Sah Retnowati A.130906018

(1)

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Program Studi Ilmu Lingkungan

Oleh

SALAMAH RETNOWATI NIM A.130906018

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

KONDISI TATA AIR di SUB-SUB DAS NGUNUT I

DAN SUB-SUB DAS TAPAN


(2)

TESIS Oleh

SALAMAH RETNOWATI NIM A.130906018

Komisi Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Ir. Ari Handono R, M.Sc. Ph.D NIP. 19610223 198601 1 001

...

Maret 2012

Pembimbing II Ir. Meiyanto, Dipl. HE NIP. 11023306

...

Maret 2012

Telah dinyatakan memenuhi syarat

pada tanggal Maret 2012

Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan

Dr. Prabang Setiyono, M.Si

DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP

KONDISI TATA AIR di SUB-SUB DAS NGUNUT I

DAN SUB-SUB DAS TAPAN

(SUB DAS SAMIN)


(3)

TESIS Oleh :

SALAMAH RETNOWATI NIM A. 130 906 018

Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Ketua Dr. Prabang Setyono, M.Si

NIP. 19720524 199903 1 002

...

Maret 2012

Sekretaris Prof. Dr. MTh., Sri Budiastuti NIP.19591205 198503 2 001

...

Maret 2012 Anggota

Penguji Ir. Ari Handono R, M.Sc. Ph.D NIP.19610223 198601 1 001

...

Maret 2012 Anggota

Penguji Ir. Meiyanto, Dipl. HE NIP.11023306

...

Maret 2012

Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat

Pada tanggal Maret 2012

Direktur

Program Pasca Sarjana UNS

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus. MS

Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan

Dr. Prabang Setyono, M.Si

KONDISI TATA AIR di SUB-SUB DAS NGUNUT I

DAN SUB-SUB DAS TAPAN


(4)

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Tesis yang berjudul : “ Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap Kondisi Tata Air di Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan (Sub DAS Samin) ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Ilmu Lingkungan berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Ilmu Lingkungan PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, 19 Januari 2012 Mahasiswa

Salamah Retnowati NIM. A.130906018


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Alloh SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “ Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap Kondisi Tata Air di Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan (Sub DAS Samin)“ di Karanganyar , Jawa Tengah. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penuh rasa hormat kepada Bapak Ir. Ari H Ramelan, MS.c. Ph.D selaku pembimbing utama dan Bapak Ir. Meiyanto Dipl. ME selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk serta saran-saran yang bermanfaat bagi penulis, mulai dari persiapan hingga selesainya penelitian ini.

Disamping itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS selaku Direktur Program Pasca Sarjana UNS yang telah memberikan ijin penelitian

2. Bapak Dr. Prabang Setyono, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan atas saran dan bimbingan dari persiapan hingga selesainya penelitian 3. Ibu Prof. Dr. MTh. Sri Budiastuti selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Lingkungan atas saran dan bimbingan hingga selesainya penelitian

4. Bapak Ir.Edy Subagyo, MP, selaku Kepala Balai Penelitian Kehutanan Solo Tahun 2005 – 2009, yang telah memberikan ijin melanjutkan studi pada Program Pasca Sarjana Jurusan Ilmu Lingkungan


(6)

5. Bapak Ir.Bambang Sugiarto, MP, selaku Kepala Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Solo Tahun 2009 s/d saat ini, yang telah memberikan ijin melanjutkan studi pada Program Pasca Sarjana Jurusan Ilmu Lingkungan

6. Teman- teman peneliti pada Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Solo; yang tidak dapat saya sebut satu per satu yang telah membantu dalam penulisan

7. Staf dan karyawan Perpustakaan Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Solo yang telah melayani penulis dalam menyediakan buku – buku dan literatur-literatur

Surakarta, Maret 2012


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ……… ii

DAFTAR TABEL ……… iv

DAFTAR GAMBAR ……… vi

DAFTAR LAMPIRAN ……… viii

ABSTRAK ……… ix

ABSTRACT I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ……… 3

C. Tujuan Penelitian ……… 4

D. Sasaran Penelitian ……… 4

E. Manfaat Penelitian ……… 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Daerah Aliran Sungai (DAS) ……… 5

2. Daur Hidrologi ……… 10

3. Kondisi Hidrologi DAS ……… 12

4. Penutupan Lahan ... 16

5. Aliran Permukaan ... 17

B. Kerangka Pikir ... 19

C. Hipotesis Penelitian ... 21

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ……… 22

B. Pengumpulan Data ……… 23

C. Analisa Data ……… 24

1. Metode Penghitungan KRS (Koefisien Regim Sungai) ……… 24

2. Metode Penghitungan CV ( Coefisien of Varians ) ……… 26

3. Metode Penghtungan IPA (Indeks Penggunaan Air ) ……… 27

4. Metode Penghtungan C (Koefisien Limpasan) ……… 28

5. Metode Penghtungan SDR (Erosi, Sedimentasi dan Sedimen Delivery Ratio ……… 30


(8)

6. Persamaan Regresi Linear Sederhana dan Uji Korelasi

……… 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ………... 36

B. Kondisi Fisik Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan 1. Curah Hujan dan Iklim Daerah Penelitian ……….. 37

2. Perubahan Penggunaan Lahan Daerah Penelitian ………... 43

3. Analisis Kondisi Tata Air a. Koefisien Regim Sungai (KRS) ………... 46

b. Coefisien of Varians (CV) ………... 49

c. Koefisien Limpasan (C) ………... 54

d. Indeks Penggunaan Air (IPA) ………... 57

e. Erosi, Sedimen dan SDR ………... 58

f. Persamaan Regresi Linear Sederhana dan Uji Korelasi ………... 62

1) Hubungan antara Jumlah Sedimen Terangkut dan Jumlah Curah Hujan pada Sub-Sub DAS Ngunut I ………... 63

2) Hubungan antara Jumlah Sedimen Terangkut dan Jumlah Curah Hujan pada Sub-Sub DAS Tapan ………... 64

3) Hubungan antara Jumlah Jumlah Sedimen Terangkut dan Debit pada Sub-Sub DAS Ngunut I ………... 65

4) Hubungan antara Jumlah Jumlah Sedimen Terangkut dan Debit pada Sub-Sub DAS Tapan ………... 66

5) Hubungan antara Jumlah Sedimen Terangkut dan Penutupan Lahan pada Sub-Sub DAS Ngunut I ………... 68

6) Hubungan antara Penutupan Lahan dan Sedimen Terangkut pada Sub-Sub DAS Tapan ………... 69

V. KESIMPULAN ………...

………


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Nilai faktor C untuk berbagai tanaman dan pengelolaan tanaman 18

2. Klasifikasi Nilai KRS 25

3. Klasifikasi Nilai CV 26

4. Perkiraan kebutuhan air pada tiap – tiap penutupan lahan 28

5 Klasifikasi Koefisien Limpasan (C) 29

6. Berat Jenis Tanah pada Berbagai Macam Tekstur 32

7. Curah Hujan Rata – Rata Bulanan dan Tahunan yang Mewakili Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan tahun 1997 – 2007

40

8. Jumlah Bulan Basah, Bulan Lembab dan Bulan Kering Sub-Sub

DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan

41

9. Type Iklim Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan

berdasarkan Klasifikasi Schmidt – Ferguson

42

10. Kriteria Penggolongan Type iklim Menurut Schmidt dan Ferguson 43

11. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1997 dan Tahun 2007 pada

Sub-Sub DAS Ngunut I

44

12 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1997 dan Tahun 2007 pada

Sub-Sub DAS Tapan

45

13. Perhitungan Perhitungan Nilai KRS Sub-Sub DAS Ngunut I (tahun

1997 – 2007)

47

14. Perhitungan Nilai KRS Sub-Sub DAS Tapan (tahun 1997 – 2007) 48

15. Perhitungan Nilai CV Sub-Sub DAS Ngunut I (tahun 1997 – 2007) 50

16. Perhitungan Nilai CV Sub-Sub DAS Tapan (tahun 1997 – 2007) 51

17. Deskripsi kondisi tanah Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS

Tapan, Jawa Tengah588

52

18. Nilai Koefisien Limpasan (C) pada Sub-Sub DAS Ngunut 54

19. Nilai Koefisien Limpasan (C) pada Sub-Sub DAS Tapan 55

20. Jumlah kebutuhan air untuk pemukiman dan penggunaan lahan,

rata-rata nilai Q dan nilai IPA

57

21. Tingkat erosi, jumlah sedimen dan SDR 1997 s/d 2007 pada

Sub-Sub DAS Ngunut I, luas = Ws = 586 ha

61

22. Tingkat erosi, jumlah sedimen dan SDR pada 1997 s/d 2007

Sub-Sub DAS Tapan, luas = Ws = 150,7 ha


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Outline DAS 6

Gambar 2. Bentuk – Bentuk DAS 8

Gambar 3. Daur Hidrologi 11

Gambar 4. Komponen Daur Hidrologi 12

Gambar 5. Kerangka Pikir Penelitian 20

Gambar 6. Penakar Hujan Gender (Sub-Sub DAS Ngunut I) 38 Gambar 7. Penakar Hujan Jumapolo (Sub-Sub DAS Tapan) 38

