EVOLUSI, SPESIASI, DAN HIBRIDISASI PADA BEBERAPA ANGGOTA SAPINDACEAE.

BIOEDUKASI
ISSN:1693-2654
13
R.D.–2 Evolusi, spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggotaAgustus
sapindaceae
Volume Nina
5, Nomor
2012
Halaman13-24

EVOLUSI, SPESIASI, DAN HIBRIDISASI PADA BEBERAPA
ANGGOTA SAPINDACEAE
Nina Ratna Djuita
Departemen Biologi , Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Kampus
Dramaga, Bogor 16680
Diterima 21 Mei 2012, disetujui 25 Juli 2012

ABSTRACT-Evolution in Sapindaceae have been running for a long time, as evidenced
by the fossil of Sapindopsis encountered in the mid Cretaceous. Based on its characteristics, the genus is thought to live in stressful environments. Sapindaceae has the habitus
of shrubs, trees, climbers, and the vine. Speciation in Sapindaceae can be found in genus
Acer, while members of Sapindaceae which had hybridization can be found in genus Aesculus.

Keyword: evolution, speciation, hybridization, Sapindaceae

lainnya muncul di akhir.

Review

Fosil angio-

Dalam kehidupannya, tumbuhan

spermae yang pertama diketahui berupa

memiliki sejarah yang panjang. Dari za-

bunga dan serbuk sari yang berasal dari

man ke zaman, ada tumbuhan yang men-

periode awal Cretaceous (Friis et al.


dominasi daratan, sementara pada zaman

2010). Fosil yang memberikan gambaran

lainnya, jumlah tumbuhan berkurang atau

keseluruhan tumbuhan dijumpai pada Ar-

bahkan punah.

Angiospermae, yang

chaefructus (Raven et al. 2005).

dikenal

tumbuhan

berbunga,


lainnya berasal dari bangsa Nymphaeales,

muncul paling akhir dalam evolusi tum-

bangsa pada dikot yang agak primitif.

buhan (Campbell et al. 1997). Kelompok

Pada pertengahan Cretaceous ditemukan

ini memiliki keanekaragaman yang paling

fosil yang merujuk pada marga modern

tinggi dibandingkan dengan tumbuhan

antara lain Artocarpus J.R. Forst & G.

lainnya (Wallace et al. 1996).


Forst, Magnolia L., dan Typha L. Pada

sebagai

Beranekaragamnya

tumbuhan

akhir Cretaceous dijumpai suku Faga-

yang ada di bumi terjadi melalui proses

ceae,

evolusi. Bukti bahwa evolusi merupakan

(Shukla & Misra 1979).

sumber keanekaragaman bisa diperoleh


Fosil

Magnoliaceae,

dan

Salicaceae

Dalam populasi dan jenis tum-

dari fosil, distribusi sifat-sifat umum ke-

buhan dapat dijumpai variasi.

lompok organisme, variasi geografi, dan

variasi dapat berupa mutasi dan rekom-

studi lingkungan (Judd et al. 2002).


binasi genetik (Alters & Alters 2006).

Berdasarkan

fosil,

Mutasi menyebabkan perubahan susunan

tumbuhan

basa pada DNA. Hal ini bisa terjadi me-

muncul lebih awal, sedangkan yang

lalui mutasi gen (mutasi titik), atau mutasi

diketahui

bahwa


catatan

Sumber

beberapa

BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24

14

pada kromosom karena adanya delesi,

digabung ke dalam Sapindaceae (Jud et

duplikasi, dan translokasi (Russel 1994).

al. 2002).

Rekombinasi genetik terjadi pada


Ada beberapa pendapat yang ber-

jenis-jenis yang melakukan pembiakan

beda mengenai jumlah anggota suku ini,

dengan cara perkawinan. Pada saat meio-

menurut Jud et al. (2002) terdapat 147

sis,

kromosom homolog seharusnya

marga dan 2.215 jenis, menurut Simpson

mempunyai gen-gen dari induk jantan saja

(2006) 133 marga dan 1.560 jenis, se-


atau induk betina saja, namun pada peri-

dangkan

stiwa rekombinasi genetik, kromosom

140 marga dan 1.990 jenis. Turunnya

mengalami

pindah

silang,

dan

jumlah marga dan jenis dari tahun 2002 ke

menghasilkan


gen-gen

campuran

in-

2006 kemungkinan karena adanya revisi

menurut Buerki et al. (2009)

nama-nama ilmiah yang berakibat bebera-

duknya.
Variasi pada tumbuhan dapat juga

pa nama menjadi sinonim, sehingga men-

Spesiasi

gurangi jumlah jenis yang ada. Naiknya


merupakan proses pembentukan suatu

jumlah jenis dari tahun 2006 ke 2009

spesies baru. Gandum (Triticum aestivum

diduga karena adanya penambahan jenis-

L.) yang kita kenal sekarang merupakan

jenis yang baru diketahui.

