Pertanggungjawaban Pidana Orang Yang Mempekerjakan Seseorang Di Kapal Tanpa Dokumen Yang Dipersyaratkan (Studi Putusan PN Raba Bima Nomor 96 Pid.B 2015 Pn.Rbi)

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transportasi merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat baik itu transportasi darat, laut dan udara, dengan tujuan
berhubungan satu sama lain untuk proses pemenuhan kebutuhan hidup. Sarana
transportasi terutama transportasi laut mempunyai arti penting dan strategis
mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang disatukan oleh wilayah perairan
yang sangat luas dengan batas-batas, hak-hak dan kedaulatan yang ditetapkan dengan
Undang-undang.
Luas lautan yang ada di bumi jauh lebih besar dibandingkan dengan luas
daratannya, yakni 71% berbanding 29%. Indonesia adalah negara kepulauan dimana
Iebih dari 17000 pulau yang membentang pada jarak 5100 km dan mempunyai lebih
dari 2100 pelabuhan, sehingga sektor kelautan memegang peranan yang sangat
penting daIam sistem transportasi lokal. Bangsa Indonesia sudah mengenal pelayaran
perahu sejak ratusan tahun yang lalu. Sepanjang sejarahnya, pelayaran perahu yang
juga dikenal dengan pelayaran rakyat, memiliki peranan penting bagi transportasi laut
di Indonesia. Salah satu pusat pelayaran rakyat yang terpenting di Indonesia adalah
Banjarmasin. Pada abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20.

Mengingat begitu pentingnya peran transportasi, khususnya transportasi laut,
maka segala kegiatan yang berkaitan dengan trasnportasi laut pun perlu diatur oleh
negara dikarenakan mengingat begitu tingginya intensitas pelayaran di Indonesia

Universitas Sumatera Utara

2

sering memungkinkan terjadinya tindak pidana pelayaran atau tindak pidana di laut.
Adapun pengertian tindak pidana di laut itu sendiri adalah tindak pidana yang hanya
bisa terjadi di laut saja dan tidak bisa terjadi di darat, dibedakan dengan tindak
pidana umum yang terjadi di laut. Berawal dari pengertian tersebut maka timbullah
akibatnya yaitu bahwa tindak pidana di laut menjadi suatu tindak pidana khusus yang
mengandung arti bahwa tindak pidana di laut mempunyai kekhususan tersendiri.
Kekhususan itu bisa terjadi meliputi seluruh unsur tindak pidana (subyek, kesalahan,
bersifat melawan hukum, bertentangan dengan Undang-undang, maupun unsur-unsur
lainnya misal tempat, waktu dan keadaan lainnya). Karena merupakan tindak pidana
khusus disebut juga delik khusus, delik tersebar, delik diluar KUHP, maka
penyelesaiannya pun mempunyai kekhususan yang menyimpang dari tindak pidana
umum (KUHP) sedangkan hukum acara juga ada penyimpangan dengan KUHAP

bahkan aparat penegak hukum, hukum yang ditegakkan juga ada penyimpangan dan
medianya juga lain yaitu berupa laut yang mempunyai sifat internasional sedangkan
tata cara melakukan tindak pidana di laut pun berbeda karena menggunakan kapal,
namun baik KUHP maupun KUHAP masih tetap melingkupi tindak pidana di laut.
Penegakan hukum di laut mempunyaiaspek yang berbeda dengan di darat
yaitu penegakan hukum di laut bisa merupakan penegakan kedaulatan di laut yaitu
manakala penegakan tersebut dilakukan terhadap kapal-kapal asing yang berarti kapal
tersebut berstatus sebagai negara asing di wilayah negara Indonesia yang melekukan
tindak pidana di laut, sedangkan bila penegakan tersebut dilakukan terhadap kapal-

Universitas Sumatera Utara

3

kapal berbendera Indonesia berarti hal tersebut merupakan penegak hukum, kedua
penegakan tersebut juga mempunyai aspek yang berbeda bila penegakan terhadap
kedaulatan mempunyai aspek keutuhan wilayah, integritas internasional dan hukum
yang ditegakkan adalah hukum internasional, konversi-konvensi internasional,
perjanjian antar negara maupun kebiasaan di laut, termasuk juga hukum nasional dan
itu semua untuk kepentingan negara.