Gambar 8. Hutan Rakyat Sub-Sub DAS Ngunut I 43

Gambar 9. Hutan Rakyat Sub-Sub DAS Tapan 45

Gambar 10. Grafik Tahunan KRS Sub-Sub DAS Ngunut I 48

Gambar 11. Grafik Tahunan KRS Sub-Sub DAS Tapan 49

Gambar 12. Grafik Tahunan Nilai CV Sub-Sub DAS Ngunut I 51 Gambar 13. Grafik Tahunan Nilai CV Sub-Sub DAS Tapan 52 Gambar 14. Tanah Mediteran Coklat pada Sub-Sub DAS Ngunut

I 53

Gambar 15. Tanah Mediteran Merah pada Sub-Sub DAS Tapan 53 Gambar 16. Grafik Tahunan Nilai Koefisien Limpasan (C) DAS

Ngunut I

55 Gambar 17. Grafik Tahunan Nilai Koefisien Limpasan (C) DAS

Tapan

56 Gambar 18. Regresi Linear Hubungan Jumlah Sedimen Terangkut

dan Jumlah Curah Hujan pada DAS Ngunut I

63 Gambar 19. Regresi Linear Hubungan Jumlah Sedimen Terangkut

dan Jumlah Curah Hujan pada DAS Tapan

64 Gambar 20. Regresi Linear Hubungan Jumlah Sedimen Terangkut

dan Debit pada DAS Ngunut I

66 Gambar 21. Regresi Linear Hubungan Jumlah Sedimen Terangkut

dan Jumlah Curah Hujan pada DAS Tapan


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Wilayah DAS Bengawan Solo 2. Peta Penggunaan Lahan DAS Ngunut I 3. Peta Penggunaan Lahan DAS Tapan

4. Kriteria, Indikator dan Parameter Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS

5. Curah Hujan Tahunan DAS Ngunut I 6. Curah Hujan Tahunan DAS Tapan 7. Nilai KRS dan CV pada DAS Ngunut I 8. Nilai KRS dan CV pada DAS Tapan

9. Kebutuhan Air Desa Ngunut I DAS Ngunut I 10. Kebutuhan Air Desa Kebak DAS Ngunut I 11. Kebutuhan Air Desa Genengan DAS Ngunut I 12. Kebutuhan Air Desa Bakalan DAS Ngunut I 13. Kebutuhan Air Desa Kedawung DAS Ngunut I 14. Kebutuhan Air Desa Gemantar DAS Ngunut I

15. Total Kebutuhan Air tahun 2007 untuk DAS Ngunut I 16. Kebutuhan Air Desa Wukirsawit DAS Tapan

17. Kebutuhan Air Desa Sepanjang DAS Tapan 18. Kebutuhan Air Desa Beruk DAS Tapan

19. Total Kebutuhan Air tahun 2007 untuk DAS Tapan

20. Data Debit Harian Rata – Rata DAS Ngunut I,Jumantono, Karanganyar,Tahun 2007

21. Data Debit Harian Rata – Rata DAS Tapan, Tawangmangu, Karanganyar,Tahun 2007

22. Data Debit Suspensi Rata-Rata harian DAS Ngunut I, Tahun 1997 23. Data Debit Suspensi Rata-Rata harian DAS Ngunut I, Tahun 2007 24. Data Debit Suspensi Rata-Rata harian DAS Tapan, Tawangmangu –

Karanganyar Tahun 1997

25. Data Debit Suspensi Rata-Rata harian DAS Tapan, Tawangmangu – Karanganyar Tahun 2007


(12)

commit to user

Salamah Retnowati, NIM A. 130 906 018. Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Kondisi Tata Air di Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan (Sub DAS Samin. Pembimbing I : Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.Ph.D, Pembimbing II : Ir. Meiyanto, Dipl. HE.

Pengelolaan DAS langsung ataupun tidak langsung menyebabkan perubahan kondisi hidrologi. Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang diinginkan yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktifitas, dan percepatan degradasi lahan.

Salah satu indikator bahwa DAS terkelola dengan baik apabila nilai KRS (Koefisien Regim Sungai) yakni perbandingan debit maksimum dengan debit minimum dalam suatu DAS memiliki nilai KRS kecil yakni mempunyai (nilai < 50), dimana kontinuitas alirannya terjaga, dalam arti pada saat musim penghujan dapat menyimpan air dan pada musim kemarau dapat mengeluarkannya. Selain nilai KRS, terdapat 4 parameter lain yang digunakan untuk mengukur kesehatan DAS yakni 1) Coefisien of Varians (CV), 2) Indeks Penggunaan Air (IPA), 3) Nilai Koefisien Limpasan (C) dan 4) Sedimentasi. Penelitian dilaksanakan di Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub-Sub-Sub DAS Tapan.

Maksud penelitian yakni untuk mengetahui kondisi kesehatan DAS melalui pengukuran 5 parameter tata air akibat adanya perubahan penutupan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif eksploratif yang pendekatan variabelnya dilakukan dengan survey lapangan dan penggunaan data sekunder.

Tujuan penelitian yakni 1) mengetahui perubahan penutupan lahan pada tahun 1997 dan 2007, 2) melakukan evaluasi kondisi tata air Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan untuk waktu 10 tahun (tahun 1997 dan 2007) dengan menggunakan 5 parameter, 3) mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap besarnya nilai Q (sedimen)

Pada Sub-Sub DAS Ngunut I, terjadi perubahan penggunaan lahan dari sawah yang semula 155,60 ha (pada tahun 1997) menjadi 48,46 ha (pada tahun 2007) dan luas penggunaan lahan untuk tegal yang semula 288,50 ha (pada tahun 1997) menjadi 148,80 ha (pada tahun 2007). Perubahan pada dua penutupan lahan tersebut menyebabkan terjadinya penurunan sedimen dari 26,88 mm/ tahun menjadi 0,26 mm/tahun. Pada Sub-Sub DAS Tapan, terjadi perubahan penggunaan lahan dari sawah yang semula 10,59 ha (pada tahun 1997) menjadi 10 ha (pada tahun 2007) dan luas penggunaan lahan untuk tegal yang semula 115,46 ha (pada tahun 1997) menjadi 56 ha (pada tahun 2007). Perubahan pada dua penutupan lahan tersebut menyebabkan terjadinya penurunan sedimen dari 36,15 mm/ tahun menjadi 0,58 mm/tahun.

Nilai rerata KRS Sub-Sub DAS Ngunut I sebesar 1774,97 m3/detik, nilai rerata CV dan IPA sebesar 2,3 dan 0,2 sedangkan nilai rerata Koefisien Limpasan (C) dan rerata Sedimentasi sebesar 0,37 dan 13.87 ton/ha.


(13)

commit to user

rerata Sedimentasi sebesar 1,43 dan 79,33 ton/ha

Kata Kunci : Daerah Aliran Sungai (DAS) , Koefisien Regim Sungai (KRS), Coefficient of Variance (CV), Indeks Penggunaan Air (IPA), Uji Korelasi


(14)

commit to user

Salamah Retnowati, NIM A. 130 906 01. Impact of Land Use Changes to Hydrological Condition. The first Commision of Supervision : Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc. Ph.D, the second Commision of Supervision : Ir. Meiyanto, Dipl. HE. Thesis : Environmental Study Programm, Graduate School Sebelas Maret University of Surakarta.

Watershed management, directly or indirectly, will result in hydrological condition changes within the watershed. Hydrological changes may occur due to excessive land conversion from forest and preserved lands into other purposes such as agricultural land, industrial complex and settlement with no conservation measures. This situation will bring about detrimental impacts such as soil erosion, declining land productivity, and accelerated forest and land degradation.

An indicator in watershed management performance is the River Regime Coefficient (RRC) which is a ratio of maximum and minimum water yield in a watershed. Smaller values of RRC (<50) relect a continuation of water flow produced by the watershed during the whole year. In other words, the watershed is capable to catch and retain water during the wet seasons and release it in the dry seasons. In addition to RRC, there are some other parameters to measure watershed performance, namely (1) coefficient of variance (CV) , (2) water consumption index (WCI), (3) run-off coefficient (RoC), and (4) sedimentaion (Q). Research conducted in Ngunut sub-sub watershed I and Tapan sub-sub watershed.

The objective of the research is to evaluate the watershed performance by measuring the five hydrological parameters in the sites where land cover has been changed. Research methodology applied is descriptive-explorative method with field survey to get primary and secondary data.

Research was aimed to 1) identify land cover changes occured in 1997 to 2007, 2)evaluate hydrological conditions of Ngunut I sub watershed and Tapan sub-sub watershed within the period of 10 years (1997 to 2007) using 5 parameters, 3) identify influencing factors to Q values (sediment).

