Efek Antelmintik Infusa Biji Kapuk (Ceiba pentandra L.) terhadap Cacing Betina Ascaris suum Secara In Vitro.

(1)

Universitas Kristen Maranatha iv

ABSTRAK

EFEK ANTELMINTIK INFUSA BIJI KAPUK (Ceiba pentandra

L.) TERHADAP CACING Ascaris suum BETINA SECARA IN

VITRO

Said Muh. Faros G. A, 2016, Pembimbing 1 : Dr. dr. Rita Tjokropranoto, M. Sc. Pembimbing 2 : dr. Cherry Azaria, M.Kes.

Salah satu masalah kesehatan di Indonesia adalah cacing perut yang dapat ditularkan melalui tanah. Penyakit cacingan tersebar luas di pedesaan maupun perkotaan. Di Indonesia pemanfaatan tanaman obat seperti biji kapuk sebagai obat cacing telah lama dilakukan oleh Suku Dayak Tanjung di Kalimatan Timur.

Tujuan penelitian untuk menilai efek antelmintik infusa biji kapuk (IBK) terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro.

Desain penelitian ini eksperimental laboratorik sungguhan. Efek antelmintik diuji secara in vitro menggunakan 720 ekor cacing betina Ascaris suum dibagi 6 kelompok perlakuan dengan masing-masing 30 ekor cacing. Data yang diukur adalah jumlah cacing paralisis / mati setelah diinkubasi 12 jam pada suhu 37oC.

Data dianalisis menggunakan ANAVA satu arah dengan α = 0,05, apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Tukey HSD (p = 0,05).

Hasil penelitian rerata persentase jumlah cacing paralisis / mati IBK 5% (2,92), IBK 7,5% (3,43), IBK 10% (3,73), berbeda sangat bermakna bila dibandingkan dengan kontrol NaCl 0,9% (0,00) dena p=0,00 dan IBK 2,5% (2,32) berbedan bermakna dengan p=0,03 namun seluruh perlakuan juga berbeda sangat bermakna bila dibandingkan dengan kontrol Pirantel pamoat 0,25% (4,62) dengan p=0,00.

Simpulan penelitian infusa biji kapuk berefek antelmintik terhadap cacing

Ascaris suum secara in vitro.


(2)

Universitas Kristen Maranatha v

ABSTRACT

THE ANTHELMINTIC EFFECT OF KAPOK SEED INFUSION

AGAINST FEMALE Ascaris suum IN VITRO

Said Muhamad Faros Ghalib A, 2016, 1st Tutor : Dr. dr. Rita Tjokropranoto, M. Sc.

2nd Tutor : dr. Cherry Azaria, M.Kes.

One health problem in Indonesia is a roundworm that can be transmitted through the ground. Worming widespread in rural and urban areas. In Indonesia, the use of medicinal plants such as cotton seeds as an anthelmintic has been carried by the Dayak Tanjung in East Kalimantan.

The aim of research to assess the effects of anthelmintic infuse cotton seeds (IBK) against Ascaris suum in vitro.

The study design was laboratory experimental real. Anthelmintic effects were tested in vitro using 720 female worms Ascaris suum divided into 6 groups treated with each of the 30 worms. Data measured were the number of worms paralysis / dead after 12 hours of incubation at 37 ° C. Data were analyzed using one-way

ANOVA with α = 0.05, if there is a difference followed by Tukey HSD test (p =

0.05).

The results of the study the average percentage of the number of worms paralysis / off at IBK 5% (2.92), IBK 7.5% (3.43), IBK 10% (3.73) significantly different when compared with the control NaCl 0.9% (0.00) with p = 0.00 and IBK 2.5% (2.32) significantly different with p = 0.03, but the entire treatment was also significantly different when compared with controls pyrantel pamoate 0.25% (4, 62) with p = 0.00.

Conclusions research infuse cotton seeds have anthelmintic effect against Ascaris suum in vitro.


(3)

Universitas Kristen Maranatha viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ...i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ...iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ...vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 2

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 2

1.5Kerangka Pemikiran ... 3

1.6Hipotesis ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Ascaris sp ... 6

2.2 Ascaris lumbricoides ... 6

2.2.1 Taksonomi ... 6

2.2.2 Morfologi Luar Cacing Ascaris lumbricoides Dewasa ... 7


(4)

Universitas Kristen Maranatha ix

2.2.4 Larva Ascaris lumbricoides... 11

2.2.5 Telur Ascaris lumbricoides ... 11

2.2.6 Siklus hidup Ascaris lumbricoides ... 13

2.3 Ascaris suum ... 14

2.3.1 Taksonomi ... 14

2.3.2 Morfologi Cacing Ascaris suum... 15

2.3.3 Siklus hidup Ascaris suum ... 15

2.4 Askariasis ... 17

2.4.1Epidemiologi ... 17

2.4.2Aspek Klinis pada Ascaris lumbricoides ... 18

2.4.3 Diagnosis Askariasis ... 18

2.4.4 Pencegahan Askariasis ... 19

2.4.5 Pengobatan Askariasis ... 20

2.4.6 Diagnosis Banding ... 23

2.4.7 Komplikasi ... 23

2.4.8 Prognosis ... 23

2.5 Randu (Ceiba pentandra (L) Gaertn) ... 24

2.5.1 Taksonomi ... 25

2.5.2 Nama Daerah Randu ... 25

2.5.3Kandungan kimia Randu ... 26

2.5.4 Efek dan Manfaat Farmakologi ... 27

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 30

3.1Bahan dan Alat Penelitian ... 30

3.1.1 Bahan Penelitian... 30


(5)

Universitas Kristen Maranatha x

3.2Objek Penelitian ... 30

3.3Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

3.4Metode Penelitian ... 31

3.4.1 Desain Penelitian ... 31

3.4.2 Variabel Penelitian ... 31

3.4.3 Besar Sampel Penelitian ... 32

3.4.4 Prosedur kerja... 32

3.4.5 Metode Analisis ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Hasil Penelitian ... 36

4.2 Pembahasan ... 39

4.3 Uji Hipotesis Penelitian... 41

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Simpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN... 49