Tetapi apabila penegakan hukum terhadap kapal Indonesia mempunyai aspek
penegakan hukum pribadi, pelayanan masyarakat, ketertiban masyarakat, kepentingan
masyarakat maupun kepentingannya dari hukum yang ditegakkan pun hanyalah
hukum negara (UU nasional) serta mempunyai aspek yuridis keamanan dan
ketertiban di laut.
Agar penyelenggaraan kegiatan transportasi laut dapat dilaksanakan dengan
tertib dan melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat di dalamnya. Pada masa
sekarang perundang-undangan berperan penting dalam kehidupan masyarakat, karena
melalui perundang-undangan tersebut, kebijakan-kebijakan pemerintah dirumuskan
dan kehidupan masyarakat diatur.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dibuat untuk
mengakomodasi seluruh kepentingan yang berkaitan dengan transportasi laut, dan
sesuai penjelasan Undang-ndang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
dimaksudkan agar “penyelenggaraan pelayaran sebagai sebuah sistem dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat, bangsa dan

Universitas Sumatera Utara

4


negara, memupuk dan mengembangkan jiwa kebaharian, dengan mengutamakan
kepentingan umum, dan kelestarian lingkungan, kordinasi antara pusat dan daerah,
serta pertahanan keamanan negara.
Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi
pelanggarnya. Sehingga untuk mengetahui adanya tindak pidana, maka harus terlebih
dahulu dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan pidana tentang perbuatanperbuatan yang dilarang dan disertai dengan sanksi. 1 Bahwa tindak pidana bidang
pelayaran, adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh Undang- undang, dan tercela
dalam kaitan dengan kegiatan pelayaran. Sedangkan

yang dimaksud pelayaran

adalahsatu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan diperairan, kepelabuhanan,
keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.
Bahwa salah satu urgensi pembentukan Undang-undang tentang pelayaran
adalah karena perkembangan strategi nasional dan internasional yang menuntut
penyelenggaraan pelayaran yang sesuai IPTEK, peran serta swasta dan persaingan
usaha,otonomidaerah, dan akuntabilitas penyelenggara negara, dengan tetap
mengutamakan keselamatan dan keamanan pelayaran demi kepentingan nasional.
Bahwa ketentuan tentang tindak pidana di bidang pelayaran, berjumlah 52

Pasal, dan terdapat dalam Pasal 284, sampai dengan Pasal 336, Undang-undang

1

Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta:
Kencana, 2014), h. 39

Universitas Sumatera Utara

5

No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, yang

untuk memudahkan pemahamannya

dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu: berdasarkan subyek pelaku dan berdasarkan
pertanggungjawaban pidana.
1. Dari segi subyek hukum pelaku perseorangan, atau pelaku kelompok orang
maupun badan swasta, terdapat dalam ketentuan masing-masing sebagai
berikut :

a. Dipidananakhodayang melayarkan kapalnyasedangkan diketahuinya jika
kapal itu tidak laik laut yang mengakibatkan kerugian harta benda atau
kematian seseorang.
b. Dipidana setiap orang yang mengoperasikan kapal dan pelabuhan tanpa
memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan pelayaran serta
perlindungan lingkungan maritim.
c. Dipidana setiap orang yang mengoperasikan kapal yang tidak memenuhi
persyaratan kelengkapan navigasi/navigasi elektronik kapal. Termasuk
yang mengoperasikan kapal yang tidak dilengkapi peralatan komunikasi
radio dan kelengkapannya , juga peralatan metereologi
d. Dipidana setiap orang yang mempekerjakan awak kapal yang tidak
memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan
nasional dan internasional, juga yang mempekerjakan seseorang di kapal
dalam jabatan apapun tanpa disijjil dan tanpa memiliki kompetensi dan
keterampilan serta tanpa dokumen kepelautan yang dipersyaratkan.

Universitas Sumatera Utara

6


e. Dipidana setiap orang yang menghalang haling nakhoda dalam menjalankan
kewajibannya berada di kapal selama berlayar.

2. Dari segi pertanggungjawaban pidana pelaku, baik perseorangan dan kelompok
orang maupun badan swasta atau badan pemerintah.
Bahwa pertanggungjawaban pidana dimaksud adalah kesalahan pelaku yang
terdiri atas kesengajaan sebagai niat, dan sengaja karena insyaf akan kemungkinan
terjadi atau tidak terjadinya sesuatu, juga kelalaian serta sikap batin yang tercela
maupun kekhilafan dari pelaku perbuatan yang diuraikan dalam peraturan pidana,
dengan kata lain terdapat alasan pembenar dan alasan pemaaf

dalam lingkup

perbuatan yang diuraikan dalam suatu peraturan pidana apabila tidak terdapat unsur
kesalahan maupun sikap batin tercela sebagai kepatutan yang mendekati keadilan
dan kebenaran yang telah diterima dan diakui oleh masyarakat. Sebagai contoh
singkatnya seorang pelaku usaha yang sejak semula berniat untuk menyelenggarakan
kegiatan usaha bongkar muat barang muatan kapal laut, di area pelabuhan laut khusus
yang dikuasai/dimiliki oleh perusahaan lain, dengan berdasarkan perjanjian usaha
kemitraan kedua belah pihak, antara pemilik/pengirim barang tersebut, dengan

perusahaan pemilik usaha kepelabuhanan tersebut, oleh pelaku usaha bongkar muat
barang tersebut, tanpa izin khusus dari pemerintah, telah melakukan kegiatan usaha
bongkar di pelabuhan tersebut, apakah pelaku usaha terakhir tersebut, dipidana?