Within Ngunut I sub-sub watershed, research found changes in paddy field (sawah) areas from 155.60 hectares in 1997 to 48.46 hectares in 2007, and in dry land (tegalan) areas from 288.50 hectares in 1997 to 148.80 in 2007. These changes caused reduction in sediment load from 26.88 mm/year to 0.26 mm/year. In Tapan sub-sub watershed, research found changes in paddy field (sawah) areas from 10.59 hectares in 1997 to 10 hectares in 2007, and in dry land (tegalan) areas from 115.46 hectares to 56 hectares in 2007. Sediment load was reduced from 36.15 mm/year to 0.58 mm/year in the same period.

Average value of RRC in Ngunut I sub-sub watershed is 1774.93 cubic meter/second, CV is 2.3, WCI is 0.2, C is 0.37, and Q is 13.87 tons/hectare. Average value of RRC In Tapan sub-sub watershed is 69.23, CV is 1.18, WCI is 0.08, C is 1.43, and Q is 79.33 tons/hectare.


(15)

(16)

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terjadinya erosi, banjir, kekeringan, pendangkalan sungai merupakan kenyataan bahwa kondisi hidroorologis makin merosot dan makin buruknya mutu sumberdaya alam di hampir semua wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia. Dengan kondisi yang demikian usaha-usaha pengelolaan di wilayah DAS pada saat ini dirasakan kurang efektif dan kurang efisien, keadaan ini tercermin dengan masih belum terkendalinya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Banjir dan kekeringan disebabkan oleh tataguna sumber daya tanah dan air belum sesuai dengan pengelolaan DAS yang baik. Salah satu indikator bahwa DAS terkelola dengan baik apabila nilai KRS (Koefisien Regim Sungai) yakni perbandingan debit maksimum (Q maks) dengan debit minimum (Q min) dalam suatu DAS mempunyai nilai < 50. Kondisi demikian menunjukkan kontinyuitas aliran cukup terjaga, dalam arti pada saat musim penghujan dapat menyimpan air dan pada musim kemarau dapat mengeluarkannya.

Sub DAS Samin sebagai bagian dari Kawasan DAS Bengawan Solo Hulu, yang terletak di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah telah mengalami degradasi fungsi hidrologi tanah yang serius, terutama ditunjukkan oleh erosi tanah dan longsor. Laju erosi tanah di Sub DAS Samin mencapai > 250 ton ha/tahun dan dikategorikan sangat berat (http://docs.google.com/viewer, 2011). Beberapa penyebab terjadinya


(17)

commit to user

sesuai dengan peruntukannya dan penerapan pengelolaan lahan pertanian secara intensif. Pertambahan penduduk yang terus meningkat, tuntutan penyediaan pangan, dan perubahan tata guna lahan akibat alih fungsi lahan yang sering tidak terkendali, serta pengaruh curah hujan yang cukup tinggi diduga merupakan faktor yang lebih berperan sebagai penyebab terjadinya bencana banjir/tanah longsor dan kekeringan di wilayah pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo. Kehadiran bangunan-bangunan infrastruktur pengairan, diantaranya Waduk Gadjah Mungkur, yang diharapkan dapat mencegah kejadian banjir seperti halnya banjir yang terjadi pada tahun 1966 dinilai belum maksimal.

Hasil analisis peta RBI terbitan tahun 2000, menunjukkan bahwa Sub DAS Samin mempunyai luasan 34.326 ha dengan penutupan lahan berupa air tawar 250 ha, Gedung 6 ha, kebun 3.333 ha, pemukiman 8.778 ha, rumput 39 ha, sawah irigasi 15.628 ha, sawah tadah hujan 10 ha, tegalan 4.277 ha, belukar/semak 1.389 ha, tanah berbatu 3 ha dan hutan seluas 418 ha. Di dalamnya memuat Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan dan merupakan salah satu DAS kritis di Jawa Tengah yang perlu dikelola dengan baik sehingga perlu dievaluasi kembali bagaimana kondisi Sub DAS nya yang tercermin melalui kondisi hidrologi , apakah perubahan penutupan lahan dalam rentang waktu 10 tahun mempengaruhi kondisi hidrologi. Sesuai dengan 14 prinsip dasar Ilmu Lingkungan, maka pada kegiatan penelitian termasuk dalam prinsip dasar yang ke-13 yakni “ Lingkungan yang secara


(18)

commit to user

dalam ekosistem yang mantap yang kemudian dapat mengalahkan kemantapan populasi “. Pentingnya memperluas ruang lingkup ekologi murni menjadi ilmu lingkungan yang memiliki batasan lebih luas. Untuk menilai kondisi kesehatan DAS diantaranya menggunakan 5 parameter yakni :

1. KRS (Koefisien Regim Sungai) 2. CV (Coefficient of Variance) 3. IPA (Indeks Penggunaan Air) 4. C (Koefisien Limpasan)

5. Erosi, Sedimentasi dan SDR (Sedimen Delivery Ratio) (Pedoman Monev DAS, 2007).

Untuk menilai perkembangan atau perubahan kondisi suatu DAS maka parameter-parameter tersebut harus diukur selama kurun waktu minimal 10 tahun.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan yang mendasar adalah :

1. Bagaimana kondisi penutupan lahan pada tahun 1997 dan tahun 2007 2. Bagaimana pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap kondisi

hidrologi pada tahun 1997 dan tahun 2007 yang dapat dilihat melalui kondisi kesehatan DAS dengan mengukur nilai KRS, nilai CV, nilai IPA, nilai C dan sedimentasi


(19)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

1. Mempelajari perubahan penutupan lahan pada tahun 1997 dan tahun 2007 2. Mengevaluasi kondisi tata air kurun waktu 10 tahun (tahun 1997 dan atau

hingga tahun 2007) dengan menggunakan 5 parameter pada Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan di Sub DAS Samin

3. Mempelajari faktor yang berpengaruh terhadap besarnya nilai Qs (sedimen suspensi)

D. Sasaran Penelitian

1. Kondisi penutupan lahan pada tahun 1997 di Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan dan penutupan lahan pada tahun 2007 di Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan

2. Kondisi kesehatan DAS dengan menggunakan 5 parameter

3. Faktor yang berpengaruh terhadap nilai Qs (sedimen suspensi) dengan menggunakan nilai koefisien korelasi

E. Manfaat Penelitian

1. Informasi bagi pemerintah atau stake holder yang terkait dengan pengelolaan DAS

2. Membantu pemerintah setempat dalam penentuan kebijakan khususnya dalam pengelolaan Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan


(20)

commit to user


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan ( UU Nomor 7 Tahun 2004).

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah Tangkapan Air (DTA) atau

(catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya

terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam. DAS biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir (Asdak, 1995).

Suatu DAS dengan beberapa anak sungainya disajikan pada gambar 1 berikut :


(22)

Hakekat DAS selain sebagai suatu wilayah bentang lahan dengan batas topografi serta suatu wilayah kesatuan ekosistem, juga merupakan suatu wilayah kesatuan hidrologi. Sebagai satu kesatuan hidrologi, DAS berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses hidrologi yang mengubah input menjadi output

(Journal Of Evaluation and Monitoring Sub Watershed). Input yang dimaksud

adalah berupa presipitasi salah satunya adalah air hujan. Sistem DAS merupakan respon terhadap aliran langsung dan aliran dasar, sedangkan output atau keluarannya adalah aliran permukaan (run off) atau yang biasa disebut hasil air

Gambar 1. Outline DAS (Daerah Aliran Sungai)


(23)

atau debit air atau volume limpasan. DAS juga berfungsi sebagai daerah penyangga (buffer) air tanah dalam wilayah tersebut (Viaud et.al., 2004).

Dalam Suyono Sosrodarsono dan Takeda (1983), disebutkan bahwa Daerah Pengaliran Sungai adalah daerah tempat presipitasi mengkonsentrasi ke sungai. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut Batas Daerah Pengaliran. Luas daerah pengaliran diperkirakan dengan pengukuran daerah tersebut pada peta topografi. Daerah pengaliran, topografi, tumbuh-tumbuhan dan geologi mempunyai pengaruh terhadap debit banjir, corak banjir, debit pengaliran dasar dan seterusnya. Terdapat 3 corak Daerah Aliran Sungai seperti pada Gambar 2 yang meliputi :

a. Daerah pengaliran berbentuk burung

b. Jalur daerah daerah aliran terletak di kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai utama. Daerah pengaliran bentuk burung mempunyai banjir yang kecil. Sehingga waktu tiba banjir dari anak-anak sungai berbeda-beda, sebaliknya banjir berlangsung agak lama

c. Daerah Pengaliran Radial

d. Daerah pengaliran sungai berbentuk kipas atau lingkaran dan dimana anak-anak sungainya menngkonsentrasi ke suatu titik secara radial. Bentuk daerah pengaliran radial mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak sungai


(24)

Dua jalur daerah pengaliran sungai yang bersatu, dimana pada bagian pengaliran sungai yang bersatu ada pada bagian hilir. Banjir terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai-sungai

Bentuk DAS memanjang dan sempit cenderung menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang berbentuk melebar dan melingkar. Hal ini terjadi karena waktu konsentrasi DAS yang memanjang lebih lama dibandingkan dengan DAS yang melebar (Suripin, 2004).