(6)

Universitas Kristen Maranatha xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Rerata Jumlah Dan % Jumlah Cacing Hidup dan Paralisis / Mati Setelah Inkubasi Selama 12 Jam... 36 Tabel 4.2 Rerata Cacing Paralisis / Mati Setelah Inkubasi Selama 12 Jam Setelah

Transformasi ke Ln(x+1) ... 37 Tabel 4.3 Hasil ANAVA Rerata Persentase Jumlah Cacing Ascaris suum Paralisis / Mati Setelah Perlakuan ... 37 Tabel 4.4 Hasil Uji Tukey HSD Rerata % Jumlah Cacing Paralisis / Mati ... 38 Tabel 4.5 Diagram Hasil Uji Tukey HSD Rerata % Jumlah Cacing Paralisis / Mati ... 39


(7)

Universitas Kristen Maranatha xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Skema kerangka pemikiran. ... 4

Gambar 2.1 Ascaris lumbricoides Betina dan Jantan... 7

Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides yang dibuahi (fertil) ... 12

Gambar 2.3 Telur Ascaris lumbricoides yang mengalami dekortikasi ... 12

Gambar 2.4 Telur Ascaris lumbricoides yang tidak dibuahi (infertil) ... 13

Gambar 2.5 Siklus hidup Ascaris lumbricoides ... 14

Gambar 2.6 Siklus hidup Ascaris suum ... 16


(8)

Universitas Kristen Maranatha xiii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Data lengkap hasil penelitian ... 49

LAMPIRAN 2 Oneway ANOVA ... 50

LAMPIRAN 3 Hasil Uji Tukey HSD ... 51


(9)

Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satunya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacing ini dapat menurunkan kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, dan produktifitas penderitanya, karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein, sehingga menurunkan sumber daya manusia (Depkes, 2006).

Penyakit cacingan tersebar luas di pedesaan maupun perkotaan. Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas infeksi (jumlah cacing dalam perut) berbeda. Hasil survei Subdit Diare pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 SD di 10 provinsi menunjukkan prevalensi kecacingan berkisar antara 2,2%-96,3% (Depkes, 2006).

Beberapa obat anti cacing seperti pirantel pamoat, piperazin dan mebendazol digunakan sebagai drug of choice penyakit askariasis bahkan telah dijual bebas di pasaran tanpa harus menggunakan resep dokter (Syarif & Elysabeth, 2007). Namun, obat anti cacing sintetis ini kadang menimbulkan efek samping yang mengganggu penderita. Pirantel pamoat yang bekerja dengan mengakibatkan depolarisasi pada cacing dapat menyebabkan keluhan terhadap saluran pencernaan dan sakit kepala. Piperazin dapat menyebabkan inkoordinasi otot atau kelemahan otot pada penderita gangguan ginjal. Sedangkan mebendazole dapat menyebabkan efek samping diare dan sakit perut ringan yang bersifat sementara. Penggunaan obat ini juga terbatas. Penderita askariasis yang memiliki kelainan hati ataupun ginjal tidak dapat menggunakannya karena obat ini dimetabolisme dalam hati dan dieksresikan melalui ginjal (McCarthy, Loukas, & Hotez, 2011; Syarif & Elysabeth, 2007). Hal tersebut perlu diperhatikan, karena sasaran pengendalian penyakit cacingan terutama pada anak usia sekolah dasar yang dapat memberatkan kinerja hati atau ginjal (Depkes, 2006).


(10)

Universitas Kristen Maranatha 2

Walaupun sebenarnya jangkauan pelayanan kesehatan seperti Puskesmas semakin lama semakin sampai ke pedalaman akan tetapi dalam kenyataannya pelayanan kesehatan belum merata, sehingga cara-cara pengobatan tradisional masih mendapat tempat di kalangan masyarakat. Menyadari bahwa pembangunan kesehatan belum terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, maka pemerintah mengambil kebijaksanaan agar upaya pengobatan tradisional perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya, dibina dan dikembangkan supaya lebih berdaya guna dan berhasil guna. Salah satunya pemanfaatan biji kapuk oleh Suku Dayak Tunjung di Kalimantan Timur untuk pengobatan cacingan (Setyowati, 2010).

Selain itu adanya kandungan zat kimia yang terkandung dalam biji kapuk diduga memiliki khasiat antelmintik yaitu saponin dan tanin (Chekuboyina, Pagolu, Dadi, & Nagala, 2012). Sehingga penulis tertarik untuk meneliti serta membuktikan apakah biji kapuk mempunyai efektivitas yaitu sebagai obat anti cacing.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah infusa biji kapuk (Ceiba pentandra L.) berefek antelmintik terhadap

Ascaris suum secara in vitro.

1.3 Tujuan

Tujuan Penelitian : Efek antelmintik infusa biji kapuk (Ceiba pentandra

L.) terhadap Ascaris suum secara in vitro.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah

Kegunaan Akademis : Menambah pengetahuan tentang tanaman obat di Indonesia khususnya Biji kapuk.

Kegunaan praktis : Memperoleh obat tradisional yang berefek terhadap


(11)

Universitas Kristen Maranatha 3

1.5Kerangka Pemikiran

Pada bagian biji kapuk diketahui mengandung tanin (Chekuboyina, Pagolu, Dadi, & Nagala, 2012). Pada minyak biji menunjukkan aktivitas antibakteri karena pada ekstrak kasarnya mengandung saponin, dan tanin (Chekuboyina, Pagolu, Dadi, & Nagala, 2012).