Universitas Sumatera Utara

7

Bahwa pelaku usaha bongkar muat barang dalam contoh tersebut, meskipun
belum memiliki izin khusus namun berdasarkan perjanjiannya dengan perusahaan
pemilik usaha kepelabuhanan dianggap telah menerima pelimpahan kuasa melakukan
kegiatan nyata usaha bongkar muat barang kedalam atau keluar perusahaan
pemegang izin usaha pelabuhan tersebut, adalah harus dianggap dikecualikan untuk
dipidana.
Masih terdapat contoh lain kasus penerapan peraturan pidana di bidang
pelayaran yang tentunya

harus mempertimbangkan kejadian serta hal-hal yang

melingkupinya sebagai keadaan tertentu yang mempengaruhi terjadi tidaknya suatu

perbuatan pidana pelayaran.
Bahwa penerapan peraturan tindak pidana dibidang pelayaran perlu
memperhatikan situasi dan kondisi umum masyarakat yang mempengaruhi dinamika
perkembangan kepelabuhanan dan kepelautan serta dunia usaha pelayaran. 2

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis hendak mengangkat masalah ini
menjadi fokus dalam skripsi ini. Dalam skripsi ini penulis membatasi hanya
membahas dengan terperinci pertanggungjawaban pidana orang yang mempekerjakan

2

http://asa-keadilan.blogspot.co.id/2014/04/sekilas-lintas-tindak-pidana-bidang.htmlMalik, H.
Sekilas lintas tindak pidana pelayaranbedah hukum,diakses pada tanggal 2 februari 2017

Universitas Sumatera Utara

8

seoseorang di kapal tanpa dokumen yang dipersyaratkan (studi putusan PN Raba

Bima Nomor 96/pid.b/2015/pn.rbi) agar permasalahan yang akan dibahas tidak terlalu
melebar. Setelah mengulas beberapa pokok pikiran diatas, maka perlu kiranya penulis
mengajukan beberapa pokok permasalahan sebagai kerangka acuan dalam skripsi ini
sehingga diharapkan alur pemikiran serta kesimpulan yang diperoleh pada akhir
penulisan dapat dengan mudah dipahami.
Adapun beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini
adalah :
1. Bagaimana pengaturan hukum tindak pidana pelayaran di Indonesia?
2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana orang yang mempekerjakan
seseorang di kapal tanpa dokumen yang dipersyaratkan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :
a) Mengetahui pengaturan hukum tindak pidana pelayaran di Indonesia
b) Mengetahui pertanggungjawaban pidana orang yang memperkerjakan
sesorang di kapal tanpa dokumen yang dipersyaratkan.
2. Manfaat Penulisan
Adapun kegunaan atau manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang
penulis lakukan ini antara lain adalah sebagai berikut :


Universitas Sumatera Utara

9

a) Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini akan melahirkan beberapa konsep pemikiran yang pada
gilirannya akan memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum
pidana, khususnya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Dan kiranya nantinya
dapat menjadi sebagai bahan referensi Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan Depeartemen Hukum Pidana.

b) Manfaat Praktis
1) Sebagai pedoman dan masukan bagi Lembaga Hukum, Institusi Pemerintah
dan kalangan masyarakat luas.
2) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam bidang pelayaran.
3) Sebagai bahan informasi bagi semua kalangan yang berkaitan dengan dunia
pelayaran serta Ilmu Hukum Pidana.
4) Sebagai bahan kajian bagi kalangan akademis untuk menambah wawasan
dalam bidang Ilmu Hukum Pidana, khususnya berkaitan dengan
pertanggungjawaban pidana dan tindak pidana pelayaran.

D. Keaslian Penulisan
Sepanjang penulis ketahui melalui penelusuran skripsi di Perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi menyangkut tentang

Universitas Sumatera Utara

10

Pertanggungjawaban Pidana Orang Yang Mempekerjakan Seseorang di Kapal Tanpa
Dokumen Yang Dipersyaratkan (Studi Putusan PN Raba BIma NOMOR
96/PID.B/2015/PN.RBI) sampai saat ini belum ada.
Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian
ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli,
apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat
dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pertanggungjawaban Pidana
Dipidananya seseorang tidaklah cukup dengan membuktikan bahwa orang itu
telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan
hukum. Dalam hal dipidananya seseorang tidaklah bergantung pada ada atau tidaknya
perbuatan pidana yang dibuatnya. Persoalan seseorang dapat dipidana tergantung
pada apakah orang tersebut dalam melakukan perbuatan tersebut mempunyai
kesalahan atau tidak. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif
saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas di samping asas legalitas.
Pertanggungjawaban pidana erat kaitannya dengan unsur kesalahan yang dilakukan
oleh seseorang. Apabila orang yang melakukan perbuatan pidana itu memang
mempunyai kesalahan, maka tentunya dia akan dipidana. Tetapi, Jika ia tidak
mempunyai kesalahan, walaupun dia telah melakukan perbuatan yang terlarang dan