(25)

DAS sebagai ekosistem dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan didalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Ekosistem DAS, terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS, seperti fungsi tata air, sehingga perencanaan DAS bagian hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Pasaribu, 1999 dalam Sabri, 2004: 12)

Dilihat dari segi curah hujan wilayah DAS dapat dibedakan menjadi 2 yaitu wilayah yang berfungsi sebagai wilayah peresapan (recharge area) dan wilayah yang berfungsi sebagai wilayah pengatusan (drainase). Berfungsi tidaknya wilayah tersebut sangat terkait dengan penggunaan lahan.

Pengelolaan DAS adalah proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah. Termasuk dalam pengelolaan DAS adalah identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (Asdak, 1995).

Pengangkutan sedimen di hilir dipengaruhi dua hal, yaitu perubahan debit aliran sungai dari hulu DAS dan oleh perubahan di sepanjang kiri kanan tebing sungai (Rosgen, 1994; Tabacchi et al., 2000 dalam Hofer, 2003).


(26)

Setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai karakteristik/ciri tersendiri. Karakteristik/ciri suatu DAS diperlukan untuk memprediksi potensi maupun kerentanannya. Dalam aspek hidrologi potensi tersebut adalah jumlah air yang tersedia. Sedangkan kerentanannya meliputi debit maksimum dan debit minimum.

Pembagian DAS menurut FAO (1982) dalam Supangat (2004) adalah berdasarkan kelerengannya. DAS dengan kelerengan di atas 30 % sebagai DAS hulu (upper watershed) dan kelerengan antara 8-30 % sebagai DAS hilir (lower

watershed).

2. Daur Hidrologi

DAS sebagai suatu wilayah bentang lahan dengan batas topografi serta suatu wilayah kesatuan ekosistem, juga merupakan suatu wilayah kesatuan hidrologi. Sebagai kesatuan hidrologi, daur hidrologi didefinisikan sebagai proses perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali ke laut. Dalam Asdak,( 2004), daur hidrologi berawal dari terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi dan tanah, laut dan badan-badan air lainnya akibat dari energi panas matahari. Uap air hasil proses evaporasi akan terbawa oleh angin melintasi daratan, sebagian dari uap air tersebut akan terkondensasi dan turun sebagai air hujan. Masukan curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara, yaitu air lolos (through fall), aliran batang (stemflow) dan air hujan langsung sampai ke permukaan tanah kemudian terbagi menjadi air larian (run off), evaporasi dan air infiltrasi. Gabungaevaporasi


(27)

uap air proses transpirasi dan intersepsi dinamakan evapotranspirasi. Air limpasan dan air infiltrasi akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran

(discharge). Air infiltrasi akan tertahan didalam tanah oleh gaya kapiler dan

selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban tanah cukup, maka air infiltrasi akan bergerak secara lateral (horizontal), selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (sub

surface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lain air akan bergerak

vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah

(groundwater). Air tanah tersebut terutama pada musim kemarau akan mengalir

pelan-pelan ke sungai utama menjadi baseflow. Daur hidrologi dapat ditunjukkan pada gambar 3 berikut :


(28)

3. Kondisi Hidrologi DAS

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cairan, gas, padat) pada, dalam, dan di atas permukaan tanah. Termasuk didalamnya adalah penyebaran, daur dan perilakunya, sifat- sifat fisik dan kimianya , serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri. Hidrologi DAS adalah cabang ilmu Hidrologi yang mempelajari pengaruh pengelolaan vegetasi dan lahan di daerah tangkapan air bagian hulu (upper

catchment) terhadap daur air, termasuk pengaruhnya terhadap erosi, kualitas air,

banjir dan iklim di daerah hulu dan hilir (Asdak, 1995). Pengelolaan DAS harus dilakukan dengan menggunakan beberapa model diataranya adalah implementasi Gambar 4. Komponen daur hidrologi (Indarto, 2005)


(29)

perbaikan tanah dan penanaman dengan tananam yang sesuai dengan wilayah daerah sungai tersebut (Dickison et.al., 1992).

Hakekat DAS selain sebagai suatu wilayah bentang lahan dengan batas topografi serta suatu wilayah kesatuan ekosistem, juga merupakan suatu wilayah kesatuan hidrologi. DAS berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses hidrologi yang mengubah input menjadi output. Input yang dimaksud adalah berupa air hujan (presipitasi), sedangkan output atau keluarannya adalah berupa debit aliran dan/atau muatan sedimen. Dalam sistem DAS terdapat hubungan antara kawasan hulu dengan kawasan hilir. Segala pengelolaan yang dilakukan di hulu merupakan cerminan dari apa yang terjadi di hilir. Sungai sebagai komponen utama dalam DAS merupakan tali pengikat antara hulu dan hilir DAS. Model simulasi DAS telah dilakukan oleh Liu and Young (2007) untuk mendapatkan gambaran kondisi DAS terhadap aliran permukaan dan sedimen. Hasilnya menunjukkan pengaruh yang signifikan kondisi DAS terhadap aliran permukaan dan sedimen.

Dalam hubungannya dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai karakteristik yang spesifik serta berkaitan dengan unsur utamanya seperti jenis tanah, tata guna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng. Karakteristik biofisik DAS dalam merespon curah hujan yang jatuh di dalam wilayah DAS tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, air larian, aliran permukaan, kandungan air tanah, dan aliran sungai.


(30)

Beberapa hal yang diperlukan di dalam pengukuran parameter hidrologi (Effendi, 2003: 28) antara lain :

a. Kecepatan arus (velocity)

Kecepatan arus (velocity/flow rate) suatu badan air sangat berpengaruh terhadap kemampuan badan air tersebut untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar. Kecepatan arus digunakan untuk memperkirakan kapan bahan pencemar akan mencapai suatu lokasi tertentu apabila bagian hulu suatu badan air mengalami pencemaran. Kecepatan arus dinyatakan dalam satuan ( panjang aliran/waktu).

b. Debit

Debit (discharge) dinyatakan sebagai volume air yang mengalir pada selang waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam satuan (volume/waktu).

Dengan meningkatnya debit, kadar bahan – bahan alam yang terlarut ke suatu badan air akibat erosi meningkat secara eksponensial. Namun konsentrasi bahan-bahan antropogenik yang memasuki badan air tersebut mengalami penurunan karena terjadi proses pengenceran. Jika suatu bahan pencemar masuk ke badan air dengan kecepatan konstan, kadar bahan pencemar dapat ditentukan dengan membagi jumlah bahan pencemar yang masuk dengan debit badan air.

c. Tinggi Permukaan Air

Air dapat mengalir ke dan dari suatu lapisan air bawah tanah (aquifer) ke sungai bergantung pada perbandingan relative tinggi permukaan air pada


(31)

aquifer dan sungai. Jika tinggi permukaan air (water level) sungai lebih rendah, maka air pada aquifer mengalir masuk ke sungai, dan sebaliknya. Kejadian yang serupa berlangsung pada air tanah. Pengukuran tinggi permukaan air tanah sangat penting untuk menentukan jarak masuknya air laut ke perairan daratan pada saat terjadi pasang dan kemungkinan terjadinya perembesan (intrusi) air laut. Jika daratan lebih rendah daripada permukaan air laut, apalagi jika disertai dengan pengambilan air tanah yang berlebihan seperti yang biasa terjadi di perkotaan , maka potensi terjadinya penurunan muka air tanah (intrusi) air laut ke aquifer sangat besar sehingga air tanah bertambah meluas menjadi asin.

d. Sedimentasi

Sedimentasi adalah pengendapan material tanah yang terangkut oleh aliran sungai yang berasal dari proses erosi di hulunya. Indikator terjadinya erosi dapat dilihat dari kandungan sedimen yang terangkut oleh aliran sungai. Makin kecil konsentrasi sedimen yang terbawa oleh aliran berarti makin sehat kondisi DAS. Indikator yang dipergunakan untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan DAS yang bertujuan untuk mengurangi sedimentasi adalah besarnya kandungan sedimen didalam aliran sungai. Besarnya kandungan sedimen dinyatakan dalam besarnya laju sedimentasi per tahun. Hasil sedimen diperoleh dengan mengkonversi nilai Qs dalam ton/hari menjadi ton/ha/th dihitung dengan mengalikan jumlah hari dalam satu tahun. Hasil sedimen dalam satuan mm/th dihitung dengan mengkonversikan nilai hasil sedimen


(32)

dalam satuan ton/ha/th dengan berat jenis sedimen. Berat jenis sedimen sebaiknya diukur berdasarkan analisis fisik sedimen di daerah yang bersangkutan.