Senyawa kimia saponin bekerja sebagai vermicida (Supriyapto, 2006). Saponin terdiri dari genin atau sapogenin yaitu bagian yang bebas dari glikosida yang disebut juga “Aglycone”. Sapogenin mengikat sakarida yang panjangnya

bervariasi dari monosakarida hingga mencapai 11 unit monosakarida (Hostettmann & Marston, 1995). Karena sapogenin yang bersifat lipofilik serta sakarida yang hidrofilik maka Saponin bersifat amfifilik (amphiphilic atau

surfactant properties). Oleh karena itu Saponin dapat membentuk busa dan

merusak membran sel cacing karena bisa membentuk ikatan dengan lipida dari membran sel (Yaniv & Bachrach, 2005).

Saponin yang dikandung biji kapuk adalah glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan, mempunyai karakteristik berupa buih karena ketika direaksikan dengan air dan dikocok dapat membentuk buih. Berdasarkan jenis genin atau

sapogenin, saponin dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelas utama, yaitu triterpene glycosides, steroid glycosides, dan steroid alkaloid glycosides (Hostettmann &

Marston, 1995). Pada binatang menunjukkan penghambatan aktifitas otot polos (Singh, 2002). Saponin memiliki efek antelmintik dengan menghambat kerja enzim kolinesterase (Birk, 1969). Enzim kolinesterase merupakan enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis asetilkolin, suatu neurotransmiter di berbagai sinaps serta saraf simpatis, parasimpatis, dan saraf motor somatik. Penghambatan kerja enzim kolinesterase menyebabkan penumpukan asetilkolin pada reseptor nikotnik neuromuskular. Akibatnya, akan terjadi stimulasi terus-menerus reseptor nikotinik yang menyebabkan peningkatan kontraksi otot. Kontraksi ini lama-kelamaan akan menimbulkan paralisis otot hingga berujung pada kematian cacing (ATSDR, 2010)


(12)

Universitas Kristen Maranatha 4

Tanin merupakan polifenol tanaman yang larut dalam air dan dapat menggumpalkan protein. Tanin memiliki beberapa sifat, yaitu 1) mengendapkan protein dan bersenyawa dengan protein tersebut, 2) sukar mengkristal karena merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol, dan 3) memiliki efek astringensia serta antiseptik. Efek antelmintik tanin berupa perusakan protein tubuh cacing (Najib, 2009). Efek astringensia sendiri berarti menciutnya sel akibat penggumpalan protein permukaan sel. (Bajec & Pickering, 2008).

Cacing mempunyai kutikulum tebal berdampingan dengan hipodermis. Kutikulum terdiri dari kolagen, karbohidrat dan lemak (Faust, 1976). Di bawah kutikula terdapat epidermis yang mempunyai sarung tipis putih otot-otot longitudinal yang merupakan bagian dari dinding tubuh cacing. Saponin bekerja pada dinding tubuh cacing serta merusak kutikula yang merupakan kerangka hidrostatik sehingga menyebabkan paralisis cacing (Fox, 2006).

Obat pirantel pamoat adalah depolarizing neuromuscular blocking agents, bekerja membuka channel non-selective kation dan terus-menerus menginduksi aktivasi dari nicotinic acetylcholine receptors dan paralisis spastik dari cacing (McCarthy, Loukas, & Hotez, 2011).

Pirantel pamoat juga menghambat kolinesterase. Pirantel efektif terhadap cacing tambang, cacing kremi, dan cacing gelang tapi tidak efektif terhadap

Trichuris trichiura, yang merespon secara paradoks untuk analog Oxantel


(13)

Universitas Kristen Maranatha 5

Saponin

Keterangan:

= mengandung

= mempengaruhi secara langsung = mempengaruhi secara tidak langsung

Gambar 1.1 Skema kerangka pemikiran.

1.6Hipotesis

Infusa biji kapuk (Ceiba pentandra L.) berefek antelmintik terhadap Ascaris

suum secara in vitro.

Infusa Biji Kapuk (Ceiba pentandra L.)

Tanin

Menghambat kerja enzim kolinesterase

Merusak protein tubuh cacing

Cacing Gelang Babi

Ascaris suum

Variabel luar terkendali Variabel luar tak

Panjang Cacing Jenis Cacing Suhu Percobaan

Umur cacing

Kepekaan cacing terhadap zat Umur biji kapuk


(14)

Universitas Kristen Maranatha 41

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Infusa biji kapuk berefek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum betina secara in vitro.

Simpulan tambahan

Kosentrasi yang memiliki efek antelmintik tertinggi adalah infusa biji kapuk 10%

5.2 Saran

Penelitian tentang efek antelmintik infusa biji kapuk terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro perlu dilanjutkan dengan :

 Menguji efek antelmintik biji kapuk menggunakan sediaan lain  Menguji efeknya terhadap nematoda lain seperti Ascaris lumbricoides Melakukan penelitan lanjutan secara in vivo


(15)

EFEK ANTELMINTIK INFUSA BIJI KAPUK (Ceiba pentandra

L.) TERHADAP CACING Ascaris suum BETINA SECARA IN

VITRO

KARYA TULIS ILMIAH

Usulan penelitian ini diajukan sebagai syarat untuk melakukan penelitian untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran

SAID MUHAMAD FAROS GHALIB ALAYDRUS

1310109

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG


(16)

Universitas Kristen Maranatha vi

KATA PENGANTAR

Terima kasih penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan penyertaanNya sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Efek Antelmintik Infusa Biji Kapuk (Ceiba pentandra L.) Terhadap Cacing Ascaris suum Betina Secara In Vitro”, yang merupakan salah satu persyaratan akademik untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Dalam melakukan penelitian dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. dr. Rita Tjokropranoto, M. Sc. selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu, membimbing, dan memberi saran selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

2. dr. Cherry Azaria, M.Kes. selaku pembimbing pendamping yang telah bersedia meluangkan waktu, bimbingan, dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Tim Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Dosen-dosen Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang telah mengajarkan dan memberikan ilmunya yang sangat berguna dan membantu dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Kedua orang tua saya, Said Muhamad Firdaus Alaydrus dan Lyesda Setyawati serta Saudara dan Saudari saya yang selalu memberikan doa, bantuan, serta motivasi dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Pak Rivai selaku petugas Gedung Riset dan Inovasi Institut Teknologi

Bandung, yang telah membantu dalam persiapan penelitian.