Universitas Sumatera Utara

11

tercela maka ia tidak akan dipidana. 3 Sebab asas dalam pertanggungjawaban dalam
hukum pidana ialah: tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (geen straf sonder
schuld: Actus non facit reum nisi mens sist rea). Asas ini tidak tersebut dalam hukum
tertulis tapi dalam hukum yang tidak tertulis yang juga di Indonesia berlaku. 4 Unsur
kesalahan sangat menentukan akibat dari perbuatan seseorang. Dengan demikian
hukum pidana yang ada dewasa ini dapat disebut dengan Sculdstrafrecht yang artinya
bahwa penjatuhan pidana disyaratkan adanya kesalahan. Mengenai hubungan
pertanggungjawaban pidana dan kesalahan tersebut telah dipertegas oleh Ruslan
Saleh dalam bukunya yang berjudul perbuatan pidana dan Pertanggungjawaban
pidana: dua pengertian dasar dalam hukum pidana menyatakan bahwa :
“Nyatalah, bahwa hal dipidana atau tidaknya si pembuat bukanlah bergantung
pada apakah ada perbuatan pidana atau tidak, melainkan pada apakah si
terdakwa tercela atau tidak karena melakukan perbuatan pidana itu. Karena
itulah maka juga dikatakan: dasar daripada adanya perbuatan pidana adalah
asas legalitas, yaitu asas yang menentukan bahwa perbuatan adalah terlarang
dan diancam dengan pidana barangsiapa yang melakukannya, sedangkan
dasar daripada dipidananya si pembuat adalah asas “tidak dipidana jika tidak
ada kesalahan” 5

3

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana : Dua Pengertian
Dasar dalam Hukum Pidana,(Jakarta: Aksara Baru, 1983), h. 73
4

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana Edisi Revisi,(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), h. 59

5

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana..,Op. Cit., hal. 76

Universitas Sumatera Utara

12

Seseorang tidak mungkin dapat dipidana apabila ia tidak melakukan perbuatan
pidana, tetapi tidak selalu orang yang melakukan perbuatan pidana tersebut dapat
dipidana tergantung kepada ada atau tidaknya unsur kesalahan dari orang tersebut.
Dikatakan kesalahan berarti perbuatan yang dilakukan orang tersebut adalah
perbuatan yang dicela atau oleh masyarakat perbuatan tersebut tidak disukai. Ia masih
memiliki pilihan untuk tidak melakukan perbuatan tersebut.
Perbedaan mendasar dari delik pidana dan pertanggungjawaban pidana
terletak pada unsurnya.Walaupun unsur-unsur dari tiap delik berbeda, namun pada
umumnya mempunyai unsur-unsur yang sama, yaitu :
a. Perbuatan aktif/positif atau pasif/negatif
b. Akibat yang ditimbulkan
c. Melawan hukum formil dan melawan hukum materil
d. Tidak adanya alasan pembenar
Dapat disimpulkan bahwa batasan pada umumnya adalah suatu perbuatan
aktif atau pasif yang untuk beli material diisyaratkan terjadinya akibat yang
mempunyai hubungan kausal dengan perbuatan, yang melawan hukum formil dan
materil, dan tidak adanya dasar yang membenarkan perbuatan itu.
Sedangkan adapun unsur-unsur pertanggungjawaban pidana adalah sebagai
berikut:
a. Kemampuan bertanggung jawab
b. Kesalahan pembuat

Universitas Sumatera Utara

13

c. Tak ada dasarnya pemaaf6

2. Tindak Pidana
Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaar feit”, didalam
kitab Undang-undang hukum pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa
sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana
disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin, delictum. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut:
“Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan
pelanggaran terhadap Undang-undang tindak pidana.” 7
Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa
unsur yakni:
a. Suatu perbuatan manusia
b. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-undang.
c. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. 8
Istilah tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feit adalah diperkenalkan
oleh pihak pemerintah/departemen kehakiman. Istilah ini banyak dipergunakan dalam
Undang-undang tindak pidana khusus, misalnya: Undang-undang tindak pidana

6

H. A Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I,(Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 221.

7

Teguh Prasetyo, Hukum PIdana,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h. 47.