dihasilkan

melalui

spesiasi.

hasil dari proses evolusi dan spesiasi

Sapindaceae

diusulkan

untuk

(Raven et al. 2005). Contoh lainnya ada-

dibagi menjadi empat anak suku yaitu

lah kedelai. Berdasarkan jumlah dan uku-

Sapindoideae, Dodonaeoideae, Hippocas-

ran kromosom, morfologi, distribusi geo-

tanoideae, dan Xanthoceroideae (Harring-

grafi, dan pola pita elektroforesis dari pro-

ton et al. 2005). Berdasarkan skenario bi-

tein biji, diduga bahwa Glycine soja

ogeografi, diduga bahwa Sapindaceae be-

Siebold & Zucc. (kedelai liar) kemung-

rasal dari Eurasia sekitar awal Cretaceous,

kinan merupakan nenek moyang dari G.

setelah itu menyebar ke Asia Tenggara

max Merr. (kedelai) (Hymowitz 1976).

pada akhir Cretaceous atau awal Palaeocene. Dari sini, nenek moyang Sapin-

Evolusi pada Anggota Sapindaceae

daceae menyebar ke Australia – Antarti-

Salah satu anggota angiospermae

ka, diikuti oleh rangkaian penyebaran

adalah Sapindaceae, yang dikenal sebagai

yang lebih luas, baik di belahan bumi

Sapindaceae dalam

utara maupun selatan (Buerki et al. 2011).

arti sempit hanya meliputi suku ini saja,

Skenario biogeografi tersebut menduga

namun dalam perkembangannya, suku

bahwa wilayah Asia Tenggara merupakan

suku lerak-lerakan.

Aceraceae

dan

Hypocastanaceae

15

Nina R.D.– Evolusi, spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggota sapindaceae

pusat diversifikasi dan penyebaran Sapin-

dari pertengahan Cretaceous (Dilcher &

daceae di daerah tropik.

Basson 1990).

Anggota Sapindaceae ada yang

Ada

hal

yang

menarik

dari

berupa perdu, pohon, dan liana. Beberapa

penemuan Sapindopsis yaitu fosil ini be-

anggotanya yang penting secara ekonomis

rasal dari tahap awal evolusi tumbuhan

antara lain lengkeng (Dimocarpus longan

berbunga. Selain itu, fosil dari Libanon

Lour.), leci (Litchi cinensis Sonn.), dan

juga ditemukan bersama-sama dengan

rambutan (Nephelium lappaceum L.).

paku-pakuan, kadal, dan fosil hewan laut.

Semuanya menghasilkan buah yang dapat

Campuran seperti ini jarang terjadi dan

dimanfaatkan sebagai buah meja. Buah

tentunya bernilai dalam rekonstruksi pale-

SapindusL.

oekologi

dapat

digunakan

sebagai

sabun alami karena adanya saponin (Jud

dari

deposit

fosil

tersebut

(Dilcher & Basson 1990).

et al. 2002). Ada juga yang dimanfaatkan

Batu kapur di laut bukan merupa-

sebagai tanaman hias seperti Koelreuteria

kan substrat yang umum bagi fosil tum-

Laxm.,Ungnadia Endl. (Buerki 2009),

buhan angisopermae.

Acer L., Aesculus L., dan Cardiospermum

imbulkan pertanyaan, apakah mungkin

L. (Jud et al. 2002). Marga lainnya,

tumbuhan ini bisa hidup di daerah dengan

digunakan dalam mempelajari kromosom,

kadar garam yang cukup tinggi ataukah

contohnya Serjania Mill., Urvillea Kunth,

habitatnya dulu telah terendam oleh air

dan Talisia Aubl.

laut? Untuk menjawab hal tersebut masih

Suku

Sapindaceae

telah

lama

Hal ini men-

memerlukan penelitian lebih lanjut.

