Efek Antelmintik Infusa Biji Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Ascaris suum Secara In Vitro.

(1)

iv ABSTRAK

EFEK ANTELMINTIK INFUSA BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP Ascaris suum SECARA IN VITRO

Agustin J. Djawa Gigy, 2009; Pembimbing I : Dr. dr. Susy Tjahjani, M.Kes. Pembimbing II: Dra. Rosnaeni, Apt.

Indonesia merupakan negara tropis yang rentan terkena penyakit infeksi cacing Ascaris lumbricoides juga Ascaris suum, yang merupakan parasit nematoda usus babi tetapi dapat menginfeksi manusia terutama anak-anak. Pengobatan ascariasis dengan obat sintetis relatif memiliki efek samping yang lebih banyak, sehingga dicari alternatif dengan obat tradisional, salah satunya menggunakan biji pepaya (Caricae semen). Tujuan penelitian untuk mengetahui efek antelmintik infusa biji pepaya (IBP) terhadap Ascaris suum secara in vitro. Desain penelitian prospektif eksperimental sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang bersifat komparatif. Penelitian menggunakan Ascaris suum betina sebanyak 750 ekor, yang dialokasikan ke dalam 5 kelompok (n = 5) yaitu kelompok I, II, dan III masing-masing diberi IBP 10%, 15% dan 20%, kelompok IV dan V diberi NaCl 0,9% dan Pirantel pamoat 20%. Data yang diukur adalah jumlah cacing paralisis dan mati, sedangkan yang dianalisis adalah persentase jumlah cacing paralisis dan mati, menggunakan ANAVA dilanjutkan uji Tukey

HSD dengan α = 0,05. Hasil penelitian, jumlah cacing paralisis dan mati pada kelompok I (57,33%), II (70,00%) dan III (74,00%) bila dibandingkan dengan kelompok IV (0%), perbedaannya sangat signifikan (p<0,01), yang potensinya lebih lemah dari pembanding (100,00%) (p<0,05). Kesimpulan, infusa biji pepaya dosis 10%, 15%, dan 20% efektif sebagai antelmintik tehadap Ascaris suum.


(2)

v ABSTRACT

ANTHELMINTHIC EFFECT IN PAPAYA SEEDS (Caricae papaya L.) INFUSION TO Ascaris suum IN VITRO

Agustin J. Djawa Gigy, 2009; 1st Tutor : Dr. dr.Susy Tjahjani, M.Kes. 2nd Tutor : Dra. Rosnaeni, Apt.

Indonesian is a tropical country which is prone to worm infections such as Ascaris lumbricoides. Ascaris suum is a parasitic nematode in pigs but can infect humans especially children. Ascariasis treatment using chemical agent has relatively lot of side effect, so traditional medicine is searched, such as papaya seeds (Caricae semen). The aim of this research is to know the anthelminthic effect of papaya seeds infusion against Ascaris suum. Real prospective experimental analysis with RAL was done. This research uses 750 female Ascaris suum were divided into 5 group (n = 5), group I, II, and III were given IBP 10%, 15% and 20% and group IV and V were given NaCl 0.9% and Pirantel pamoat 20%. The death worms were recorded and analyzed with ANOVA and continued with Tukey HSD, with α = 0,05. The results showed that death worms in group I (57.33%), II (70.00%), and III (74.00%) were higher than group IV (0%) (p<0,01), and less than positive control (100,00%) (p<0,05). The conclusion is papaya seeds infusa dosage 10%, 15%, and 20% are effective as antelmintic to Ascaris suum.


(3)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

PRAKATA... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR GRAFIK... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 3

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 3

1.3.1 Maksud Penelitian... 3

1.3.2 TujuanPenelitian... 3

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah... 3

1.4.1 Manfaat Akademis... 3

1.4.2 Manfaat Praktis... 4

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis... 4

1.5.1 Kerangka Pemikiran... 4

1.5.2 Hipotesis... 4

1.6 Metode Penelitian... 5


(4)