8

Ibid, hal 48-50

Universitas Sumatera Utara

14

korupsi, Undang-undang tindak pidana narkotika, dan Undang-undang mengenai
pornografi yang mengatur secara khusus tindak pidana pornografi.
Istilah tindak pidana menunjukkan pengertian gerak gerik tingkah laku dan
gerak gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak
berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana.
Prof.Sudarto berpendapat bahwa pembentuk Undang-undang sudah tetap
dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan beliau lebih condong memakai istilah
tindak pidana seperti yang telah dilakukan oleh pembentuk Undang-undang. Pendapat
Prof.Sudarto diikuti oleh Teguh Prasetyo karena pembentuk Undan-undang sekarang
selalu menggunakan istilah tindak pidana sehingga istilah tindak pidana itu sudah
mempunyai pengertian yang dipahami oleh masyarakat.
Untuk lebih jelasnya, Simons menyebutkan adanya unsur objektif dan unsur
subjektif dari tindak pidana (strafbaar feit). Unsur objektif antara lain: perbuatan
orang, akibat yang kelihatan dari perbuatan itu, mungkin ada keadaan tertentu yang
menyertai perbuatan itu seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat openbaar “dimuka
umum”.
Sedangkan unsur subjektif: orang yang mampu bertanggungjawab adanya
kesalahan (Dollus/Culpa). Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan, kesalahan ini
dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan dimana
perbuatan itu dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

15

Sementara menurut Moeljatno, Unsur-unsur perbuatan pidana: perbuatan
(manusia), yang memenuhi rumusan dalam Undang-undang (syarat formal) dan
bersifat melawan hukum (syarat materil). Sedangkan unsur-unsur tindak pidana
menurut Moeljatno terdiri dari:
a. Kelakuan dan akibat, dan
b. Hal Ihwal atau keadaan tertentu yang menyertakan perbuatan, yang dibagi
menjadi :
1) Unsur subjektif atau pribadi yaitu mengenai diri orang yang melakukan
perbuatan, misalnya unsur pegawai negeri yang diperlakukan dalam delik
jabatan seperti dalam perkara tindak pidana korupsi. Pasal 418 KUHP Jo.
Pasal 1 ayat (1) sub c Undang-undang No.3 Tahun 1971 atau Pasal 11
Undang-undang No.31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang No.20 Tahun 2001
tentang Pegawai Negeri yang menerima hadiah.Kalau yang menerima
hadiah bukan pegawai negeri maka tidak mungkin diterapkan pasal
tersebut.
2) Unsur objektif atau non pribadi, yaitu mengenai keadaan diluar si pembuat,
misalnya Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan di Muka Umum (supaya
melakukan perbuatan pidana atau melakukan kekerasan terhadap penguasa

Universitas Sumatera Utara

16

umum). Apabila penghasutan tidak dilakukan dimuka umum maka tidak
mungkin diterapkan pasal ini. 9

3. Pengertian Kapal
Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Pasal 1 butir 36 yang
dimaksud dengan kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang
digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda,
termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan
air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

Selanjutnya dalam penjelasan yang dimaksud dengan kapal adalah :
a. Kapal yang digerakkan oleh angin adalah kapal layar.
b. Kapal yang digerakkan oleh tenaga mekanik adalah kapal yang mempunyai
alat penggerak mesin , misalnya kapal motor, kapal uap, kapal dengan tenaga
matahari, dan kapal nuklir.
c. Kapal yang ditunda atau ditarik adalah kapal yang bergerak dengan
menggunakan alat penggerak kapal lain.
d. Kendaraan yang berdaya dukung dinamis adalah jenis kapal yang dapat
dioperasikan dipermukaan air atau diatas permukaan air dengan menggunakan

9

Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi,
(Jakarta:Kencana, 2014), hal 40

Cepat

& Mudah Memahami Hukum

Pidana,

Universitas Sumatera Utara

17

daya dukung dinamis yang diakibatkan oleh kecepatan dan/atau rancang
bangun kapal itu sendiri, misal jet foil, hidro foil, dan kapal-kapal cepat
lainnya yang memenuhi kriteria tertentu.
e. Kendaraan dibawah permukaan air adalah jenis kapal yang mampu bergerak
dibawah permukaan air.
f. Alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah adalah alat
apung dan bangunan terapung yang tidak mempunyai alat penggerak sendiri,
serta ditempatkan disuatu lokasi perairan tertentu dan tidak berpindah-pindah
untuk waktu yang sama, misalnya hotel terapung, tongkah akomodasi
(accommodation barger) untuk menunjang kegiatan lepas pantai dan
tongkang penampung minyak (oil storage barge), serta unit pengeboran lepas
pantai berpindah (mobile off shore drilling units/modu).

