PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM.

(1)

PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

MAHASISWA PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan

dalam Bidang Pengembangan Kurikulum

Promovendus

MUHAMMAD THOHRI NIM 0800842

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

DISETUJUI UNTUK DISIDANGKAN PADA UJIAN TAHAP II

Ketua Penguji,

Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak, M.Pd.

Promotor Merangkap Penguji I

Prof. Dr. Hj. Mulyani Sumantri, M.Sc.

Kopromotor Merangkap Penguji II

Prof. Dr. H. As’ari Djohar, M.Pd

Anggota Merangkap Penguji III

Dr. Vismaia S. Damaianti, M.Pd.

Penguji IV

Prof. Dr. Dadang Suganda, M.Hum.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pengembangan Kurikulum


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul: Pengembangan

Model Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam ini beserta seluruh

isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, April 2013 Yang Membuat Pernyataan,


(4)

ABSTRAK

Thohri, Muhammad. (2013). 0800842. Pengembangan Model Bahan Ajar Bahasa Indonesia

untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam. Disertasi, Program Studi Pengembangan Kurikulum. Universitas Pendidikan

Indonesia. Bandung.

Promotor: Prof. Dr. Hj. Mulyani Sumantri, M.Sc. Kopromotor: Prof. Dr. H. As’ari Djohar, M.Pd Anggota: Dr. Vismaia Sabariah Damaianti, M.Pd.

Kata kunci: keterampilan berpikir kritis, bahan ajar, Bahasa Indonesia, literasi,

pengembangan

Penelitian ini didasarkan pada tidak tersedianya bahan ajar yang mengembangkan berpikir tingkat tinggi seperti keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Padahal, ketersediaan bahan ajar sangat esensial bagi mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Sebagai keterampilan dasar, keterampilan berpikir kiritis dapat diterapkan pada pembelajaran bahasa jika prosedur pembelajaran atau bahan ajar berorientasi pada keterampilan berpikir kritis. Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa bahan ajar Bahasa Indonesia tidak relevan dengan tuntutan berpikir tingkat tinggi mahasiswa. Dosen Bahasa Indonesia juga tidak kreatif merancang bahan ajar sesuai dengan tingkat berpikir mahasiswa. Didukung oleh sumberdaya yang memadai, pengembangan model bertujuan untuk mengembangkan model bahan ajar mata kuliah Bahasa Indonesia untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa perguruan tinggi Islam. Menggunakan pendekatan Dick dan Carey, data dikumpulkan melalui kuesioner tertutup, dokumentasi, wawancara, dan penilaian ahli. Data dianalisis melalui teknik deskriptif kualitatif. Sebagai bentuk validasi akademik, konstruk, konten, dan validitas pembelajaran telah dinilai oleh para ahli yang kompeten dan serangkaian evaluasi lapangan. Produk pengembangan model ini adalah model bahan ajar mata kuliah Bahasa Indonesia yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis, dengan nama 'Literasi Bahasa Indonesia (LBI)© dan model prosedural-komponensial pengembahan bahan ajar Model Integralistik R&T©. Model ini memiliki implikasi teoretis antara lain (a) pendekatan Dick & Carey adalah ideal dan fleksibel jika digunakan dalam fokus, konteks, konten, dan format produk pengembangan tertentu, (b) konten kurikulum dan konten pedagogi pada bahan ajar Bahasa Indonesia membutuhkan pembelajaran essential

learning; dan (c) keterampilan berpikir kritis dan keterampilan berbahasa produktif layak

diformulasikan dengan pendekatan integralistik. Implikasi praktis: model akan efektif jika dimbangi dengan keterampilan dosen, dukungan suasana akademik, apresiasi terhadap keterampilan berpikir kritis, dan sumber belajar yang memadai. Model harus diikuti dengan mengembangkan buku ajar Bahasa Indonesia bagi mahasiswa perguruan tinggi Islam dalam memperkuat keterampilan berpikir kritis. Sebagai produk awal - yang harus divalidasi ulang - disarankan untuk diujicoba sebelum digunakan secara luas dengan melibatkan ahli kurikulum, ahli teori, psikolog dan konselor pendidikan, serta ahli bahasa Indonesia. 


(5)

ABSTRACT

Thohri, Muhammad. (2013). 0800842. Developing Model of Teaching Material Bahasa Indonesia to Increase Critical Thinking Skills of Islamic Higher Education Students.

Dissertation, Program Study of Curriculum Development. Indonesia University of Education.

Bandung.

Promoter: Prof. Dr. Hj. Mulyani Sumantri, M.Sc. Co-Promoter: Prof. Dr. H. As’ari Djohar, M.Pd Associate: Dr. Vismaia Sabariah Damaianti, M.Pd.

Key words: critical thinking skills, teaching material, Bahasa Indonesia, literacy,

developing

This research and development is based on unavailability of teaching material which

develops the students’ critical thinking skills as a high order thinking through Bahasa

Indonesia in Higher Education (HE). Whereas it is very essential and important for students

to develop critical thinking skills. As a fundamental skills, it can be applied to the language teaching if learning procedures or teaching materials are constructed based on it. Preliminary research shown that the teaching material of Bahasa Indonesia is not relevant with high order thinking needed; the Bahasa Indonesia lecturers are not creative in selecting or designing teaching materials suitable with HE students thinking levels. Supported by availability resources, the teaching material model design study aimed at developing model of teaching material Bahasa Indonesia course to enhance critical thinking skills of Islamic higher education students. Employing Dick and Carey procedure, data collected through closed questionnaire, documentation, interview, and expert judgment. Data analyzed through descriptive qualitative technique. As an academic validation guarantee, its construct, content, and learning validities have been judged by competent experts and series of field evaluation. The product of this developmental study was teaching material model of Bahasa Indonesia based-on critical thinking skill. It is named by ‘Literasi Bahasa Indonesia©’ and procedural-componential model for developing teaching material named ‘Model Integralistik R&T©’. The models have theoretical implications such as (a) Dick & Carey procedure is ideal and flexible based on focus, context, content, and product format; (b) curriculum content and pedagogical content in teaching material Bahasa Indonesia are need essential learning to be instructional effect shuch as critical thinking skills and language skills; (c) critical thinking skills and language productive skills are needed to formulated in integralistic approaches.

Model will be effective if followed by teacher’ skills, academic atmosphere, good

appreciation on critical thinking skills, and adequate resources of learning supporting. The model must be followed by developing Bahasa Indonesia handbook for Islamic higher education students in strengthening critical thinking skills. As a preliminary product – which needs to be revalidated – it is suggested that it be tried out before the wide-spread implementation by involving curriculum experts, theorists, psychologists and counselors, and so Indonesian linguists.


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

1. Peran Bahan Ajar dalam Pendidikan... 1

2. Bahan Ajar Bahasa Indonesia Inklusi Keterampilan Berpikir Kritis ... 5

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Penelitian ... 11

C. Pertanyaan Penelitian ... 13

D. Tujuan Penelitian ... 14

E. Definisi Operasional... 15

F. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 16

G. Struktur Organisasi Disertasi ... 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Berpikir Kritis dalan Wacana Studi Bahasa ... 20

1. Interkoneksi Berbahasa dan Berpikir ... 20

2. Pengaruh Timbal Balik Bahasa dan Pikiran... 25

B. Kajian Epistemologis Keterampilan Berpikir Kritis ... 27

1. Kajian Historis Keterampilan Berpikir Kritis ... 27

2. Tinjauan Etimologis Berpikir dan Kritis ... 29

3. Berpikir Kritis dalam Alquran ... 30

4. Teori Keterampilan Berpikir Kritis ... 36

C. Berpikir Kritis dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi ... 44

1. Konten Berpikir Kritis dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi... 44

2. Mata Kuliah Bahasa Indonesia Inklusi Keterampilan Berpikir Kritis 47 3. Berpikir Kritis Versus Domain Kognitif Taksonomi Bloom ... 50

4. Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis ... 53

D. Pengembangan Bahan Ajar Inklusi Keterampilan Berpikir Kritis ... 65


(7)

2. Pengembangan Bahan Ajar ... 71

3. Prinsip Pemilihan Bahan Ajar ... 74

4. Teori Belajar yang Mendasari Pengembangan Bahan Ajar ... 87

5. Tinjauan Metode Pengajaran Bahasa ... 91

E. Pendekatan Pengembangan Bahan Ajar ... 99

1. Model Pendekatan (Perancangan) Sistem Pembelajaran ... 99

2. Pendekatan Model Dick and Carey ... 106

F. Kajian Riset Mutakhir dan Relevan ... 113

G. Kerangka Pikir Penelitian ... 117

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 119

B. Metode Penelitian... 122

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 127

D. Teknik Pengumpulan Data ... 131

E. Instrumen dan Pengembangan Instrumen Penelitian ... 131

F. Teknik Analisis Data ... 139

G. Spesifikasi Model yang Dikembangkan... 140

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Potret Perkuliahan Bahasa Indonesia ... 142

1. Profil IAIN Mataram ... 143

2. Potret Kurikulum Bahasa Indonesia ... 146

3. Kualifikasi Dosen ... 149

4. Implementasi Kurikulum Bahasa Indonesia ... 150

5. Karakteristik Mahasiswa ... 159

6. Buku Pegangan Dosen ... 162

7. Persepsi Mahasiswa Terhadap Bahan Ajar Bahasa Indonesia ... 164

8. Kebutuhan Belajar Mahasiswa ... 169

9. Analisis dan Interpretasi Data ... 172

a. Analisis dan Interpretasi Data Penelitian Pendahuluan ... 172

b. Korelasi Penelitian Pendahuluan dengan Keputusan Pengembangan ... 185

B. Model Bahan Ajar Bahasa Indonesia PTAI ... 188

1. Desain dan Pengembangan Model ... 189

a. Rekonstruksi Prosedur Pengembangan Bahan Ajar ... 189

b. Landasan Pengembangan Model ... 193

c. Desain Awal Model Bahan Ajar ... 199

1) Uji Ahli ... 199

2) Analisis dan Revisi ... 201

d. Draf Model Bahan Ajar Draf I ... 206

1) Sajian Model Bahan Ajar Draf I ... 204


(8)

3) Analisis dan Revisi ... 244

2. Uji Coba Model Bahan Ajar ... 246

a. Uji Coba Perorangan ... 246

b. Uji Coba Kelompok Kecil ... 258

c. Uji Coba Lapangan ... 263

1) Respon Dosen pada Uji Lapangan ... 263

2) Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa pada Uji Lapangan . 267 C. Kelebihan dan Keterbatasan Model ... 271