ix

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Ascaris sp... 6

2.2 Ascaris lumbricoides... 6

2.2.1 Taksonomi... 6

2.2.2 Morfologi... 7

2.2.2.1 Cacing Betina... 7

2.2.2.2 Cacing Jantan... 7

2.2.3 Telur Ascaris lumbricoides (cacing gelang)... 8

2.2.4 Anatomi, Histologi dan Fisiologi... 10

2.2.4.1 Dinding Badan... 10

2.2.4.2 Sistem Otot... 11

2.2.4.3 Sistem Saraf... 12

2.2.4.4 Sistem Pencernaan... 12

2.2.4.5 Sistem Reproduksi... 13

2.2.4.6 Sistem Ekskresi... 14

2.2.5 Siklus Hidup... 14

2.3 Ascariasis... 16

2.3.1 Epidemiologi... 16

2.3.2 Aspek Klinis... 17

2.3.3 Diagnosis... 18

2.3.4 Pengobatan... 19

2.3.4.1 Piperazin... 19

2.3.4.2 Pirantel Pamoat... 20

2.3.4.3 Mebendazol... 21

2.3.4.4 Levamisol... 22

2.3.5 Pencegahan... 23

2.3.6 Prognosis... 23

2.4 Pepaya... 24

2.4.1 Taksonomi... 24

2.4.2 Nama Daerah... 24


(5)

x

2.4.4 Kandungan Kimia dan Gizi... 27

2.4.4.1 Kandungan Kimia... 27

2.4.4.2 Kandungan Gizi... 27

2.4.5 Efek dan Manfaat Farmakologi... 28

2.4.6 Mekanisme Kerja Biji Pepaya... 28

BAB III BAHAN/ SUBJEK DAN METODE PENELITIAN... 29

3.1 Bahan/Subjek Penelitian... 29

3.1.1 Bahan Penelitian... 29

3.1.2 Subjek Penelitian... 30

3.1.3 Tempat dan Waktu Penelitian... 30

3.2 Metode Penelitian... 30

3.2.1 Desain Penelitian... 30

3.2.2 Variabel Penelitian... 30

3.2.2.1 DefinisiKonsepsionalVariabel... 30

3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel... 31

3.2.3 Besar Sampel Penelitian... 31

3.2.4 ProsedurKerja... 32

3.2.4.1 Pembuatan Infusa Biji Pepaya... 32

3.2.4.2 Cara Kerja……….……... 32

3.2.5 Cara Pemeriksaan ………... 33


(6)

xi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 35

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan... 35

4.2 Uji Hipotesis Penelitian... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... ... 41

5.1 Kesimpulan... 41

5.2 Saran... 41

DAFTAR PUSTAKA……….. 42

LAMPIRAN 1……….. 45

LAMPIRAN 2……….. 46

LAMPIRAN 3……….. 51


(7)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Cacing Hidup, Paralisis dan Mati………….. 36 Tabel 4.2 Log Cacing Paralisis dan Mati………. 37 Tabel 4.3 Hasil ANAVA Rerata Jumlah Cacing Ascaris suum

yang Paralisis dan Mati setelah Perlakuan………... 37 Tabel 4.4 Hasil Uji Beda Rerata Tukey HSD


(8)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ascaris lumbricoides Dewasa Betina………. 7

Gambar 2.2 Bentuk Tubuh Posterior Cacing Ascaris lumbricoides Dewasa Jantan dan Betina………. 8

Gambar 2.3 Bentuk Tubuh Anterior dan 3 Buah Bibir pada Ascaris lumbricoides Dewasa………. 8

Gambar 2.4 Bentuk Telur Ascaris lumbricoides……… 9

Gambar 2.5 Morfologi Nemaoda Jantan dan Betina……….... 10

Gambar 2.6 Siklus Hidup Ascaris lumbricoides……… 15

Gambar 2.7 Struktur Kimia Mebendazol……….. 21

Gambar 2.8 Struktur Kimia Levamisol………. 22

Gambar 2.9 Pepaya (Carica papaya L.)……….. 25


(9)

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Jumlah Cacing Ascaris suum yang Paralisis dan Mati


(10)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Bahan Uji……….. 45 Lampiran 2. Analisis Statistik Efek Anthelmintik Infusa Biji Pepaya…….. 46 Lampiran 3. Foto Bahan Percobaan………... 52


(11)

45

LAMPIRAN 1

Perhitungan Konsentrasi Bahan Uji

Infusa Biji Pepaya 10% = 40 gram biji pepaya halus + 400 ml aquadest Infusa Biji Pepaya 15% = 60 gram biji pepaya halus + 400 ml aquadest Infusa Biji Pepaya 20% = 80 gram biji pepaya halus + 400 ml aquadest


(12)