4. Pengertian Dokumen
Pengertian dokumen secara singkat adalah bentuk rekaman yang dapat
dijadikan alat bukti. Rekaman tersebut beraneka ragam bentuknya, namun umumnya
berupa surat. Bentuk lain dari dokumen misalnya rekaman suara, video, atau
notulensi. Dokumen digunakan untuk mendukung keterangan akan suatu keadaan
sehingga posisi keadaan lebih meyakinkan. Keberadaan dokumen sangat penting
karena terbatasnya kemampuan manusia. Nilai dokumen dapat berarti sangat tinggi
sesuai dengan kepentingan informasi yang dibawanya. Salah satu bentuk dokumen

Universitas Sumatera Utara

18

yang sangat penting adalah barang bukti kejahatan di pengadilan. Dokumen ini dapat
membuat seseorang bebas atau mendekam di penjara selama sisa hidupnya. Dokumen
ini juga secara tidak langsung turut menentukan lama hukuman yang bisa dijatuhkan
pada seseorang.
a. Jenis dokumen dari segi pemakaiannya
1) Dokumen pribadi
Dokumen pribadi yaitu surat keterangan penting yang kegunaannya untuk
kepentingan pribadi contohnya adalah KTP, ijazah, akte kelahiran, surat nikah dan
lain-lain.
2) Dokumen niaga
Dokumen niaga yaitu surat berharga yang kegunaannya adalah untuk bukti
dalam melakukan transaksi contohnya adalah surat pengantar, faktur dan lain-lain,
resi pengiriman barang dan lain-lain.

3) Dokumen pemerintah
Dokumen pemerintah yaitu surar-surat penting yang di gunakan dalam
instansi pemerintahan contohnya adalah Undang-undang, RAPBN dan lain-lain.
4) Dokumen sejarah
Dokumen sejarah yaitu surat-surat penting yang digunakan sebagai bukti
peristiwa di masa lampau contohnya adalah pancasila, teks proklamasi dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

19

b. Jenis jenis dokumen dari segi fungsinya :
1) Dokumen dinamis adalah dokumen yang digunakan secara langsung di dalam
proses kerja.
2) Dokumen statis adalah kebalikan dari dokumen dinamis yaitu dokumen yang
tidak digunakan secara langsung dalam proses pekerjaan.
c. Ruang lingkup dokumentasi
1) Dokumentasi literer
Dokumentasi literer meliputi bidang perpustakaan. Dokumentasi ini
merupakan kegiatan mengumpulkan buku, majalah, koran, brosur dan bahan pustaka
lainnya yang disusun menurut sistem tertentu agar pengunjung lebih mudah mencari
bahan yang diinginkan serta diperlukan.
2) Dokumentasi korpori
Dokumentasi korporil meliputi bidang permuseuman. Dokumentasi ini
merupakan kegiatan mencari, mengumpulkan tulisan-tulisan kuno, fosil-fosil, arcaarca, dan benda-benda kuno yang disusun berdasarkan sistem tertentu.

3) Dokumentasi privat
Dokumentasi privat meliputi bidang kearsipan. Dokumentasi ini merupakan
kegiatan mengumpulkan warkat-warkat, arsip-arsip atau surat-menyurat lainnya yang

Universitas Sumatera Utara

20

berguna dan disimpan menurut sistem tertentu agar bila diperlukan mudah
ditemukan. 10

F. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja untuk memahami atau mawas objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan. 11 Menurut Peter R. Senn, 12 sebagaimana dikutip
Bambang Sunggono dalam bukunya yang berjudul metode penelitian hukum “metode
merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang memiliki langkahlangkah yang sistematis”, untuk lebih memahami mengenai metode dapat dilihat dari
peranan metode dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagai
berikut: 13
a. Menambah kemampuan para ilmuan untuk mengadakan atau melaksanakan
penelitian secara lebih baik dan lengkap;
b. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang belum
diketahui;

10

Dokumen:
Pengertian,
Jenis-Jenis
dan
Ruang
Lingkup.
https://biotechs.wordpress.com/2014/11/18/dokumen-pengertian-jenis-jenis-dan-ruang-lingkup/ di di
akses pada tanggal 9 Maret 2017.
11

M. Solly Lubis, Filsafat Hukum dan Penelitian, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1994),

12

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h.

h.21

46
13

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 2010), h. 7

Universitas Sumatera Utara

21

c. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian
interdisipliner;
d. Memberikan pedoman untuk pengetahuan mengenai masyarakat,
mengorganisasikan serta mengintegrasikan

1. Tipe Penelitian
Adapun tipe penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian hukum normatif (penelitian hukum doktrinal). Penelitian hukum normatif
disebut juga sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen. Penelitian ini
merupakan penelitian yang mengkaji peraturan-peraturan tertulis atau bahan hukum
lain yang bersifat sekunder yang ada diperpustakaan, yakni menggunakan berbagai
data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori
hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana. Penelitian jenis normatif ini
menggunakan analisis kualitatif yakni dengan menjelaskan data-data yang ada dengan
kata-kata atau pernyataan bukan dengan angka-angka. Hal-hal yang dikaji dalam
penelitian hukum normatif meliputi beberapa hal seperti asas-asas hukum, sistematika
hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum.
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan di dalam penulisan skripsi ini adalah termasuk
penelitian deskriptif, penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang
tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau

