Hubungan Inkontinensia Urin dengan Tingkat Depresi pada Usia Lanjut di Yayasan Guna Budi Bakti Medan

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Usia lanjut

2.1.1

Definisi Usia Lanjut
Undang-undang RI No 23 tahun 1992 pasal 19 ayat 1 tentang kesehatan

bahwa usia lanjut adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan
biologis, fisik, kejiwaan dan sosial yang memberikan pengaruh pada seluruh
aspek kehidupan (Khoiriyah, 2011)
Usia lanjut merupakan menurunnya kemampuan akal dan fisik, dimulai
dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Ketika manusia mencapai usia
dewasa, akan mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak berlanjut
dengan usia lanjut kemudian mati. Bagi manusia normal tentu telah siap
menerima keadaan baru dalam setiap fase kehidupan dan menyesuaikan diri

dalam lingkungan (Darmojo, 2004)
2.1.2

Klasifikasi Usia Lanjut
Menurut World Health Organization, usia lanjut dibagi menjadi 4 bagian.

Usia pertengahan (Middle age) berusia 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) 60-74
tahun, usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old)
diatas 90 tahun.
Maryam et al (2008) mengklasifikasi usia lanjut menjadi 5 bagian. Pra
lansia adalah seseorang yang berusia 45-59 tahun. Lansia dengan seseorang
berusia 60 tahun lebih. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun
atau lebih dan seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

6
Universitas Sumatera Utara

7

kesehatan. Lansia potensial adalah lansia yang masi mampu melakukan pekerjaan

atau kegiatan yang masih menghasilkan barang dan jasa. Lansia tidak potensial
adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada bantuan orang lain.
2.1.3

Perubahan-perubahan pada usia lanjut
Menurut Maryam et al (2008) usia mengalami perubahan-perubahan

sebagai berikut :
a) Perubahan fisik
1) Sel

Terjadinya penurunan jumlah sel, perubahan ukuran sel, berkurangnya
jumlah cairan dalam tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler,
menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, penurunan
jumlah sel pada otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak
menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
2) Sistem Persyarafan
Berat otak yang menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel syaraf
otaknya dalam setiap harinya), cepat menurunnya hubungan persyarapan,

lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya dengan stres,
mengecilnya syaraf panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang
sensitif terhadap sentuhan.

Universitas Sumatera Utara

8

3) Sistem Pendengaran
Terjadinya presbiakusis yaitu gangguan dalam pendengaran pada telinga
dalam terutama terhadap bunyi suara, nada-nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, otosklerosis akibat atropi membran
timpani. Pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya
keratinin. Terjadinya perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang
mengalami ketegangan jiwa atau stres.
4) Sistem Penglihatan
Timbulnya sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih
berbentuk sferis (bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan

katarak, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap, hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta menurunnya daya
untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada mata bagian dalam,
perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap
cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi, lensa menguning dan
berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga
memengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna.
Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan
berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada
risiko cedera.

Universitas Sumatera Utara

9

5) Sistem Kardiovaskuler
Terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah
yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan

elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat mengakibatkan tekanan
darah menurun (dari tidur ke duduk dan dari duduk ke berdiri) yang
mengakibatkan resistensi pembuluh darah perifer.
6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering ditemui
antara lain temperature suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik
kurang lebih 35 °C, ini akan mengakibatkan metabolisme yang menurun.
Keterbatasan refleks mengigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
7) Sistem Respirasi
Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi, aktivitas silia
menurun, paru kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus,
oksigen pada arteri menurun, karbon dioksida pada arteri tidak berganti,
reflek dan kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan
hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan pegas

Universitas Sumatera Utara


10

dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring pertambahan
usia.
8) Sistem Pencernaan
Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi
setelah umur 30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitifitas saraf
pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit, esophagus melebar, rasa lapar
nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan
lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi
absorpsi melemah, hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan
menurun, aliran darah berkurang.
9) Sistem Perkemihan
Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang merupakan alat
untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin, darah masuk
keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron
(tempatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi,
aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus
berkurang. Akibatnya, kemampuan mengkonsentrasi urin menurun, berat

jenis urin menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, sehingga
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan buang air seni
meningkat.