46

LAMPIRAN 2

Analisis Statistik Efek Anthelmintik Infusa Biji Pepaya

De sc ri pti ve s

logPM

5 1.2527 .09082 .04062 1.1400 1.3655 1.11 1.36 5 1.3381 .06990 .03126 1.2513 1.4248 1.23 1.41 5 1.3632 .05097 .02280 1.2999 1.4265 1.28 1.41 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00 5 1.4914 .00000 .00000 1.4914 1.4914 1.49 1.49 25 1.0891 .56355 .11271 .8564 1.3217 .00 1.49 IBP 10 %

IBP 15 % IBP 20 % Kontrol Pembanding Total N Mean Std. Deviation Std. Error Low er Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for Mean

Mini mum Maxi mum ANO VA logPM

7.559 4 1.890 600.614 .000

.063 20 .003

7.622 24

Betw een Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df

Mean


(13)

47

Post Hoc Tests

Mu l ti pl e C om par is on s Dependent Variable: logPM

Tukey HSD

-.08533 .03548 .155 -.1915 .0208

-.11045* .03548 .039 -.2166 -.0043

1.25273* .03548 .000 1.1466 1.3589

-.23864* .03548 .000 -.3448 -.1325

.08533 .03548 .155 -.0208 .1915

-.02512 .03548 .952 -.1313 .0810

1.33806* .03548 .000 1.2319 1.4442

-.15331* .03548 .003 -.2595 -.0471

.11045* .03548 .039 .0043 .2166

.02512 .03548 .952 -.0810 .1313

1.36318* .03548 .000 1.2570 1.4693

-.12819* .03548 .013 -.2343 -.0220

-1.25273* .03548 .000 -1.3589 -1.1466

-1.33806* .03548 .000 -1.4442 -1.2319

-1.36318* .03548 .000 -1.4693 -1.2570

-1.49136* .03548 .000 -1.5975 -1.3852

.23864* .03548 .000 .1325 .3448

.15331* .03548 .003 .0471 .2595

.12819* .03548 .013 .0220 .2343

1.49136* .03548 .000 1.3852 1.5975

(J) Kelompok Perlakuan IBP 15 % IBP 20 % Kontrol Pembanding IBP 10 % IBP 20 % Kontrol Pembanding IBP 10 % IBP 15 % Kontrol Pembanding IBP 10 % IBP 15 % IBP 20 % Pembanding IBP 10 % IBP 15 % IBP 20 % Kontrol (I) Kelompok

Perlakuan IBP 10 %

IBP 15 %

IBP 20 %

Kontrol Pembanding Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Low er Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

T he mean differen ce is significa nt at t h e .0 5 lev el. *.


(14)

48

Homogeneous Subsets

Oneway

De sc ri pti ve s

loghidup

5 1.0275 .08150 .03645 .9263 1.1287 .90 1.11 5 1.1031 .06800 .03041 1.0186 1.1875 1.00 1.18 5 1.1428 .06159 .02754 1.0663 1.2192 1.04 1.20 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00 5 1.4914 .00000 .00000 1.4914 1.4914 1.49 1.49 25 .9529 .51522 .10304 .7403 1.1656 .00 1.49 IBP 10 %

IBP 15 % IBP 20 % Kontrol Pembanding Total N Mean Std. Deviation Std. Error Low er Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for Mean

Mini mum Maxi mum ANO VA loghidup

6.311 4 1.578 523.766 .000

.060 20 .003

6.371 24

Betw een Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df

Mean


(15)

49

Post Hoc Tests

Mu l ti pl e C om pa ri son s

Dependent Variable: loghidup Tukey HSD

-.07555 .03471 .229 -.1794 .0283 -.11525* .03471 .025 -.2191 -.0114 1.02752* .03471 .000 .9237 1.1314 -.46384* .03471 .000 -.5677 -.3600 .07555 .03471 .229 -.0283 .1794 -.03970 .03471 .782 -.1436 .0642 1.10307* .03471 .000 .9992 1.2069 -.38829* .03471 .000 -.4922 -.2844 .11525* .03471 .025 .0114 .2191 .03970 .03471 .782 -.0642 .1436 1.14277* .03471 .000 1.0389 1.2466 -.34859* .03471 .000 -.4525 -.2447 -1.02752* .03471 .000 -1.1314 -.9237 -1.10307* .03471 .000 -1.2069 -.9992 -1.14277* .03471 .000 -1.2466 -1.0389 -1.49136* .03471 .000 -1.5952 -1.3875 .46384* .03471 .000 .3600 .5677 .38829* .03471 .000 .2844 .4922 .34859* .03471 .000 .2447 .4525 1.49136* .03471 .000 1.3875 1.5952 (J) Kelompok

Perlakuan IBP 15 % IBP 20 % Kontrol Pembanding IBP 10 % IBP 20 % Kontrol Pembanding IBP 10 % IBP 15 % Kontrol Pembanding IBP 10 % IBP 15 % IBP 20 % Pembanding IBP 10 % IBP 15 % IBP 20 % Kontrol (I) Kelompok

Perlakuan IBP 10 %

IBP 15 %

IBP 20 %

Kontrol

Pembanding

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

Low er Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

T he mean differen ce is signific ant at th e .0 5 level. *.