Berdasarkan catatan

Setelah melalui pengamatan pada

fosil diketahui bahwa salah satu ang-

fosil daun yang ditemukan di Libanon,

gotanya yaitu Sapindopsis F.C. How &

fosil tersebut diberi nama Sapindopsis an-

C.N. Ho (SUH) dijumpai di Cheyenne

houryi sp. nov. Dilcher & Basson. Nama

Sandstone di bagian barat daya Kansas.

ini diberikan sebagai penghormatan kepa-

Fosil tersebut diduga berasal dari tahap

da Roland Anhoury yang menyediakan

Cretaceous. Fosil ini ditemukan bersama-

spesimen untuk penelitian yang dilakukan

sama dengan fosil paku-pakuan, konifer,

oleh Dilcher dan Basson.

mendiami bumi.

(Huang &

Sifat khusus dari jenis baru ini

Fosil Sapindopsis juga

adalah mempunyai sepasang organ mirip

dijumpai di dalam endapan batu kapur di

stipula yang melekat pada dasar tangkai

sepanjang pantai di Libanon. Umur fosil

daun. Morfologi dan pertulangan daun ju-

ini diduga sekitar 93 juta tahun, berasal

ga berbeda dari jenis lain pada Sapin-

dan angiospermae lainnya
Dilcher 1994).

BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24

16

dopsis F.C. How & C.N. Ho (SUH). Jenis

na yaitu Serjania Mill. (2n = 24) dan Ur-

baru ini memberi kesan bahwa daun

villea Kunth (2n = 22, 2n = 24, 2n = 44,

majemuk menyirip dengan stipula atau

2n = 86), yang termasuk puakPaullinieae,

daun berlekuk menyirip merupakan ben-

dan Talisia Aubl. berupa pohon atau se-

tuk awal dari daun angiospermae. Ber-

mak (2n = 32) termasuk puak Melicoc-

dasarkan adanya ciri seperti anak daun

ceae.

yang kecil, menyempit, mengulit,dan se-

Terdapat rangkaian poliploid un-

bagian helai daun yang menggulung,

tuk Urvillea berdasarkan pada x = 11.

diduga bahwa fosil daun ini dihasilkan

Jumlah ini tampaknya merupakan turunan

oleh tumbuhan yang hidup dalam ling-

dari jumlah kromosom dasar x = 12 yang

kungan yang stress (Dilcher & Basson

dijumpai pada puak Paullinieae. Jika x =

1990).

11 diterima untuk marga Urvillea, ada
Peneliti lain melihat evolusi Sap-

indaceae

dari

segi

kromosom

yang

jumlahnya bervariasi, ada yang 2n = 14,

kemungkinan terjadi aneuploidi, tapi tidak
diikuti oleh poliploidi U. laevis (2n = 24)
(Ferrucci 1981).

sampai 2n = 96. Variasi jumlah kromosom

Menurut Lombello dan Forni-

menunjukkan bahwa disploidi mungkin

Martins (1998), investigasi terhadap hub-

memainkan peranan penting dalam evolu-

ungan antara evolusi habitus pemanjat dan

si suku ini (Lombello & Forni-Martins

diferensiasi kromosom dimudahkan oleh

1998).

adanya fakta bahwa marga Serjania Mill.
Menurut Ferrucci (2000), jumlah

dan Urvillea Kunth mempunyai habitus

kromosom dasar pada Sapindaceae adalah

tetap berupa liana, sedangkan Talisia

x = 7, sedangkan x = 9, 10, 11, 12, 13, 15,

Aubl. berupa semak atau pohon. Tampak-

dan 16 diperoleh melalui aneuploidi dan

nya ada hubungan antara habitus tum-

poliploidi. Poliploidi pada suku tersebut

buhan dan pengelompokan jumlah kromo-

termasuk jarang, hanya tiga marga dari

som dalam puak anggota Sapindaceae.

puak yang berbeda yang menunjukkan

Pada marga liana seperti Paullinia

jenis poliploidi yaitu Urvillea Kunth(puak

L., Serjania Mill., Thinouia Triana &

Paullinieae),

(puak

Planch, Houssayanthus Hunz., dan Ur-

Thouinieae), dan Melicoccus P. Browne

villea Kunth (puak Paullinieae) jumlah

(puak Melicocceae).

kromosom bervariasi dari 2n = 14 sampai

Allophylus

L.