Untuk menilai kondisi kesehatan DAS menggunakan 5 parameter yakni 1) KRS (Koefisien Regim Sungai), 2) CV (Coefficient of Variance), 3) IPA (Indeks Penggunaan Air), 4) C (Koefisien Limpasan) dan 5) sedimentasi. Persediaan air dapat dihitung langsung dari data debit aliran. Kebutuhan air dihitung berdasarkan jenis penggunaan lahan dan kebutuhan air pada masing-masing luas penggunaan lahan yang ada serta kebutuhan air untuk penduduk.

4. Penutupan Lahan

Tipe penutupan lahan secara umum meliputi pemukiman, kawasan budidaya pertanian, padang penggembalaan, kawasan industri, kawasan rekreasi dll. Badan Pertanahan Nasional mengelompokkan jenis penutupan lahan menjadi :

a. Pemukiman berupa kombinasi antara jalan, bangunan, tegalan/pekarangan dan bangunan itu sendiri (kampung dan emplacement)

b. Kebun, meliputi kebun campuran dan kebun sayuran merupakan daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan satu jenis maupun campuran, baik dengan pola acak maupun teratur sebagai pembatas tegalan

c. Tegalan merupakan daerah yang ditanami umumnya berupa tanaman semusim, namun pada sebagian lahan tak ditanami. Vegetasi yang umum


(33)

dijumpai adalah padi gogo, singkong, jagung, kentang, kedelai dan kacang tanah

d. Sawah merupakan daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejak penanaman hingga beberapa hari sebelum panen

e. Hutan merupakan wilayah yang ditutupi oleh vegetasi pepohonan, baik alami maupun dikelola manusia dengan tajuk yang rimbun, besar serta lebat

f. Lahan terbuka, merupakan daerah yang tidak terdapat vegetasi maupun penggunaan lain akibat aktifitas manusia

g. Semak belukar, merupakan daeh Aliran Sungairah yang ditutupi oleh pohon baik alami maupun yang dikelola dengan tajuk yang relative kurang rimbun (Heikal, 2004 dalam Sinaga, 2007).

5. Aliran Permukaan

Aliran permukaan terjadi jika intensitas hujan lebih tinggi dari laju infiltrasi, dan kapasitas depresi sudah terisi. Besar kecilnya aliran permukaan dipengaruhi oleh banyak faktor yang dikelompokkan menjadi 2 yakni faktor yang berkaitan dengan iklim (khususnya curah hujan) dan dan faktor-faktor yang berkaitan dengan karakteristik DAS. Parameter hujan yang berpengaruh terhadap aliran permukaan meliputi intensitas, waktu dan penyebaran hujan. Karakteristik DAS yang berpengaruh besar terhadap aliran permukaan meliputi luas dan bentuk DAS, topografi dan tata guna lahan.


(34)

Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Nilai faktor C untuk berbagai tanaman dan pengelolaan tanaman pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Nilai faktor C untuk berbagai tanaman dan pengelolaan tanaman

No. Macam Penggunaan Lahan Nilai Faktor C

1. Tanah terbuka tanpa tanaman 1,0

2. Hutan atau semak belukar 0,001

3. Sawah 0,01

4. Tegalan tidak dispesifikasi 0,7

5. Ubi kayu 0,8

6. Jagung 0,7

7. Kedelai 0,399

8. Kentang 0,4

9. Kacang tanah 0,2

10. Padi gogo 0,561

11. Tebu 0,2

12. Pisang 0,6

13. Kopi dengan penutup tanah buruk 0,2

14. Talas 0,85

15. Kebun campuran dengan kerapatan tinggi 0,1

16. Kebun campuran dengan kerapatan sedang 0,2

17. Kebun campuran dengan kerapatan rendah 0,5

18. Perladangan 0,4

19. Hutan alam seresah banyak 0,001

20. Hutan alam seresah sedikit 0,005

21. Padi – kedelai 0,417

22. Pola tanaman tumpang gilir + mulsa jerami 0,079 23. Pola tanaman berurutan + mulsa sisa tanaman 0,357

24. Alang-alang murni subur 0,001

25. Padang rumput (stepa) dan savanna 0,001

26. Rumput Brachiaria 0,002

Sumber : dari berbagai sumber yang dihimpun dalam Sarief (1985), Arsyad (1989) dalam Suripin (2004)


(35)

B. Kerangka Pikir

Perubahan penutupan lahan menyebabkan perubahan kondisi tata air. Penutupan lahan yang rapat dengan usaha penanaman yang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air dapat mengurangi sedimentasi, sebaliknya penutupan lahan yang kurang rapat tanpa mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air dapat meningkatkan sedimen. Kerangka Pikir pada penelitian dapat dilihat pada gambar 5 berikut.


(36)

ALIH FUNGSI LAHAN dari tahun 1997 ke tahun 2007

PERUBAHAN TATA AIR

Analisa Data : - Analisa nilai KRS - Anallisa nilai CV - Analisa nilai IPA - Analisa nilai C

- Analisa nilai erosi, sedimen dan SDR

Kesimpulan

Rekomendasi :

Memberikan usulan Pengelolaan DAS pada Sub- Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan


(37)

C. Hipotesis Penelitian

§ H0 : Tidak ada hubungan antara variabel Y (terikat) dan variabel X (bebas) o tidak ada hubungan antara jumlah sedimen terangkut dengan jumlah

curah hujan

o tidak ada hubungan antara jumlah sedimen terangkut dengan debit

o tidak ada hubungan antara jumlah sedimen terangkut dengan penutupan lahan

§ H1 : Ada hubungan antara variabel Y (terikat) dan Varibel X (bebas)

o ada hubungan antara jumlah sedimen terangkut dengan jumlah curah hujan

o ada hubungan antara jumlah sedimen terangkut dengan debit

o ada hubungan antara jumlah sedimen terangkut dengan penutupan lahan Kriteria Uji Hipotesis

§ Jika probabilitas atau signifikansi < 0.05, H0 ditolak dan H1 diterima § Jika probabilitas atau signifikansi > 0.05, H0 diterima dan H1 ditolak


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu kesatuan sistem dalam penelitian yang terdiri-dari prosedur dan teknik yang perlu dilakukan dalam usaha penelitian (Nazir 1998 : 51-52 dalam Arikunto S, 1998). Prosedur adalah suatu usaha yang dilakukan untuk menentukan urut-urutan pekerjaan dalam penelitian. Ditinjau dari permasalahan dan tujuan dalam penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif eksploratif yang pendekatan variabelnya dilakukan dengan survey lapangan dan penggunaan data sekunder. Tujuan dari penelitian jenis ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti.

Menurut Moleong dalam Sukandar (2006) analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai obyek penelitian berdasarkan data dari hasil wawancara, catatan pengamatan dari kelompok obyek yang diteliti. Analisis deskriptif pada penelitian ini adalah melakukan analisis terhadap data primer dari hasil wawancara dan kuesioner juga data sekunder, kemudian disajikan secara deskriptif. Menurut Arikunto (1996), jenis pendekatan dalam penelitian ini adalah termasuk pendekatan non eksperimen dan deskriptif, karena dalam penelitian ini tidak melakukan suatu percobaan tetapi lebih ke arah pendalaman suatu kasus atau keadaan dan dideskripsikan secara mendalam.


(39)

A. Pendekatan penelitian dimulai dari : 1. Alih fungsi lahan tahun 1997 dan 2007

2. Alih Fungsi Lahan menyebabkan perubahan tata air/kondisi kesehatan DAS 3. Untuk mengetahui kondisi kesehatan DAS terdapat lima (5 ) parameter yang

perlu diukur antara lain (Pedoman monev DAS, 2007) :

a. Koefisien Regim Sungai (KRS)

b. Coefisien of Varians (CV)

c. Indeks Penggunaan Air

d. Koefisien Limpasan (C)

e. Erosi, Sedimentasi dan SDR

4. Rekomendasi kebijakan pengelolaan DAS B. Pengumpulan Data

Bahan-bahan penelitan disesuaikan dengan rumusan dan tujuan yang diajukan sebelumnya yaitu keeratan hubungan dengan kondisi fisik wilayah Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub-Sub-Sub DAS Tapan, maka data yang dikumpulkan meliputi :

1. Peta Tata Guna Lahan Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan 2. Data debit harian Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan tahun

1997 – 2007

3. Data curah hujan Sub-Sub DAS Ngunut I pada stasiun penakar hujan Gender (Jumantono) dan Sub-Sub DAS Tapan pada stasiun penakar hujan pada stasiun Jumapolo tahun 1997 – 2007


(40)

4. Data tingkat erosi dan sedimentasi, koefisien limpasan Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan, Jumantono – Karanganyar dari Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS (BPTKP DAS) Solo

5. Data penggunaan lahan dari Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS (BPTKP DAS) Solo, tahun 1997 dan 2007

6. Data keadaan umum wilayah, kondisi sosial ekonomi dan lain-lain yang diperoleh dari laporan-laporan penelitian, jurnal-jurnal yang ada di Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS (BPTKP DAS) Solo 7. Data kependudukan yang masuk wilayah Sub DAS Ngunut I dan

