Efek Altelmintik Infusa Biji Pinang (Areca catechu Linn) terhadap Ascaris suum secara In Vitro.

(1)

ABSTRAK

EFEK ANTELMINTIK

INFUSA BIJI PINANG (Areca catechu Linn)

TERHADAP Ascaris suum SECARA IN VITRO

Juni R. Tampubolon, 2014. Pembimbing I : Prof. Dr. Susy Tjahjani., dr. M.Kes Pembimbing II : Rosnaeni, Dra., Apt.

Askariasis merupakan infeksi cacing yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Pengobatan askariasis biasanya diberikan obat antelmintik sintesis yang cukup mahal dan banyak resistensi terhadap obat, sehingga diperlukan obat alternatif alami berefek antelmintik, salah satunya adalah biji pinang (Areca catechu Linn).

Tujuan penelitian untuk menilai efek antelmintik infusa biji pinang (IBP) terhadap Ascaris suum secara in vitro dan membandingkan potensi antelmintiknya dengan pirantel pamoat.

Desain penelitian bersifat eksperimental sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), menggunakan 750 cacing Ascaris suum yang dibagi menjadi 5 kelompok, masing –masing I: IBP 20%; II: IBP 40%; III: IBP 80%; IV: NaCl 0,9%, dan V: Pirantel pamoat (n=30, r=5). Data yang diukur adalah jumlah cacing paralisis setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 3 jam. Analisis data menggunakan Kruskal-Wallis, dilanjutkan uji Mann-Whitney dengan α = 0,05.

Hasil penelitian rerata persentase jumlah cacing paralisis pada kelompok I: 13,54; II: 14,54; dan III: 15,09 dibandingkan dengan kelompok IV: 2,36 dan V: 18,41 berbeda sangat bermakna (p<0,01).

Simpulan penelitian adalah infusa biji pinang berefek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro dengan potensi lebih lemah dari Pirantel pamoat.


(2)

ABSTRACT

ANTHELMINTIC EFFECT

OF BETEL NUT (Areca catechu Linn) INFUSION AGAINSTAscarissuumIN VITRO

Juni R. Tampubolon, 2014. 1st Tutor : Prof. Dr. Susy Tjahjani., dr. M.Kes 2nd Tutor : Rosnaeni, Dra., Apt.

Ascariasis is a worm infection that is still a worldwide public health problem, including Indonesia. Synthetic anthelmintic are used to treat ascariasis which are quite expensive and many records of drug resistance cases, therefore an alternative natural anthelmintic is needed, one of which the betel nut infusion (Areca catechu Linn).

The purpose of the study to assess the anthelmintic effect of betel nut infusion (BNI) against Ascaris suum in vitro and its potency compared with pyrantel pamoate.

Research design is true experimental with a Complete Random Design (CRD), used 750 Ascaris suum and divided into 5 groups: I: BNI 20%, II: BNI 40%, III: BNI 80%, IV: 0,9% NaCl, and V: pyrantelpamoate (n=30, r=5). The data measured was the number of paralyzed worms after incubation at 37°C for 3 hours. Data analysis using the Kruskal-Wallis, followed by Mann-Whitney test with α=0,05.

Results of the research is average percentage of total paralyzed worms in group I: 13,54; II: 14,54, and III: 15,09 compared with group IV: 2,36 and V: 18,41 differ very significantly (p<0,01).

Research conclusions is betel nut infusion has anthelmintic effect against Ascaris suum in vitro with a weaker potency compared to pyrantel pamoate.


(3)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Kerangka Pemikiran ... 3

1.6 Hipotesis Penelitian ... 4

1.7 Metode Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tinjauan tentang Askariasis ... 5

2.1.1 Epidemiologi ... 5

2.1.2 Patogenesis dan Gejala Klinis ... 5


(4)