(16)

50

Homogeneous Subsets

l og hi dup

Tukey HSDa

5 .0000

5 1.0275

5 1.1031 1.1031

5 1.1428

5 1.4914

1.000 .229 .782 1.000

Kelompok Perlakuan Kontrol

IBP 10 % IBP 15 % IBP 20 % Pembanding Sig.

N 1 2 3 4

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Uses Ha rm onic Mea n Sample Size = 5.00 0. a.


(17)

51

LAMPIRAN 3

Foto Biji Pepaya Kering

Foto Ascaris suum Betina

Foto Bahan Percobaan


(18)

52


(19)

53

RIWAYAT HIDUP

Nama : Agustin Juliana Djawa Gigy

Nomor Pokok Mahasiswa : 0610006

Tempat dan tanggal lahir : Payeti / 23 Maret 1988

Alamat : Jl. Sukakarya III No.17, Bandung

Riwayat Pendidikan :

SD Masehi Payeti I, Waingapu, Sumba Timur-NTT, lulus tahun 2000 SMP N 1 Waingapu, Sumba Timur-NTT, lulus tahun 2003

SMA N 1 Waingapu, Sumba Timur-NTT, lulus tahun 2006

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung, 2006 - sekarang


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Infeksi cacing usus (Ascariasis) yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia, terutama banyak ditemukan pada daerah tropik dengan suhu optimal 23oC-30oC (Tan HT & Kirana Rahardja, 2008).

Ascariasis dapat menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia

(Haryanti E,1993). Di Indonesia, prevalensi Ascariasis ternyata masih cukup tinggi dimana diperkirakan bahwa lebih dari 60% anak-anak di Indonesia menderita suatu infeksi cacing. Hal ini disebabkan karena kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah (Tan HT & Kirana Rahardja, 2008). Di Jakarta, pernah terdeteksi sekitar 49,5% dari 3.160 siswa di 13 Sekolah Dasar (SD) yang menderita cacingan. Siswa perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi, yaitu 51,5% dibandingkan dengan siswa laki-laki yang hanya 48,5%. Sebagian diantara mereka yang terinfeksi cacing ini hidup pada wilayah kumuh, dengan jenis penularan baik melalui makanan atau langsung berhubungan dengan tanah yang banyak mengandung vektor cacing. Oleh karena itu, siswa yang terinfeksi akan kekurangan kadar haemoglobin dan akan berdampak terhadap kemampuan tubuh membawa oksigen ke berbagai jaringan tubuh, termasuk ke otak (Achmad Sujudi, 2001). Sekitar 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa didalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram protein setiap hari. Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak dapat mengakibatkan malnutrisi (Tantular K, 1980). Selain menyerang anak-anak, ternyata cacingan dapat juga menyerang orang tua atau golongan dewasa berusia di atas 20 tahun.


(21)

2

Ascaris lumbricoides tidak dapat dibedakan dengan Ascaris suum secara

morfologi, walaupun terdapat perbedaan pada gambaran biologinya. Pada dasarnya, Ascaris suum tidak dapat menginfeksi manusia dan sebaliknya telur

Ascaris lumbricoides tidak dapat menginfeksi babi (Johnstone, 2000).

Pengobatan penyakit cacing harus selalu didasarkan atas diagnosa jenis parasit. Banyak antelmintika dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing, jadi tidak mematikannya. Oleh karena itu, untuk mencegah parasit menjadi aktif lagi atau sisa-sisa cacing yang mati menimbulkan reaksi alergi, maka dapat diberikan obat cacing golongan sintetis seperti laksans garam, minyak kastor, piperazin, mebendazol, niklosamid dan praziquantel. Selain itu, dapat juga diberikan obat herbal. Obat sintetis mempunyai kerugian yaitu mahal dan efek sampingnya banyak sedangkan obat herbal lebih murah, mudah didapat, toksisitasnya rendah dan efek sampingnya sedikit (Silvia N, 1997). Walaupun tersedia obat-obat baru yang lebih spesifik dengan kerja yang lebih efektif, pembasmian penyakit cacing masih tetap merupakan suatu masalah antara lain disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi di beberapa bagian dunia (Tan HT & Kirana Rahardja, 2008).