Vesika

urinaria sulit

dikosongkan sehingga

terkadang

menyebabkan retensi urin pada pria.

Universitas Sumatera Utara

11

10) Sistem Endokrin


Produksi semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate),
dan daya pertukaran zat menurun, produksi aldosteron menurun, sekresi
hormon kelamin seperti progesteron, estrogen, dan testosteron menurun.
11) Sistem Integumen
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. Permukaan
kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisi, timbul bercak pigmentasi, kulit
kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu, berkurangnya elestisitas
akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan
rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
12) Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan
stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon
mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil
sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan manjadi tremor, aliran
darah ke otot berkurang.
b) Perubahan mental
Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan fisik
khususnya organ perasa kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), dan lingkungan. Kenangan (memory) terdiri dari kenangan jangka
panjang (berjam–jam sampai berhari–hari yang lalu mencakup beberapa

perubahan), dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit, kenangan
buruk), I.Q (Intellegentian Quantion) tidak berubah dengan informasi matematika

Universitas Sumatera Utara

12

dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan
psikomotor (terjadinya perubahan pada daya membayangkan karena tekanantekanan dari faktor waktu).
2.1.4

Sifat Penyakit pada Usia Lanjut

1. Penyebab penyakit
Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh
(endogen), dan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini
disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi organ-organ
tubuh akibat kerusakan sel proses menua, sehingga produksi hormon,
enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi
berkurang. Dengan demikian lansia akan mudah mengalami infeksi,

memiliki penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi).
2. Gejala penyakit tidak khas / tidak jelas
Misalnya pada penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak didapati
demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit
sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak
berat.
3. Memerlukan banyak obat (polifarmasi)
Banyaknya penyakit pada usia lanjut akan memerlukan beraneka ragam obat
dibandingkan dengan orang dewasa. Fungsi organ-organ vital tubuh seperti
hati dan ginjal yang berperan dalam mengolah obat yang masuk ke dalam
tubuh telah berkurang dan mengakibatkan penumpukan sehingga terjadi
keracunan obat dengan segala komplikasinya jika diberikan dosis yang sama

Universitas Sumatera Utara

13

dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat pada lansia perlu
dikurangi. Efek samping obat pada usia lanjut dapat menyebabkan
timbulnya penyakit-penyakit baru. Misalnya, sering berkemih akibat

pemakaian obat diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni),
dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan darah,
penenang, antidepresi, dan lainnya.
4. Mengalami gangguan jiwa
Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa
(depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan
fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru sering
tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mepersulit
penyembuhan penyakitnya.
2.2

Inkontinensia urin

2.2.1

Definisi Inkontinensia urin
Menurut Pranarka (2009), inkontinensia urin adalah pengeluaran urin

tanpa disadari serta dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sering sehingga
mengakibatkan gangguan kesehatan atau sosial. Menurut Lewis et al (2011),
inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi di luar keinginan. Sedangkan menurut Saxer et al (2008),
inkontinensia didefinisikan oleh International Contience Society (ICS) sebagai
keluhan atas kebocoran urin yang tidak disadari. Selain itu, Mauk (2010) juga
mendefinisikan inkontinensia urin sebagai pengeluaran urin yang tidak disengaja

Universitas Sumatera Utara

14

dan merupakan masalah kesehatan umum yang bisa menyebabkan kecacatan dan
penurunan kualitas hidup (Henderson, 1996)
Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa
inkontinensia adalah suatu kondisi pengeluaran atau kebocoran urin tanpa disadari
dan tidak terkendali yang terjadi diluar keinginan dalam jumlah dan frekuensi
yang cukup sering serta bisa menyebabkan kecacatan dan penurunan kualitas
hidup.
2.2.2