7. Pak Busori Selaku Mantri di salah satu lokasi pemotongan hewan di Bandung, yang telah membantu dalam persiapan penelitian


(17)

Universitas Kristen Maranatha vii

8. Staf Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Pak Samuel atas segenap bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian.

9. Teman-teman Fakultas Kedokteran yang telah banyak memberi saran, dukungan, bantuan, dan semangat selama pembuatan karya tulis ini : Nadia, Ganesa, Danny, Gumelar, Danar dan teman-teman lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namanya.

10. Serta semua sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan doa, bantuan dan dorongan kepada penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.

Saya berharap agar Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa/mahasiswi Fakultas Kedokteran, masyarakat, dan perkembangan ilmu kedokteran.

Bandung, Desember 2016


(18)

Universitas Kristen Maranatha 43

DAFTAR PUSTAKA

Aloke, C., Nwachukwu, N., Idenyi, J., E.I, U., Nwachi, E., Edeogu, C., & Ogah, O. (2010). Hypoglycaemic and Hypolipidaemic Effects of Feed Formulated with Ceiba Pentandra Leaves in Alloxan Induced Diabetic Rats. Australian

Journal of Basic and Applied Sciences. Dipetik Januari 10, 2016, dari

https://www.researchgate.net/publication/235780085_Hypoglycaemic_and_Hy polipidaemic_Effects_of_Feed_Formulated_with_Ceiba_PentandraLeaves_in_ Alloxan_Induced_Diabetic_Rats

Anosike, C. A., Ogili, O. B., Nwankwo, O. N., & Eze, E. A. (2012). Phytochemical screening and antimicrobial activity of the petroleum ether, methanol and ethanol extracts of Ceiba pentandra stem bark. Journal of

Medicinal Plants Research Vol. 6(46), 5743-5747.

Asare, P., & Oseni, L. A. (2012). Comparative evaluation of Ceiba pentandra ethanolic leaf extract, stem bark extract and the combination thereof for in vitro bacterial growth inhibition. Journal of Natural Sciences Research

www.iiste.org ISSN 2224-3186 (Paper) ISSN 2225-0921 (Online) Vol.2, No.5,

44-50. Dipetik Januari 10, 2016, dari

http://www.udsspace.uds.edu.gh/bitstream/123456789/322/1/11. ceiba combi.pdf

ATSDR. (2010). Cholinesterase Inhibitors: Including Pesticides and Chemical Warfare Nerve Agents. Agency for Toxic Substances and Disease Registry

Case Studies in Environmental Medicine. Dipetik Januari 10, 2016, dari

http://www.atsdr.cdc.gov/csem/cholinesterase/docs/cholinesterase.pdf

Bairwa, N. K., Sethiya, N. K., & Mishra, S. H. (2010). Protective effect of stem bark of Ceiba pentandra linn. against paracetamol-induced hepatotoxicity in rats. Pharmacognosy Research. Dipetik Januari 10, 2016, dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3140124/

Bajec, M. R., & Pickering, G. J. (2008). Astringency: Mechanisms and Perception. Critical Reviews in Food Science and Nutrition.

Bakiri, A. H., & Mingomataj, E. C. (2010). Parasites Induced Skin Allergy: A Strategic Manipulation of the Host Immunity. Journal of Clinical Medicine


(19)

Universitas Kristen Maranatha 44

Birk, Y. (1969). CHAPTER 7 - Saponins A2. Dalam I. E. Iener, Toxic

Constituents of Plant Foodstuffs (hal. 169-210). Academic Press.

Chekuboyina, R. K., Pagolu, K. R., Dadi, B. R., & Nagala, S. (2012). Physico-chemical Characterization and Antimicrobial Activity of Ceiba pentandra (Kapok) Seed Oil. Alteranative Medicine Studies 2012, 43-47.

Choubey, A. (2011). In Vitro Growth and Inhibitio Studies of Ceiba Pentandra of Monosodium Urate Monohydrate Crystals. Pharmacologyonline 2, 650-656.

Dipetik Januari 10, 2016, dari

http://pharmacologyonline.silae.it/files/newsletter/2011/vol2/058.patilrevised.p df

Depkes. (2000). Inventaris Tanaman Obat Indonesia (Vol. I). Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 424 Tahun 2006. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

DiMarino, A. J., & Benjamin, S. B. (2002). Gastrointestinal Disease: An

Endoscopic Approach. Thorofare: SLACK Incorporated.

Doughari, J., & Ioryue, A. S. (2009). Antimicrobial Activity of Stem Bark Extracts of Ceiba Pentandra. Pharmacologyonline 1, 1333-1340. Dipetik

Januari 10, 2016, dari

https://www.academia.edu/1905480/Antimicrobial_activity_of_stem_bark_extr acts_of_Ceiba_pendantra

Faust, E. C. (1976). Craig and Fausts Clinical Parasitology. Philadelphia: Lea& Febiger.

Feigin, R. D., Christie, A. B., Garg, R., & Morens, D. (2016, April 22). Infectious

disease. Diambil kembali dari Encyclopedia Britannica: https://www.britannica.com/science/infectious-disease

Ferri, F. F. (2017). Ferri's Clinical Advisor 2017: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, Inc.

Fox, R. (2006, Juli 5). Invertebrata Anatomy Online. Dipetik Januari 10, 2016,

dari Lander University ITS:


(20)

Universitas Kristen Maranatha 45

Friday, E. T., James, O., Olusegun, O., & Gabriel, A. (2011). Investigations on the nutritional and medicinal potentials of Ceiba pentandra leaf: A common vegetable in Nigeria. International Journal of Plant Physiology and

Biochemistry Vol. 3(6), 95-101. Dipetik Januari 10, 2016, dari

http://www.academicjournals.org/article/article1380033540_Friday et al.pdf

Ghaffar, A. (2003). Parasitology - Chapter Four (Round Worms). Dalam Murray et al, Medical Microbiology (hal. 646-660). Dipetik Januari 10, 2016, dari http://cidta.usal.es/cursos/enfermedades/modulos/Libros/UNIDAD7/Nematodo s UC2.pdf

Haburchak, D. R. (2016, Desember 29). Ascariasis Differential Diagnoses.