Forni-Martins

2n = 86, tetapi seringnya 2n = 24. Urvillea

(1998) mempelajari tentang kromosom

Kunth mempunyai jumlah kromosom 2n =

anggota Sapindaceae yang berbentuk lia-

44 atau 86 karena poliploid. Sementara

Lombello

dan

17

Nina R.D.– Evolusi, spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggota sapindaceae

itu, dalam jenis bukan liana, variasi

Adanya rintangan geografi dapat

jumlah kromosom berkisar dari 2n = 18

pula menjadi penghalang bagi jenis terse-

sampai 2n = 96, tetapi seringnya 2n = 32.

but untuk dapat mengadakan perkawinan.

Penghitungan kromosom untuk Talisia

Salah satu masalah dalam mempelajari

obovata A.C.Sm (2n = 32) sesuai dengan

spesiasi adalah prosesnya yang lama. Kita

pola perdu dan pohon (Lombello dan For-

hanya bisa melihat peristiwa ini setelah

ni-Martins 1998). Masih menurut peneliti

bertahun-tahun

ini, ada dugaan bahwa habitus liana dalam

menduga suatu proses berdasarkan polan-

Sapindaceae berasal dari jenis bukan liana

ya (Jud et al. 2002).
Spesiasi

melalui evolusi kromosom berdasarkan

lamanya

pada

dan

anggota

harus

Sapin-

reduksi jumlah kromosom, seperti yang

daceae dapat dijumpai pada marga Acer

diamati pada puak Paullinieae. Secara

L. Di Pulau Ullung, Korea, dijumpai jenis

umum, tampaknya peningkatan panjang

Acer takesimense Nakai dan A. okamo-

kromosom dalam jenis liana berhubungan

toanum Nakai yang bersifat endemik.

dengan reduksi jumlah kromosom. Perbe-

Pfosser

daan jumlah kromosom yang berhub-

penelitian untuk mengetahui asal geografi

ungan dengan jumlah kromosom antara

dan kemungkinan nenek moyang dari

jenis liana dan perdu/pohon mungkin

kedua jenis tersebut.

menunjukkan

dapat

trnL intron dan trnL-trn-F intergenic

disebabkan oleh perubahan struktur seper-

spacer dari cpDNA menunjukkan bahwa

ti inversi dan translokasi.

A. takesimense Nakai mempunyai hub-

bahwa

spesiasi

et

al.

(2002)

mengadakan

Analisis sekuens

ungan yang dekat dengan A. pseudoSpesiasi dan Hibridisasi pada Anggota

sieboldianum (Pax) Komarov dari daratan

Sapindaceae

utama Korea dan A. okamotoanum Nakai

Spesiasi dapat dihasilkan dari pe-

kemungkinan berasal

dari individu A

rubahan adaptif (Jud et al. 2002). Suatu

mono Maxim. yang berada di Korea.

jenis yang telah memasuki lingkungan ba-

Populasi A. takesimense Nakai merupa-

ru yang berbeda dari lingkungan induknya

kan kelompok monofiletik, diduga bahwa

dapat beradaptasi di tempat tersebut. La-

mereka berasal dari satu populasi intro-

ma-kelamaan dapat terjadi perubahan

duksi dari Semenanjung Korea, sedangkan

secara

morfologinya,

populasi A. okamotoanum Nakai mempu-

mungkin juga ada isolasi reproduksi yang

nyai kesamaan alel setidaknya dengan dua

mencegah keberhasilan perkawinan.

populasi

lambat

dalam

nenek

moyangnya,

yang

BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24

18

kemungkinan menunjukkan asal yang

akukan Thomas et al. (2008) menunjuk-

banyak dari jenis endemik tersebut.

kan bahwa variabilitas genetik antara

Acer okamotoanum Nakai dan A.

populasi

hibrid

dan

tetuanya

sama,

mono Maxim. juga diteliti oleh Takayama

mengindikasikan bahwa tidak ada bukti

et al. (2011).

peningkatan keanekaragaman dalam zona

Hasilnya menunjukkan

bahwa keragaman genetik dalam hal

hibrid.
Penelitian

kekayaan alel dan heterozigositas lebih

tentang

hibridisasi

rendah pada A. okamotoanum Nakai da-

lainnya dilakukan oleh McConchie et al.

ripada A. mono Maxim. Analisis kluster

(1994).