Sub-Sub DAS Tapan C. Analisa Data

1. Metode Penghitungan KRS ( Koefisien Regim Sungai )

Koefisien Regim Sungai (KRS) merupakan perbandingan debit

maksimum dengan debit minimum dalam suatu DAS. Makin kecil nilai KRS berarti makin kecil perbedaan debit maksimum dan minimum, sehingga kontinuitas aliran cukup terjaga. Kondisi demikian menunjukkan DAS yang sehat yang dapat menyimpan air di musim penghujan dan mengeluarkannya pada musim kemarau. Nilai KRS dihitung melalui persamaan :


(41)

Q min (m3/det) = debit harian rata-rata (Q) tahunan terendah

Data Qmaks dan Qmin diperoleh dari nilai rata-rata debit harian (Q) dari

hasil pengamatan SPAS pada Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan

Klasifikasi nilai KRS untuk menunjukkan karakteristik tata air DAS disajikan

pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Nilai Koefisien Regim Sungai (KRS)

No. Kelas

1. < 50 Baik

2. 50 – 120 Sedang

3. > 120 Buruk

Nilai KRS yang tinggi menunjukkan kisaran nilai Q_maks dan Q_min

sangat besar, (semakin tinggi nilai KRS semakin jelek) atau dapat dikatakan

bahwa pada musim penghujan terjadi banjir, sedang pada musim kemarau aliran

air yang terjadi sangat kecil atau menunjukkan kekeringan. Secara tidak langsung

kondisi ini menunjukkan bahwa daya resap lahan di DAS/Sub DAS kurang

mampu menahan dan menyimpan air hujan yang jatuh dan air limpasannya

banyak yang terus masuk ke sungai dan terbuang ke laut sehingga ketersediaan


(42)

dari data debit aliran sungai tahunan. Nilai banjir diperhitungkan dari nilai Q max itu sendiri dengan satuan m3/detik

2. Metode Penghitungan CV ( Coefisient of Varians )

Koefisien of Variansi (CV) adalah gambaran kondisi variasi dari debit

aliran air (Q) tahunan dari suatu DAS. Nilai CV dicari dengan persamaan berikut

:

Dimana : Sd = standar deviasi debit (Q) tahunan dari SPAS

Q rata-rata = data debit rata-rata taunan dari SPAS

Data debit diperoleh dari data debit taunan minimal selama 10 taun

Tabel 3. Klasifikasi Nilai Coefisien of Varians (CV)

No. Kelas

1. < 0,1 Baik

2. 0,1 – 0,3 Sedang

3. > 0,3 Buruk


(43)

Jika variasi debit (Q) tahunan kecil maka kondisi debit (Q) dari tahun ke tahun

tidak banyak mengalami perubahan. Di sisi lain, jika variasi debit (Q) tahunan

besar maka kondisi debit (Q) dari tahun ke tahun banyak mengalami perubahan,

yang menunjukkan kondisi DAS/Sub DAS yang kurang stabil (lampiran

Peraturan Direktur jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, 2009).

3. Metode Penghitungan IPA (Indeks Penggunaan Air )

Indeks Penggunaan Air (IPA) diperoleh dengan persamaan sbb :

Persediaan air dapat dihitung langsung dari data debit aliran. Kebutuhan air dihitung berdasarkan jenis penggunaan lahan dan kebutuhan air pada masing-masing luas penggunaan lahan yang ada serta kebutuhan air untuk penduduk. Perkiraan kebutuhan air untuk berbagai macam penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel 4 berikut :

Kebutuhan (m3 atau mm) Indeks Penggunaan Air (IPA) = ---

Persediaan (m3 atau mm)


(44)

Tabel 4. Perkiraan kebutuhan air pada tiap – tiap penutupan lahan

No Jenis Penggunaan Lahan Kebutuhan

Air (mm/th)

Keterangan

1 Sawah irigasi 1 kali panen

Sawah irigasi 2 kali panen Sawah 1 kali panen + palawija

1200

2 Tegal palawija 1350 Jagung,

kacang dan singkong

3 Hutan daun jarum 1250

4 Hutan daun lebar 1000

5 Pemukiman 1200 Kepadatan 550

jiwa/km2/80 lt/orang/hari

Sumber : Dumairi (1992), Asdak (1995) dan Coster (1983)

4. Metode Penghitungan C (Koefisien Limpasan )

Koefisien Limpasan adalah perbandingan antara limpasan tahunan (Q,mm) dengan tebal hujan tahunan (P, mm) di DAS/Sub DAS.


(45)

Dimana : Q = debit dalam mm

P = hujan tahunan dalam mm

Tebal limpasan tahunan (Q,mm) diperoleh dari volume debit (Q) dari hasil pengamatan SPAS selama satu tahun dibagi dengan luas DAS (A), sedangkan tebal hujan tahunan (P,mm) diperoleh dari hasil pencatatan pada SPH dengan Ombrometer. Nilai C yang besar menunjukkan lebih banyak air hujan yang menjadi limpasan. Sehingga ancaman terjadinya erosi dan banjir menjadi lebih besar (Asdak, 2004). Angka C berkisar antara 0 sampai 1. Apabila C mempunyai nilai 0 berarti semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi dan infiltrasi. Apabila C mempunyai nilai 1 berarti semua air hujan mengalir sebagai air larian. Klasifikasi koefisien limpasan (C) disajikan pada tabel 5 berikut. Tabel 5. Klasifikasi Koefisien Limpasan (C)

No. Kelas

1. < 0,25 Baik

2. 0,25 – 0,50 Sedang

3. > 0,50 Buruk


(46)

5. Metode Penghitungan SDR (Erosi, Sedimentasi dan Sedimen Delivery Ratio) Perkiraan besarnya erosi yang terjadi di suatu DAS menggunakan metode USLE, menurut Asdak C (2207) dengan formulasi :

Dimana :

E : Perkiraan besarnya erosi total (ton/ha/tahun) R : Faktor erosisvitas hujan

K : Faktor erodibiltas lahan

LS : Panjang dan kemiringan lereng

C : Faktor tanaman penutup lahan atau pengelolaan tanaman P : Faktor tindakan konservasi lahan

Untuk menentukan nilai R, K, LS, C dan P diperoleh dengan menggunakan peta dan sumber data pendukung yang ada. Nilai erosivitas (R) dilakukan dengan melihat kondisi atau keadaan curah hujan yang terjadi di Sub2 DAS Ngunut I dan Sub2 DAS Tapan. Faktor erodibiltas tanah (K) dilakukan dengan melihat peta jenis tanah dan dilihat jenis tanah yang ada di sekitar Sub2 DAS ngunut I dan Sub2 DAS Tapan. Dan dihitung dengan monograf nilai (K) (Asdak C, 2007). Penghitungan nilai panjang (L) dan kemiringan lereng (S)


(47)

dihitung dengan mengggunakan peta topografi. Penghitungan nilai penutup lahan atau pengelolaan tanaman (C) dan tindakan konservasi tanah (P) dihitung dengan mengggunakan peta tata guna lahan Sub2 DAS Ngunut I dan Sub2 DAS Tapan.

Sedimentasi adalah pengendapan material tanah yang terangkut oleh aliran sungai yang berasal dari proses erosi di hulunya. Indikator terjadinya sedimentasi dapat dilihat dari kandungan sedimen yang terangkut oleh aliran sungai (Pedoman Monev Pengelolaan DAS, edisi revisi, BPK Solo, 2004). Makin kecil konsentrasi sedimen yang terbawa oleh aliran berarti makin sehat kondisi DAS. Indikator yang dipergunakan untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan DAS bertujuan untuk mengurangi sedimentasi adalah besarnya kandungan sedimen di dalam aliran sungai. Besarnya kandungan sedimen dinyatakan dalam besarnya laju sedimentasi per tahun.

Hasil sedimen diperoleh melalui konversi nilai Qs dalam ton/hari menjadi ton/ha/th dengan cara mengalikan jumlah hari dalam satu tahun. Hasil sedimen dalam satuan mm/th dihitung dengan mengkonversikan nilai hasil sedimen dalam satuan ton/ha/th dengan berat jenis sedimen. Berat jenis tanah pada berbagai macam tekstur dapat dilihat pada tabel 6.


(48)

Tabel 6. Berat Jenis Tanah pada Berbagai Macam Tekstur

NO TEKSTUR TANAH BERAT JENIS

1. Pasir (sandy) 1,65 (1,55 – 1,85)

2. Lempung berpasir (sandy loam) 1,50 (1,40 – 1,60)

3. Lempung (loam) 1,40 (1,35 – 1,50)

4. Lempung berliat (clay loam) 1,35 (1,30 – 1,40)

5. Liat berdebu ( silty clay) 1,30 (1,25 – 1,35)

6. Liat (clay) 1,25 (,20 – 1,30)

Sumber : Beasly & Huggins (1991)

Penghitungan besarnya Sedimen Delivery Ratio (SDR) atau Nisbah Pelepasan Sedimen dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana :

Y : Hasil sedimen per satuan luas E : Jumlah erosi

Ws : Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) SDR: Nisbah Pelepasan Sedimen

(6) Y = E (SDR) Ws


(49)

6. Persamaan Regresi Linear Sederhana dan Uji Korelasi

Regresi merupakan suatu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antar variabel, bagaimana variabel-variabel itu berhubungan atau dapat diramalkan. Analisis regresi mempelajari hubungan yang diperoleh dinyatakan dalam persamaan matematika yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Analisis regresi sederhana (tunggal) menyatakan hubungan fungsional antara satu variabel bebas dengan satu variabel terikat. Analisis regresi lebih akurat karena kesulitan dalam menunjukkan slop (tingkat perubahan suatu variabel terhadap variabel lainnya dapat ditentukan) sehingga peramalan nilai variabel terikat pada nilai variabel bebas lebih akurat.