Diambil kembali dari Medscape:

http://emedicine.medscape.com/article/212510-differential

Hanafiah, K. A. (2005). Prinsip Percobaan dan Perancangannya. Rancangan

Percobaan Aplikatif : Aplikasi Kondisional Bidang Pertamanan, Peternakan, Perikanan, Industri dan Hayati (1 ed.). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hardiati, S. (1986). Skrining Fitokimia Serta Efek Dari Daun Randu (Ceiba pentandra, Gaertn.) dan Minyak Biji Calophyllum inophylum, L. terhadap Pertumbuhan Rambut Kelinci Jantan.

Hostettmann, K., & Marston, A. (1995). Chemistry and Pharmacology of Natural

Product. Saponins. Cambride University Press.

Irianto, K. (2009). Parasitologi Berbagai Penyakit yang Mempengaruhi

Kesehatan Manusia. Bandung: Yrama Widya.

Kanneganti, K., Makker, J. S., & Remy, P. (2013). Ascaris lumbricoides: To Expect the Unexpected during a Routine Colonoscopy. Case Reports In

Medicine, 2013, 1-4. doi:http://dx.doi.org/10.1155/2013/579464

Kiran, C. R., Rao, K. V., Rao, D. B., Madhavi, Y., Rao, P. K., & Rao, T. R. (2011). Research Article Antioxidant and Biochemical Analysis of Ceiba Pentandra (Kapok) Seeds. International Journal of Current Research, 3, 48-52.

Kotpal, R. L. (2010). Modern Text Book of Zoology. New Delhi, India: Rastologi Publication.


(21)

Universitas Kristen Maranatha 46

Kuntari, T. (2008). Daya Antihelmintik Air Rebusan Daun Ketepeng (Cassia Alata L) Terhadap Cacing Tambang Anjing In Vitro. Jurnal Logika, 5(1), 23-26.

Lee, A. (2012). Internal arasites of pigs. Departement of Primary Industries, 1-8.

Dipetik Desember 28, 2016, dari

https://www.dpi.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0019/433018/internal-parasites-of-pigs.pdf

Lestari, S. (2008). Biodiesel Dari Minyak Biji Kapuk (Ceiba pentandra) Sebagai Bahan Bakar Alternatif.

Loreille, O., & Bouchet, F. (2003). Evolution of Ascariasis in Humans and Pigs: a Multi-disciplinary. Mem Inst Oswaldo Cruz, 98, 39-46. Dipetik November 24, 2016, dari http://www.scielo.br/pdf/mioc/v98s1/v98s1a08.pdf

Marchaban, C. J., & Kumarawati, F. (1986). Uji Aktivitas Sari Daun Randu (Ceiba pentandra Gaertns.) Sebagai Penumbuh Rambut. Laporan Penelitian. Dipetik Januari 10, 2016, dari http://mot.farmasi.ugm.ac.id/files/41Daun randu_marchaban.pdf

McCarthy, J., Loukas, A., & Hotez, P. J. (2011). Chemotherapy of Helminth Infections. Dalam P. L. Brunton, Goodman & Gilman's The Pharmacological

Basis of Therapeutics (12th ed., hal. 1443-1459). New York.

Miller, L. A., Colby, K., Manning, S. E., Hoenig, D., McEvoy, E., Montgomery, S., . . . Sears, S. (2015). Ascariasis in Humans and Pigs on Small-Scale Farms, Maine, USA, 2010–2013. Emerging Infectious Diseases, 21(2), 332-334. doi:http://dx.doi.org/10.3201/eid2102.140048

Najib, A. (2009). Tanin. Dipetik Januari 10, 2016, dari https://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/03/tanin.pdf

Nam, N.‐H., Kim, H.‐M., Bae, K.‐H., & Ahn, B.‐Z. (2003). Inhibitory effects of Vietnamese medicinal plants on tube‐like formation of human umbilical venous cells. Phytotherapy Research, 17, 107-111. Dipetik Januari 10, 2016, dari http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ptr.934/epdf

Natadisastra, D., & Agoes, R. (2009). Parasitologi kedokteran: Ditinjau dari


(22)

Universitas Kristen Maranatha 47

Noreen, Y., El-seedi, H., Perera, P., & Bohlin, L. (1998). Two New Isoflavones from Ceiba pentandra and Their Effect on Cyclooxygenase-Catalyzed Prostaglandin Biosynthesis. J. Nat. Prod., 3864, 8-12. Dipetik Januari 10, 2016, dari http://www.pharmanet.com.br/pdf/np970198+.pdf

Pratiwi, R. H. (2014). Potensi Kapuk Randu (Ceiba pentandra Gaertn.) Dalam Penyediaan Obat Herbal. Widya Kesehatan Dan Lingkungan, 1. Dipetik

Januari 10, 2016, dari

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=250213&val=6686&title= POTENSI KAPUK RANDU (CEIBA PENTANDRA GAERTN.) DALAM PENYEDIAAN OBAT HERBAL

Pratiwi, R., Puwakusumah, E., & Emilda. (2012). Potensi Air dan Batang Ceiba pentandra Gaertn. sebagai Antibakteri Penyebab Penyakit Konjungtivitis.

Prosiding Simposium Nasional Kimia Bhana Alam, XX.

Purnomo, J., Gunawan, W., Magdalena, L., Ayda, R., & Harijani. (2009). Atlas

Helmintologi Kedokteran. Jakarta: PT Gramedia.