Bayesian menunjukkan nilai F yang relatif

marga pada leci (Litchi chinensis Sonn.)

tinggi pada kluster A. okamotoanum

dan lengkeng (Dimocarpus longan Lour.).

Nakai, diduga ada episode hanyutan ge-

Litchi chinensis cv Bengal yang diserbuki

netik yang kuat selama kolonisasi dan

oleh D. longan cv. Macleans Ridges

spesiasi di Pulau Ullung.

menghasilkan buah dengan morfologi

Mereka meneliti hibrid antar

Pembentukan variasi pada tana-

berbeda: yang pertama adalah buah tanpa

man baru dapat juga dihasilkan melalui

biji atau embrio yang berkembang, yang

proses

spesiasi

kedua buah dengan biji yang berkembang

hibrid banyak berasosiasi dengan polip-

namun embrionya gugur, dan yang ketiga

loidi,

adalah buah dengan biji dan embrio yang

hibridisasi.

namun

Meskipun

pada

beberapa

kasus

dijumpai hibridisasi diploid, dimana persi-

berkembang normal.

diploid

Secara morfologi, hibrid yang

menghasilkan jenis diploid pula (Jud et al.

diduga dari leci mempunyai daun yang

2002).

lebih kecil daripada bibit yang berasal dari

langan

antara

dua

jenis

Anggota Sapindaceae yang men-

bunga yang diserbuki sendiri. Indumen-

galami hibridisasi dapat dijumpai pada

tum dari semua tumbuhan hibrid mirip

Aesculus L.

leci dan tidak mempunyai kumpulan ram-

Contoh anggota marga ini

adalah jenis A. pavia L., A. sylvatica W.
Bartram, dan A. flava Sol. Hibrid yang

but-rambut seperti pada lengkeng.
Pada

persilangan

leci

dan

terbentuk adalah A sylvatica x A. pavia

lengkeng dijumpai inkompatibilitas. Hal

dan A sylvatica x A. flava. Ketiga jenis ini

ini dapat dilihat dari sedikitnya buluh ser-

dan hibridnya ada di bagian tenggara

buk sari yang ada pada putik setelah

Amerika Serikat (Hardin 1957). Zona

penyerbukan silang dibandingkan dengan

hibridnya sendiri termasuk luas, mencapai

penyerbukan sendiri. Pada leci, rata-rata

200 km. Hasil analisis genetik yang dil-

jumlah buluh serbuk sari yang masuk ke

Nina R.D.– Evolusi, spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggota sapindaceae

19

bakal biji mengalami penurunan sebesar

Jumlah ini lebih besar dibandingkan

60 % setelah penyerbukan silang dan

dengan daerah lainnya.

jumlah buah yang dihasilkan kurang dari

Beberapa contoh jenis Nephelium

10 %. Meskipun ada penghalang dalam

adalah N. lappaceum L., N. costatum Hi-

pemuliaan baik dalam tahap pre-zigotik

ern, N. cuspidatum Blume, N. daedaleum

maupun

masih

Radlk., N. hamulatum Radlk., N. juglandi-

memungkinkan untuk menghasilkan ke-

folium Blume, N. laurinum Blume, N.

turunan hibrid yang viable antara leci dan

maingayi Hiern, N. meduseum Leenh., N.

lengkeng (McConchie et al. 1994).

melliferum

post-zigotik

namun

Ellis et al. (1991) menduga bahwa

N.

Gagnep.,

papillatum

Leenh., N. reticulatum Radlk.,

N.

interaksi serbuk sari dan putik dapat

subfalcatum Radlk., N. uncinatum Radlk.

digunakan untuk menguji hubungan evo-

ex Leenh., dan N. ramboutan-ake (Labill.)

lusi di antara kelompok taksonomi. Hal

Leenh. (Uji 1998).

ini berdasarkan teori yang dikemukakan

Nephelium, N. lappaceum L. (rambutan)

Hogenboom (1984) yang menyatakan

merupakan salah satu jenis yang paling

bahwa koordinasi serbuk sari dan putik

digemari. Biji rambutan mempunyai pulp

hilang karena hubungan antara jenis

putih yang manis dan mengelotok pada

menurun melalui evolusi konvergen.

kultivar yang baik, sedangkan pada ben-

Di antara marga

tuk liarnya mempunyai pulp sedikit dan
rasanya asam.
Asal rambutan budidaya (2n = 2x