Persamaan regresi linier dari Y terhadap X dirumuskan sebagai berikut: Y = a + b X

Dimana :

Y = variabel terikat X = variabel bebas a = intersep

b = koefisien regresi/slop

Faktor yang mempengaruhi kondisi suatu DAS dianalisa dari salah satu faktor yang menunjukkan pengelolaan DAS atau output yakni nilai sedimen sebagai akumulasi adanya erosi . Sehingga analisa diarahkan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya sedimen yakni : 1) luas tutupan lahan (lahan basah : luas sawah ) , (lahan kering :luas kampung, tegal, kebun campur dan hutan) ; 2) faktor debit dan 3) hujan. Faktor sedimen sebagai variabel


(50)

terikat sedangkan faktor luas tutupan lahan, debit dan hujan sebagai variabel bebas.

Untuk menguji keeratan hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas menggunakan Uji Korelasi. Uji korelasi tidak membedakan jenis variabel. Keeratan hubungan dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi dengan Rumus korelasi Pearson. Nilai koefisien korelasi merupakan nilai yang digunakan untuk mengukur kekuatan (keeratan) suatu hubungan antar variabel (Sarwono,2006). Rumus korelasi Pearson sbb :

=

r

[

]

[

å

(

)

][

å

( )

]

å

å å

å

-n n n Y X XY

Y

Y

X

X

/

.

/

/

.

2 2 2 2

a. Koefisien korelasi memiliki nilai antara -1 hingga +1. Sifat nilai koefisien korelasi adalah plus (+) atau minus (-). Hal ini menunjukkan arah korelasi. Makna sifat korelasi :

b. Korelasi positif (+) berarti jika variabel x1 mengalami kenaikan maka variabel x2 juga akan mengalami kenaikan, atau jika variabel x2 mengalami kenaikan maka variabel x1 juga akan mengalami kenaikan


(51)

c. Korelasi negatif (-) berarti jika variabel x1 mengalami kenaikan maka variabel x2 akan mengalami penurunan, atau jika variabel x2 mengalami kenaikan maka variabel x1 akan mengalami penurunan.

d. Sifat korelasi akan menentukan arah dari korelasi.

Hasil korelasi pada penelitian menggunakan . Keeratan korelasi dapat dikelompokkan sebagai berikut (Nugroho, 2005) :

· 0,00 sampai dengan 0,20 berarti korelasi memiliki keeratan sangat lemah

· 0,21 sampai dengan 0,40 berarti korelasi memiliki keeratan lemah · 0,41 sampai dengan 0,70 berarti korelasi memiliki keeratan kuat · 0,71 sampai dengan 0,90 berarti korelasi memiliki keeratan sangat kuat · 0,90 sampai dengan 0,99 berarti korelasi memiliki keeratan sangat kuat

sekali


(52)

commit to user

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Uraian keadaan fisik daerah penelitian mencakup uraian tentang lokasi, geomorfologi, jenis-jenis tanah, tata guna lahan, iklim dan morfometri DAS baik di Sub-Sub DAS Ngunut I maupun Sub-Sub DAS Tapan.

Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan keduanya merupakan bagian dari Sub DAS Samin yang merupakan anak sungai dari sungai Bengawan Solo. Secara administrasi daerah penelitian terletak di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Bila ditinjau secara astronomis Sub-Sub DAS Ngunut I terletak antara 7039’32”- 7045’8” L.S dan 110o5’92” – 111o02’15” B.T. sedangkan Sub-Sub DAS Tapan terletak antara 7o40’34” - 7o4’30” L. S. dan 111o06’74” - 111o07’37”. B.T. Ketinggian dari muka air laut Sub-Sub DAS Ngunut berkisar antara 245 -470 m dpl, dengan ketinggian muka air laut rata – rata 334 m dpl, sedang di Sub-Sub DAS Tapan ketinggian muka air laut antara 735 – 1135 m dpl dengan ketinggian rata – rata 941 m dpl.

Menurut Van Bemmelen (1949), daerah penelitian termasuk pada formasi geologi zone Solo (Zone Solo Sensus crieto). Zone ini dibentuk oleh sederetan vulkan kuarter, dengan dataran – dataran antara pegunungan. Disamping itu zone Solo merupakan bagian yang mencakup dalam formasi hasil kegiatan gunung api dan kegiatan tektonik. Kawasan ini merupakan kawasan yang dikuasai oleh komplek gunung api Merapi – Merbabu dan Lawu – Jobolarangan. Adapun hasil erupsinya terbagi menjadi 2 yakni : a. Erupsi pada zaman Pleistosin ( Pleitocene ) disebut juga dengan Lawu tua


(53)

commit to user

1. Geomorfologi dan Geologi

Menurut Van Bemmelen (1949), daerah penelitian termasuk formasi geologi zone Solo . Zone ini dibentuk oleh sederetan vulkan kuarter, dengan dataran-dataran antar pegunungan. Disamping itu zone Solo merupakan bagian yang mencakup dalam formasi hasil kegiatan gunung api dan kegiatan tektonik. Kawasan ini merupakan kawasan yang dikuasai oleh komplek gunung api Merapi-Merbabu dan Lawu Jobolarangan. Adapun hasil erupsinya terbagi menjadi 2 yakni :

a. Erupsi pada zaman Pleistosen (Pleitocene) disebut juga dengan Lawu tua

b. Erupsi pada zaman Holosin (Holocene) disebut juga dengan Lawu muda

B. Kondisi Fisik Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan 1. Curah Hujan dan Iklim Daerah Penelitian

Curah hujan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menentukan tipe iklim suatu daerah, selain faktor suhu udara di daerah yang bersangkutan. Data curah hujan yang diperlukan untuk menentukan tipe iklim tersebut adalah data curah hujan Bulan Kering yakni bulan dengan curah hujan < 60 mm/tahun, Bulan Lembab yakni bulan dengan 60 < CH < 100. Data curah hujan Bulan Basah yakni bulan dengan curah hujan > 100 mm/tahun dari curah hujan tahunan rata-rata.


(54)

commit to user

masing stasiun yang dipakai sebagai wakil daerah penelitian, dicari curah hujan rata – rata bulanannya dan curah hujan tahunan rata-ratanya.

Data curah hujan yang diambil dalam penelitian ini adalah stasiun hujan Gender untuk Sub-Sub DAS Ngunut I (Gambar 6.) dan stasiun hujan Jumapolo untuk Sub-Sub DAS Tapan (Gambar 7.)

Gambar. 6. Penakar Hujan Gender (Sub-Sub DAS Ngunut I)


(55)

commit to user

diambil dari perhitungan seperti pada lampiran 3 dan lampiran 4. Selain itu data curah hujan dari masing-masing stasiun tersebut digunakan untuk menentukan klasifikasi tipe iklim.


(56)

40 Tabel 7. Curah Hujan Rata – Rata Bulanan dan Tahunan yang Mewakili Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan tahun

1997- 2007

Stasiun Curah Hujan Rata – Rata bulanan dan tahunan (mm)

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des Jumlah rata-rata Curah

Hujan Tahunan

(mm)

Rata-rata Curah Hujan Tahunan

(mm) Gender (Sub2

DAS Ngunut I)

205,86 262,86 223,73 175,73 46,82 37,59 44,18 5,91 9,18 81,45 163,36 251,36 1508,05 125.67 Jumapolo

(Sub2 DAS Tapan)

192,80 242,49 260,31 259,29 54,95 44,11 31,23 15,56 13,36 81,74 173,39 298,28 1842,10 153,51

Sumber : hasil perhitungan (lampiran 3 dan lampiran 4)

Bulan Kering = BK < 60 mm/tahun Bulan Basah = BB > 60 mm/tahun


(57)

commit to user

rata tahunan pada Sub-Sub DAS Ngunut I sebesar 1506,24 mm/tahun sedangkan pada Sub-Sub DAS Tapan sebesar 1842,10 mm/tahun. Dari tabel tersebut, maka dapat diketahui jumlah bulan basah, bulan lembab dan bulan kering dari masing-masing stasiun seperti terlihat pada Tabel 8 berikut .

Tabel 8. Jumlah Bulan Basah, Bulan Lembab dan Bulan Kering Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan No.

Stasiun Jumlah Hujan

Bulan Basah Bulan Lembab Bulan Kering 1. Gender (Sub2 DAS Ngunut I)

6 1 5

2.