Rasmaliah. (2007). Askariasis sebagai penyakit cacing yang perlu diingat kembali. Info Kesehatan Masyarakat, 11, 82-85.

Riskesdas. (2008). Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian Dan Pengembangan

Kesehatan Departemen Kesehata , Republik Indonesia Desember 2008.

Roberts, L. S., John Janovy, J., & Schmidt, G. D. (2009). Foundations of

Parasitology (8th ed.). New York: McGraw-Hill.

Sahid, M., & Zeven, A. (2003). Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Dalam M. Brink, & R. Escobin (Penyunt.), Plant Resources of South-East Asia No. 17:  Fiber

Plants (hal. 99-103). Leiden, Netherland: Backhuys.

Sandjaja, B. (2007). Nematoda - Plasmidia - Ascaroidea. Dalam Buku 2

Helminthologi Kedokteran (hal. 116-125). Jakarta: Prestasi Pusaka.

Setyowati, F. M. (2010). Entofarmakologi dan Pemakaian Tanaman Obat Suku Dayak Tunjung di Kalimantan Timur. XX, 104-112.


(23)

Universitas Kristen Maranatha 48

Suhara. (2008, Maret 12). Pengantar Tentang Enzim. Bandung, Jawa Barat,

Indonesia. Dipetik Desember 28, 2016, dari

http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI /196512271991031-SUHARA/

Sule, M. I., Njinga, N. S., Musa, A. M., Magaji, M. G., & Abdullahi, A. (2009, March). Phytochemical and Antidiarrhoeal Studies Of The Stem Bark Of Ceiba Pentandra (Bombacaceae). Nigerian Journal of Pharmaceutical Sciences, 8,

143-148. Dipetik Januari 10, 2016, dari

http://www.unilorin.edu.ng/publications/njingas/PHYTOCHEMICAL AND ANTIDIARRHOEAL STUDIES OF.pdf

Supriyapto. (2006). Tanaman Berkhasiat 2. Jakarta: Intisari Mediatama.

Syarif, A., & Elysabeth. (2007). Farmakologi dan Terapi FK UI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Taylor, M. A., Wall, R., & Coop, R. (2015). Veterinary Parasitology Fourth

Edition. Oxford: Wiley Blackwell.

Ueda, H., Kaneda, N., Kawanishi, K., Alves, S. M., & Moriyasu, M. (2002, March). A New Isoflavone Glycoside from Ceiba pentandra ( L .) Gaertner.

Pharmaceutical Society of Japan, 50, 403-404. Dipetik Januari 10, 2016, dari

https://www.jstage.jst.go.jp/article/cpb/50/3/50_3_403/_pdf

Vlaminck, J., Supali, T., Geldhof, P., Hokke, C. H., Fischer, P. U., & Weil, G. J. (2016). Community Rates of IgG4 Antibodies to Ascaris Haemoglobin Reflect Changes in Community Egg Loads Following Mass Drug Administration.

PLOS Neglected Tropical Diseases, 1-18. doi:10.1371/journal.pntd.0004532

Walker, M., Hall, A., & Basa´n˜ ez, M.-G. (2011, April). Individual Predisposition, Household Clustering and Risk Factors for Human Infection with Ascaris lumbricoides: New Epidemiological Insights. PLoS Neglected

Tropical Diseases, 5(4). doi:10.1371/journal.pntd.0001047

Wiryadi, M. F. (2011). Uji Aktivitas Anthelmintik Infusa Daun Randu (Ceiba pentandra (L) Pourret) Pada Ascaris Suum Secara In Vitro.

Yaniv, Z., & Bachrach, U. (2005). Handbook of Medicinal Plants. NY: The Haworth Press.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aloke, C., Nwachukwu, N., Idenyi, J., E.I, U., Nwachi, E., Edeogu, C., & Ogah, O. (2010). Hypoglycaemic and Hypolipidaemic Effects of Feed Formulated with Ceiba Pentandra Leaves in Alloxan Induced Diabetic Rats. Australian

Journal of Basic and Applied Sciences. Dipetik Januari 10, 2016, dari

https://www.researchgate.net/publication/235780085_Hypoglycaemic_and_Hy polipidaemic_Effects_of_Feed_Formulated_with_Ceiba_PentandraLeaves_in_ Alloxan_Induced_Diabetic_Rats

Anosike, C. A., Ogili, O. B., Nwankwo, O. N., & Eze, E. A. (2012). Phytochemical screening and antimicrobial activity of the petroleum ether, methanol and ethanol extracts of Ceiba pentandra stem bark. Journal of

Medicinal Plants Research Vol. 6(46), 5743-5747.

Asare, P., & Oseni, L. A. (2012). Comparative evaluation of Ceiba pentandra ethanolic leaf extract, stem bark extract and the combination thereof for in vitro bacterial growth inhibition. Journal of Natural Sciences Research

www.iiste.org ISSN 2224-3186 (Paper) ISSN 2225-0921 (Online) Vol.2, No.5,

44-50. Dipetik Januari 10, 2016, dari

http://www.udsspace.uds.edu.gh/bitstream/123456789/322/1/11. ceiba combi.pdf

ATSDR. (2010). Cholinesterase Inhibitors: Including Pesticides and Chemical Warfare Nerve Agents. Agency for Toxic Substances and Disease Registry

Case Studies in Environmental Medicine. Dipetik Januari 10, 2016, dari

http://www.atsdr.cdc.gov/csem/cholinesterase/docs/cholinesterase.pdf

Bairwa, N. K., Sethiya, N. K., & Mishra, S. H. (2010). Protective effect of stem bark of Ceiba pentandra linn. against paracetamol-induced hepatotoxicity in rats. Pharmacognosy Research. Dipetik Januari 10, 2016, dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3140124/

Bajec, M. R., & Pickering, G. J. (2008). Astringency: Mechanisms and Perception. Critical Reviews in Food Science and Nutrition.