Bagaimana Spesiasi pada Nephelium ?
Marga Nephelium berpusat di Se-

= 22) kemungkinan dari rambutan liar

menanjung Malaysia, kemudian menyebar

atau dari kerabat liar yang sangat dekat di

ke daratan Asia, Filipina, dan Kalimantan.

bagian barat Malaysia, mungkin di Papa-

Anggota marga ini terdiri atas 22 jenis, 5

ran Sunda ketika Malaysia, Kalimantan,

di Burma, Thailand, dan Indochina, 13 di

Sumatera, dan Jawa masih tertutup oleh

Semenanjung Malaysia, 16 di Borneo, 4

hutan hujan (Simmonds 1976). Pada jenis

di Filipina, 3 di bagian barat Jawa, dan 1

liar Nephelium dan jenis budidaya yang

di Sulawesi (Seibert 1992).

Namun

kurang terpilih, daging buahnya (pulp)

demikian, bila kita lihat datanya, kemung-

tidak terpisah dari lapisan dalam testa

kinan yang menjadi pusat Nephelium ada-

yang

lah Borneo, karena di sini terdapat 16

isahkandaging buah menghasilkan “Pe-

jenis Nephelium meliputi 6 jenis endemik.

nang Rambutan”. Seleksi ini meningkat-

kuat.

Seleksi

untuk

mem-

BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24

20

kan rasa manis tapi menghilangkan rasa

ummengelompok bersama membentuk ke-

liarnya (Corner 2009).

lompok monofiletik.

Namun demikian,

Berbagai varietas unggul rambutan

dari hasil yang diperoleh ternyata ada

telah diketahui, misalnya rambutan Binjai,

Nephelium dari jenis yang sama (N. cus-

Rapiah, Lebak Bulus, Sibongkok, Antala-

pidatum) tetapi varietasnya berbeda tern-

gi, Garuda, dan Sibatuk Ganal (Kalie

yata tidak mengelompok pada klad yang

1995). Varietas tersebut dihasilkan oleh

sama. Ada juga yang jenisnya berbeda

para pemulia yang berbeda-beda. Untuk

(N. maingayi dan N. ramboutan-ake) tern-

dapat menghasilkan rambutan dengan

yata mengelompok pada klad yang sama.

kualitas baik dapat dilakukan kawin silang

Menurut Zamzuriada et al. (2009), taksa

atau hibridisasi, namun demikian belum

Nephelium yang mengelompok bersama

diketahui secara pasti hibridisasi pada

dalam klad mempunyai asal geografi yang

Nephelium yang menghasilkan jenis baru.

sama.

Saat ini ada dugaan bahwa rambu-

Clyde et al. (2005) meneliti ten-

tan rapiah (N. lappaceum) kemungkinan

tang keanekaragaman genetik N. rambou-

berupa hibrid yang berasal dari kapulasan

tan-ake dengan menggunakan marker

(N. ramboutan-ake) dan rambutan lain.

Random Amplified Polymorphism DNA

Dugaan ini antara lain didasarkan pada

dan Inter Simple Sequence Repeat. Per-

adanya rambut-rambut yang pendek pada

sentase

rapiah, yang diduga berasal dari sifat kap-

dideteksi pada semua aksesi yang diuji,

ulasan, namun hal ini masih perlu dibuk-

sebanyak 98,54 % pita ditemukan po-

tikan dengan penelitian yang lebih men-

limorfik. Aksesi N. ramboutan-ake dibagi

dalam.

menjadi dua kluster besar yaitu Y dan Z.
Tampaknya,

penelitian

tentang

polimorfisme

yang

tinggi

Kluster Y dibagi lagi menjadi Y1 dan Y2.

spesiasi pada rambutan khususnya atau

Subgrup Y2 (1) mempunyai pulp

Nephelium pada umumnya belum banyak

manis dan mudah lepas dari biji, se-

dilakukan. Yang sudah dikerjakan

be-

dangkan pulp dari aksesi S1, subgroup Y2

berapa peneliti adalah melihat hubungan

(2) rasanya manis asam dan arilusnya tid-

kekerabatan di antara jenis-jenis Nepheli-

ak mudah lepas.

um yang ada. Zamzuriada et al. (2009)

kegunaan dan kemampuan marker RAPD

meneliti tentang hubungan kekerabatan

dalam mendeteksi aksesi dengan karakter

Nephelium berdasarkan sekuens DNA

tertentu.