2.1.4 Pengobatan ... 7

2.1.5 Pencegahan ... 7

2.1.6 Komplikasi ... 8

2.1.4 Prognosis ... 8

2.2 Ascaris lumbricoides ... 8

2.2.1 Taksonomi ... 8

2.2.2 Morfologi ... 9

2.2.3 Siklus Hidup ... 10

2.2.4 Dinding Badan ... 12

2.2.5 Sistem Otot ... 13

2.2.6 Sistem Saraf ... 13

2.2.7 Sistem Pencernaan ... 14

2.2.8 Sistem Reproduksi ... 14

2.2.8 Sistem Ekskresi ... 14

2.3 Ascaris suum ... 15

2.2.1 Taksonomi ... 15

2.2.2 Morfologi ... 15

2.2.3 Siklus Hidup ... 15

2.4 Antelmintik ... 16

2.5 Tinjauan tentang Pinang ... 18

2.5.1 Taksonomi ... 18

2.5.2 Nama Daerah ... 18

2.5.3 Morfologi ... 19

2.5.4 Biji Pinang ... 20


(5)

2.5.5.1 Secara Umum ... 21

2.5.5.2 Biji Pinang sebagai Obat Tradisional ... 21

2.5.6 Kandungan Kimia Biji Pinang dan Mekanisme ... 22

2.5.7 Mekanisme Kerja Biji Pinang sebagai Antelmintik ... 22

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Bahan , Alat dan Subjek Penelitian ... 24

3.1.1 Bahan dan Alat Penelitian ... 24

3.1.3 Subjek Penelitian ... 24

3.1.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.2 Metode Penelitian ... 25

3.2.1 Desain Penelitian ... 25

3.2.2 Variabel Penelitian ... 25

3.2.2.1 Definisi Konsepsional Variabel ... 25

3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 26

3.2.3 Perhitungan Besar Replikasi ... 26

3.3 Prosedur Kerja Penelitian ... 27

3.3.1 Pembuatan Simplisia Biji Pinang ... 27

3.3.2 Pembuatan Infusa Biji Pinang ... 27

3.3.3 Persiapan Hewan Coba ... 27

3.3.4 Cara Kerja ... 28

3.3.5 Metode Analisis ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Hasil Penelitian ... 30

4.2 Pembahasan ... 34

4.3 Uji Hipotesis Penelitian ... 36


(6)

5.1 Simpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

LAMPIRAN ... 43


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ascaris lumbricoides dewasa ... 9

Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides... 10

Gambar 2.3 Siklus Hidup Ascaris lumbicoides ... 11

Gambar 2.4 Morfologi Pinang... 19

Gambar 2.5 Mikroskopik Penampang Melintang Biji Pinang ... 20


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Cacing Ascaris suum yang Paralisis setelah Pemberian Perlakuan dalam Persen (%) ... 30 Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Kolmogorov-Smirnov ... 31 Tabel 4.3 Transformasi Rerata Cacing Ascaris suum yang Paralisis setelah

Pemberian Perlakuan dalam Persen (%) ke fungsi (SQRT+0.5) ... 32 Tabel 4.4 Hasil Kruskal-Wallis Cacing Ascaris suum yang Paralisis setelah

Perlakuan ... 32 Tabel 4.5 Hasil Uji Mann-Whitney Rerata % Jumlah Cacing Ascaris suum Paralisis


(9)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Diagram Hasil Uji Mann-Whitney Rerata % Jumlah Cacing Ascaris suum Paralisis ... 34


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penghitungan Dosis Infusa Biji Pinang ... 43

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian ... 44

Lampiran 3. Hasil Tes Kruskal-Wallis ... 46

Lampiran 4. Hasil Tes Mann-Whitney untuk Efek Antelmintik ... 47


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Askariasis merupakan salah satu penyakit infeksi cacing yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Askariasis ditularkan melalui tanah yang disebabkan oleh parasit Ascaris lumbricoides (cacing gelang) yang merupakan parasit kosmopolit yaitu tersebar di seluruh dunia terutama daerah tropik (Behrman, 2004). Di dunia mencapai 1 miliar penderita terinfeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides), 795 juta orang untuk infeksi cacing cambuk (Trichuris trichura), dan 740 juta penderita terinfeksi cacing tambang (hookworm) (WHO, 2006). Di Indonesia prevalensi askariasis cukup tinggi, dengan prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak (Tan & Kirana, 2008). Tingginya prevalensi disebabkan higine dan sanitasi pribadi dan lingkungan yang rendah sehingga mudah terjadi infeksi telur melalui makanan atau minuman (Matroni, 2005; Moerfiah, Muztabadiharza, Yuda, 2012).