Tipe-tipe inkontinensia urin

1. Inkontinensia stres
Kondisi keluarnya urin ketika tekanan intraabdomen meningkat seperti
pada saat batuk, bersin, tertawa, atau latihan yang disebabkan oleh melemahnya
otot dasar panggul. Melemahnya otot dasar panggul juga dapat disebabkan terlalu
banyak latihan atau aktivitas, batuk yang terus menerus, konstipasi, luka pada
dasar panggul atau uretra, melahirkan, atau masalah pada lapisan spinal belakang
bawah (lumber disc syndrome). Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita usia
lanjut walaupun pada pria dapat terjadi.
2. Inkontinensia Urgensi
Kondisi ketidakmampuan untuk menahan urin cukup lama untuk mencapai
toilet, keinginan yang kuat dan tiba-tiba diikuti keluarnya urin tanpa dapat
ditahan. Penyebabnya karena daya tampung kandung kemih yang menurun, iritasi
pada reseptor peregang kandung kemih, konsumsi alkohol atau kafein,
peningkatan asupan dan adanya infeksi (Potter&Perry, 2005)

Universitas Sumatera Utara

15

3. Inkontinensia Overflow
Kondisi keluarnya urin dalam jumlah sedikit dari kandung kemih yang
selalu penuh, kehilangan urin tanpa disengaja yang biasanya dihubungkan dengan
overdistensi kandung kemih. Inkontinensia overflow lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan wanita biasanya disebabkan oleh sumbatan anatomis, seperti pada
hipertrofi prostat, akibat faktor saraf (pada diabetes) atau obat-obatan. Keluhan
yang terjadi sedikitnya urin keluar tanpa ada sensasi bahwa kandung kemih sudah
penuh.
4. Inkontinensia fungsional
Kondisi keluarnya urin tanpa dikehendaki (mengompol) dan merupakan
akibat di luar faktor saluran kemih sendiri. Faktor utama yang menyebabkan
inkontinensia urin adalah gangguan mobilitas dan gangguan kognitif. Demensia
berat, gangguan musculoskeletal, lingkungan tidak mendukung sehingga sulit
untuk mencapai kamar mandi, dan adanya faktor psikologis seperti depresi dapat
menyebabkan inkontinensia urin. Pada pasien geriatrik sering pula terjadi
inkontinensia tidak satu tipe melainkan tipe campuran atau kombinasi dari dua
tipe atau lebih.
5.

Inkontinensia refleks
Kondisi keluarnya urin secara involunter terjadi pada interval atau jarak

waktu tertentu yang dapat diprediksi bila isi kandung kemih terpenuhi. Biasanya
terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yang terganggu, dalam hal ini
pengosongan kandung kemih dipengaruhi reflek yang dirangsang oleh pengisian.
Kemampuan rasa ingin berkemih dan berhenti berkemih tidak ada.

Universitas Sumatera Utara

16

6.

Inkontinensia total
Kondisi hilangnya urin yang berkelanjutan dan tidak dapat diprediksi.

Menurut Potter dan Perry (2005) Inkontinensia total disebabkan karena adanya
neuropati saraf sensorik, trauma/penyakit pada saraf spinalis atau spingter uretra,
fistula yang berada diantara kandung kemih dan vagina. Gejalanya antara lain urin
tetap mengalir pada waktu-waktu yang tidak dapat diperkirakan, nokturia, tidak
menyadari bahwa kandung kemihnya terisi atau inkontinensia.
2.2.3

Dampak inkontinensia urin
Inkontinensia urin juga memiliki efek terhadap kualitas hidup, bahkan

pada kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, berjalan, kegiatan interpersonal,
aktivitas fisik, fungsi seksual, dan tidur. Pasien dengan inkontinensia urin juga
memiliki kualitas hidup yang lebih rendah di setiap domain (fungsi fisik, fungsi
peran, fungsi sosial, kesehatan mental, persepsi kesehatan, dan nyeri). Sedangkan
dari segi ekonomi, biaya terkait konsekuensi inkontinensia urin diperkirakan
mencapai $16.3 miliar per tahun. Sedangkan untuk biaya perawatannya, jumlah
yang dibutuhkan berkisar antara $860 sampai $960 per bulan (Doughlity, 2006)
Menurut Booker (2009), inkontinensia urin memiliki beberapa dampak, di
antaranya:
a. Perubahan pada kesejahteraan emosi, sosial, fisik, dan ekonomi individu yang
mengalami inkontinensia urin
b. Ketakutan akan kehilangan kontrol yang disaksikan oleh orang lain
menyebabkan pasien membatasi aktivitas sosial dan kemasyarakatan