kloroplas dan DNA inti. Hasilnya menunjukkan bahwa semua taksa Nepheli-

yang

Hal ini menunjukkan

Nina R.D.– Evolusi, spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggota sapindaceae

21

methods in biogeography: a case

Kesimpulan
Evolusi pada Sapindaceae telah

study using the globally distrib-

Sampai

uted plant family Sapindaceae.

sekarang banyak perubahan yang terjadi

[Electronic version]. Journal of

pada anggota suku ini, dengan munculnya

Biogeography, 38, 531-550.

dimulai

sejak

Cretaceous.

jenis-jenis yang semakin bervariasi dalam

Campbell N.A., Mitchell L.G., Reece

struktur maupun habitusnya, dibanding-

J.B. (1997). Biology, Concepts

kan dengan pada waktu awal kemuncu-

and Connections. 2nd. The Ben-

lannya.

Terjadinya

jamin/

hibridisasi

telah

spesiasi

menambah

dan
keane-

Cummings

Publishing

Company. Menlo Park.
Clyde, M.M., Chew, P.C., Normah, M.N.,

karagaman anggota Sapindaceae.

Rao, V.R., & Salma, I. (2005).
Genetic diversity of Nephelium

Daftar Pustaka

ramboutan-ake Leenh. Assessed
Alters, S., Alters, B. (2006).

Biology,

Understanding Life. John Wiley

Buerki, S., Forest, F., Acevedo-Rodrigues,
P., Callmander, M.W., Nylander,
J.A.A., Harrington, M., Sanmartin, I., Kupfer, P., & Alvarez, N.
Plastid and nuclear

DNA markers reveal intricate relationships at subfamilial and
tribal levels in the sopberry
family (Sapindaceae). Molecular Phylogenetics and Evolution,

Buerki, S., Forest, F., Alvarez, N.,
Nylander, J.A.A., Arrigo, N., &
Sanmartin, I. (2011). An evaluation of new parsimony-based
parametric

daceae Plants. Eds Chomchalow
N,

Sukhvibul

N.

Acta

Hort.665,ISHS 2005.
Corner, E.C.J. (2009). The Seeds of Dicotyledons. Cambridge University Press. Cambridge.
Dilcher, D.L., & Basson, P.W. (1990).
Mid-Cretaceous

angiosperm

leaves from a new fossil locality
in Lebanon. Botanical Gazette,
151, 538-547.

51, 238-258.

versus

Proceeding. 2nd on Lychee, Longan, Rambutan & Other Sapin-

& Sons, Inc. Hoboken.

(2009).

using RAPD and ISSR markers.

inference

Ellis, M.F., Sedgley, M., & Gardner, J.A.
(1991).

Interspecific pollen-

pistil interaction in Eucalyptus
L’Her. (Myrtaceae): The effect
of taxonomic distance.
of Botany, 68, 185-194.

Annals

BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24

22

Ferucci, M.S. (1981). Recuentos cromo-

Heslop-Harrison (Eds.), Ency-

somicos en Sapinddceas. Bon-

clopedia of Plant Physiology,

panlandia, 5, 73-81.

New Series vol 17, Cellular in-

Ferrucci, M.S. (2000). Cytotaxonomy of
Sapindaceae with special refer-

teractions: pp. 640-651. Berlin:
Springer-Verlag.

ence to the tribe Paullinieae.
[Electronic version]. Genetic and
Molecular Biology,

23, 941-

946.

Huang, Q.C., and Dilcher, D. L. (1994),
Evolutionary and
gycal

implications

paleoecoloof

fossil

Friis, E.M., Pedersen, K.J., & Crane, P.R.

plants from the Lower Creta-

(2010). Diversity in obscurity:

ceous Cheyenne Sandstone of

fossil flowers and the early his-

the Western Inlenor. In Shurr. G.

tory of angiosperms [Electronic

W., Ludvigson. G. A., and

version]. Philosopical Transac-

Hammond, R. H.. eds., Perspec-

tion of the Royal Society B (Bi-

tives on the Eastern Margin of

ologycal Sciences), 365, 369-

the Cretaceous Western Interior

382.