1. Kelebihan Model ... 271

2. Keterbatasan Model ... 275

D. Pembahasan Hasil dan Temuan Penelitian ... 279

1. Relasi-Relevansi Studi Pendahuluan dengan Pengembangan... 279

2. Tinjauan Model Literasi Bahasa Indonesia Produk Pengembangan ... 291

a. Model Akhir Prosedur Pengembangan Bahan Ajar ... 291

b. Refleksi Hasil Validasi Ahli dan Pengujian Model ... 294

c. Model Bahan Ajar dalam Konteks Filsafat Pendidikan ... 297

d. Model Bahan Ajar dalam Konteks Kurikulum ... 299

e. Model Bahan Ajar dalam Konteks Perkuliahan ... 304

3. Alienasi Keterbatasan; Peneguhan Kelebihan ... 311

4. Tinjauan Akhir Model Bahan Ajar ... 317

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 332

B. Implikasi ... 334

C. Rekomendasi ... 337

DAFTAR PUSTAKA ... 341

LAMPIRAN ... 356 IHWAL PENULIS


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Tahapan Perkembangan Anak ala Piaget ... 37

2.2 Ringkasan Model Berpikir Kritis... 41

2.3 Keterampilan Berpikir Kritis Ennis ... 42

2.4 Inter-relasi Pembelajaran Berpikir Kritis Plus Pembelajaran Bahasa ... 49

2.5 Level dan Fokus Taksonomi Bloom ... 50

2.6 Pendekatan Tradisional dan Pendekatan Keterampilan Proses Menulis 60 2.7 Kriteria Umum Pemilihan Isi Bahan Ajar ... 77

2.8 Pembelajaran Bahasa dan Konseptualisasi Konten ... 100

3.1 Tahapan s.d.Target Penelitian Pengembangan ... 123

3.2 Konversi Tingkat Pencapaian ... 140

4.1 Fakultas dan Jurusan di IAIN Mataram ... 145

4.2 Posisi Bahasa Indonesia pada Kurikulum IAIN Mataram ... 146

4.3 Dosen Bahasa Indonesia IAIN Mataram 2011/2012 ... 149

4.4 Silabus Perkuliahan Bahasa Indonesia ... 151

4.5 Data Pelaksanaan Perkuliahan ... 156

4.6 Data Kegiatan Evaluasi Perkuliahan Bahasa Indonesia ... 158

4.7 Komponen dan Bobot Penilaian Perkuliahan Bahasa Indonesia ... 158

4.8 Latar Belakang Responden ... 160

4.9 Kemampuan Menulis Awal Mahasiswa Berdasarkan Analisis Kesalahan Berbahasa ... 162

4.10 Buku Bahasa Indonesia yang Digunakan di IAIN Mataram ... 164

4.11 Persepsi Mahasiswa Aspek Kelayakan Isi ... 165

4.12 Persepsi Mahasiswa Aspek Kelayakan Penyajian ... 167

4.13 Persepsi Mahasiswa pada Aspek Bahasa ... 168

4.14 Bahan Ajar Utama Pilihan Responden ... 170

4.15 Pedoman Konversi Kualifikasi Bahan Ajar Pilihan Mahasiswa ... 170

4.16 Perbandingan Model Pendekatan Integralistik, Dick and Carey, dan Borg & Gall via Sukmadinata ... 191

4.17 Posisi Teori dan Integrasinya dalam Desain Perkuliahan ... 196

4.18 Program Perkuliahan dan Teori Belajar ... 196

4.19 Ragam Definisi ‘Task’ ... 198

4.20 Spesifikasi Model Bahan Ajar Bahasa Indonesia (Draf I) ... 207

4.21 Model Satuan Acara Perkuliahan (SAP) Per-pertemuan/Per-materi ... 225

4.22 Hirarki Orientasi Tujuan Perkuliahan dalam Keterampilan Berbahasa 234 4.23 Hasil Penilaian Ahli Isi ... 242

4.24 Hasil Penilaian Ahli Rancangan ... 243

4.25 Hasil Penilaian Ahli Perkuliahan ... 244

4.26 Data Persepsi Dosen pada Uji Perorangan Aspek Tujuan Perkuliahan ... 247

4.27 Data Persepsi Dosen pada Uji Perorangan Aspek Komponen Bahasa ... 247


(10)

4.28 Data Persepsi Dosen pada Uji Perorangan Aspek

Struktur dan Organisasi Konten... 248

4.29 Data Persepsi Dosen pada Uji Perorangan Aspek Keterampilan Berpikir Kritis ... 249

4.30 Data Persepsi Dosen pada Uji Perorangan Aspek Keterampilan Bahasa ... 250

4.31 Data Persepsi Dosen pada Uji Perorangan Aspek Teach-ability (keterajaran) dan Fleksibilitas ... 251

4.32 Data Persepsi Dosen pada Uji Perorangan Aspek Strategi Perkuliahan ... 251

4.33 Data Persepsi Dosen pada Uji Perorangan Aspek Preparedness dan Penilaian ... 252

4.34 Data Persepsi Dosen pada Uji Perorangan Keseluruhan Aspek Penilaian ... 253

4.35 Pedoman dan Kriteria Pengambilan Keputusan ... 254

4.36 Aspek Model yang Mengalami Perbaikan ... 256

4.37 Revisi Tujuan Perkuliahan ... 257

4.38 Data Uji Kelompok Kecil Pertemuan I ... 258

4.39 Data Uji Kelompok Kecil Pertemuan II ... 259

4.40 Peningkatan Skor Keterampilan Berpikir Kritis Pertemuan I-II ... 260

4.41 Perbedaan Rata-rata Uji Tahap 1 dan 2 Uji Kelompok Kecil ... 262

4.42 Hasil Tanggapan Responden terhadap Model yang Dikembangkan ... 263

4.43 Skor Keterampilan Berpikir Kritis Pertemuan 1-3 ... 267

4.44 Rata-rata Uji Tahap 1, 2 dan 3 ... 269

4.45 Perbedaan Rata-rata Uji Tahap 1, 2 dan 3 ... 270

4.46 Sekuens Susunan Bahan Ajar ... 300


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Visual Arti Kata ... 30

2.2 Taksonomi Bloom dan Revisinya ... 51

2.3 Taksonomi Bloom Domain Kognitif ... 52

2.4 Evaluate dan Create dalam Taksonomi Bloom Revisi Anderson ... 53

2.5 Problem Based Learning ... 55

2.6 Integrasi Sistemik Komponen Spesifik Bahan Ajar ... 67

2.7 Kedudukan Bahan Ajar dalam Sistem Proses Pembelajaran ... 69

2.8 Kontinum Pengembangan Bahan Ajar ... 73

2.9 Lima Aspek Penyusun Bahan Ajar ... 74

2.10 Pendekatan Pelaksanaan Pengembangan Bahan Ajar ... 75

2.11 Persuaan Teori-teori Belajar dan Pencetus Teori ... 90

2.12 Desain Pembelajaran Model Dick and Carey ... 109

2.13 Kerangka Pikir Penelitian ... 117

3.1 Proses Desain Pembelajaran Romizowsky ... 128

3.2 Langkah Pengujian Model ... 130

4.1 Model Interlink Bahan Ajar, Dosen dan Mahasiswa ... 203

4.2 Cakupan Keterampilan Bahasa dalam Model Bahan Ajar ... 203

4.3a Komponen Model Bahan Ajar Literasi Bahasa Indonesia ... 208

4.3b Komponen Model Bahan Ajar Literasi Bahasa Indonesia ... 208

4.4 Keterampilan yang Membangun Model Bahan Ajar ... 209

4.5 Model Silabus Hasil Pengembangan ... 216

4.6 Tahapan Perkuliahan ... 225

4.7 Model Organisasi Sajian ... 227

4.8 Organisasi Isi ... 229

4.9 Interaksi Empat Keterampilan Berbahasa ... 231

4.10 Porsi Pengetahuan dan Keterampilan Bahasa... 232

4.11 Analisis Pembelajaran ... 233

4.12 Pemaduan Konten Bahan Ajar... 235

4.13 Model Sistem Penilaian ... 236

4.14 Setting Perkuliahan ... 238

4.15 Praktik Membaca Kritis ... 239

4.16 Rubrik Penilaian Tugas Menulis ... 240

4.17 Formulasi Kebutuhan Pengembangan ... 280

4.18 Literasi dan Tingkatan Literasi Berbahasa ... 288

4.19 Bagan Model Keputusan Desain Bahan Ajar Mata Kuliah ... 290

4.20 Model Pendekatan Integralistik Pengembangan Bahan Ajar ... 292

4.21 Model Literasi Bahasa Indonesia ... 293

4.22 Inovasi Bahan Ajar Bahasa Indonesia Bermuatan Keterampilan Berpikir Kritis ... 303


(12)

DAFTAR GRAFIK

Grafik

4.1 Kelayakan Isi, Sajian & Bahasa... 184

4.2 Akumulasi Respon Mahasiswa Terhadap Bahan Ajar ... 184

4.3 Persepsi Dosen pada Uji Perorangan ... 254

4.4 Peningkatan Skor Tiap Aspek Keterampilan Berpikir Kritis ... 261

4.5 Peningkatan Skor Keterampilan Berpikir Kritis Tiap Mahasiswa ... 261

4.6 Akumulasi Tanggapan Dosen pada Semua Aspek Bahan Ajar ... 265


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1. Desain Awal Model Bahan Ajar Bahasa Indonesia

(Direview oleh Lesley Harbon) ... 346

Lampiran 2. Validation Sheet of Teaching Material Model (Draft) (Divalidasi oleh Lesley Harbon) ... 359

Lampiran 3. Pedoman Observasi Pelaksanan Dan Evaluasi Perkuliahan ... 362

Lampiran 4. Angket Survey Kebutuhan Belajar Mahasiswa ... 363

Lampiran 5. Instrumen Penilaian Kemampuan Belajar Mahasiswa ... 366

Lampiran 6. Instrumen Evaluasi Buku Ajar ... 368

Lampiran 7. Angket Persepsi Mahasiswa terhadap Bahan Ajar yang Digunakan ... 372

Lampiran 8. Instrumen Expert Judgment Model Bahan Ajar ... 374

Lampiran 9. Instrumen Penilaian Dosen terhadap Model Bahan Ajar ... 377

Lampiran 10. Angket Persepsi Mahasiswa terhadap Model Bahan Ajar yang Dikembangkan ... 380

Lampiran 11. Hasil Evaluasi Buku Pegangan Dosen ... 382

Lampiran 12. Model Akhir ... 394

Lampiran 13. Contoh Sajian Bahan Ajar ... 435


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan secara berurutan tentang latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat/signifikansi penelitian serta struktur organisasi disertasi.

A. Latar Belakang Masalah Penelitian 1. Peran Bahan Ajar dalam Pendidikan

Pengelolaan pendidikan secara sadar dan terencana merupakan amanat undang-undang (UUSPN No. 20 Tahun 2003). Tujuannya adalah terwujudnya suasana belajar dan terciptanya proses pembelajaran sehingga peserta didik (siswa, mahasiswa) secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya. Potensi diri peserta didik adalah kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 Tahun 2003). Sebagai usaha sadar, pendidikan memiliki perangkat rencana dan pengaturan yakni kurikulum. Dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 juga ditekankan bahwa sebagai perangkat yang mengatur tujuan, isi, dan bahan pembelajaran, kurikulum merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, baik di berbagai jenjang dan jenis sekolah maupun perguruan tinggi (periksa juga UUPT No. 12 Tahun 2012).