Bakiri, A. H., & Mingomataj, E. C. (2010). Parasites Induced Skin Allergy: A Strategic Manipulation of the Host Immunity. Journal of Clinical Medicine


(2)

Birk, Y. (1969). CHAPTER 7 - Saponins A2. Dalam I. E. Iener, Toxic

Constituents of Plant Foodstuffs (hal. 169-210). Academic Press.

Chekuboyina, R. K., Pagolu, K. R., Dadi, B. R., & Nagala, S. (2012). Physico-chemical Characterization and Antimicrobial Activity of Ceiba pentandra (Kapok) Seed Oil. Alteranative Medicine Studies 2012, 43-47.

Choubey, A. (2011). In Vitro Growth and Inhibitio Studies of Ceiba Pentandra of Monosodium Urate Monohydrate Crystals. Pharmacologyonline 2, 650-656.

Dipetik Januari 10, 2016, dari

http://pharmacologyonline.silae.it/files/newsletter/2011/vol2/058.patilrevised.p df

Depkes. (2000). Inventaris Tanaman Obat Indonesia (Vol. I). Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 424 Tahun 2006. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

DiMarino, A. J., & Benjamin, S. B. (2002). Gastrointestinal Disease: An

Endoscopic Approach. Thorofare: SLACK Incorporated.

Doughari, J., & Ioryue, A. S. (2009). Antimicrobial Activity of Stem Bark Extracts of Ceiba Pentandra. Pharmacologyonline 1, 1333-1340. Dipetik

Januari 10, 2016, dari

https://www.academia.edu/1905480/Antimicrobial_activity_of_stem_bark_extr acts_of_Ceiba_pendantra

Faust, E. C. (1976). Craig and Fausts Clinical Parasitology. Philadelphia: Lea& Febiger.

Feigin, R. D., Christie, A. B., Garg, R., & Morens, D. (2016, April 22). Infectious

disease. Diambil kembali dari Encyclopedia Britannica: https://www.britannica.com/science/infectious-disease

Ferri, F. F. (2017). Ferri's Clinical Advisor 2017: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, Inc.

Fox, R. (2006, Juli 5). Invertebrata Anatomy Online. Dipetik Januari 10, 2016,

dari Lander University ITS:


(3)

Friday, E. T., James, O., Olusegun, O., & Gabriel, A. (2011). Investigations on the nutritional and medicinal potentials of Ceiba pentandra leaf: A common vegetable in Nigeria. International Journal of Plant Physiology and

Biochemistry Vol. 3(6), 95-101. Dipetik Januari 10, 2016, dari

http://www.academicjournals.org/article/article1380033540_Friday et al.pdf

Ghaffar, A. (2003). Parasitology - Chapter Four (Round Worms). Dalam Murray et al, Medical Microbiology (hal. 646-660). Dipetik Januari 10, 2016, dari http://cidta.usal.es/cursos/enfermedades/modulos/Libros/UNIDAD7/Nematodo s UC2.pdf

Haburchak, D. R. (2016, Desember 29). Ascariasis Differential Diagnoses.

Diambil kembali dari Medscape:

http://emedicine.medscape.com/article/212510-differential

Hanafiah, K. A. (2005). Prinsip Percobaan dan Perancangannya. Rancangan

Percobaan Aplikatif : Aplikasi Kondisional Bidang Pertamanan, Peternakan, Perikanan, Industri dan Hayati (1 ed.). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hardiati, S. (1986). Skrining Fitokimia Serta Efek Dari Daun Randu (Ceiba pentandra, Gaertn.) dan Minyak Biji Calophyllum inophylum, L. terhadap Pertumbuhan Rambut Kelinci Jantan.

Hostettmann, K., & Marston, A. (1995). Chemistry and Pharmacology of Natural

Product. Saponins. Cambride University Press.

Irianto, K. (2009). Parasitologi Berbagai Penyakit yang Mempengaruhi

Kesehatan Manusia. Bandung: Yrama Widya.

Kanneganti, K., Makker, J. S., & Remy, P. (2013). Ascaris lumbricoides: To Expect the Unexpected during a Routine Colonoscopy. Case Reports In

Medicine, 2013, 1-4. doi:http://dx.doi.org/10.1155/2013/579464

Kiran, C. R., Rao, K. V., Rao, D. B., Madhavi, Y., Rao, P. K., & Rao, T. R. (2011). Research Article Antioxidant and Biochemical Analysis of Ceiba Pentandra (Kapok) Seeds. International Journal of Current Research, 3, 48-52.

Kotpal, R. L. (2010). Modern Text Book of Zoology. New Delhi, India: Rastologi Publication.


(4)

Kuntari, T. (2008). Daya Antihelmintik Air Rebusan Daun Ketepeng (Cassia Alata L) Terhadap Cacing Tambang Anjing In Vitro. Jurnal Logika, 5(1), 23-26.

Lee, A. (2012). Internal arasites of pigs. Departement of Primary Industries, 1-8.

Dipetik Desember 28, 2016, dari

https://www.dpi.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0019/433018/internal-parasites-of-pigs.pdf

Lestari, S. (2008). Biodiesel Dari Minyak Biji Kapuk (Ceiba pentandra) Sebagai Bahan Bakar Alternatif.

Loreille, O., & Bouchet, F. (2003). Evolution of Ascariasis in Humans and Pigs: a Multi-disciplinary. Mem Inst Oswaldo Cruz, 98, 39-46. Dipetik November 24, 2016, dari http://www.scielo.br/pdf/mioc/v98s1/v98s1a08.pdf

Marchaban, C. J., & Kumarawati, F. (1986). Uji Aktivitas Sari Daun Randu (Ceiba pentandra Gaertns.) Sebagai Penumbuh Rambut. Laporan Penelitian. Dipetik Januari 10, 2016, dari http://mot.farmasi.ugm.ac.id/files/41Daun randu_marchaban.pdf

McCarthy, J., Loukas, A., & Hotez, P. J. (2011). Chemotherapy of Helminth Infections. Dalam P. L. Brunton, Goodman & Gilman's The Pharmacological

Basis of Therapeutics (12th ed., hal. 1443-1459). New York.