Basin: Boulder. Colorado. Geo-

Hardin, J.W. (1957). Studies in the Hippocastanaceae. IV. Hybridization in Aesculus. Rhodora, 59,

logical Society of America Special Paper 287.
Hymowitz, T. (1976). Soybeans Glycine
max (Leguminosae – Papiliona-

185-203.
Harrington, Mark, G., Edwards, Karen, J.,

tae). In N.W. Simmonds (Ed.).

Sheila, A., Chase, Mark, W.,

Evolution

Gadek, & Paul A. (2005). Phy-

Longman Group Limited. Lon-

logenetic inference in Sapin-

don.

of

Crop

Plants.

daceae sensu lato using matK

Judd, W.S., Campbell, C.S., Kellog, E.A.,

and rbcl DNA sequences. Sys-

Stevens, P.F., & Donoghue, M.J.

tematic Botany, 30, 366-382.

(2002).

Plant Systematics, A

Phylogenetic
Hogenboom, N.G. (1984). Incongruity:
non-functioning of intercellular
and

intracellular

through

partnership

mismatching

infor-

mation. In H.F. Linskens &

J.

Approach.

2nd.

Sinauer Associates, Inc. Sunderland.
Kalie, M.G. (1993). Budidaya Rambutan
Varietas Unggul.
Yogyakarta.

Kanisius.

23

Nina R.D.– Evolusi, spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggota sapindaceae

Lombello R.A., and Forni-Martins, E.R.
(1998).

Chromosomal studies

and evolution in Sapindaceae.

Simmonds, N.W. (1976).
Crop Plants.

Evolution of

Longman Group

Limited. London.
Simpson, M.G. (2006). Plant Systemat-

Caryologia, 51, 81-93.

ics. Elsevier Academic Press.
McConchie, C.A., Vithanage, V., & Batten, D.J. (1994). Intergeneric

Amsterdam.
Takayama, K., Sun, B.Y., & Stuessy, T.F.

hibridization between litchi (Li-

(2011).

tchi chinensis Sonn.) and longan

of anagenetic speciation in Acer

longan

(Dimocarpus

Lour.).

Annals of Botany, 74, 111-118.
Pfosser, M.F., Guzy-Wrobelska, T, Sun,
B.Y., Stuessy, T.F., Sugawara,

Genetic consequences

okamotoanum (Sapindaceae) on
Ullung Island, Korea. [Electronic version). Annals of Botany.
http://aob.oxfordjournals.org.

The

Thomas, D.T., Ahedor, A.R., Williams,

origin of species of Acer (Sapin-

C.F., dePamphilis, C., Crawford,

daceae) endemic to Ullung Is-

D.J., & Qiu-Yun, X.

land, Korea. Systematic Botany,

Genetic analysis of a broad hy-

27, 351-367.

brid zone in Aesculus (Sapin-

T., & Fujii N.

(2002).

(2008).

Raven, P.H., Evert, R.F., & Eichorn, S.E..

daceae): is there evidence of

(2005). Biology of Plants. Ed ke

long-distance pollen dispersal?

7, WH Freeman and Company

International Journal of Plant

Publishers. New York.

Sciences, 169, 647-657.

Russel, P.J. (1994). Fundamental of Ge-

Uji, T. (1998). Nephelium L. In M.S.M.

netics. Harper Collins College

Sosef., L.T. Hong., S. Prawiro-

Publishers. New York.

hatmodjo (Eds.),

Seibert, B. (1992). In E.W.M., Verheij

Plant Re-

sources of South-East Asia no 5

(Eds).

(3) Timber trees: Lesser-known

PlantResources of South-East

timbers. (pp 404-406). Prosea

Asia no 2. Edible fruits and nuts.

Foundation, Bogor.

and

R.E.

Coronel

Prosea Foundation. Bogor.

Wallace R.A., Sanders G.P., & Ferl R.J.

Shukla, P., and Misra, S.P. (1979). An In-

(1996). Biology, The Science of

troduction to Taxonomy of Angi-

Life. 4th. Harper Collins College

osperms.

Publishers. New York.

Vikas

Publishing

House PVT Ltd. New Delhi.

BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24
Zamzuriada, A.S., Mahani, M.C., &
Choong, C.Y. (2009). Phylogenetic study of Nephelium species based on the chloroplast
DNA sequences. Proceedings of
the Eighth Malaysia Congress on
Genetics. Role of Genetics in
Wealth Creation and Quality of
Life. Pahang: 345-348

24