Universitas Sumatera Utara

17

c. Orang yang mengalami inkontinensia menunjukkan suatu rentang emosi
mencakup peningkatan depresi, iritabilitas, cemas, dan perasaan tidak berdaya.
Adapun

menurut

Continence

Essential

Guide

(2009),

dampak

inkontinensia urin yaitu jatuh, depresi, luka dekubitus, masalah bowel, infeksi
kulit, isolasi, penurunan kualitas hidup, dan peningkatan perhatian institusi
kesehatan.
2.3

Depresi

2.3.1

Definisi Depresi
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan

(afektif, mood) yang ditandai kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan
gairah hidup, tidak ada semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah
atau berdosa, tidak berguna dan putus asa (Yosep, 2007). Menurut Hawari (2001)
depresi merupakan gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality
Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian tetap utuh (tidak mengalami
keretakan kepribadian) perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal.
Sedangkan menurut Nugroho (2000) depresi itu adalah suatu perasaan sedih dan
pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan, dapat berupa serangan yang
ditunjukkan pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam.
2.3.2

Gejala Depresi
Menurut PPDGJ III (Depkes RI 2001) gejala depresi di bedakan menjadi 2

yaitu gejala utama dan gejala lainnya. Gejala utama dapat ditemukan afek depresi,

Universitas Sumatera Utara

18

kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi dalam meningkatkan
keadaan, rasa mudah lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja, dan menurunnya
aktivitas. Sedangkan gejala lainnya ditandai dengan konsentrasi dan perhatian
berkurang, harga diri rendah, merasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa
depan yang suram dan pesemistis, perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,
tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.
Menurut Stanley dan Beare (2006) gejala-gejala depresi, yang tetap sama
selama rentang kehidupan, dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, sering
disebut dengan triad depresif yaitu:
a) Gangguan alam perasaan pervasive
Diantaranya adalah adanya kesedihan, kehilangan semangat, menangis,
ansietas, serangan panik, murung, iritabilitas, pernyataan merasa sedih,
tertekan, rendah atau susah dan paranoid.
b) Gangguan persepsi diri, lingkungan dan masa depan
Menarik

diri

ketidakmampuan

dari

aktivitas

biasa,

mengekspresikan

penurunan

kesenangan,

gairah

seks,

perasaan

tidak

berharga, ketakutan yang tidak beralasan, pendekatan diri kembali pada
kegagalan kecil, delusi, halusinasikritik yang ditujukan pada diri sendiri
dan orang lain.
2.3.3

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat depresi seseorang adalah:
1) Status ekonomi dan dukungan sosial

Universitas Sumatera Utara

19

Banyak usia lanjut yang menghadapi berbagai stressor, seringkali
kumulatif, yang dapat mencetuskan depresi. Stressor-stressor tersebut dapat
berupa stressor ekonomi, sosial, fisik, emosional dan kehilangan aktivitas.
Teori sosiologis mengemukakan bahwa stressor-stressor dan kehilangan
tersebut dapat bergabung menghasilkan kehilangan status peran dan sistem
pendukung sosial, suatu pandangan yang diperkuat dengan kerugian, sikap
terhadap

penuaan

dari

masyarakat.

