Gambaran Kasus Benda Asing Esofagus di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012-2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Anatomi dan Fisiologi Esofagus
Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang

menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari
perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan
dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu leher (pars servikalis), sepanjang
5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna vertebralis. Dada (pars
thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di mediastinum posterior mulai di
belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu membelok ke kanan
bawah di samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen (pars
abdominalis), masuk ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan
berakhir di kardia lambung, panjang berkisar 2-4 cm (Chandramata, 2000).
Pada orang dewasa, panjang esofagus apabila diukur dari incivus superior
ke otot krikofaringeus sekitar 15-20 cm, ke arkus aorta 20-25 cm, ke v.pulmonalis
inferior, 30-35 cm, dan ke kardioesofagus joint kurang lebih 40-45cm. Pada anak,
panjang esofagus saat lahir bervariasi antara 8 dan 10 cm dan ukuran sekitar 19

cm pada usia 15 tahun (Chandramata, 2000).
Bagian servikal:
1.

Panjang 5-6 cm, setinggi vertebra cervicalis VI sampai vertebrathoracalis I

2.

Anterior melekat dengan trachea

3.

Anterolateral tertutup oleh kelenjar tiroid

4.

Sisi dextra/sinistra dipersarafi oleh nervus recurren laryngeus

5.


Posterior berbatasan dengan hipofaring

6.

Pada bagian lateral ada carotid sheath beserta isinya (Chandramata,2000).

Bagian torakal:
1.

Panjang 16-18 cm, setinggi vertebra torakalis II-IX

2.

Berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebralis

Universitas Sumatera Utara

3.

Dalam rongga toraks disilang oleh arcus aorta setinggi vertebratorakalis IV

dan bronkus utama sinistra setinggi vertebra torakalisV

4.

Arteri pulmonalis dextra menyilang di bawah bifurcatio trachealis

5.

Pada bagian distal antara dinding posterior esofagus dan ventralcorpus
vertebralis terdapat ductus thoracicus, vena azygos, arteri dan vena
intercostalis (Chandramata, 2000).
Bagian abdominal:

1.

Terdapat pars diaphragmatica

sepanjang

1


- 1,5

cm,

setinggi

vertebratorakalis X sampai vertebra lumbalis III
2.

Terdapat pars abdominalis sepanjang 2 - 3 cm, bergabung dengan cardia
gaster disebut gastroesophageal junction (Chandramata, 2000).

Gambar 2.1. Gross Anatomy Esophagus (Netter, 2011)
Esofagus mempunyai tiga daerah normal penyempitan yang sering
menyebabkan benda asing tersangkut di esofagus. Penyempitan pertama adalah
disebabkan oleh muskulus krikofaringeal, dimana pertemuan antara serat otot
striata dan otot polos menyebabkan daya propulsif melemah. Daerah penyempitan

Universitas Sumatera Utara


kedua disebabkan oleh persilangan cabang utama bronkus kiri dan arkus aorta.
Penyempitan yang ketiga disebabkan oleh mekanisme sfingter gastroesofageal
(Chandramata, 2000).
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut, 1) pembentukan
bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik, 2) upaya sfingter
mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan, 3) mempercepat
masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi, 4) mencegah
masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, 5) kerjasama
yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah
lambung, 6) usaha untuk membersihkan kembali esofagus. Proses menelan di
mulut, faring, laring, dan esofagus secara keseluruhan akan terlibat secara
berkesinambungan (Soepardi, 2007).
Menelan dibagi menjadi tahap orofaring dan tahap esofagus. Tahap
orofaring berlangsung sekitar 1 detik dan terdiri dari pemindahan bolus dari mulut
melalui faring untuk masuk ke esofagus. Ketika masuk ke faring, bolus makanan
harus diarahkan ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk ke lubang-lubang
lain yang berhubungan dengan faring. Dengan kata lain, makanan harus dijaga
agar tidak masuk kembali ke mulut, masuk ke saluran hidung, atau masuk ke
trakea (Sherwood, 2009).

Posisi lidah yang menekan langit-langit keras menjaga agar makanan tidak
masuk kembali ke mulut sewaktu menelan (Sherwood, 2009). Kontraksi m.levator
palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum
mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring akan terangkat pula. Bolus
terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Selanjutnya terjadi kontraksi
m.palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi
m.palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut
(Soepardi, 2007).
Uvula terangkat dan menekan bagian belakang tenggorokan, menutup
saluran hidung atau nasofaring dari faring sehingga makanan tidak masuk ke
hidung (Sherwood, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Makan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan
penutupan erat pita suara di pintu masuk laring atau glotis (Sherwood, 2009).
Faring dan laring bergerak ke arah atas oleh kontraksi m.stilofaring,
m.salfingofaring, m.tirohioid dan m.palatofaring. Aditus laring tertutup oleh
epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika
ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m.ariepiglotika dan