Sebagai pedoman umum pendidikan kurikulum memiliki komponen yang saling mempengaruhi, berinteraksi dan berinterrelasi satu sama lain. Komponen-komponen tersebut adalah (1) tujuan, (2) bahan ajar, (3) proses belajar-mengajar, dan (4) evaluasi. Antara komponen yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hal ini sebagaimana dipertegas oleh Zais (1976: 45) bahwa kurikulum


(15)

bersifat sistemik dan bahan ajar merupakan salah satu komponen pembangun sistem tersebut.

Hampir senada dengan Zais, Saylor (1981: 3) memandang kurikulum sebagai (1) subject and subject matters, (2) experiences, (3) objectives, dan (4)

planned opportunities for learning. Salah satu catatan penting dalam rumusan

Saylor adalah penegasan pandangan klasik bahwa mata pelajaran/mata kuliah dan bahan ajar adalah kurikulum. Dalam konteks sekolah, Orlosky dan Smith (Longstreet dan Shane, 1993: 50) menyebutkan bahwa kurikulum adalah substansi program sekolah. ... curriculum is the substance of the school program. It is the

content pupils are expected to learn. Tanner dan Tanner (1980: 41) menilai bahwa

kurikulum dalam posisi sebagai program sekolah (baca: perguruan tinggi) adalah rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang dikembangkan secara sistematis di bawah pengawasan perguruan tinggi dalam rangka menjadikan mahasiswa mampu meningkatkan kontrol pengetahuan dan pengalamannya.

Ditinjau dari pandangan Orlosky & Smith dan Tanner & Tanner tersebut, substansi program pendidikan sebenarnya adalah konten kurikulum. Menurut Print (1993: 163) konten kurikulum adalah ”the subject matter of the teaching -learning process ..., includes the knowledges, skills and values associated with that subject. Print menjelaskan secara spesifik bahwa konten kurikulum

setidaknya adalah bahan ajar itu sendiri. Substansinya adalah pengetahuan, keterampilan, nilai. Bahan ajar yang digunakan dalam proses belajar-mengajar itu adalah kurikulum sebagaimana konsepsi Saylor. Hasil rekonstruksi sistematis pengetahuan dan pengalaman tidak lain adalah bahan ajar.

Dalam interaksi belajar-mengajar di perguruan tinggi kurikulum yang dikemas sebagai seperangkat rencana adalah ibarat "menu makanan" yang ditawarkan kepada mahasiswa dan stakeholder pendidikan lainnya. Untuk menjadi “siap saji”, kandungan (gizi) serta porsinya bergantung pada silabus yang diramu oleh perguruan tinggi tersebut, dalam hal ini terutama oleh dosen. Untuk menjadi bahan siap pakai, muatan silabus harus disajikan dalam format bahan ajar. Di sinilah peran penting bahan ajar yang diupayakan melalui proses pengembangan yang sistematis, terbimbing, dan memperhatikan berbagai aspek


(16)

termasuk kebutuhan mahasiswa. Alhasil, yang harus menjadi perhatian bukan saja bagaimana konten tersebut dibelajarkan (teaching-learning methods), melainkan pula bagaimana konten kurikulum tersebut diorganisasikan untuk dibelajarkan (prepared and planned content to be learned). Hal itu dimaksudkan agar perangkat kurikulum (written curriculum) dengan berbagai konten yang direncanakan harus diorganisasikan ke dalam bahan ajar sebelum dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas (actual curriculum).

Pengorganisasian konten kurikulum ke dalam format bahan ajar memperhatikan dimensi pengalaman belajar yang harus dimiliki mahasiswa, termasuk pula karakteristik, kebutuhan serta memperhatikan perkembangannya (Print, 1993: 163). Dimensi pengalaman belajar menunjukkan bahwa bahan ajar bermuatan pedagogis (pedagogical content). Muatan pedagogis yang merupakan aspek teknis-aplikatif ini umumnya tidak dimiliki oleh sumber belajar lain seperti buku dan bahan bacaan pada umumnya. Mengacu pada aspek ini saja bahan ajar merupakan komponen kurikulum yang mengambil peran dan fungsi strategis dalam interaksi dosen-mahasiswa.

Bahan ajar juga merupakan sarana mediasi mahasiswa dan dosen dalam interaksi edukatif pada pembelajaran klasikal (lecturing). Dalam pembelajaran individual juga tutorial, bahan ajar dapat membantu mahasiswa belajar mandiri-individual. Di ruang perkuliahan, bahan ajar berperan mengefektifkan proses perkuliahan, bahkan berperan untuk pencapaian tujuan perkuliahan secara efisien. Bahan ajar dalam konteks ini adalah media belajar sekaligus sumber belajar. Sebagai media, bahan ajar mampu melampaui kebersamaan dosen dan mahasiswa. Bahkan satu-satunya media belajar yang dapat mereduksi ketergantungan mahasiswa terhadap dosen adalah bahan ajar. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa bahan ajar merupakan sarana/alat yang penting untuk membangun interaksi dosen-mahasiswa agar lebih bermakna dan mengefektifkan proses dan pencapaian tujuan secara efeisien sebagaimana diamanatkan kurikulum.

Dalam lingkup yang lebih spesifik peran bahan ajar sangat strategis khususnya dalam mengembangkan keterampilan berbahasa. Bahan ajar dapat


(17)

menjadi sumber input kebahasaan (language input) bagi mahasiswa selain dosen. Bahkan dalam upaya pengembangan bahasa tulis (written language), bahan ajar yang baik merupakan kebutuhan primer. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Richards (2002: 120) bahwa input kebahasaan khususnya bahasa tulis adalah sumber-sumber tertulis. Walaupun demikian besarnya peran bahan ajar berupa sumber belajar tertulis terutama dalam belajar bahasa, namun upaya strategis dan terencana dalam penyediaannya belum tergarap dengan baik terutama di perguruan tinggi.

Berbagai hasil riset mencuatkan peran pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah maupun perkuliahan di perguruan tinggi masih belum ideal meskipun menjadi mata pelajaran atau mata kuliah wajib. Bahkan meskipun di perguruan tinggi diajarkan lanjut dan berulang dan menjadi mata kuliah yang wajib ditempuh oleh seluruh mahasiswa pada semua jurusan dan program studi, Bahasa Indonesia perannya tidak maksimal. Mata kuliah Bahasa Indonesia kurang mendapat perhatian bagi sebagian besar mahasiswa (Mulyati, 2011: 142), sementara ekspektasi dosen terhadap mata kuliah ini demikian tinggi. Hasil survei Alwasilah tahun 1977 dan 2000 diperkuat hasil survei Mulyati tahun 2010 berkenaan dengan mata kuliah Bahasa Indonesia menemukan berbagai ketimpangan berikut.

(a) Bahasa Indonesia dianggap kurang bermanfaat dan kurang berkontribusi bagi penyelesaian studi mahasiswa; (b) materi-materi yang diberikan bersifat pengulangan materi di SMA; (c) kurang mendukung penyelesaian tugas-tugas akademik mahasiswa, khususnya yang berkaitan dengan menulis dan presentasi ilmiah; dan (d) kurang mendapat penanganan yang serius dari pihak lembaga (Mulyati, 2011: 142).

Alwasilah dan juga Mulyati menilai bahwa disorientasi perkuliahan Bahasa Indonesia telah berlangsung lama. Kekeliruan pengajaran (baca: perkuliahan) Bahasa Indonesia dewasa ini ialah terlampau terkonsentrasinya Bahasa Indonesia pada empat aspek keterampilan berbahasa tanpa mengaitkannya dengan fungsi bahasa sebagai alat berpikir (Alwasilah, 2008: 148-149) sehingga keterampilan berpikir kritis mahasiswa kurang terasah (Mulyati 2011: 143).


(18)

Literasi kebahasaan juga menjadi persoalan dan kesulitan mahasiswa yang segera ditemukan terutama aspek berbahasa produktif, yakni berbicara dan menulis (Mulyati, 2010). Beberapa penelitian menunjukkan bukti lemahnya keterampilan menulis (ilmiah) mahasiswa sebagaimana dikutip Mulyati (2011: 142) antara lain ditunjukkan oleh Suriamiharja (1987), Moeliono (1991), Syamsudin, (1994), Alwasilah (2000), Cahyani (2005), Mulyati (2010). Nyaris dari tahun 80-an sampai 2010-an persoalan ini masih “mendarah-mendaging”. Alwasilah (2003: 679) menyimpulkan, pasti ada yang salah dalam kurikulum Bahasa Indonesia di perguruan tinggi. Kurikulum atau silabus hanya memuat bahan ajar secara garis besar dalam bentuk “materi pokok”. Tugas dosen adalah menjabarkan materi pokok tersebut sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap. Masalahnya adalah tidak semua dosen mengambil peran sebagai pengembang bahan ajar.

2. Bahan Ajar Bahasa Indonesia Inklusi Berpikir Kritis

Jika dicermati tujuan pendidikan dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 yakni agar terwujudnya suasana belajar dan terciptanya proses perkuliahan, dapat dimaknai bahwa kemauan dan keterampilan belajar mahasiswa harus menjadi prioritas. Artinya, mengajar atau memberi kuliah adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar (kemandirian belajar) dan interaksi edukasi dosen-mahasiswa. Rose dan Nicoln (2001: 3) mengingatkan agar sistem pendidikan tidak hanya terfokus dan berkutat pada bagaimana memutuskan apa yang harus dipelajari dan bagaimana harus berpikir (curriculum

oriented). Menurutnya yang harus menjadi prioritas adalah mengajarkan

mahasiswa bagaimana cara belajar (study skill) dan bagaimana cara berpikir (thinking skills). Proses belajar dan proses belajar-mengajar adalah proses berpikir, dan bahasa menjadi media interaksi-komunikasi dalam proses tersebut. Oleh karena itu, bahasa dan berpikir harus disajikan-dibelajarkan secara sinergis.

Berpikir dan berbahasa adalah perangkat kemanusiaan yang membedakan secara mendasar antara manusia dan selain manusia. Berpikir dan bertutur bahkan menulis, baik dalam taraf yang sederhana maupun taraf yang lebih tinggi adalah


(19)

ciri khas manusia. Oleh karena itu, usaha-usaha pendidikan bahasa sebenarnya adalah proses aktualisasi kemanusiaan. Berpikir dan berbahasa harus dipelajari, dikembangkan dan ditingkatkan kepada taraf berpikir yang lebih tinggi yang diimbangi dengan keterampilan berbahasa yang memadai. Di sinilah peran sekolah dan perguruan tinggi dituntut.