Sejak dahulu, masyarakat Indonesia telah terbiasa memanfaatkan tumbuhan sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai jenis penyakit dan salah satunya adalah pepaya (Carica papaya L.). Semua bagian dari pepaya seperti akar, buah matang, daun, biji dan getah mempunyai efek antelmintik.

Biji pepaya merupakan salah satu alternatif pengobatan cacingan yang mudah didapatkan dan biasanya merupakan limbah yang tidak ada harganya (Aliadif, 1996). Selain itu, tingginya kandungan papain dan carpain pada biji pepaya memiliki efek antelmintik (Moehd. Baga K, 1996). Hal ini juga ditunjang melalui penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi Sylvia Kartika (2006) bahwa jus biji pepaya memiliki efek antelmintik. Oleh karena itu, pengembangan biji pepaya sebagai antelmintik sangat tepat.

Biji Pepaya dipercaya bermanfaat bagi kesehatan. Namun, apakah biji pepaya dapat berperan sebagai obat penyakit tertentu masih menjadi tanda tanya karena belum tuntasnya penelitian ilmiah. Sebagian besar kalangan medis menganggap


(22)

3

biji pepaya hanyalah obat herbal karena khasiatnya hanya berdasarkan pengalaman empiris (Daryono, 1974).

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh berbagai infusa biji pepaya sebagai efek antelmintik terhadap Ascaris

suum secara in vitro.

1.2Identifikasi Masalah

Apakah infusa biji pepaya berefek antelmintik terhadap Ascaris suum secara

in vitro.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian :

Untuk mengetahui tanaman obat yang berefek antelmintik terhadap Ascaris

suum.

1.3.2 Tujuan Penelitian :

Untuk mengetahui efek antelmintik infusa biji pepaya terhadap Ascaris suum secara in vitro.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1.4.1 Manfaat Akademis

Untuk menambah pengetahuan farmakologi tanaman pepaya sebagai antelmintik.


(23)

4

1.4.2Manfaat Praktis

Untuk memberi informasi kepada masyarakat bahwa biji pepaya dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif terhadap penyakit cacingan yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides.

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Kandungan bioaktif dari biji pepaya antara lain adalah alkaloid yaitu papain dan carpain yang mempunyai efek antelmintik. Papain ialah enzim hidrolase sistein protease yang terdapat pada pepaya (Carica papaya L.). Papain terdiri atas 212 asam amino yang distabilkan oleh 3 jembatan disulfida. Kandungan carpain (C28H50N2O4) yang terdapat dalam biji pepaya, bercincin laktonat dengan 7

kelompok rantai metilen (Kariyone & Kimura, 1980). Papain yang terdapat dalam lateks tanaman pepaya bersifat proteolitik yang dapat memecah jaringan ikat protein tubuh cacing sehingga menjadi lunak. Dalam hal ini, bagian pepaya itu bekerja sebagai vermifuga yaitu obat-obat yang melumpuhkan cacing dalam usus dan cacing yang dikeluarkan dalam keadaan hidup. Demikian halnya dengan carpain bekerja dengan cara merusak sistem saraf pusat sehingga menyebabkan paralisis cacing (Moehd. Baga K, 1996).

1.5.2 Hipotesis


(24)

5

1.6Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang bersifat komparatif. Metode kerja yang digunakan adalah uji aktivitas antiaskaris secara in vitro.

Data yang diukur adalah jumlah cacing yang paralisis dan mati. Analisis data persentase jumlah cacing yang paralisis dan mati dilakukan dengan uji ANAVA satu arah, apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dengan α = 0,05 menggunakan program komputer. Kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai

p<0,05.

1.7Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian : Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Mikrobiologi Universitas Kristen Maranatha Bandung. Waktu penelitian : Desember 2008 – Desember 2009


(25)

41 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Infusa biji pepaya 10%, 15% dan 20% mempunyai efek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro.

5.2 Saran

Diperlukan percobaan lanjutan mengenai uji toksisitas biji pepaya.

Diperlukan percobaan lanjutan untuk mencari dosis minimal yang cukup berefek untuk dilakukan uji klinis pada manusia.

Disarankan untuk menguji bagian-bagian lain dari tanaman pepaya yang berefek antelmintik.