m.aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga pengentian aliran udara ke
laring karena refleks yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan
tidak akan masuk ke dalam saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan
meluncur ke arah esofagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam
keadaaan lurus (Soepardi, 2007).
Tahap esofagus dari proses menelan kini dimulai. Pusat menelan memicu
gelombang peristaltik primer yang menyapu dari pangkal ke ujung esofagus,
mendorong bolus di depannya menelusuri esofagus untuk masuk ke lambung.
Gelombang peristaltik memerlukan waktu sekitar 5 sampai 9 detik untuk
mencapai ujung bawah esofagus. Perambatan gelombang dikontrol oleh pusat
menelan, dengan persarafan melalui saraf vagus. Sewaktu gelombang peristaltik
menyapu menuruni esofagus, sfingter gastroesofagus melemas secara refleks
sehingga bolus dapat masuk ke dalam lambung. Setelah bolus masuk ke lambung,
proses menelan tuntas dan sfingter gastroesofagus kembali berkontraksi
(Sherwood, 2009).

2.2.

Definisi
Benda asing esofagus adalah benda yang tajam maupun tumpul atau


makanan yang tersangkut dan terjepit di esofagus karena tertelan, baik secara
maupun tidak sengaja (Yunizaf, 2007).

2.3.

Epidemiologi
Sulit untuk memperkirakan kejadian tertelan benda asing pada anak-anak.

Berdasarkan survei yang dilakukan lima tahun di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Amerika kota besar ditemukan 255 kasus benda asing esofagus yang terjadi pada

Universitas Sumatera Utara

anak-anak, 214 diantaranya disaksikan orang tua atau pengasuh (Louie, 2005).
Pada survei cross-sectional menemukan bahwa dari 1.500 orang tua, 4%
melaporkan tertelan koin pada anak mereka dan hal tersebut sangat umum terjadi
pada anak-anak (Conners, 2014).

2.4.


Etiologi dan Faktor Predisposisi
Secara klinis masalah yang timbul akibat benda asing esofagus dapat

dibagi dalam golongan anak dan dewasa. Penyebab pada anak antara lain,
anomaly congenital termasuk stenosis kongenital, web, fistel trakeoesofagus, dan
pelebaran pembuluh darah (Yunizaf, 2007).
Faktor predisposisi antara lain :
1.

Belum tumbuhnya gigi molar untuk dapat menelan dengan baik.

2.

Koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang belum sempurna pada
kelompok usia 6 bulan sampai 1 tahun.

3.

Retardasi mental


4.

Gangguan pertumbuhan dan penyakit-penyakit neurologik lain yang
mendasarinya.

5.

Pada orang dewasa tertelan benda asing sering dialami oleh pemabuk atau
pemakai gigi palsu yang kehilangan sensasi rasa (tactile sensation) dari
palatum, pada pasien gangguan mental dan psikosis (Yunizaf, 2007).
Faktor predisposisi lain ialah adanya penyakit-penyakit esofagus yang

menimbulkan gejala disfagia kronis, yaitu esofagitis refluks, striktur pasca
esofagitis korosif, akhalasia, karsinoma esofagus atau lambung, cara mengunyah
yang salah dengan gigi palsu yang kurang baik pemasangannya, mabuk
(alkoholisme) dan intoksikasi (keracunan) (Yunizaf, 2007).

2.5.


Patofisiologi
Untuk dapat menentukan prognosis dan pengobatan yang tepat dari kasus

benda asing esofagus perlu diketahui terlebih dahulu dimana lokasi benda asing
yang tertelan. Hal ini dapat dikategorikan berdasarkan anatomi esofagus dan
lambung atau saluran pencernaan yang lebih rendah. Biasanya pada salah satu dari

Universitas Sumatera Utara

3 daerah penyempitan fisiologis yaitu 1) sekitar 70% pada sfingter esofagus
bagian atas atau sfingter faringoesofagus, 2) sekitar 15% terjadi di pertengahan
esofagus, 3) Sekitar 15% di atas sfingter esofagus bagian bawah atau sfingter
esofagogastrik (Liang, 2011).
Koin yang mencapai lambung sangat mungkin untuk masuk ke dalam usus
kecil. Objek dengan diameter lebih besar dari 2 cm lebih kecil kemungkinannya
untuk melewati pilorus, dan benda-benda lebih dari 6 cm dapat terperangkap baik
di pilorus ataupun duodenum. Benda yang mencapai usus kecil terkadang
terhambat oleh katup ileocecal (Munter, 2014).
Benda asing tertentu seperti baterai alkali mempunyai toksisitas intrinsik
lokal dan sistemik dengan reaksi edema dan inflamasi lokal, terutama bila terjadi
pada anak-anak. Batu baterai (disc battery) mengandung elektrolit, baik Natrium
atau Kalium hidroksida dalam larutan kaustik pekat (concentrated caustic
solution). Pada penelitian binatang in vitro dan in vivo, bila baterai berada dalam
lingkungan yang lembab dan basah, maka pengeluaran elektrolit akan terjadi
dengan cepat, sehingga terjadi kerusakan jaringan (tissue saponification) dengan
ulserasi lokal, perforasi atau pembentukan striktur. Absorbsi bahan metal dalam
darah menimbulkan toksisitas sistemik. Oleh karena itu benda asing batu baterai
harus segera dikeluarkan (Yunizaf, 2007).