Manifestasi askariasis relatif ringan, sering tidak tampak gejala klinis sampai penderita mengeluarkan cacing bersama-sama dengan feses (Rampengan, 2008). Gejala yang dapat timbul antara lain berkurangnya nafsu makan, diare, konstipasi. Bila terjadi infeksi berat maka terjadi penggumpalan cacing-cacing di usus sehingga terjadi obstruksi usus, dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak, dan pada keadaan tertentu cacing dewasa dapat bermigrasi hingga ke saluran empedu, apendiks atau bronkus sampai menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga memerlukan pengobatan (Herdiman, 2006).

Pengobatan askariasis dapat diberikan obat antelmintik sintesis seperti pirantel pamoat, piperazin, mebendazol, niklosamid, dan praziquantel. Harga obat sintesis yang sulit dijangkau masyarakat serta banyaknya masalah resistensi akibat pemakaian terus menerus dari obat sintesis tersebut, mendorong masyarakat kembali ke alam untuk penggunaan obat alternatif dengan memanfaatkan tanaman


(12)

2

berkhasiat obat. Saat ini telah diketahui banyak tanaman berkhasiat obat yang pernah dan masih digunakan secara tradisional sebagai obat antelmintik, isu semaraknya pemakaian obat tradisional didukung Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Anonimus, 1989a; Satrija, Retnani, Ridwan, & Tiuria, 2001; Husein & Beriajaya, 2006). Obat tradisional yang secara empiris digunakan sebagai antelmintik diantaranya: biji pinang, temu giring, temu ireng, biji pepaya, pare (Tiwow, Bodhi, & Kojong, 2013).

Biji pinang (arecae semen) merupakan bagian dari tanaman pinang (Arecae catechu Linn) secara empiris digunakan sebagai obat cacing dengan cara meminum rebusan biji pinang yang telah dihaluskan (Trubus, 2013). Penelitian efek biji pinang sebagai antelmintik terhadap Ascaris suum secara in vitro sebelumnya pernah dilakukan dengan menggunakan sediaan ekstrak oleh Samuel pada tahun 2009, dengan hasil menunjukkan ekstrak biji pinang dosis 2,5%, 10% dan 25% efektif sebagai antelmintik. Ramuan obat tradisional berupa rebusan biji pinang yang digunakan masyarakat memiliki kemiripan dengan infusa, meskipun kadar infusa lebih rendah dari ekstrak tetapi pembuatan yang praktis bisa diaplikasikan untuk kegunaan masyarakat sehari-hari, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang “Efek antelmintik infusa biji pinang (Areca catechu Linn.) terhadap Ascaris suum secara in vitro”. Hewan coba yang digunakan yaitu Ascaris suum, merupakan spesies cacing gelang penyebab askariasis pada babi, yang memiliki kemiripan morfologi, anatomi dan siklus hidup dengan Ascaris lumbricoides penyebab askariasis pada manusia (Yamaguchi, 1994).

.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apakah infusa biji pinang berefek antelmintik terhadap Ascaris suum secara in vitro.

2. Apakah infusa biji pinang memiliki potensi setara dengan pirantel pamoat terhadap Ascaris suum.


(13)

3

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud Penelitian

Maksud penelitian untuk mengetahui bahan alami terutama herbal yang berefek antelmintik.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk menilai efek antelmintik infusa biji pinang terhadap Ascaris suum secara in vitro dan membandingkan potensi dengan pirantel pamoat.

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Akademis

Memperluas pengetahuan ilmu dibidang parasitologi dan farmakologi tentang tanaman obat khususnya yang berefek antelmintik.

Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa biji pinang dapat digunakan sebagai obat alternatif penyakit cacingan yang mudah diperoleh, murah, dan efektif.

1.5 Kerangka Pemikiran

Obat antelmintik yang bekerja pada produksi energi dan tahap – tahap produksi energi, contohnya: niridazol, levamizol, niklosamid, mebendazol, tiabendazol, sedangkan yang bekerja pada otot, contohnya: pirantel pamoat dan piperazin (Gunawan, 2009).