Sugono, dalam Suara Pembaruan (26 Mei 2009), menekankan agar perguruan tinggi jangan mengerdilkan peran bahasa Indonesia, apalagi sampai bahasa Indonesia tergeser oleh bahasa asing. Sugono - dalam kapasitasnya sebagai Kepala Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) saat itu - membeberkan kerisauannya bahwa sistem dan model pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dan di perguruan tinggi belum mencerminkan peran dan fungsi bahasa yang sesungguhnya. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia hanya berkutat pada pembuatan kalimat, imbuhan, dan bacaan. Ia menegaskan bahwa fungsi bahasa sebagai alat bernalar, alat berkomunikasi dan alat berekspresi. Sistem pembelajaran Bahasa Indonesia, katanya, harus mengajarkan penggunaan bahasa sebagai alat berpikir dan berekspresi dalam ranah-ranah pembelajaran Bahasa Indonesia sebagaimana mestinya.

Sugono (Suara Pembaruan, 26 Mei 2009) menegaskan peran bahasa Indonesia yang telah dikukuhkan dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan kepribadian dan pengembangan kecerdasan, emosional, dan intelektual anak-anak bangsa. Mencermati amanat undang-undang serta mendukung pemikiran Sugono diperlukan penegasan bahan ajar seperti apa yang harus dikembangkan jika bahasa hendak dimaksimalkan fungsinya sebagai alat bernalar.

Mengaitkan bahasa dan pikiran sesungguhnya juga berangkat dari salah satu pandangan tentang bahasa, yakni bahasa adalah sarana untuk menyampaikan pikiran. Pandangan ini menjadi cermin bahwa mengajarkan keterampilan berbahasa adalah mengajarkan keterampilan berpikir. Dalam konteks belajar di perguruan tinggi keterampilan berpikir yang harus diprioritaskan adalah berpikir tingkat tinggi antara lain keterampilan berpikir kritis.


(20)

Terkait dengan buku atau bahan perkuliahan, salah satu bentuk inovasi perkuliahan Bahasa Indonesia dihubungkan dengan penyediaan dan ketersediaan bahan ajar adalah pengembangan model bahan ajar yang mengarusutamakan keterampilan berpikir kritis. Penguatan keterampilan berpikir yang sinergis dengan penguatan keterampilan menulis diharapkan membantu mahasiswa dalam menunaikan tugas menulis karya ilmiah. Sinergi keterampilan berpikir dengan keterampilan menulis diharapkan dapat meningkatkan keterampilan belajar mahasiswa, baik di kelas maupun di luar kelas secara mandiri.

Di berbagai belahan dunia, dosen dan peneliti terobsesi dan telah menulis secara luas tentang pentingnya mengintegrasikan pengalaman berpikir kritis ke dalam kurikulum perguruan tinggi. Bahkan di negara anggota Organisation for

Economic Co-operation and Development (OECD) seperti Amerika Serikat dan

Kanada, berpikir kritis telah menjadi gerakan pendidikan nasional. Australia menempatkan berpikir kritis sebagai kurikulum dalam rumpun skills, sejajar dengan rumpun knowledge and values (Print, 1993: 141). Keputusan dan kebijakan nasional itu diberlakukan sejak Kindergarten (TK, playgroup). Gerakan tersebut didasari atas signifikansi keterampilan berpikir kritis dalam kehidupan. Penguasaan keterampilan berpikir kritis tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses fundamental yang memungkinkan mahasiswa mampu mengatasi ketidaktentuan masa mendatang (Cabrera, 1992: 60).

Bailin dan Siegel sebagaimana dikutip Abrami (2008: 1105) berpendapat bahwa berpikir kritis merupakan tujuan fundamental dan ideal pendidikan. Sheffler (Abrami, 2008: 1106) juga berpendapat bahwa "berpikir kritis adalah hal yang paling pertama dan utama dalam konsepsi dan organisasi kegiatan pendidikan". Oleh karena itu, pentingnya mengajarkan dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis harus dipandang sebagai sesuatu yang urgen dan tidak bisa disepelekan lagi.

Berpikir kritis secara luas diakui sebagai keterampilan penting di era pengetahuan. Menurut Halpern (Burke, 2008: 105), sukses dalam kehidupan di hari tua bergantung pada, antara lain, kapasitas berpikir kritis, fokus pada tujuan


(21)

(purposeful), fokus pada keterampilan kognitif dan memiliki strategi untuk mencapai tujuan. Demikian pula, berpikir kritis tidak hanya berpikir tentang masalah penting dalam disiplin ilmu, seperti sejarah, sains, dan matematika, tetapi juga berpikir tentang sosial, politik, dan tantangan hidup sehari-hari di berbagai persoalan dunia yang semakin kompleks (Bernard, et al., 2008: 17-18).

Kompleksitas persoalan dunia diakibatkan oleh perubahan cepat dan pesat yang terjadi di berbagai bidang seperti pendidikan, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Perubahan tersebut membuat informasi semakin melimpah, cepat, dan mudah diperoleh dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Membanjirnya informasi tersebut menuntut kemampuan dan keterampilan khusus. Hal itu disebabkan oleh ketidak-mungkinan mempelajari keseluruhan informasi dan pengetahuan dan tidak semuanya berguna dan diperlukan. Kondisi seperti ini merupakan tantangan yang hanya dihadapi oleh orang-orang terdidik dan mempunyai kemampuan mendapatkan, memilih, dan mengolah informasi atau pengetahuan dengan efektif dan efisien. Agar orang-orang terdidik di masa depan mempunyai keterampilan seperti yang dikemukakan tadi diperlukan sistem pendidikan yang berorientasi pada pemecahan masalah, keterampilan berpikir kritis, kreatif, sistematis dan logis (Depdiknas, 2003: 8).

Berpikir kritis juga berhubungan dengan keinginan dunia kerja. Perusahaan atau dunia kerja membutuhkan lulusan perguruan tinggi yang memiliki rasa ingin tahu, analitis, pemikir reflektif, dan terampil memecahkan masalah. Dalam konteks ini pula keterampilan berpikir kritis sangat penting untuk menjaga efektivitas hubungan kerja (Pithers dan Soden, 2000: 238). McEwen (1994: 100) menyajikan bukti tambahan bahwa keterampilan berpikir kritis adalah penting untuk dunia kerja dan mobilitas karir.

Meskipun keterampilan berpikir kritis demikian penting, banyak analis pendidikan dan peneliti melaporkan bahwa lulusan pendidikan tinggi masih terbelakang dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti keterampilan berpikir kritis. Hal itu karena kurikulum sarjana pada umumnya tidak menekankan pengajaran keterampilan ini. Dosen juga mengalami “frustrasi” oleh lemahnya keterampilan berpikir kritis mahasiswa, bahkan hal itu juga terjadi pada


(22)

sarjana alumni perguruan tinggi (Fiore, 2005: 307; Knight, 1992: 65; Halpern, 2002: 2).

deBono (Bobrowski; 2008) bahkan berkomentar, “…many highly intelligent people are bad thinkers. deBono menggambarkan intelegensi seperti

tenaga kuda dalam sebuah mobil. A powerful car has the potential to drive at any

speed. But you can have a powerful car and drive it badly. Dia memandang

berpikir kritis sebagai "keterampilan mengemudi" yang masing-masing individu mengelola kecerdasannya. deBono tampaknya menyayangkan bahwa sarjana dengan intelegensi, banyak yang tidak terlatih sebagai pemikir (periksa juga: deBono, 2007: 204).

Upaya memfasilitasi penguatan keterampilan berpikir kritis baik siswa maupun mahasiswa menjadi sangat penting. Berbagai hasil penelitian masih menunjukkan rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa dan mahasiswa Indonesia. Hasil penelitian Fachrurrazi (2012) menunjukkan bahwa pembelajaran Matematika di sekolah selama ini belum banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis sehingga menyebabkan rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa. Priatna sebagaimana dikutip Anshori (2009: 2) menunjukkan bahwa keterampilan penalaran siswa SMP di kota Bandung masih belum memuaskan, yaitu hanya mencapai sekitar 49% dan 50% dari skor ideal. Selanjutnya Suryadi (Anshori, 2009: 2) menemukan bahwa siswa kelas dua SMP di kota dan Kabupaten Bandung mengalami kesulitan dalam keterampilan mengajukan argumentasi, menerapkan konsep yang relevan, serta menemukan pola bentuk umum (keterampilan menginduksi).

Secara khusus, keterampilan berpikir kritis mahasiswa calon guru SD dinilai rendah diangkat oleh Masitoh (2011). Hasil penelitiannya mendukung hasil penelitian Mayadiana sebagaimana dikutip Anshori (2009: 3) bahwa keterampilan berpikir kritis mahasiswa calon guru SD masih rendah, yakni hanya mencapai 36,26% untuk mahasiswa berlatar belakang IPA, 26,62% untuk mahasiswa berlatar belakang Non-IPA, serta 34,06% untuk keseluruhan mahasiswa. Hal serupa juga berdasarkan hasil penelitian Maulana (2008) bahwa nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis mahasiswa program D2 PGSD masih rendah. Secara


(23)

mengejutkan, hasil survey Alwasilah (2008: 145) yang dilakukannya tahun 1991 terhadap mahasiswa asal Indonesia di Amerika Serikat menemukan bahwa pendidikan di Indonesia tidak membekali mereka kemampuan berpikir kritis dan menyadari bahwa menulis akademis dan presentasi di depan kelas merupakan tugas akademik yang sulit.

Menilik temuan-temuan di atas dapat dipahami bahwa keterampilan berpikir kritis siswa memang tidak dibiasakan untuk diajarkan sejak sekolah dasar. Tampak jelas ketika siswa beranjak ke tingkat SMP, SMA hingga perguruan tinggi keterampilan berpikir kritis menjadi masalah terhadap mahasiswa itu sendiri. Karena tidak dibiasakan, maka sulit diharapkan keterampilan berpikir kritis menjadi keterampilan yang dibudayakan dalam dunia pendidikan.

Adapun di perguruan tinggi agama Islam, kajian keterampilan berpikir kritis dan/atau hubungannya dengan perkuliahan Bahasa Indonesia sejauh ini belum dilakukan. Demikian pula dalam kasus IAIN Mataram. Bahkan dari data dosen diperoleh informasi bahwa IAIN Mataram tidak memiliki dosen negeri pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia sampai tahun 2008. Rendahnya keterampilan berpikir mahasiswa diperoleh dari data penelitian tentang karakteristik keterampilan menulis mahasiswa IAIN Mataram yang dilakukan oleh peneliti. Hasilnya, di luar aspek kebahasaan, kemampun logika atau penalaran mahasiswa dalam bahasa tulis sangat rendah. Studi tahun 2005 juga menemukan bahwa kelemahan keterampilan menulis berkorelasi dengan rendahnya keterampilan berpikir.