2.6.

Gejala Klinis
Gejala sumbatan akibat benda asing esofagus tergantung pada ukuran,

bentuk dan jenis benda asing, lokasi tersangkutnya benda asing, komplikasi yang
timbul akibat benda asing tersebut dan lama benda asing tertelan (Yunizaf, 2007).
Gejala-gejala dikaitkan dengan tertelan benda asing terjadi dalam tiga
tahap. Pada tahap pertama gejala-gejala awal, serangan hebat dari batuk atau
muntah. Hal ini terjadi ketika benda asing pertama tertelan. Tahap kedua adalah
interval tidak ada gejala. Benda asing telah tersangkut, serta gejala-gejala tidak
lagi ditimbulkan. Dalam tahap ini dapat berlangsung untuk sesaat atau sementara.
Selanjutnya, tahap ketiga terdiri dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh

Universitas Sumatera Utara

komplikasi. Kemungkinan timbul rasa tidak nyaman, disfagia, sumbatan, atau
perforasi esofagus dengan dihasilkan mediastinitis (Siegel, 2014).
Gejala disfagia bervariasi tergantung pada ukuran benda asing. Disfagia
lebih berat bila telah terjadi edema mukosa yang memperberat sumbatan,
sehingga timbul rasa sumbatan esofagus yang persisten. Gejala lain ialah
odinofagia yaitu rasa nyeri ketika menelan makanan atau ludah, hipersalivasi,
regurgitasi dan muntah. Kadang-kadang ludah berdarah. Nyeri di punggung
menunjukkan tanda perforasi atau mediastinitis. Ganggung napas dengan gejala
dispnoe, stridor dan sianosis terjadi akibat penekanan trakea oleh benda asing
(Yunizaf, 2007).

2.7.

Diagnosis
Diagnosis benda asing di esofagus ditegakkan berdasarkan anamnesis,

gambaran klinis dengan gejala dan tanda, pemeriksaan radiologik dan endoskopik.
Tindakan endoskopi dilakukan untuk tujuan diagnostik dan terapi (Yunizaf,
2007).
A.

Anamnesis
Bila pasien tampak mengeluh diduga kelainan esofagus, diikuti riwayat

spesifik sebaiknya diperoleh dan digolongkan sebagai lokasi, awitan, durasi,
frekuensi, berhubungan dengan makanan, dan faktor yang dapat meminimalkan
atau meningkatkan gejala-gejala penyerta (Siegel, 2014).
1.

Kesukaran dalam menelan (disfagia) makanan padat atau cairan

2.

Sumbatan komplit (ketidakmampuan untuk menelan)

3.

Rasa tidak nyaman dalam menelan (odinofagia)

4.

Regurgitasi dari makanan yang belum dicerna

5.

Hematemesis (muntah darah)

6.

Sensasi benda asing

7.

Sumbatan dalam tenggorokan

8.

Rasa panas dalam perut

9.

Penurunan berat badan

10.

Suara serak

11.

Sensitivitas terhadap makanan dingin atau panas

Universitas Sumatera Utara

B.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, terdapat kekakuan lokal pada leher bila benda

asing terjepit akibat edema yang timbul progresif. Bila benda asing tersebut
ireguler menyebabkan perforasi akut, dan didapatkan tanda-tanda pneumomediastinum,emfisema leher dan pada auskultasi terdengar susara getaran di
daerah prekordial atau di antara skapula. Bila terjadi mediastinitis, tanda efusi
pleura unilateral atau bilateral dapat dideteksi. Perforasi langsung ke rongga
pleura dan pneumotoraks jarang terjadi tetapi dapat timbul akibat komplikasi
tindakan endoskopi. Pada anak-anak, gejala nyeri atau batuk dapat disebabkan
oleh aspirasi dari air liur atau minuman dan pada pemeriksaan fisik didapatkan
ronki, mengi, demam, abses leher atau tanda-tanda emfisema subkutan. Selain itu,
bisa didapatkan tanda-tanda lanjut seperti berat badan menurun dan gangguan
pertumbuhan. Benda asing yang berada di daerah servikal esofagus dan di bagian
distal krikofaring, dapat menimbulkan gejala obstruksi saluran nafas dengan bunyi
stridor, karena menekan dinding trakea bagian posterior, dan edema periesofagus.
Gejala aspirasi rekuren akibat obstruksi esofagus sekunder dapat menimbulkan
pneumonia, bronkiektasis dan abses paru (Yunizaf, 2007).