Pirantel pamoat dan analognya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, sehingga cacing spastis. Pirantel pamoat juga berefek menghambat enzim kolinesterase, terbukti pada askaris meningkatkan kontraksi ototnya (Gunawan, 2009).

Biji pinang mengandung senyawa antelmintik arekolin dan tanin. Senyawa arekolin memiliki mekanisme kerja yang mirip dengan pirantel pamoat yaitu menghambat kerja enzim kolinesterase sehingga meningkatkan depolarisasi yang


(14)

4

mengakibatkan cacing paralisis dalam tubuh maanusia (Gunawan, 2009). Senyawa arekolin juga membantu mengeluarkan cacing dari dalam tubuh (Kunia, 2006). Kandungan senyawa tanin terkondensasi pada biji pinang dapat melemaskan cacing dengan cara merusak protein kutikula tubuh cacing (Dalimartha, 2009).

1.6 Hipotesis Penelitian

1. Infusa biji pinang berefek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro.

2. Infusa biji pinang memiliki potensi setara dengan pirantel pamoat


(15)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

• Infusa biji pinang berefek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro.

• Potensi antelmintik infusa biji pinang lebih lemah daripada Pirantel pamoat

5.2 Saran

Penelitian tentang efek antelmintik infusa biji pinang terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro perlu dilanjutkan dengan :

• Melakukan penelitian lanjutan secara in vivo.

• Melakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan konsentrasi infusa biji pinang yang lebih efektif untuk mematikan cacing Ascaris suum secara in vitro.


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, H. A. (2010). Tanamman Obat Indonesia. Jakarta: Salemba Medika. Alba, J. E., Cornia, Oyong, G., & Claveria, F. (2009). Ascaris lumbricoides and

Ascaris sum. A Comparison of Electrophoretic Banding Patterns of Protein from the Reproductive Organs and Body Wall .

Anonimus. (1989a). Materi Medika Indonesia Jilid V. Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Behrman. (2004). Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia, Pennsylvania: Saunders.

Bernadus, S. (2007). Nematoda-Phasmida - Ascaroidea. In Buku 2 Helminthologi Kedokteran. Jakarta: Prestasi Pusaka.

Brown, H. (1994). Dasar Parasitologi Klinis. Jakarta: PT Gramedia.

CDC. (2013, Januari 10). Parasites - Ascariasis. Retrieved Juli 10, 2013, from Center for Disease Control and Prevention: http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/

Cronquist, A. (1981). An Integrated System of Classification of Flowering Plants. New York: Columbia Press.

Dalimartha, S. (2009). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1989). Materia Medika Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Depkes RI. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan No.424. 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Kecacingan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ferguson. (2004). Handbook of Neurochemistry and Neurobiology.

Fox, R. (2006). Invertebra Anatomy Online. Retrieved 2013, from http/webs.lander.edu/rsfox/invertebrates/ascaris.html.

Gandahusada, Ilahude, & Pribadi. (2000). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Gaya Baru.


(17)

40

Garcia, L. S. (2001). Diagnostic Medical Parasitology. Washington: ASM Press. Garcia, L. S., & Bruckner, D. A. (1996). Diagnostik Parasitologi Kedokteran.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gunawan, S. G. (2009). FARMAKOLOGI DAN TERAPI. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Herdiman, T. P. (2006). Penyakit Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (4 ed., Vol. 3, p. 1786). Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan.

Husein, A., & Beriajaya. (2006). Effectivity of Pineapple Extract on Hatchibility of Haemonchus contortus Eggs in vitro. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner , 1008-1012.

Indonesia, D. K. (2006). Surat Keputusan Kesehatan No: 424/MENKES/VI/, 2006:7.

IPTEK.net. (2005). Tanaman Obat Indonesia: Pinang. Retrieved from http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/.

Irianto, K. (2013). Parasitologi Medis. Jakarta: Alfabeta.

Jaiswal, Amint; Kumar, Abhinav; Soni, K Rohit; Patidar, Rohit. (2011). International Research Journal of Pharmacy .

Jangkung, S. O. (2001). Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis, dan Klinik. In Parasitologi Medik 1 (Helmintologi). Jakarta: EGC.