Hal yang menggembirakan dalam upaya penguatan keterampilan berpikir kritis di dunia pendidikan di Indonesia adalah mulai maraknya penelitian berpikir kritis. Meskipun penelitian tersebut masih berkutat seputar model pembelajaran. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), sebagai satu-satunya universitas pendidikan negeri di Indonesia telah mengintensifkan kajian terkait, baik oleh dosen maupun mahasiswa di jenjang pendidikan sarjana, magister maupun doktor. Bahkan, Alwasilah (2008: 140) mengusung keterampilan berpikir kritis sebagai kajian khusus Filsafat Bahasa dan Pendidikan.


(24)

Meskipun berpikir kritis penting dikaji di dunia pendidikan tinggi, namun keterampilan belum menjadi “gerakan”. Keterampilan tingkat tinggi ini tidak dipromosikan di kelas dan tidak dikemas dalam bahan ajar khusus, termasuk dalam Mata Kuliah Bahasa. Belajar Bahasa Indonesia misalnya, umumnya dikaitkan dengan belajar tata bahasa. Pengetahuan bahasa diharapkan akan ditransmisikan dari dosen kepada mahasiswa. Dalam kelas tradisional-konvensional, lulus ujian sering dianggap sebagai tujuan utama belajar Bahasa Indonesia. Pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa mendapat cukup perhatian, sementara berpikir kritis, pemecahan masalah, atau keterampilan berpikir tingkat tinggi lainnya kurang diperhatikan. Hal ini tercermin pada kurikulum, silabus, perkuliahan maupun bahan ajarnya.

Penguatan konten kurikulum dengan berbagai keterampilan (Print, 1993: 163) melalui pendidikan-pembelajaran bahasa - sebagai media penyampaian pikiran - merupakan nilai instrinsik bahan ajar terutama perannya dalam membangun intelektual, sikap humanis dan rasionalitas mahasiswa (Richards, 2002: 114). Penguatan kapasitas keterampilan berpikir mahasiswa terutama berpikir kritis-rasional menjadi tagihan dalam penerjemahan ideologi kurikulum dan bahan ajar terutama kurikulum bahasa secara umum (Richards, 2002: 121). Demikian pula kurikulum Bahasa Indonesia. Di sinilah penelitian pengembangan model bahan ajar menemukan relevansi dan signifikansinya, lebih-lebih langkanya bahan ajar standar Bahasa Indonesia perguruan tinggi. Model bahan ajar yang dikembangkan diharapkan menjadi model awal bagi penguatan keterampilan berpikir ilmiah mahasiswa sekaligus dapat meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa utamanya bahasa tulis.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Penelitian

Dilihat dari sudut pembelajaran-perkuliahan, persoalan perkuliahan Bahasa Indonesia - termasuk di dalamnya persoalan berpikir tingkat tinggi yang belum menjadi konten bahan ajar dan tidak menjadi orientasi perkulihan - memiliki keterkaitan dengan berbagai faktor baik faktor internal maupun eksternal. Input mahasiswa dengan beragam latar belakang sekolah menengah,


(25)

beragam kemampuan/pengetahuan awal, kemampuan dan motivasi belajar,

bakat-minat dan intelegensi, termasuk rasa ingin tahu merupakan “faktor hulu” penentu efektivitas proses dan ketercapaian tujuan perkuliahan. Penyediaan lingkungan belajar yang kondusif, kebijakan kelembagaan, letak geografis juga merupakan input pencipta-pendukung suasana perkuliahan.

Persoalan penyediaan lingkungan (environment input) sebagai variabel atau faktor konteks (contexts variable), secara simultan memiliki koherensi dengan persoalan mahasiswa (raw input) dalam mem-pressure efektivitas ketercapaian tujuan perkuliahan (product variable). Sebagai interaksi yang melibatkan multiperan, multimedia, multipelaku, proses perkuliahan (instructional process) juga dipengaruhi oleh instrument input. Kurikulum yang diacu dan digunakan, bahan ajar yang dikembangkan atau dimanfaatkan, ketersediaan dosen mata kuliah dengan kualifikasi dan kuantifikasi memadai (adekuasi), fasilitas yang menunjang, dukungan media perkuliahan, termasuk di dalamnya aspek finansial dan manajerial merupakan faktor penentu efektivitas proses belajar-pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung.

Keterampilan menulis mahasiswa yang rendah dan kemampuan penalaran dan berpikir yang lemah merupakan persoalan ranah output factor/variable. Upaya penyediaan instrumen perkuliahan (instrumental input) berupa sumber belajar tertulis seperti buku ajar dan berbagai bahan lainnya merupakan alternatif solusi mengatasi persoalan tersebut. Untuk mendukung keterampilan menulis yang baik dan keterampilan berpikir yang memadai diperlukan bahan ajar dengan orientasi keterampilan berpikir kritis. Karena itulah kajian ini dibatasi pada persoalan perkuliahan Bahasa Indonesia yang belum mampu mengarahkan mahasiswa untuk memiliki keterampilan berbahasa produktif maupun reseptif dihubungkan dengan ketidak-tersediaan bahan ajar dengan orientasi keterampilan berbahasa dan keterampilan berpikir secara simultan.

Terkait langsung dengan bahan ajar – sebagai salah satu instrumental

input dalam format bahan ajar cetak seperti buku ajar – masalah yang dapat teridentifikasi berdasarkan observasi lapangan dan memperkuat hasil penelitian yang dilakukan peneliti sendiri tahun 2005 dan 2007 ditemukan berbagai


(26)

persoalan, yakni (1) buku Bahasa Indonesia yang ada belum memenuhi kebutuhan mahasiswa PTAI, (2) buku Bahasa Indonesia yang beredar belum berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi, (3) buku Bahasa Indonesia yang sesuai dengan kurikulum Bahasa Indonesia PTAI belum tersedia, (4) buku Bahasa Indonesia yang sudah beredar secara asumtif belum diuji kualitasnya secara komprehensif, (5) buku rujukan yang direkomendasikan oleh Kurikulum PTAI dari sisi kemutakhiran telah out of date, (6) bahan ajar Bahasa Indonesia yang digunakan masih berupa kompilasi yang memiliki keterbatasan, (7) Perkuliahan Bahasa Indonesia untuk perguruan tinggi berbeda dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, baik orientasi, cakupan, tingkat kesulitan, serta tingkatan berpikir yang seharusnya dimiliki mahasiswa, dan (8) belum tersedia buku Bahasa Indonesia PTAI yang ditulis dengan orientasi keterampilan berpikir tingkat tinggi keterampilan berpikir kritis.

Kehadiran buku yang beredar di pasaran tidak mampu mendukung sepenuhnya keperluan bahan untuk interaksi kelas. Hal ini menarik untuk direnungkan pendapat Dunne dan Wragg (1996: 65) yang menyatakan bahwa bahan ajar berupa buku yang sudah ada pun tidak begitu saja digunakan. Bahan ajar tersebut harus dikembangkan oleh dosen sesuai dengan tahap perkembangan dan keterampilan mahasiswa serta keadaan lingkungan masing-masing.

Adapun persoalan pokok yang dikaji dalam penelitian ini adalah persoalan ketersediaan bahan ajar mata kuliah Bahasa Indonesia dengan tujuan keterampilan berpikir kritis. Persoalan ini akan menjadi semakin kompleks manakala dikaitkan dengan masih sedikitnya usaha-usaha pengembangan keterampilan berpikir mahasiswa melalui rekayasa kurikulum, perkuliahan atau pengembangan bahan ajar melalui pengembangan model. Rumusan masalah penelitian ini adalah “bagaimanakah sosok model bahan ajar Bahasa Indonesia untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)?”

C. Pertanyaan Penelitian

Hasil observasi peneliti di beberapa PTAI terutama di IAIN Mataram (2005-2011) menunjukkan berbagai persoalan terkait pemilihan dan penggunaan


(27)

bahan ajar oleh dosen. Secara umum masalah yang ditemukan adalah masalah penentuan jenis materi, kedalaman, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan (treatment) terhadap materi perkuliahan, dan pemilihan sumber bahan ajar. Ada kecenderungan sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku. Padahal banyak sumber bahan ajar selain buku yang dapat digunakan.

Termasuk masalah yang sering dihadapi dosen berkenaan dengan bahan ajar adalah dosen memberikan bahan ajar atau materi perkuliahan terlalu luas atau terlalu sedikit, terlalu mendalam atau terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak tepat, dan jenis bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh mahasiswa. Berkenaan dengan buku sumber – di perguruan tinggi – buku yang digunakan umumnya relatif sama, yakni buku yang beredar di pasaran saja.

Untuk lebih terfokusnya penelitian ini, peneliti merumuskan permasalahan penelitian dalam pertanyaan penelitian berikut.

1. Bagaimanakah kondisi perkuliahan Bahasa Indonesia selama ini di PTAI? 2. Bagaimanakah sosok model bahan ajar Bahasa Indonesia untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kritis mahasiswa PTAI?

3. Bagaimanakah kelebihan dan keterbatasan model bahan ajar Bahasa Indonesia PTAI hasil pengembangan?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menyodorkan sebuah alternatif model bahan ajar Bahasa Indonesia untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa di PTAI. Model ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang berharga bagi para dosen Bahasa Indonesia, para penulis buku teks/paket, lembaga-lembaga terkait, para mahasiswa PTAI dalam rangka mengoptimalkan perkuliahan Bahasa Indonesia, khususnya dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis.

Secara khusus penelitian pengembangan ini bertujuan untuk:

1) mengeksplorasi dan mendeskripsikan kondisi bahan ajar termasuk potret perkuliahan Bahasa Indonesia di PTAI;


(28)

2) menghasilkan sosok model bahan ajar Bahasa Indonesia PTAI untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa; dan

3) mendeskripsikan kelebihan dan keterbatasan model bahan ajar Bahasa Indonesia PTAI hasil pengembangan.

Adapun produk yang diharapkan dari penelitian ini adalah model bahan ajar mata kuliah Bahasa Indonesia dan validasinya yang meliputi:

1) model bahan ajar Bahasa Indonesia yang bertujuan meningkatkan keterampilan berpikir kritis, yang meliputi unsur-unsur (a) silabus, (b) organisasi sajian, (c) organisasi isi, (d) sistem penilaian, dan (e) contoh unit bahan ajar;

2) informasi tentang persepsi mahasiswa dan persepsi dosen terhadap model hasil pengembangan;

3) informasi tentang taraf peningkatan keterampilan berpikir kritis melalui model bahan ajar yang dikembangkan serta hasil pengembangan model yang sudah teruji secara empiris; dan

4) informasi tentang aspek keterbatasan dan kelebihan produk model ditinjau dari berbagai segi, baik dipandang dari sisi internal model maupun dari sisi pemanfaatannya (eksternal).

