

bentuk

atau

jiwa.

Dalam hal ini pendapat Al-Kindi lebih dekat pada pendapat Plato yang mengatakan bahwa
kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan acciden, binasanya badan tidak membawa binasa
pada jiwa.
Al-Kindi juga menjelaskan bahwa pada jiwa manusia terdapat tiga daya yaitu daya
bernafsu yang terdapat di perut, daya marah yang terdapat di dada, dan daya pikir yang berpusat
dikepala.13 Al-Kindi dalam risalahnya menjelaskan akal. la gambarkan akal sebagai suatu potensi

12 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 59.
13 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 60.

10

sederhana yang dapat mengetahui hakikat-hakikat sebenarnya dari benda-benda. Akal,
menurutnya, terbagi menjadi tiga macam yaitu:14
1. Akal yang selamanya dalam aktualitas. Akal pertama ini berada di luar jiwa manusia, bersifat
Ilahi, dan selamanya dalam aktualitas. Karena selalu berada dalam aktualitas, akal inilah yang
membuat akal yang bersifat potensi dalam jiwa manusia menjadi aktual. Sifat-sifat akal ini ialah
sebagai berikut:
a. Ia adalah Akal Pertama
b. Ia selamanya dalam aktualitas
c. Ia membuat akal potensial menjadi aktual berpikir
d. Ia tidak sama dengan akal potensial, tetapi lain daripadanya
2. Akal yang bersifat potensial, yakni akal murni yang ada dalam diri manusia yang masih
merupakan potensi dan belum menerima bentuk-bentuk indrawi dan yang akali.
3. Akal yang bersifat perolehan. Ini adalah akal yang telah keluar dari potensialitas ke dalam
aktualitas, dan mulai memperlihatkan pemikiran abstraksinya. Akan perolehan ini dapat
dicontohkan dengan kemampuan positif yang diperoleh orang dengan belajar, misalnya tentang
bagaimana cara menulis.
E.

Pengaruh Filsafat Al-Kindi Terhadap Dunia Islam
Al-Kindi sebagai kunci pertama pembuka gerbang filsafat dunia islam. Melalui usahanya

ini Al-Kindi berhasil membuka jalan bagi kaum muslimin untuk menerima filsafat. Al-Kindi
memiliki pengaruh dan kostribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di dunia
islam. Sejarah membuktikan, prestasi yang telah di ukir Al-Kindi menjadikan dirinya dinobatkan
sebagai filosof muslim kenamaan yang sejajar dengan para pemikir raksasa lainnya. Ia adalah
filosof pertama islam yang menyelaraskan agama dengan filsafat.
Ia melicinkan jalan bagi al-farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd. Ia memberikan dua
pandangan yang berbeda. Yang pertama mengikuti jalur ahli logika, dan memfilsafatkan agama.
Yang kedua, memandang agama sebagai ilmu ilahiyah dan menempatkannya di atas filsafat. Ilmu
ilahiyah diketahui lewat jalur para nabi. Tetapi melalui penafsiran para filosofis, agama jadi
14 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 61-62.

11

selaras dengan filsafat. Kebesaran Al-Kindi telah dibuktikan dengan pengaruh Al-Kindi terhadap
kemajuan peradaban islam, kemajuan ilmu pengetahuan di dunia islam yang dipelopori oleh AlKindi ini telah mengantarkan Al-Kindi dan karya-karyanya menghiasi kerajaan Al- Mu’tasim.
Pemikiran Al-Kindi telah banyak menginspirasikan banyak para pemikir lain pada masa itu. Hal
itu dibuiktikan oleh Gerad dari Cremona ke dalam bahasa latin. Karya-karya itu sangat
mempengaruhi Eropa pada abad pertengahan.15

15 Ahmad dan Mudzakir Syadali, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 40.

12

BAB TIGA
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Sebagaimana telah diketahui, Al-Kindi banyak mempelajari filsafat Yunani, maka dalam

pemikirannya banyak kelihatan unsur-unsur filsafat Yunani itu. Oleh karena pemikiran Al-Kindi
banyak mendapat pengaruh filsafat Yunani, maka sebagian penulis berpendapat bahwa al-Kindi
mengambil alih seluruh filsafat Yunani.
Tetapi bila pemikirannya dipelajari dengan seksama, tampak bahwa pada mulanya AlKindi mendapat pengaruh pikiran filsafat Yunani, tetapi akhirnya ia mempunyai posisi
sendiri. Yang diadopsi oleh al-Kinī adalah peminjaman istilah seperti istilah Filsafat Pertama
oleh al-Kindī dalam karyanya dinamakan al-Falsafah al-‘Ūlā, sifat Tuhan diungkapkan dengan
ungkapan-ungkapan negative, serta pembagian alam atas dan alam bawah, agen pertama sebagai
Sebab Pertama adalah teori yang diambil dari Neoplatinus. Kesimpulan genaralnya, yang
dilakukan al-Kindi adalah adapsi, buktinya ia memiliki gagasan-gagasan baru yang ternyata
bersebrangan dengan Aristoteles. Ternyata, sumber utama perbedaaan tersebut pada aspek yang
sangat elementer dalam filsafat, yakni konsep Tuhan. Filsafat Ketuhanan al-Kindi berasas
metafisika, sedangan filsafat Aristoteles di bangun di atas teori fisika belaka. Ini berarti, konsep
Tuhan al-Kindi berdasarkan wahyu sedangan pandangan Aristoteles yang anti-metafisik
menelurkan sekularisme.
Karena sumber perbedaan itu dari hal yang paling mendasar, maka secara otomatis
konsep-konsep lainnya juga akan berbeda. Sebab, bagi al-Kindi, filsafat paling utama adalah
mencari yang benar, yakni konsep tentang ketuhanan. Dari beberapa pemikiran filsafat yang
ditekuni, akhirnya Al-Kindi berkesimpulan bahwa filsafat Ketuhananlah yang mendapat derajat
atau kedudukan yang paling tinggi dibandingkan dengan lainnya. Ia memandang pembahasan
mengenai Tuhan adalah sebagai bagian filsafat yang paling tinggi kedudukannya.

13

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad dan Mudzakir Syadali, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Hanafi, Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 2004.
Nurcholis Majid, Khasanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Nasution, Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1996.
Poerwantana, Seluk Beluk Filsafat Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993.
Sirajudin Zar, Filsafat Islam Filosof dan filsafatnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

14