Katzung, B. G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.

Kemas Ali Hanafiah. (2005). Prinsip Percobaan dan Perancangannya, Rancangan Percobaan Aplikatif : Aplikasi Kondisional Bidang Pertamanan, Peternakan, Perikanan, Industri dan Hayati. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kunia. (2006). AGRINA : Biji Pinang Cara Lain Mengobati Cacingan.

Loreile, O., & Bouchet, F. (2003). Evolution of Ascaris in Humans and Pigs. Multi-Diciplinary Approach .


(18)

41

Matroni, S. L. (2005). Informasi Obat-obatan. Jakarta: RestuAgung.

Miyazaki, I. (1999). An Illustrated Book of Helmintic Zoonoses. Tokyo: International Medical Foundation of Japan.

Moerfiah, Muztabadiharza, Yuda. (2012). EFEKTIFITAS EKTRAK ETANOL BIJI LABU MERAH (Cucurbita moschata) SEBAGAI ANTELMINTIK TERHADAP CACING Ascaridia galii SECARA IN VITRO. Ekologia , 12-18.

Noble, E. R., & Noble, G. A. (1989). Nematoda. In N. Soeripto (Ed.), Biologi Parasit Hewan (pp. 531-609). YogyakartaGajah Mada University Press.

Radiopoetra. (1986). Zoologi. Jakarta: Erlangga.

Rampengan, T. H. (2008). Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC. Rasmaliah. (2001). Ascaris dan Cara Penanggulangannya. Retrieved from

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah.pdf.

Roberts, L. S., & Janovi, J. J. (2005). Gerald D. Schmidt and Larry S. Roberts' Foundations of Parasitology 7th edition. New York: McGraw-Hill Companies.

Sandika, B., Raharjo, & Ducha, N. (2012). Pengaruh Pemberian Air Rebusan Akar Delima (Punica granatum L.) terhadap Mortalitas Ascaris suum Goesze. secara In Vitro. LenteraBio Volume 1 , 81-86.

Satrija, F., Retnani, E., Ridwan, B., & Tiuria, R. (2001). Potential Use of Herbal Anthelmintics Alternative Antiparasitic Drugs for Small Holder Farms in Developing Countries. Proceedings of the 10 th Conference of the Association of Institutions for Tropical Veterinary Medicine. Denmark.

Schmidt, G. D., & Robert, L. S. (1985). Foundation of Parasitology. Missouri: Times Mirror Morby Collage Publishing.

Sherman, I. G., & Sherman, V. G. (1988). The Vertebrates Function an Form. New York: MacMillan Publishing Co. Inc.

Sihombing, T. (2000). Pinang : Budidaya dan Prospek Bisnis. Jakarta: Penebar Swadaya.

Smyth, K. C. (1976). Coevolution of Parasitic Arthopods and Mamals. University of California.


(19)

42

Staples, G. W., & Bevacqua, R. F. (2006). Areca catechu ( betel nut palm). In Species Profiles for Pacific Island Agroforestry. Holualoa, Hawaii: Permanent Agriculture Resources (PAR).

Sudoyo, A. W. (2009). BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM. Jakarta Pusat: InternalPublishing.

Syahid, S. F., & Kristina, N. N. (2007). Pinang. Retrieved from USU Institutional Repository:

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18853/4/Chapter%20II.pdf Taman Nasional Alas Purwo. (2010).

Tan, H. T., & Kirana, R. (2008). Obat-obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Tiwow, D., Bodhi, W., & Kojong, N. S. (2013). Uji Efek Antelmintik Ekstrak Etanol Biji Pinang (Areca catechu) Terhadap Ascaris lumbricoides dan Ascaridia galli Secara In Vitro. Pharmacon , 76-80.

Trubus, R. (2013). Herbal Obat Berkhasiat.

Wang, C. K., & Lee, W. H. (1996). Separation, Characteristics, and Biological Activities of Phenolic in Areca Fruit. Agric: Food Chem.

Weischer, B., & Brown Derek, J. F. (2000). An Introduction to Nematodes. Moscow: Sofia Pensoft.