Disarankan untuk menguji efeknya pada nematoda lain, serta melakukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian secara in vivo.


(26)

42

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sujudi. 2001. Cacingan Turunkan Kualitas Masyarakat. Cermin Dunia

Kedokteran : 5-8

Aliadif. 1996. Budidaya Pepaya. Yogyakarta : PT Kanisius. Hal 9

Arief Prahasta Soedarya. 2002. Agribisnis Pepaya. Bandung : Pustaka Grafika. hal. 2-5

Brown H.W. 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Jakarta : PT Gramedia. hal. 209-216

Cook A. 1996. Manson’s tropical disease. Edisi 20. London : ELBS. p. 1522-1523

Daryono. 1974. Penentuan aktivitas proteolitik dan produksi papain kasar tiap buah dari beberapa varietas pepaya. Bulletin Penelitian Hortikultura Vol. II. Jakarta: Lembaga Penelitian Hortikultura.

Depkes. 1989. Vedemekum Bahan Obat Alam. Jakarta : Departement Kesehatan Indonesia. hal. 230-231

Depkes. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta : Departement Kesehatan Indonesia. hal. 50

Farmakope Indonesia. 1979. Edisi 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Fox. R. 2004. Invertebrata anatomy online.

http://www.lander.edu/rsfox/310ascarislab.html. 22 Mei 2005 Gandahusada, Ilahude, Pribadi. 2000. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Gaya Baru.

Gandahusada, Ilahude, Pribadi. 2000. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Gaya Baru

Haryanti E. 1993. Helmintologi Kedokteran. Bagian Parasitologi Kedokteran USU, Medan

Ipteknet. 2005. Invertebrata.

http://www.ipteknet.net.id/ind/pd_invertebtara/index.php?id=15&ch=pd-ind-invertebrata. 22 Oktober 2008

Jangkung Samidjo Onggowaluyo. 2001. Pendekatan aspek identifikasi, diagnosis dan klinik. Parasitologi Medik I (Helmintologi). Jakarta : EGC. hal. 11-1


(27)

43

Johnstone C. 2000. Paracites and Parasitic Disease of Domestic Animals. Urbana: University of Illinois.

Kansas State Univ. Animal Parasitology

http://www.K-State.edu/parasitology/classes/biol625.html Desember 1999

Kariyone & Kimura. 1980. Medical Plants of East and Southeast Asia : Attributed

Properties and Uses. London, England : Massachusetts Institute of

Technology

Kemas Ali Hanafiah. 2005. Rancangan Percobaan Aplikatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

MIMS. 2008. Volume 9. CMP Medica

Loukas A, Hotez PJ. 2006. The Pharmacological Therapy In: Goodman LS., Gillman A., editors: Goodman and Gillman’s. 8th ed. New York : Macmillan Publishing. p. 1073-1090

Miyazaki I. 1991. An Illustrated Book of Helminthic Zoonoses. Tokyo : Fukuoka Shukosha Printing.

Moehd. Baga Kalie. 1996. Bertanam Pepaya. Edisi 4. Jakarta : Penebar Swadaya. hal. 2-3, 10-11, 92

Ning Harmanto. 2005. Tanaman herbal.

http://mahkotadewa/herbal/pepaya/ 22 Mei 2005

Radiopoetro. 1986. Zoology. Cetakan 3. Jakarta : Erlangga.

Rampengan L. 1992. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.

Robby Makimian. 1996. Leshmana Padmasutra., editor. Diagnostik Parasitologi

Kedokteran. Jakarta : EGC. hal. 138-145

Roberts L. S., Janovy J Jr. 2005. Phylum Nematoda : Form, Function and Classification. Foundation of Parasitology. Edisi 7. New York : McGraw-Hill. p. 368-376

Rosenthal Philip J. 2007. Clinical Pharmacology of the Anthelmintic Drugs In: Bertram G. Katzung, editors: Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. San Fransisco : University of California. p. 867-877

Schmidt GD, Robert LS. 1985. Foundation of Parasitology. Edisi 30. Missouri : Times Mirror Morby Collage Publishing.


(28)

44

Silvia N. 1997. A comparative review of their clinical pharmacology.

Anthelminics. p. 769-88

Smyth KC. 1976. Coevolution of Parasitic Arthopods and Mamals. University of California. p. 83

Sri Suryawati, Budianto Santoso. 1993. Antelmintik. Penapisan Farmakologi,

Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Jakarta : Kelompok Kerja Ilmiah

PHYTO MEDICA. hal. 7-8

Storer TL, Usinger RL, Stebbins RC, Nybakken JW. 1979. General Zoology. 6 th ed. USA : McGraw-Hill Book Company.