E. Definisi Operasional

Ada dua variabel penelitian yang perlu dijelaskan definisi operasionalnya yakni (1) model bahan ajar untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan (2) keterampilan berpikir kritis. Berikut definisi operasional variabel tersebut. 1) Model Bahan Ajar untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis

Yang dimaksud dengan model bahan ajar untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam penelitian ini adalah pola dan deskripsi tentang

seperangkat komponen dan prosedur sistematis bahan ajar mata kuliah Bahasa Indonesia PTAI yang berisi konten kebahasaan, konten keterampilan berbahasa, dan konten keterampilan berpikir kritis dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa PTAI.


(29)

2) Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam berpikir tingkat tinggi yang ditandai dengan keterampilan memberikan penjelasan dasar/sederhana (elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (inference), membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), dan menerapkan strategi dan taktik (strategies dan tactics).

F. Manfaat/Signifikansi Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian diharapkan ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan dan pengembangan pendidikan bahasa dan pengembangan kurikulum. Dalam studi pendidikan bahasa, model yang dikembangkan terutama berkontribusi pada pandangan transdisipliner studi pembelajaran bahasa. Hal itu tidak saja dalam ilmu linguistik terapan tetapi juga bagaimana bahasa dikaitkan dengan teori psikologi kontemporer tentang minda (deBono, 1995), tentang multikecerdasan (Gardner, 2003) dan teori psikologi pendidikan semisal brain-based teaching (Given, 2007) serta teori berpikir yang didekati melalui perspektif Alquran (Badi dan Tajdin, 2004).

Sebagai penelitian yang secara khusus terkait dengan pengembangan model bahan ajar penelitian ini penting untuk keperluan teoretis instruksional. Pemanfaatannya terutama pengayaan teoretis kajian kurikulum (baca: konten kurikulum) dan teori belajar-pembelajaran terutama pada desain bahan ajar untuk kepentingan pembelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini juga memperkuat studi desain instruksional yang merupakan kajian teknologi pendidikan.

2. Manfaat Praktis

Di samping manfaatnya sebagai pijakan teoretis bagi pemecahan persoalan teoretis-normatif studi bahasa dan pembelajaran Bahasa Indonesia di perguruan tinggi terutama dikaitkan dengan bahasa Indonesia sebagai wahana berpikir dan berpikir kritis mahasiswa, penelitian ini memiliki signifikansi secara praktis-empiris. Secara praktis, model bahan ajar yang dikembangkan secara umum


(30)

diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan mutu perkuliahan Bahasa Indonesia di perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi agama Islam. Manfaatnya terutama berkaitan dengan kepentingan penyusunan bahan ajar cetak seperti buku ajar Bahasa Indonesia dan bahan ajar non cetak yang bermakna. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para penulis buku ataupun penerbit di dalam menyusun buku teks fungsional Bahasa Indonesia khususnya untuk mahasiswa.

Secara khusus, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: a. Pribadi Peneliti

Di bawah arahan dan bimbingan pembimbing yang kompeten penelitian ini memiliki manfaat yang signifikan khususnya bagi pribadi peneliti karena hasil penelitian ini menjadi salah satu tagihan profesi (dosen) dalam melaksanakan pendidikan dan penelitian. Hal ini sejalan dengan pasal 93 ayat 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang berbunyi: hasil penelitian perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh dosen dimanfaatkan untuk memperkaya materi pembelajaran mata kuliah yang relevan.

b. Pengambil Kebijakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pengembang kurikulum terutama para analis konten kurikulum dan desainer-programer pembelajaran atau perkuliahan. Lembaga semisal Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan instansi terkait dapat memanfaatkan hasil riset ini dan riset sejenis. c. Perguruan Tinggi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi peningkatan mutu proses dan hasil perkuliahan terutama menindaklanjuti amanat kurikulum berbasis kompetensi (competence-based curriculum) yang dianut perguruan tinggi. Hajat pengembangan model bahan ajar ini senada dengan semangat UUPT 12 Tahun 2012 dimana disebutkan bahwa bahan ajar merupakan salah satu komponen kurikulum. Hasil penelitian ini mem-back-up Kurikulum


(31)

Berbasis Kompetensi khususnya pada perkuliahan dengan pendekatan kompetensi pada mata kuliah Bahasa Indonesia dengan penguatan keterampilan berpikir. d. Dosen.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan, acuan, dan perbandingan bagi dosen dalam menyusun dan mengembangkan bahan ajar yang kreatif, variatif, inovatif dan adaptif, sesuai dengan situasi dan kondisi perkuliahan di perguruan tinggi. Kepentingannya yang pertama bagi dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang ingin meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengembangkan bahan ajar yang memadai. Kedua, secara spesifik model yang dihasilkan dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan bahan ajar dengan orientasi meningkatkan kapasitas keterampilan berpikir kritis.

Orientasi perkuliahan Bahasa Indonesia untuk kepentingan khusus (Bahasa Indonesia for Special Purposes/BISP) semisal English for Special

Purposes (ESP) menjadi model yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan

maupun hanya sekadar pengadaptasian bahan ajar. Model BISP dapat dimanfaatkan untuk penyiapan silabus dan satuan acara perkuliahan dan terutama kemanfaatannya sebagai alternatif model pengembangan bahan ajar.

e. Mahasiswa

Secara tidak langsung, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan introspeksi diri bagi mahasiswa melalui perkuliahan Bahasa terutama untuk meningkatkan kapasitas keterampilan berpikir kritis. Penguatan kapasitas berpikir tidak terlepas dari asas penyelenggaraan perguruan tinggi, yakni asas penalaran. “Asas penalaran” adalah pencarian, pengamatan, penemuan, penyebarluasan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang mengutamakan kegiatan berpikir (UUPT 12 Tahun 2012 pasal 3).

f. Peneliti lain

Peneliti yang meminati penelitian pengembangan model bahan ajar dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai varian model pembanding. Peneliti lain juga dapat memanfaatkannya sebagai acuan dalam riset R&D “inklusif” yang berciri integrasi pengetahuan dan keterampilan; integrasi keterampilan berbahasa


(32)

dan keterampilan berpikir kritis. Peneliti berikutnya dapat menguji kembali hasil penelitian ini dengan memperluas cakupan penelitian.

G. Struktur Organisasi Disertasi

Organisasi isi penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab I Pendahuluan, membahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi penelitian dan struktur organisasi disertasi.

Bab II Kajian Pustaka mengkaji berbagai literatur yang terkait dengan pengembangan. Kajian tersebut meliputi kajian keterampilan berpikir kritis dalam wacana studi bahasa, kajian epistimologis keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kritis dalam kurikulum pendidikan tinggi, pengembangan bahan ajar, dan model pengembangan bahan ajar. Kajian pustaka dilengkapi dengan tilikan hasil-hasil riset yang relevan untuk mengukuhkan posisi penelitian yang dilakukan. Kajian ditutup dengan sajian paradigma penelitian yang tergambar dalam kerangka pikir penelitian.

Bab III Metode Penelitian menyajikan ulasan tentang desain penelitian, metode penelitian, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen dan pengembangan instrumen penelitian, teknik analisis data, dan spesifikasi model yang dikembangkan.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini berisi paparan data hasil penelitian dan pembahasannya sebagai jawaban pertanyaan penelitian tentang: (1) kondisi faktual perkuliahan Bahasa Indonesia di IAIN Mataram; (2) model bahan ajar Bahasa Indonesia untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa; dan (3) kelebihan dan keterbatasan model bahan ajar Bahasa Indonesia PTAI hasil pengembangan.

Bab V Penutup berisi simpulan, implikasi dan rekomendasi bagi tindak-lanjut produk pengembangan dan terutama penelitian tindak-lanjutan. Sistematika penulisan mengacu pada Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang diterbitkan oleh UPI (2012) dengan beberapa pengembangan sesuai karakteristik dan kebutuhan penelitian pengembangan.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bagian ini berisi ulasan tentang desain penelitian, metode penelitian, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen dan pengembangan instrumen penelitian, teknik analisis data, dan spesifikasi model yang dikembangkan.

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model bahan ajar Bahasa Indonesia. Sebagai penelitian yang menjembatani kepentingan penelitian dasar dan penelitian terapan, dipilih model penelitian pengembangan dengan pendekatan Research and Development (R&D). Model desain R&D yang dipakai adalah educational research and development mengingat yang akan dikembangkan adalah komponen desain instruksional. Menyikapi berbagai pendekatan yang ada, dipilih model R&D dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem yang dijadikan acuan adalah pendekatan sistem yang disusun secara kolaboratif oleh Walter Dick, Lou Carey, dan James Carey. Buku yang dijadikan acuan adalah The Systematic Design of Instruction terbitan 2009 edisi ketujuh. Pendekatan ini di Indonesia populer dengan sebutan Model Dick and

Carey.

Penelitian ini secara spesifik digolongkan ke dalam jenis penelitian pengembangan program pengajaran (developing of instruction program), meminjam istilah Creswell (2008: 23). Dalam konteks ini, kegiatan penelitian dilakukan untuk memenuhi tuntutan keberadaan bahan ajar yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu keterampilan berpikir kritis.

Dick, et al. (2006: 1) menggunakan istilah instructional. Istilah ini diterjemahkan (diserap) ke dalam bahasa Indonesia menjadi instruksional. Instruksional adalah istilah dalam pendidikan yang masih populer pada era 1990-an. Pemaknaan istilah ini berhampiran dengan teaching (pengajaran).


(34)

Seiring perubahan trend pendidikan di Indonesia, istilah pengajaran direposisi menjadi pembelajaran (periksa juga Abdulhak, 2001: 5). Dalam penelitian ini ketiga istilah tersebut digunakan semakna dengan istilah pembelajaran di jenjang pendidikan tinggi yakni perkuliahan.

Pendekatan sistem Dick and Carey (Dick, et al., 2009: 1) terdiri atas 10 langkah yaitu (1) mengidentifikasi tujuan instruksional; (2) melakukan analisis instruksional; (3) mengidentifikasi karakteristik mahasiswa dan konteks; (4) menulis tujuan instruksional khusus; (5) mengembangkan asesmen; (6) mengembangkan strategi instruksional; (7) mengembangkan dan memilih materi instruksional; (8) merancang dan melaksanakan evaluasi formatif; (9) merivisi instruksional; dan (10) merancang dan melaksanakan evaluasi sumatif.

Model Dick & Carey dalam pengembangan desain pembelajaran secara sistematis memberi kesempatan kepada pengembang desain pembelajaran untuk bekerja sama dengan para ahli di bidang materi/isi bidang studi, ahli media, ahli desain pembelajaran, dan ahli lainnya yang berhubungan dengan pembelajaran, sehingga diperoleh suatu hasil pengembangan desain pembelajaran yang berkualitas baik.