WHO. (2006). Soil Transmitted Helminths. Retrieved Maret 18, 2013, from http://www.who.int/intestinal_worms/en/.

Yamaguchi, T. (1994). Atlas Berwarna Parasitologi Klinik. Jakarta: EGC. Zaman, V. (1997). Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Hipokrates.


(1)

mengakibatkan cacing paralisis dalam tubuh maanusia (Gunawan, 2009). Senyawa arekolin juga membantu mengeluarkan cacing dari dalam tubuh (Kunia, 2006). Kandungan senyawa tanin terkondensasi pada biji pinang dapat melemaskan cacing dengan cara merusak protein kutikula tubuh cacing (Dalimartha, 2009).

1.6 Hipotesis Penelitian

1. Infusa biji pinang berefek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro.

2. Infusa biji pinang memiliki potensi setara dengan pirantel pamoat terhadap Ascaris suum.


(2)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

• Infusa biji pinang berefek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro.

• Potensi antelmintik infusa biji pinang lebih lemah daripada Pirantel pamoat

5.2 Saran

Penelitian tentang efek antelmintik infusa biji pinang terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro perlu dilanjutkan dengan :

• Melakukan penelitian lanjutan secara in vivo.

• Melakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan konsentrasi infusa biji pinang yang lebih efektif untuk mematikan cacing Ascaris suum secara in vitro.


(3)

Agoes, H. A. (2010). Tanamman Obat Indonesia. Jakarta: Salemba Medika. Alba, J. E., Cornia, Oyong, G., & Claveria, F. (2009). Ascaris lumbricoides and

Ascaris sum. A Comparison of Electrophoretic Banding Patterns of Protein from the Reproductive Organs and Body Wall .

Anonimus. (1989a). Materi Medika Indonesia Jilid V. Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Behrman. (2004). Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia, Pennsylvania: Saunders.

Bernadus, S. (2007). Nematoda-Phasmida - Ascaroidea. In Buku 2 Helminthologi Kedokteran. Jakarta: Prestasi Pusaka.

Brown, H. (1994). Dasar Parasitologi Klinis. Jakarta: PT Gramedia.

CDC. (2013, Januari 10). Parasites - Ascariasis. Retrieved Juli 10, 2013, from Center for Disease Control and Prevention: http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/

Cronquist, A. (1981). An Integrated System of Classification of Flowering Plants. New York: Columbia Press.

Dalimartha, S. (2009). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1989). Materia Medika Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Depkes RI. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan No.424. 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Kecacingan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ferguson. (2004). Handbook of Neurochemistry and Neurobiology.

Fox, R. (2006). Invertebra Anatomy Online. Retrieved 2013, from http/webs.lander.edu/rsfox/invertebrates/ascaris.html.

Gandahusada, Ilahude, & Pribadi. (2000). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Gaya Baru.


(4)

40

Garcia, L. S. (2001). Diagnostic Medical Parasitology. Washington: ASM Press. Garcia, L. S., & Bruckner, D. A. (1996). Diagnostik Parasitologi Kedokteran.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gunawan, S. G. (2009). FARMAKOLOGI DAN TERAPI. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Herdiman, T. P. (2006). Penyakit Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (4 ed., Vol. 3, p. 1786). Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan.

Husein, A., & Beriajaya. (2006). Effectivity of Pineapple Extract on Hatchibility of Haemonchus contortus Eggs in vitro. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner , 1008-1012.

Indonesia, D. K. (2006). Surat Keputusan Kesehatan No: 424/MENKES/VI/, 2006:7.

IPTEK.net. (2005). Tanaman Obat Indonesia: Pinang. Retrieved from http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/.

Irianto, K. (2013). Parasitologi Medis. Jakarta: Alfabeta.

Jaiswal, Amint; Kumar, Abhinav; Soni, K Rohit; Patidar, Rohit. (2011). International Research Journal of Pharmacy .

Jangkung, S. O. (2001). Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis, dan Klinik. In Parasitologi Medik 1 (Helmintologi). Jakarta: EGC.

Katzung, B. G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.

Kemas Ali Hanafiah. (2005). Prinsip Percobaan dan Perancangannya, Rancangan Percobaan Aplikatif : Aplikasi Kondisional Bidang Pertamanan, Peternakan, Perikanan, Industri dan Hayati. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kunia. (2006). AGRINA : Biji Pinang Cara Lain Mengobati Cacingan.