Tan HT., Kirana Rahardja. 2008. Khasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya.

Obat-Obat Penting. Edisi 6. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. hal.

196-206

Tantular K. 1980. Pengaruh cacingan pada tumbuh kembang anak. Buku Penuntun

Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya.

Viqar zaman, Loh AH Keong, Bintari Rukmono, Sri Oemijah, Wita Pribadi. 1988.

Parasitologi Kedokteran. Bandung : Bina Cipta. hal. 121-123

Weischer B & Brown Derek J.F. 2000. An Introduction to Nematodes. Moscow : Sofia Pensoft. p. 10-11

Wikipedia. 2007. Ascariasis. http://en.wikipedia.org/wiki/ascariasis. 17 November 2007

Yamaguchi T. 1992. Rasa Sakit di Abdomen dan Gejala-Gejala Gastrointestinal. Maylani Handojo., editor. Atlas Berwarna Parasitologi Klinik. Jakarta : EGC. hal. 77-79


(1)

1.4.2Manfaat Praktis

Untuk memberi informasi kepada masyarakat bahwa biji pepaya dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif terhadap penyakit cacingan yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides.

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Kandungan bioaktif dari biji pepaya antara lain adalah alkaloid yaitu papain dan carpain yang mempunyai efek antelmintik. Papain ialah enzim hidrolase sistein protease yang terdapat pada pepaya (Carica papaya L.). Papain terdiri atas 212 asam amino yang distabilkan oleh 3 jembatan disulfida. Kandungan carpain (C28H50N2O4) yang terdapat dalam biji pepaya, bercincin laktonat dengan 7

kelompok rantai metilen (Kariyone & Kimura, 1980). Papain yang terdapat dalam lateks tanaman pepaya bersifat proteolitik yang dapat memecah jaringan ikat protein tubuh cacing sehingga menjadi lunak. Dalam hal ini, bagian pepaya itu bekerja sebagai vermifuga yaitu obat-obat yang melumpuhkan cacing dalam usus dan cacing yang dikeluarkan dalam keadaan hidup. Demikian halnya dengan carpain bekerja dengan cara merusak sistem saraf pusat sehingga menyebabkan paralisis cacing (Moehd. Baga K, 1996).

1.5.2 Hipotesis


(2)

1.6Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang bersifat komparatif. Metode kerja yang digunakan adalah uji aktivitas antiaskaris secara in vitro.

Data yang diukur adalah jumlah cacing yang paralisis dan mati. Analisis data persentase jumlah cacing yang paralisis dan mati dilakukan dengan uji ANAVA satu arah, apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dengan α = 0,05 menggunakan program komputer. Kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p<0,05.

1.7Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian : Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Mikrobiologi Universitas Kristen Maranatha Bandung. Waktu penelitian : Desember 2008 – Desember 2009


(3)

41 5.1 Kesimpulan

Infusa biji pepaya 10%, 15% dan 20% mempunyai efek antelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro.

5.2 Saran

Diperlukan percobaan lanjutan mengenai uji toksisitas biji pepaya.

Diperlukan percobaan lanjutan untuk mencari dosis minimal yang cukup berefek untuk dilakukan uji klinis pada manusia.

Disarankan untuk menguji bagian-bagian lain dari tanaman pepaya yang berefek antelmintik.

Disarankan untuk menguji efeknya pada nematoda lain, serta melakukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian secara in vivo.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sujudi. 2001. Cacingan Turunkan Kualitas Masyarakat. Cermin Dunia Kedokteran : 5-8

Aliadif. 1996. Budidaya Pepaya. Yogyakarta : PT Kanisius. Hal 9

Arief Prahasta Soedarya. 2002. Agribisnis Pepaya. Bandung : Pustaka Grafika. hal. 2-5

Brown H.W. 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Jakarta : PT Gramedia. hal. 209-216

Cook A. 1996. Manson’s tropical disease. Edisi 20. London : ELBS. p. 1522-1523

Daryono. 1974. Penentuan aktivitas proteolitik dan produksi papain kasar tiap buah dari beberapa varietas pepaya. Bulletin Penelitian Hortikultura Vol. II. Jakarta: Lembaga Penelitian Hortikultura.