C.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiografi pada esofagus adalah kemungkinan cara paling

berguna untuk pemeriksaan organ ini. Persiapan radiogram dada dan film
pengintai leher harus didahului fluoroskopi dengan barium atau menelan minyak
yodida. Teknik videoradiografi juga dapat berguna jika tersedia. Lapisan barium
esofagus dengan demikian seharusnya tidak dipakai sebagai zat kontras jika
esofagoskopi direncanakan singkat setelah radiogram dilakukan. Uji diagnostik
lain dapat dilakukan dalam kaitannya dengan radiografi, termasuk pengukuran
tekanan intraluminal. Pada penyelidikan ini, tuba terisi air ditempatkan untuk
mengukur perubahan tekanan dalam lumen esofagus selama proses penelanan.
Gangguang fungsi motor dan efek terapi penekanan secara kuantitatif
menggunakan teknik ini (Siegel, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Gambaran radiologik benda asing batu baterai menunjukkan pinggir bulat
dengan gambaran densitas ganda, karena bentuk bilaminer. Foto polos sering
tidak menunjukkan gambaran benda asing, seperti daging dan tulang ikan,
sehingga memerlukan pemeriksaan esofagus dengan kontras (esofagogram).
Esofagogram pada benda asing radiolusen akan memperlihatkan “filling defect
persistent”.

Xeroradiografi

dapat

menunjukkan

gambaran

penyangatan

(enhancement) pada daerah pinggir benda asing. Computed tomography scan (CT
Scan) esofagus dapat menunjukkan gambaran inflamasi jaringan lunak dan abses.
Magnetic resonance imaging (MRI) dapat menunjukkan gambaran semua
keadaan patologik esofagus (Yunizaf, 2007).

Gambar 2.2. Sebuah koin berada pada tingkat otot krikofaringeus (Munter, 2014)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Koin berada pada tingkat lengkung aorta (Munter, 2014)

Gambar 2.4. Koin berada pada tingkat sfingter esofagus bawah (Munter, 2014)

Universitas Sumatera Utara

2.8.

Penatalaksanaan
Benda asing di esofagus dikeluarkan dengan tindakan esofagoskopi

dengan menggunakan cunam yang sesuai dengan benda asing tersebut. Bila benda
asing telah berhasil dikeluarkan harus dilakukan esofagoskopi ulang untuk
menilai adanya kelainan-kelainan esofagus yang telah ada sebelumnya. Benda
asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi harus segera
dikeluarkan dengan pembedahan, yaitu servikotomi, torakotomi atau esofagotomi,
tergantung lokasi benda asingnya. Benda asing uang logam di esofagus bukan
keadaan gawat darurat, namun uang logam tersebut harus dikeluarkan sesegera
mungkin dengan persiapan tindakan esofagoskopi yang optimal untuk mencegah
komplikasi. Benda asing baterai bundar (disk/button battery) di esofagus
merupakan benda yang harus segera dikeluarkan karena risiko perforasi esofagus
yang terjadi dengan cepat dalam waktu ± 4 jam (Yunizaf, 2007).
Esofagoskopi merupakan kontraindikasi bila ada aneurisma aorta. Ada dua
tipe dasar esofagoskop. Tipe satu adalah tuba logam kaku dengan suatu lumen
berbentuk oval yang mengandung pembawa ringan serta saluran untuk aspirasi
sekresi. Tipe kedua adalah esofagoskop fleksibel dengan ilumminasi seratoptik
serta gambaran seratoptik. Adanya saluran kecil untuk aspirasi sekresi dan
memasukkan forsep kecil untuk biopsi serta pengeluaran benda asing.
Esofagoskopi dapat dilakukan dalam anestesi lokal atau umum. Pilihan anestesi
dan esofagoskop tergantung pada ahli endoskopi, usia, dan umumnya kesehatan
pasien, serta penyakit dicurigai (Siegel, 2014).

2.9.

Komplikasi
1. Benda asing di orofaring




Laserasi mukosa orofaring



Abses retrofaring



Perforasi

Infeksi atau abses jaringan lunak

2. Benda asing di esofagus


Laserasi mukosa

Universitas Sumatera Utara





Nekrosis esofagus



Striktur esofagus



Mediastinitis



Perikarditis



Abses retrofaring



Perforasi esofagus



Pneumotoraks

Fistel trakeo-esofagus

3. Benda asing di lambung/usus kecil






Terperangkapnya objek dalam divertikulum Meckel
Perforasi yang menyebabkan peritonitis dan sepsis berat
Akut atau sub-akut obstruksi usus halus

Universitas Sumatera Utara