Pemilihan pendekatan model Dick and Carey juga didasarkan pada berbagai pertimbangan praktis-akademis lainnya, terutama jika dihadapkan dengan prosedur pengembangan yang dikutip Gall. Pertimbangan tersebut adalah:

(1) Model Dick and Carey memiliki tahapan pengembangan yang cocok untuk desain pembelajaran. Gall tidak menyebutkan secara spesifik bahwa tahapan proseduralnya cocok untuk desain pembelajaran namun untuk penelitian pendidikan secara umum.

(2) Model Dick and Carey yang khusus untuk desain pembelajaran (instructional design) memuat komponen pembelajaran yang akan dikembangkan jelas tahap demi tahap. Berbeda halnya dengan tawaran Gall yang bersifat umum. Komponen yang harus dan tidak harus dikembangkan tidak jelas. Artinya tahapan prosedural Model Dick and Carey adalah tahapan prosedural-komponensial, sementara Gall semata-mata prosedural.


(35)

(3) Model Dick and Carey diacu sebagai model teoretis mandiri dalam ranah disiplin desain pembelajaran dan menjadi salah satu model pengembangan dalam Research and Development (R&D). Adapun Gall tidak demikian. Pada bukunya Educational Research, an Introduction edisi ketujuh tahun 2003 tidak muncul lagi 10 langkah strategi penelitian dan pengembangan. Kutipan 10 langkah terdapat pada buku yang sama namun pada terbitan tahun 1983.

Sukmadinata (2008: 169) juga menukilkan “tahapan Gall” sebagai contoh

strategi R&D yang dikembangkan oleh Far West Laboratory, bukan milik Gall. (4) Model Dick and Carey menjelaskan komponen yang dikembangkan secara prosedural – satu demi satu – dengan relatif detil. Sementara itu, Gall tidak demikian. Dalam kaitannya dengan desain pembelajaran yang mengembangkan model bahan ajar melalui R&D, tahapan yang diacu Gall tidak cukup informatif dan kurang memadai.

(5) Peneliti ingin mengikuti trend R&D yang paling umum (terpopuler) bahkan terluas pemakaiannya (most widely used). Hal itu sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Gall, et al. (2003: 570) bahwa one of the most widely

used models of educational research and development is the system approach model designed by Walter Dick and Lou Carey. Model Dick and Carey

diadaptasi oleh Gall dari buku Dick, et al. dan Gall sudah tidak lagi menyebut model yang diklaim oleh banyak peneliti sebagai model Borg and Gall. Gall, et

al. (2003: 570) mencantumkan model ini sebagai satu-satunya model yang

disebut R&D models. Meskipun Gall juga mencatat model R&D lain seperti Gagne, et al. (1992).

(6) Model Dick and Carey memiliki model konseptual. Model konseptual adalah model yang bersifat analitis yang memerikan komponen-komponen produk yang akan dikembangkan serta keterkaitan antarkomponen. Hal ini tentu (relatif) akan memudahkan bagi pengembang. Berbeda halnya bila menggunakan model yang tidak memiliki model konseptual. Setiap model pengembangan desain pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan, sehingga tidak ada model yang tepat atau sesuai untuk semua keperluan.


(36)

Model Dick dan Carey digunakan dengan berdasarkan pertimbangan bahwa:

(1) model ini relatif lebih sederhana namun tahapan dan komponen yang dikembangkan rinci ;

(2) desainnya banyak yang memiliki kesamaan dengan rancangan lain seperti model Kemp (2001) dan Briggs (1992);

(3) model ini memberikan perhatian besar kepada kemampuan awal mahasiswa; (4) dapat digunakan untuk mengembangkan bahan ajar (langkah 7);

(5) berorientasi pada tujuan dan pemecahan masalah belajar; (6) menampilkan analisis pembelajaran yang terinci;

(7) menampilkan sistem evaluasi yang variatif;

(8) langkahnya lengkap sampai pada tingkat produk yang jelas; dan (9) ada langkah revisi (periksa Degeng, 2001: 60; Martha, 2003: 20).

B. Metode Penelitian

Sebagai pendekatan “mandiri” di luar pendekatan yang menggunakan paradigma positivism dan postpositivism yang menghasilkan poros penelitian kualitatif dan kuantitatif (Syamsuddin dan Damaianti, 2007: 20), ada dua metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan yaitu

penelitian deskriptif-kualitatif dan improftif-evaluatif (Sukmadinata, 2008: 18). Metode deskriptif digunakan dalam penelitian awal untuk menghimpun data

tentang kondisi objektif setting penelitian yaitu situasi, lokasi, lingkungan dan kondisi perkuliahan Bahasa Indonesia. Dalam pelaksanaannya, metode ini berhampiran dengan metode etnografik, tepatnya mikro etnografi terutama karena pembatasan studi etnografi pada perkuliahan Bahasa Indonesia saja (etnografi kelas). Studi etnografi juga bersifat kasuistis.

Adapun metode improftif-evaluatif digunakan untuk perbaikan kondisi yang ada berdasarkan hasil penelitian terdahulu. Pada tahap ini dilakukan pengembangan model yang melalui serangkaian evaluasi (penilaian, assessment,


(37)

(perorangan, kelompok kecil dan uji luas) pengembangan produk. Berdasarkan temuan-temuan hasil uji coba tersebut diadakan penyempurnaan.

Model R&D mengikuti prosedur tertentu. Sesuai model yang diacu yaitu model Dick and Carey, peneliti menyusun prosedur atau langkah penelitian sesuai spesifikasi pengembangan yang dilakukan, yakni pengembangan bahan ajar. Sebagai perbandingan, pengembangan model pembelajaran misalnya mengharuskan uji lapangan dengan pembelajaran di kelas dengan berupa siklus. Berbeda halnya dengan pengembangan komponen lain seperti pengembangan model bahan ajar, meskipun model yang digunakan sama.

Prosedur penelitian dalam pendekatan sistem pun tidak ketat dalam penerapannya. Demikian pula jika prosedur penelitian menggunakan model Dick and Carey. Ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan simultan. Karena prosedur-prosedur aktual yang terlibat dalam pengembangan produk sangat berbeda-beda tergantung pada sifat produk, maka modifikasi siklus R&D ini dimungkinkan.

Pada tabel 3.1. tercermin tahapan penelitian yang dirancang peneliti disatu-padukan dengan komponen kegiatan, sasaran, dan target setiap tahapan.

Tabel 3.1. Tahapan s.d.Target Penelitian Pengembangan

Tahapan Kegiatan Sasaran Target

Pr ap e ng em b an g an (1)

Survei

Survei terbatas

 Interaksi komponen

lingkungan, aktor dan aktivitas

 Potret kasar subjek dan kebutuhan mahasiswa sebagai dasar keputusan pengembangan (2a)

Kajian Literatur

 Analisis Konten & Relevansi

 Teori yang Relevan dan Relevansi Teori

 Konstruksi teori dalam perspektif

emic  Review hasil

penelitian yang relevan

 Capaian penelitian terdahulu dan korelasi-implikasinya

 Desain penelitian sementara (emergent design) (2b) Penyusunan Instrumen Konstruk Instrumen dan validasi

Instrumen

(ready-made)

 Instrumen siap pakai Pe n ge m b an ga

n Penelitian (3)

Pendahuluan  Observasi,  Kuesioner,  Dokumentasi  Wawancara,  Kondisi prapengembangan ; sinergi aspek lingkungan, aktor

 Data holistik-reflektif setting penelitian, dosen, kurikulum,


(38)

dan aktivitas. implementasi kurikulum, karakteristik mahasiswa, buku-bahan ajar dan kebutuhan belajar;

 Relasi-Relevansi Studi Pendahuluan dengan

Pengembangan Bahan Ajar (4)

Pengembangan 

Konstruksi Model Konseptual

 Produk Awal  Draf Model Awal

 Validasi awal oleh Ahli

 Prosedur Evaluasi

 Draf II (Validasi internal)

 Uji perorangan, kelompok kecil

 Draf II Divalidasi

 Model hipotetik

U ji La p an g

an Uji coba (5)

Lapangan

 Uji

Keberterimaa n Model

 Data Kelebihan dan Keterbatasan Model

 Penyempurnaan Model

 Model Akhir

1) Penelitian Pendahuluan.

Penelitian Pendahuluan berisi kegiatan penelitian untuk memperoleh data lapangan secara komprehensif. Hasil kegiatan ini adalah diperolehnya profil perkuliahan Bahasa Indonesia di perguruan tinggi, meliputi profil setting penelitian, dosen, kurikulum, implementasi kurikulum, karakteristik mahasiswa, evaluasi yang digunakan, persepsi mahasiswa terhadap bahan ajar dan kebutuhan belajar. Kesenjangan yang dimaksud adalah apa yang seharusnya ada dengan apa yang ada. Berdasarkan data hasil analisis studi pendahuluan, diharapkan dapat memperoleh produk yang tepat guna dan tepat sasaran. Akhirnya, dengan produk tersebut tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Hasil studi pendahuluan ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan model bahan ajar. Di samping itu, hasil studi pendahuluan ini juga digunakan untuk memilih dan menetapkan PTAI dan jurusan sebagai tempat dilakukannya penelitian pengembangan.


(39)

2) Tahap Pengembangan

Pada tahapan ini peneliti mengembangkan draf model sampai menguji atau memvalidasinya. Validasi yang dilakukan adalah validasi internal model melalui validasi ahli, uji perorangan dan uji kelompok kecil. Pada tahap inilah pendekatan Dick and Carey dimanfaatkan dengan penyesuaian seperlunya.

Tahapan pengembangan model R&D Dick and Carey (reduksif) meliputi (1) mengidentifikasi tujuan perkuliahan dan analisis kurikum; (2) melakukan analisis pembelajaran yang didasarkan atas hasil analisis kebutuhan; (3) mengidentifikasi perilaku dan karakteristik mahasiswa; (4) menulis tujuan instruksional khusus; (5) mengembangkan strategi instruksional; Hasil kegiatan (6) mengembangkan dan memilih materi instruksional; (7) merancang dan melaksanakan evaluasi formatif;

Adapun revisi instruksional dilakukan simultan dengan kegiatan pengembangan. Kecuali itu, tahapan pengembangan asesmen tidak dikembangkan karena komponen acuannya sama dengan tujuan instruksional khusus. Karena model Dick and Carey mengalami penyesuaian (adaptasi), maka peneliti membuat tahapan prosedural khusus. Hal ini tidak saja agar lebih memudahkan peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitian pengembangan, namun karena peneliti juga mengembangkan silabus perkuliahan sebagai dasar membangun model bahan ajar.

Pada tahap pengembangan, hasil kegiatan ini adalah diperolehnya desain awal model bahan ajar yang siap divalidasi oleh ahli isi, rancangan dan pembelajaran. Sebelum diuji-coba, draf awal model bahan ajar direview oleh para ahli. Review ini bertujuan meminta saran, perbaikan, dan masukan para ahli.