Universitas Sumatera Utara

22

dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena kenyataan
sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan
masalah yang diteliti. Penelitian hukum ini bersifat pemaparan dan bertujuan untuk
memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku. 14
Dalam penulisan ini diharapkan dapat memberikan deskripsi mengenai
pertanggungjawaban pidana orang yang mempekerjakan seseorang di kapal tanpa
dokumen yang di persyaratkan (Studi Putusan PN RABA BIMA Nomor
96/PID.B/2015/PN.RBI)
3. Data dan Sumber Data
a. Data
Menurut Webster New World Dictionary, “data is thing known or assumed”.
Data Berarti sesuatu yang diketahui atau dianggap. Data diketahui, berarti sesuatu
yang telah terjadi. Sedangkan dianggap bisa juga merupakan suatu pendapat,
hipotesis yang mungkin belum terjadi atau mungkin tidak benar. 15
Data adalah kumpulan informasi yang diperoleh dari suatu pengamatan, dapat
berupa angka, lambang, atau sifat. Data dapat meberikan gambaran tentang suatu

14

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Persada Media Group.
2008), hal 7

15

Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: UMM
Press,2009), h. 111

Universitas Sumatera Utara

23

keadaan atau persoalan. Data juga bisa di defenisikan sebagai sekumpulan informasi
atau nilai yang diperoleh dari pengamatan (observasi) suatu objek.

b. Sumber Data
Adapun sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:
1) Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik
melalui wawancara, observasi, maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi
yang kemudian diolah oleh peneliti.
2) Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,
buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk
laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan. 16
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Primer dan data
sekunder, dimana data skunder dapat dibagi menjadi:
a) Bahan hukum primer
Bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan objek penelitian. Yakni Undang-undang dasar 1945, kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

16

H. Zainuddin Ali, Metodologi Penelitian Hukum,(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 106

Universitas Sumatera Utara

24

(KUHAP),Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran.
b) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum
yang terkait dengan objek penelitian ini.
Pada penulisan ini sebagai bahan hukum sekunder penulis menggunakan
buku-buku ilmu hukum, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, publikasi media cetak maupun
elektronik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas pada penelitian ini.
c) Bahan hukum tertier
Bahan hukum tertier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah,
surat kabar, dan sebagainya.
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setelah lingkup masalah berhasil dirumuskan, sesungguhnya kita telah
mengajukan inti dari tujuan penelitian yang akan kita lakukan. Tujuan itu bisa saja
bersifat teoretis, seperti untuk memecahkan permasalahan. Dari sini selanjutnya kita
dapat memetik manfaat dari upaya melakukan penelitian, seperti diperolehnya
pengetahuan baru secara teoretis dan ditemukannya jawaban tertentu bagi pemecahan
masalah.
Dari uraian-uraian diatas, secara kronologis dapat ditarik benang merah dari
enam kegiatan dalam pengajuan masalah mulai dari latar belakang masalah,

Universitas Sumatera Utara

25

identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan meneliti dan
manfaat yang diharapkan dari penelititan itu.
Satu hal yang patut disadari bahwa sebenarnya terdapat sinkronisasi antara
keenam langkah pengajuan masalah dalam suatu penelitian ilmiah. Antara latar
belakang masalah dengan tujuan dan manfaat penelitian misalnya, sudah terbaca
kaitan yang bersifat a-priori. Misalnya, jika sebuah hasil penelitian akan digunakan
sebagai dasar pengambilan kebijakan penggunaan kurikulum baru didaerah tertentu
maka hal ini akan mempengaruhi lima langkah pengajuan masalah lainnya. 17
Adapun skripsi ini menggunakan suatu pendekatan masalah yaitu statuta
approach yang mana pendekatan masalah ini dilakukan dengan cara menelaah semua
Undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani. Bagi penelititan untuk kegiatan akademis, peneliti perlu mencari ratio legis
dan dasar ontologis lahirnya Undang-undang tersebut sehingga peneliti mampu
menangkap kandungan filosofi yang terdapat dalam Undang-undang itu dan dapat
menyimpulkan mengenai ada atau tidaknya benturan filosofis antara Undang-undang
dengan isu yang dihadapi.
5. Teknik Pengumpulan Data

17

Drs. P. Manurung, M.pd, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Halaman Moeka, 2012), h.31

Universitas Sumatera Utara

26

Mengingat sumber dan jenis data yang digunakan dalam tulisan ini adalah
jenis data primer dan sekunder maka metode yang digunakan dalam proses
pengumpulan data untuk penulisan ini adalah:


Metode penelitian kepustakaan
Metode penelitian kepustakaan adalah data kepustakaan yang diperolah

melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan,
buku-buku, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian.
6. Analisis Data
Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat
deskriptif analisis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif
terhadapdata primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur
hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi
atau makna dari aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan
permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.