Perubahan-perubahan

ini

dapat

menyebabkan kehilangan makna dan tujuan hidup sehingga menyebabkan
depresi (Stanley&Beare, 2006)
2) Penyakit fisik
Berbagai penyakit fisik yang sering terjadi pada usia lanjut dapat
menyebabkan gejala-gejala depresi. Hal tersebut mencakup gangguan
metabolik, gangguan endokrin, penyakit neurologis, kanker, infeksi virus dan
bakteri, gangguan muskuloskeletal, gangguan gastrointestinal, gangguan
genitourinaria, penyakit vaskuler kolagen dan anemia. Penyakit fisik juga
dapat memicu depresi karena dapat menyebabkan nyeri kronis, disabilitas dan
kehilangan fungsi, penurunan harga diri, peningkatan ketergantungan atau
menyebabkan ketakutan terhadap nyeri atau kematian (Stanley&Beare, 2006)
3) Inkontinensia urin
Untuk usia lanjut, inkontinensia mungkin hanya merupakan gangguan pada
waktu-waktu tertentu atau yang lebih signifikan adalah yang menyebabkan
terjadinya depresi dan isolasi sosial (Stanley dan Beare, 2006)

Universitas Sumatera Utara

20

4) Jenis kelamin
Depresi lebih sering terjadi pada wanita. Ada dugaan bahwa wanita lebih
sering mencari pengobatan sehingga depresi lebih sering terdiagnosis. Dan
menyatakan bahwa wanita lebih sering terpajan dengan stressor lingkungan dan
ambangnya terhadap stressor lebih rendah dibandingkan pria. Adanya, depresi
yang berkaitan dengan ketidakseimbangan hormon pada wanita menambah
prevalensi depresi pada wanita (Amir, 2005)
5) Status perkawinan
Gangguan depresi mayor lebih sering dialami individu yang bercerai atau
berpisah bila dibandingkan dengan yang menikah atau lajang. Status perceraian
menempatkan seseorang pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita depresi,
hal ini juga dapat terjadi sebaliknya yaitu depresi menempatkan seseorang pada
risiko perceraian. Depresi juga lebih sering pada orang yang tinggal sendiri
dibandingkan dengan yang tinggal bersama kerabat lain (Amir, 2005)
6) Geografis
Di Negara maju, depresi lebih sering terjadi pada wanita. Penduduk kota lebih
sering menderita depresi dibandingkan dengan yang di desa. Depresi lebih tinggi
dalam institusi perawatan dibandingkan di dalam masyarakat. Sekitar 10%-15%
penderita dalam perawatan akut menderita depresi mayor dan 20%-30%
menderita depresi minor. Depresi di pusat kesehatan masyarakat lebih tinggi bila
dibandingkan dengan populasi umum (Amir, 2005)

Universitas Sumatera Utara

21

7) Kepribadian
Seseorang dengan kepribadian yang lebih tertutup, mudah cemas,
hipersensitif dan lebih bergantung pada orang lain lebih rentah terhadap depresi
(Amir, 2005). Seseorang yang sehat jiwanya bisa saja jatuh dalam depresi apabila
yang bersangkutan tidak mampu menanggulangi stressor psikososial yang
dialaminya. Selain itu ada juga orang yang lebih rentan (vulnerable) jatuh dalam
keadaan depresi dibandingkan dengan orang lain. Orang yang lebih rentan ini
biasanya mempunyai corak kepribadian depresif (Amir, 2005)
8) Usia
Depresi meningkat secara drastis diantar lansia yang berada diinstitusi,
sekitar 50%-70% penghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi
ringan sampai sedang (Stanley&Beare, 2006)
2.3.4

Dampak Depresi
Depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan dan

merupakan gangguan psikiatrik yang paling banyak terjadi pada usia lanjut. Tetapi
hampir 80% penderita depresi serius berhasil diobati dan kembali sehat. Depresi
dapat menguras habis emosi dan finansial seseorang yang terkena juga pada
keluarga dan sistem pendukung sosial informal dan formal yang dimilikinya.
Akhirnya angka bunuh diri yang tinggi menjadi konsekuensi yang serius dari
depresi yang tidak ditangani (Stanley&Beare, 2006)

Universitas Sumatera Utara