Miller, L. A., Colby, K., Manning, S. E., Hoenig, D., McEvoy, E., Montgomery, S., . . . Sears, S. (2015). Ascariasis in Humans and Pigs on Small-Scale Farms, Maine, USA, 2010–2013. Emerging Infectious Diseases, 21(2), 332-334. doi:http://dx.doi.org/10.3201/eid2102.140048

Najib, A. (2009). Tanin. Dipetik Januari 10, 2016, dari https://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/03/tanin.pdf

Nam, N.‐H., Kim, H.‐M., Bae, K.‐H., & Ahn, B.‐Z. (2003). Inhibitory effects of Vietnamese medicinal plants on tube‐like formation of human umbilical venous cells. Phytotherapy Research, 17, 107-111. Dipetik Januari 10, 2016, dari http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ptr.934/epdf

Natadisastra, D., & Agoes, R. (2009). Parasitologi kedokteran: Ditinjau dari


(5)

Noreen, Y., El-seedi, H., Perera, P., & Bohlin, L. (1998). Two New Isoflavones from Ceiba pentandra and Their Effect on Cyclooxygenase-Catalyzed Prostaglandin Biosynthesis. J. Nat. Prod., 3864, 8-12. Dipetik Januari 10, 2016, dari http://www.pharmanet.com.br/pdf/np970198+.pdf

Pratiwi, R. H. (2014). Potensi Kapuk Randu (Ceiba pentandra Gaertn.) Dalam Penyediaan Obat Herbal. Widya Kesehatan Dan Lingkungan, 1. Dipetik

Januari 10, 2016, dari

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=250213&val=6686&title= POTENSI KAPUK RANDU (CEIBA PENTANDRA GAERTN.) DALAM PENYEDIAAN OBAT HERBAL

Pratiwi, R., Puwakusumah, E., & Emilda. (2012). Potensi Air dan Batang Ceiba pentandra Gaertn. sebagai Antibakteri Penyebab Penyakit Konjungtivitis.

Prosiding Simposium Nasional Kimia Bhana Alam, XX.

Purnomo, J., Gunawan, W., Magdalena, L., Ayda, R., & Harijani. (2009). Atlas

Helmintologi Kedokteran. Jakarta: PT Gramedia.

Rasmaliah. (2007). Askariasis sebagai penyakit cacing yang perlu diingat kembali. Info Kesehatan Masyarakat, 11, 82-85.

Riskesdas. (2008). Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian Dan Pengembangan

Kesehatan Departemen Kesehata , Republik Indonesia Desember 2008.

Roberts, L. S., John Janovy, J., & Schmidt, G. D. (2009). Foundations of

Parasitology (8th ed.). New York: McGraw-Hill.

Sahid, M., & Zeven, A. (2003). Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Dalam M. Brink, & R. Escobin (Penyunt.), Plant Resources of South-East Asia No. 17:  Fiber

Plants (hal. 99-103). Leiden, Netherland: Backhuys.

Sandjaja, B. (2007). Nematoda - Plasmidia - Ascaroidea. Dalam Buku 2

Helminthologi Kedokteran (hal. 116-125). Jakarta: Prestasi Pusaka.

Setyowati, F. M. (2010). Entofarmakologi dan Pemakaian Tanaman Obat Suku Dayak Tunjung di Kalimantan Timur. XX, 104-112.


(6)

Suhara. (2008, Maret 12). Pengantar Tentang Enzim. Bandung, Jawa Barat,

Indonesia. Dipetik Desember 28, 2016, dari

http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI /196512271991031-SUHARA/

Sule, M. I., Njinga, N. S., Musa, A. M., Magaji, M. G., & Abdullahi, A. (2009, March). Phytochemical and Antidiarrhoeal Studies Of The Stem Bark Of Ceiba Pentandra (Bombacaceae). Nigerian Journal of Pharmaceutical Sciences, 8,

143-148. Dipetik Januari 10, 2016, dari

http://www.unilorin.edu.ng/publications/njingas/PHYTOCHEMICAL AND ANTIDIARRHOEAL STUDIES OF.pdf

Supriyapto. (2006). Tanaman Berkhasiat 2. Jakarta: Intisari Mediatama.

Syarif, A., & Elysabeth. (2007). Farmakologi dan Terapi FK UI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Taylor, M. A., Wall, R., & Coop, R. (2015). Veterinary Parasitology Fourth

Edition. Oxford: Wiley Blackwell.

Ueda, H., Kaneda, N., Kawanishi, K., Alves, S. M., & Moriyasu, M. (2002, March). A New Isoflavone Glycoside from Ceiba pentandra ( L .) Gaertner.

Pharmaceutical Society of Japan, 50, 403-404. Dipetik Januari 10, 2016, dari

https://www.jstage.jst.go.jp/article/cpb/50/3/50_3_403/_pdf

Vlaminck, J., Supali, T., Geldhof, P., Hokke, C. H., Fischer, P. U., & Weil, G. J. (2016). Community Rates of IgG4 Antibodies to Ascaris Haemoglobin Reflect Changes in Community Egg Loads Following Mass Drug Administration.

PLOS Neglected Tropical Diseases, 1-18. doi:10.1371/journal.pntd.0004532

Walker, M., Hall, A., & Basa´n˜ ez, M.-G. (2011, April). Individual Predisposition, Household Clustering and Risk Factors for Human Infection with Ascaris lumbricoides: New Epidemiological Insights. PLoS Neglected

Tropical Diseases, 5(4). doi:10.1371/journal.pntd.0001047

Wiryadi, M. F. (2011). Uji Aktivitas Anthelmintik Infusa Daun Randu (Ceiba pentandra (L) Pourret) Pada Ascaris Suum Secara In Vitro.

Yaniv, Z., & Bachrach, U. (2005). Handbook of Medicinal Plants. NY: The Haworth Press.