G. Sistematika Penulisan
Proses penulisan skripsi ini dibuat secara sistematis dan terperinci demi
memberikan kemudahan bagi para pembaca untuk memahami makna dan
memperoleh manfaat dari skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

27

BAB I

: PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang yang menguraikan hal-hal yang melatar
belakangi penulisan skripsi ini, perumusan masalah yang menguraikan tentang
permasalahan apa saja yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, kemudian juga
membahas mengenai tujuan dan manfaat penulisan dimana akan dijelaskan tujuan
penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini serta manfaat dari adanya
penelitian dan penulisan skripsi ini, lalu akan disertakan pula keaslian penulisan yaitu
surat pernyataan penulis yang didukung dengan adanya surat keterangan dari pihak
perpustakaan kampus yang menerangkan bahwa judul serta isi dari skripsi ini adalah
murni hasil pemikiran penulis sendiri, tinjauan kepustakaan yang menguraikan
tentang

tindak

pidana

di

dunia

pelayaran

yaitu

khususnya

tentang

pertanggungjawaban pidana orang yang mempekerjakan seseorang di kapal tanpa
dokumen yang dipersyaratkan metode penelitian yakni bagaimana cara penulis dalam
melakukan penelitian untuk penulisan skripsi ini dan terakhir sistematika penulisan
yakni gamabaran umum sistematika penulisan skripsi ini.

BAB II
:PENGATURAN HUKUM
PELAYARAN DI INDONESIA

TENTANG

TINDAK

PIDANA

Bab II ini berisikan tentang bagaimakah pengaturan-pengaturan yang berlaku didalam
dunia pelayaran di Indonesia baik yang diatur didalam KUHP secara umum maupun
yang diatur didalam Undang-undang pelayaran secara khusus.

Universitas Sumatera Utara

28

BAB III
:PERTANGGUNGJAWABAN
PIDANA
ORANG
YANG
MEMPEKERJAKAN SESEORANG DI KAPAL TANPA DOKUMEN YANG
DIPERSYARATKAN
Dalam bab III ini berisikan tentang pertanggungjawaban pidana pelaku pidana orang
yang mempekerjakan seseorang di kapal tanpa dokumen yang dipersyaratkan sesuai
dengan putusan PN. Raba Bima No.96/pid.b/2015/PN.RBI
BAB IV

: PENUTUP

Sebagai bab penutup, maka dalam bab ini akan dibahas tentang apakah yang menjadi
kesimpulan dari penulisan skripsi ini dan saran yang berguna bagi berbagai pihak
terkait dengan pembahasan yang terdapat didalam skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur (Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239/Pid.B/2007/PN-Binjai)

1 52 120

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pemilik Satwa yang Dilindungi Tanpa Izin (Studi Putusan PN Surabaya No. 469/Pid.B/2010/Pn.Sby)

1 30 118

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pengobatan Tradisional Tanpa Izin (Studi Putusan Nomor 68/Pid.B/2015/PN. Kbm).

0 0 12

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pemilik Satwa yang Dilindungi Tanpa Izin (Studi Putusan PN Surabaya No. 469 Pid.B 2010 Pn.Sby)

0 0 9

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pemilik Satwa yang Dilindungi Tanpa Izin (Studi Putusan PN Surabaya No. 469 Pid.B 2010 Pn.Sby)

0 0 1

Pertanggungjawaban Pidana Orang Yang Mempekerjakan Seseorang Di Kapal Tanpa Dokumen Yang Dipersyaratkan (Studi Putusan PN Raba Bima Nomor 96 Pid.B 2015 Pn.Rbi)

0 1 9

Pertanggungjawaban Pidana Orang Yang Mempekerjakan Seseorang Di Kapal Tanpa Dokumen Yang Dipersyaratkan (Studi Putusan PN Raba Bima Nomor 96 Pid.B 2015 Pn.Rbi)

0 0 1

Pertanggungjawaban Pidana Orang Yang Mempekerjakan Seseorang Di Kapal Tanpa Dokumen Yang Dipersyaratkan (Studi Putusan PN Raba Bima Nomor 96 Pid.B 2015 Pn.Rbi)

0 1 21

Pertanggungjawaban Pidana Orang Yang Mempekerjakan Seseorang Di Kapal Tanpa Dokumen Yang Dipersyaratkan (Studi Putusan PN Raba Bima Nomor 96 Pid.B 2015 Pn.Rbi) Chapter III IV

0 1 79

Pertanggungjawaban Pidana Orang Yang Mempekerjakan Seseorang Di Kapal Tanpa Dokumen Yang Dipersyaratkan (Studi Putusan PN Raba Bima Nomor 96 Pid.B 2015 Pn.Rbi)

0 0 1