Depkes. 1989. Vedemekum Bahan Obat Alam. Jakarta : Departement Kesehatan Indonesia. hal. 230-231

Depkes. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta : Departement Kesehatan Indonesia. hal. 50

Farmakope Indonesia. 1979. Edisi 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Fox. R. 2004. Invertebrata anatomy online.

http://www.lander.edu/rsfox/310ascarislab.html. 22 Mei 2005 Gandahusada, Ilahude, Pribadi. 2000. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Gaya Baru.

Gandahusada, Ilahude, Pribadi. 2000. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Gaya Baru

Haryanti E. 1993. Helmintologi Kedokteran. Bagian Parasitologi Kedokteran USU, Medan

Ipteknet. 2005. Invertebrata.

http://www.ipteknet.net.id/ind/pd_invertebtara/index.php?id=15&ch=pd-ind-invertebrata. 22 Oktober 2008

Jangkung Samidjo Onggowaluyo. 2001. Pendekatan aspek identifikasi, diagnosis dan klinik. Parasitologi Medik I (Helmintologi). Jakarta : EGC. hal. 11-1


(5)

Johnstone C. 2000. Paracites and Parasitic Disease of Domestic Animals. Urbana: University of Illinois.

Kansas State Univ. Animal Parasitology

http://www.K-State.edu/parasitology/classes/biol625.html Desember 1999

Kariyone & Kimura. 1980. Medical Plants of East and Southeast Asia : Attributed Properties and Uses. London, England : Massachusetts Institute of Technology

Kemas Ali Hanafiah. 2005. Rancangan Percobaan Aplikatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

MIMS. 2008. Volume 9. CMP Medica

Loukas A, Hotez PJ. 2006. The Pharmacological Therapy In: Goodman LS., Gillman A., editors: Goodman and Gillman’s. 8th ed. New York : Macmillan Publishing. p. 1073-1090

Miyazaki I. 1991. An Illustrated Book of Helminthic Zoonoses. Tokyo : Fukuoka Shukosha Printing.

Moehd. Baga Kalie. 1996. Bertanam Pepaya. Edisi 4. Jakarta : Penebar Swadaya. hal. 2-3, 10-11, 92

Ning Harmanto. 2005. Tanaman herbal.

http://mahkotadewa/herbal/pepaya/ 22 Mei 2005

Radiopoetro. 1986. Zoology. Cetakan 3. Jakarta : Erlangga.

Rampengan L. 1992. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.

Robby Makimian. 1996. Leshmana Padmasutra., editor. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta : EGC. hal. 138-145

Roberts L. S., Janovy J Jr. 2005. Phylum Nematoda : Form, Function and Classification. Foundation of Parasitology. Edisi 7. New York : McGraw-Hill. p. 368-376

Rosenthal Philip J. 2007. Clinical Pharmacology of the Anthelmintic Drugs In: Bertram G. Katzung, editors: Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. San Fransisco : University of California. p. 867-877

Schmidt GD, Robert LS. 1985. Foundation of Parasitology. Edisi 30. Missouri : Times Mirror Morby Collage Publishing.


(6)

Silvia N. 1997. A comparative review of their clinical pharmacology. Anthelminics. p. 769-88

Smyth KC. 1976. Coevolution of Parasitic Arthopods and Mamals. University of California. p. 83

Sri Suryawati, Budianto Santoso. 1993. Antelmintik. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Jakarta : Kelompok Kerja Ilmiah PHYTO MEDICA. hal. 7-8

Storer TL, Usinger RL, Stebbins RC, Nybakken JW. 1979. General Zoology. 6 th ed. USA : McGraw-Hill Book Company.

Tan HT., Kirana Rahardja. 2008. Khasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya. Obat-Obat Penting. Edisi 6. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. hal. 196-206

Tantular K. 1980. Pengaruh cacingan pada tumbuh kembang anak. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya.

Viqar zaman, Loh AH Keong, Bintari Rukmono, Sri Oemijah, Wita Pribadi. 1988. Parasitologi Kedokteran. Bandung : Bina Cipta. hal. 121-123

Weischer B & Brown Derek J.F. 2000. An Introduction to Nematodes. Moscow : Sofia Pensoft. p. 10-11

Wikipedia. 2007. Ascariasis. http://en.wikipedia.org/wiki/ascariasis. 17 November 2007

Yamaguchi T. 1992. Rasa Sakit di Abdomen dan Gejala-Gejala Gastrointestinal. Maylani Handojo., editor. Atlas Berwarna Parasitologi Klinik. Jakarta : EGC. hal. 77-79