Pemilihan pakar untuk membantu kegiatan ini didasarkan pada berbagai kriteria. Kriteria pakar untuk expert judgment adalah (1) memiliki kualifikasi pendidikan doktor, (2) diutamakan memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang pembelajaran Mata Kuliah Bahasa Indonesia, (3) memiliki pengalaman menyusun bahan ajar. Secara khusus kualifikasi validator kebahasaan adalah (1) memiliki keahlian bidang kebahasaan.


(1)

Pateda, M. (1991). Linguistik Terapan. Ende: Nusa Indah.

Paul, R. (2003). “Draft Statement of Principles”. National Council for Excellence in Critical Thinking. [Online]. Tersedia: from http://www. criticalthinking. org/ncect. html. [28 Agustus 2006]

Paul, R. dan Elder, L. (1999). Miniature Guide to Critical Thinking. Dillon Beach, CA: Foundation for Critical Thinking.

Paul, R. W. et al. (1997). California Teacher Preparation for Instruction in Critical Thinking: Research Findings and Policy Recommendations. Sacramento, CA: California Commission on Teacher Credentialing. Piaget, J. (2001). La Psychologie de l’intelligence. (1950). The Psychology of

Intelligence. Terjemahan. Malcolm Piercy and D. E. Berlyne. London: Routledge & Kegan

Piaget, J. (2005). The Language and Thought of the Child Third (3th ed.). Translated by Marjorie and Ruth Gabain. London: Routledge.

Pithers, R. T., & Soden, R. (2000). “Critical Thinking in Education: A Review”. Educational Research, 42 (3), 237-249.

Porte, G. K. (2002). Appraising Research in Second Language Learning; A Practical Approach to Critical Analysis of Quantitative Research. Amsterdam: John Benjamins Publishing Co.

Prabhu, N. S. (1997). Second Language Pedagogy. Oxford: Oxford University Press.

Prasetyo, Z.K. (1998). Kapita Selekta Pembelajaran Fisika. Jakarta: Universitas Terbuka Depdikbud.

Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. St. Leonard: Allen & Unwin Pty, Ltd.

Purwanto, Ng. (2001). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Qing, Z. et al. (2010). “Developing Critical Thinking Disposition by Task-Based

Learning in Chemistry Experiment Teaching”. Procedia Social and Behavioral Sciences (2), 45614570.

Reed, J. H. (1998). Achievement in Primary Source Document Analysis and Interpretation, Argumentative Reasoning, Critical Thinking Dispositions, And History Content in a Community College History Course. Dissertation. [Online] Tersedia: www. criticalthinking.


(2)

org/research/-Richards, J. C dan Rodgers, T. S. (2004). Approaches and Methods in Language Teaching, a Description and Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.

Richards, J. C. (2002). Curriculum Development in Language Teaching. USA: Cambridge University Press.

Richards, J. C. (2006). Curriculum and Material Development for English Teaching. New York: CUP.

Rose, C dan Nichol, M. J. (2001). Accelerated Learning for the 21st Century (Cara Belajar Cepat Abad XXI). Penerjemah: Dedi Ahimsa. Bandung: Penerbit Nuansa Kerjasama dengan Pusat Perbukuan Depdiknas.

Rothstein, R. et al. (2009). ”Balance in the Balance”. dalam Engaging the Whole Child. Reflection on Best Practices in Learning, Teaching, and Leadeship. (Ed.). Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Saomah, A. (2008). Implementasi Teori Belajar dalam Pendidikan Literasi. [Online]. Tersedia: http://file. upi. edu/Direktori/FIP/ jur. _psikologi_pend_dan_bimbingan. [1 November 2012]

Saylor, J. G. et al. (1981). Curriculum Planning for Better Teaching and Learning. (4th ed.). Tokyo: Holt Saunder Japan.

Scherer, M. (2009). Engaging the Whole Child. Reflection on Best Practices in Learning, Teaching, and Leadeship. (Ed). Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Schmidt, L. (2002). Jalan Pintas Menjadi 7 Kali Lebih Cerdas. Bandung: Kaifa. Scriven, M., dan Paul, R. (2004). The Critical Thinking Community. [Online]

Tersedia: http://www. criticalthinking. org/aboutCT/definingCT. shtml. [28 November 2005].

Sekhan, P. (1996). “Second Language Acquisition Research and Task-Based

Instruction”. In Jane Willis & Dave Willis (Eds) Challenge and Change in Language Teaching. Heinemann: Oxford University Press.

Semiawan, C. et al. (1990). Pendekatan Keterampilan Proses : Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta: PT. Gramedia.

Shaw, V. N. (2000). “Reading, Presentation, and Writing Skills in Content Courses”. College Teaching, 47 (4), 153-157.


(3)

Soedjatmiko. (2002). “Pendidikan Tinggi dan Demokrasi” dalam Sindhunata

(Ed.) Menggagas Paradigma Baru Pendidikan Demokrasi, Otonomi, Civil Society, Globalisasi. Yogyakarta: Kanisius.

Soetarjo dan Soejitno. (1998). Proses Belajar Mengajar dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses. SIC: Surabaya.

Splitter, L. J. (1991). “Critical Thinking: What, Why, When, and How”.

Educational Philosophy and Theory. 23 (1): 89-109.

Sprenger, M. (1999). Learning and Memory: The Brain in Action. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Stepien, W. & Gallagher, S. (1993). Problem-based Learning: As Authentic as It Gets. Educational Leadership, 50 (7), 25-29. [Online] Tersedia http://ois.unomaha.edu/amfarm/week2/pblartle/PBL_Art3.pdf. [23 Juni 2009]

Stern, H. H. (1991). Fundamental Concepts of Language Teaching. Oxford: Oxford University Press.

Steven, D. S. (2009). An Introduction to Critical Thinking. Tersedia [On-line] http://www. freeinquiry. com/critical-thinking. html. [26 Maret 2009]. Stevik, E. W. (1991). Humanism in Language Teaching. Oxford: Oxford

University Press.

Subiyanto, P. (2005). Proses Berpikir Aktif Siswa yang Terbaikan. [Online] Tersedia: www. balipost. co. id/balipostcetak/2005/5/8/kel1. html. [24 April 2009].

Sudaryanto. (2009). Kajian Kritis tentang Permasalahan Sekitar Pembelajaran Kemampuan Berpikir Kritis. [Online] Tersedia: www. fk. undip. ac. id/pengembangan-pendidikan/77-pembelajaran-kemampuan -berpikir-kritis. pdf. [27 April 2009].

Sudjana. (2005). Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N. S. (2008a). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N. S. (2008b). Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sumardi, M. (1996). Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.


(4)

Suparman, A. (1997). Desain Instruksional. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Supriadi, D. (1997). Isu dan Agenda Pendidikan Tinggi di Indonesia. Jakarta: PT Rosda Jayaputra.

Supriadi, E. et al. (2003). Pengembangan Bahan Ajar SMK. [Online]. Tersedia: http//www. fasilitas. itgo. com. [13 Desember 2003].

Syamsuddin, AR dan Damaianti, V.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tanner, D. dan Tanner, L. (1980). Curriculum Development: Theory into Practice. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.

Tarigan, J. dan Husein A. (1997). Perencanaan Sistem Pengajaran. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Depdikbud.

Thohri, M. (2005). Karakteristik Keterampilan Menulis Mahasiswa IAIN Mataram. Laporan Penelitian. Mataram: Tidak Diterbitkan.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tim Penyusun. (2010). Pedoman Akademik IAIN Mataram 2010. Mataram: IAIN Press.

Tomlinson, B. (2008). English Language Learning Materials: A Critical Review (Ed.) [Online] Tersedia: www. eltj.oxfordjournals.org. [2 Januari 2009]. Tompkins, G. E. (1990). Teaching Writing Balancing Process and Product. New

York: Macmillan Publishing Company.

Trilling, B. dan Hood, P. (1999). “Learning, Technology, and Education Reform in the Knowledge Age or "We're Wired, Webbed, and Windowed, Now

What?”. Educational Technology (May-June 1999), 5-18.

Truschel, J. et al. (2008). What Tutors Can Do to Enhance Critical Thinking Skills

Through the Use of Bloom’s Taxonomy. [Online] Tersedia: www. myatp.

org/Synergy_1/Syn_9. pdf. [12 Maret 2009].

Tsui, L. (1999). Critical Thinking Inside College Classrooms: Evidence from Four Institutional Case Studies. Paper Presented at the 24th Annual Meeting of the Association for the Study of Higher Education, San Antonio, TX.


(5)

Untari, S. (2009). Pembelajaran Inovatif Berbasis Deep Dialogue/Critical Thinking. [Online] Tersedia: pendidikan sains. blogspot. com/2009/01/ pembelajaran-inovatif-berbasis-deep. html. [12 April 2009].

Ur, P. (1996). Course in Language Teaching: Practice and Theory. Cambridge: Cambridge University Press.

Whitmire, E. (2009). Development of Critical Thinking Skills: An Analysis of Academic Library Experiences and Other Measures. [Online] Tersedia: www. merrittfund. org/ala/mgrps/divs/acrl/ publications/crljournal /1998/may/whitmire. pdf. [23 Maret 2009].

Willis, J. (2007). Brain-friendly Strategies for The Inclusion Classroom. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development. Wolcott, S. K. et al. (1999). Critical Thought on Critical Thinking Research.

Tersedia [On-line] www. elsevier. com/locate/jaccedu. [23 Maret 2009]. Woo, H. L. dan Wang, Q. (2009). Using Weblog to Promote Critical Thinking. An

Exploratory Study. [Online] Tersedia: www. waset. org/pwaset/v37/v37-81. pdf. [24 Maret 2009].

Yalden, Y. (1985). The Communicative Syllabus: Evolution, Design, and Implementation. New York: Pergamon Press.

Young, M. F. D. (2002). The Curriculum of the Future; From the ‘New Sociology

of Education’ to a Critical Theory of Learning. Philadelphia: Falmer

Press, Taylor & Francis Inc.

Zais, R. S. (1976). Curriculum: Principles and Foundations. New York: Harper & Row Publishers.

Zohar, A. (1994). “The Effect of Biology Critical Thinking Project in The Development of Critical Thinking”. Journal of Research in Science Teaching. 31 (2): 163-196.

Zohar, D. dan Marshall, I. (2002). SQ the Ultimate Intelligence: (SQ) Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Penerjemah Rahmani Astuti. Bandung: Mizan.

Undang-Undang dan Peraturan

Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UUPT) No. 12 Tahun 2012.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003.


(6)

Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Tinggi No. 60 Tahun 1999. Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan

Pendidikan No. 17 Tahun 2010.

Laman (web) dan Surat Kabar

http://cde.athabascau. ca/online_book/ch6. html http://en.wikipedia.org

http://puskurbuk.net/web

http://www.apa.org/ed/new_blooms. html http://www.artikata. com

http://www.buzzle.com/articles/critical-thinking http://www.criticalreading. com

http://www.criticalthinking.org/schoolstudy.htm http://www.thefreedictionary.com