Loreile, O., & Bouchet, F. (2003). Evolution of Ascaris in Humans and Pigs. Multi-Diciplinary Approach .


(5)

Matroni, S. L. (2005). Informasi Obat-obatan. Jakarta: RestuAgung.

Miyazaki, I. (1999). An Illustrated Book of Helmintic Zoonoses. Tokyo: International Medical Foundation of Japan.

Moerfiah, Muztabadiharza, Yuda. (2012). EFEKTIFITAS EKTRAK ETANOL BIJI LABU MERAH (Cucurbita moschata) SEBAGAI ANTELMINTIK TERHADAP CACING Ascaridia galii SECARA IN VITRO. Ekologia , 12-18.

Noble, E. R., & Noble, G. A. (1989). Nematoda. In N. Soeripto (Ed.), Biologi Parasit Hewan (pp. 531-609). YogyakartaGajah Mada University Press. Radiopoetra. (1986). Zoologi. Jakarta: Erlangga.

Rampengan, T. H. (2008). Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC. Rasmaliah. (2001). Ascaris dan Cara Penanggulangannya. Retrieved from

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah.pdf.

Roberts, L. S., & Janovi, J. J. (2005). Gerald D. Schmidt and Larry S. Roberts' Foundations of Parasitology 7th edition. New York: McGraw-Hill Companies.

Sandika, B., Raharjo, & Ducha, N. (2012). Pengaruh Pemberian Air Rebusan Akar Delima (Punica granatum L.) terhadap Mortalitas Ascaris suum Goesze. secara In Vitro. LenteraBio Volume 1 , 81-86.

Satrija, F., Retnani, E., Ridwan, B., & Tiuria, R. (2001). Potential Use of Herbal Anthelmintics Alternative Antiparasitic Drugs for Small Holder Farms in Developing Countries. Proceedings of the 10 th Conference of the Association of Institutions for Tropical Veterinary Medicine. Denmark.

Schmidt, G. D., & Robert, L. S. (1985). Foundation of Parasitology. Missouri: Times Mirror Morby Collage Publishing.

Sherman, I. G., & Sherman, V. G. (1988). The Vertebrates Function an Form. New York: MacMillan Publishing Co. Inc.

Sihombing, T. (2000). Pinang : Budidaya dan Prospek Bisnis. Jakarta: Penebar Swadaya.

Smyth, K. C. (1976). Coevolution of Parasitic Arthopods and Mamals. University of California.


(6)

42

Staples, G. W., & Bevacqua, R. F. (2006). Areca catechu ( betel nut palm). In Species Profiles for Pacific Island Agroforestry. Holualoa, Hawaii: Permanent Agriculture Resources (PAR).

Sudoyo, A. W. (2009). BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM. Jakarta Pusat: InternalPublishing.

Syahid, S. F., & Kristina, N. N. (2007). Pinang. Retrieved from USU Institutional Repository:

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18853/4/Chapter%20II.pdf Taman Nasional Alas Purwo. (2010).

Tan, H. T., & Kirana, R. (2008). Obat-obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Tiwow, D., Bodhi, W., & Kojong, N. S. (2013). Uji Efek Antelmintik Ekstrak Etanol Biji Pinang (Areca catechu) Terhadap Ascaris lumbricoides dan Ascaridia galli Secara In Vitro. Pharmacon , 76-80.

Trubus, R. (2013). Herbal Obat Berkhasiat.

Wang, C. K., & Lee, W. H. (1996). Separation, Characteristics, and Biological Activities of Phenolic in Areca Fruit. Agric: Food Chem.

Weischer, B., & Brown Derek, J. F. (2000). An Introduction to Nematodes. Moscow: Sofia Pensoft.

WHO. (2006). Soil Transmitted Helminths. Retrieved Maret 18, 2013, from http://www.who.int/intestinal_worms/en/.

Yamaguchi, T. (1994). Atlas Berwarna Parasitologi Klinik. Jakarta: EGC. Zaman, V. (1997). Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Hipokrates.