Jumapolo (Sub2 DAS Tapan)

6 1 5

Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat (Cut Meurah Regairana, 2004). Iklim didefinisikan sebagai temperatur rata-rata, hujan dan angin pada masa tertentu. Untuk menentukan iklim daerah penelitian tersebut digunakan penggolongan tipe iklim menurut Schmidt – Ferguson. Penggolongan tipe iklim ini berdasarkan pada curah hujan yang bersangkutan.

Klasifikasi tipe iklim ini ditentukan dengan menggunakan nilai ratio Q (Quotiont) dari Schmidt – Ferguson, yang merupakan perbandingan antara rata – rata jumlah Bulan Kering dengan rata – rata Bulan Basah atau :


(58)

commit to user

Dimana :

Q = Type iklim

Dari perhitungan Bulan Kering dan Bulan Basah dengan menggunakan tabel 8, maka type iklim untuk Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan, dapat dilihat pada Tabel 9 berikut :

Tabel 9. Type Iklim Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan berdasarkan Klasifikasi Schmidt – Ferguson

No. Stasiun Jumlah Bulan Rasio

(%)

Type Iklim

Kering Basah

1. Gender

(Sub2 DAS Ngunut I) 5 6 83,33 D

2. Jumapolo

(Sub2 DAS Tapan) 5 6 83,33 D

Dari Tabel 9 tersebut dengan mendasarkan pada Klasifikasi F.H. Schmidt dan J.H.A Ferguson (1951) tipe curah hujan di lokasi penelitian yakni Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan keduanya sama yakni mempunyai type iklim D dengan nilai Q 83,33. Musim penghujan dimulai bulan Nopember – April, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai dengan Oktober. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini :

Rerata Bulan Kering

Q = --- X 100% Rerata Bulan Basah


(59)

commit to user

No Tipe Nilai Q (%) Klasifikasi

1 A 0 - 14,33 Sangat Basah

2 B 14,33 - 33,33 Basah

3 C 33,33 - 60,00 Amat basah

4 D 60.00 - 100,00 Sedang

5 E 100,00 - 167,00 Agak kering

6 F 167,00 - 300,00 Kering

7 G 300,00 - 700,00 Sangat kering

8 H ≥ 700,00 Luar Biasa Kering

Sumber : Schimdt Ferguson dalam Santosa (1995:51)

Seperti diketahui, daerah yang mempunyai type iklim D mempunyai temperatur bulan terdingin < dari 3oC dan bulan terpanas > 10oC (sekolah virtual.or.id)

2. Perubahan Penggunaan Lahan Daerah Penelitian

Adanya alih fungsi lahan di Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub-Sub-Sub DAS Tapan tidak dapat dihindarkan selama kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir dari 1997 sampai dengan 2007, adanya penciutan luas yang cukup besar dari sawah dan

tegal, menjadi kebun campur serta hutan rakyat menyebabkan penurunan sedimen. Secara keseluruhan alih fungsi lahan melalui uji analisis deskriptif dengan sumber pada data yang ditemui, selama kurun waktu 10

Gambar.8. Hutan Rakyat Sub-Sub DAS Ngunut I


(60)

commit to user

Sub-Sub DAS Tapan, dapat dilihat pada tabel 11 dan 12 berikut : Tabel 11. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1997 dan Tahun 2007

pada Sub-Sub DAS Ngunut I

No. Luas

Penggunaan Lahan Tahun 1997 (ha) Tahun 2007 (ha) Perubahan (ha) Persentase (%) Sedimen 1997 Sedimen 2007

1. Sawah 155,6 48,46 106.4 68.38 26.88 0.26

2. Tegal 298,5 148,80 149.7 50.15

3. Kampung 131,9 158,67 26.77 20.29

4. Kebun

Campur

- 79,86 79.86 79.86

5. Hutan Rakyat

- 150,21 150.21 150.21

Jumlah 586 586

Sumber : untuk data penggunaan lahan diambil dari :

- Laporan Monitoring Tata Air Kajian Teknologi Konservasi Tanah di

DAS Solo Proyek Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kawasan Barat Indonesia, 1997

- Jurnal aplikasi SIG untuk penghitungan koefisien aliran permukaan di

Sub Sub DAS Ngunut I oleh Nining W dan Irfan BP,2007

Secara keseluruhan Sub-Sub DAS Ngunut I mempunyai luasan 586 ha yang terdiri-dari 5 desa (Pengukuran lapangan BPK Solo, tahun 2002) yakni :

a. Desa Ngunut dengan luas kawasan 64,3 ha, b. Desa Kebak dengan luas kawasan 408 ha, c. Desa Genengan dengan luas kawasan 82, 2 ha, d. Desa Bakalan dengan luas kawasan 18, 3 ha e. Desa Kedawung dengan luas kawasan 13,2 ha.


(61)

commit to user

Tabel 12. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1997 dan Tahun 2007 pada Sub-Sub DAS Tapan

No. Luas

Penggunaan Lahan Tahun 1997 (ha) Tahun 2007 (ha) Perubahan (ha) Persentase (%) Sedimen 1997 Sedimen 2007

1. Sawah 10,00 10,00 0 0 36.15 0.58

2. Tegal 115,46 56,00 59.46 51.49

3. Kampung 10,59 10,00 0.59 5.57

4. Hutan Rakyat

14.65 74.70 60.05 9.89

Jumlah 150,7 150,7

Sumber : untuk data penggunaan lahan diambil dari :

- Laporan Monitoring Tata Air Kajian Teknologi Konservasi Tanah

di DAS Solo Proyek Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kawasan Barat Indonesia, 1997

- Laporan Monitoring Tata Air Kajian Teknologi Konservasi Tanah

di DAS Solo Balai Penelitian KehutananSolo, 2007

Secara keseluruhan Sub-Sub DAS Tapan mempunyai luasan 150,7 ha, yang terdiri-dari 3 desa yang melingkupi, yakni :

a. Desa Wukirsawit dengan luas kawasan 67,70 ha, b. Desa Sepanjang dengan luas kawasan 77,20 ha c. Desa Beruk dengan luas kawasan 5,80 ha.


(62)

commit to user

a. Koefisien Regim Sungai (KRS)

Pendekatan untuk mencari faktor yang berpengaruh terhadap Nilai KRS didekati dengan faktor yang mempengaruhi debit. Debit merupakan bagian air larian yang berlangsung agak cepat (Asdak, 1995). Laju dan volume air larian suatu DAS dipengaruhi oleh penyebaran dan intensitas curah hujan di DAS yang bersangkutan. Dengan pendekatan demikian maka nilai KRS sangat dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran DAS, topografi, geologi, dan keadaan tata guna lahan (keadaan vegetasi).

Makin besar ukuran DAS, makin besar air larian dan volume air larian. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju air larian dibanding DAS berbentuk melebar walaupun dari total curah hujan akan menjadi air larian (Asdak, 1995). Dari segi bentuk DAS, Sub-Sub DAS Ngunut dan Sub-Sub DAS Tapan memiliki bentuk DAS yang menyebar. Bentuk DAS yang demikian pada waktu hujan cenderung terjadi banjir dan pada musim kemarau terjadi kekeringan, hal ini dibuktikan dengan nilai KRS > 120 m3/detik.

Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa nilai rerata KRS untuk Sub-Sub DAS Ngunut I selama kurun waktu 10 tahun antara tahun 1997 sampai dengan 2007 diketahui sebesar 1774,97 m3/detik. Nilai


(63)

commit to user

nilai KRS terkecil dijumpai pada tahun 2001 sebesar 69,05 m3/detik. Nilai rerata KRS Sub-Sub DAS Tapan selama kurun waktu 10 tahun antara tahun 1997 sampai dengan 2007 diketahui sebesar 69,23 m3/detik. Nilai KRS terbesar dijumpai pada tahun 2007 sebesar 118 m3/detik dan nilai KRS terkecil dijumpai pada tahun 2000 sebesar 21.39 m3/detik.

Secara detail hasil perhitungan nilai KRS dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14 berikut :

Tabel.13 Perhitungan Nilai KRS Sub-Sub DAS Ngunut I (tahun 1997 – 2007)

No. Tahun Debit

maksimum (m3/detik)

Debit Minimum (m3/detik)

1. 1997 2,440 0,005 488

2. 1998 4,316 0,012 359

3. 1999 8,921 0,008 1115,13

4. 2000 4,449 0,001 4449

5. 2001 1,807 0,026 69,05

6. 2002 3,768 0,004 942

7. 2003 0,980 0,002 490

8. 2004 0,880 0,002 440

9. 2005 0,510 0,005 102

10. 2006 0,950 0,004 237,5

11. 2007 21,666 0,002 10833

Jumlah 19524,68


(64)

commit to user

Tabel.14 Perhitungan Nilai KRS Sub-Sub DAS Tapan (tahun 1997 – 2007)

No. Tahun Debit

maksimum (m3/detik)

Debit Minimum (m3/detik)

1. 1997 1,43 0,0259 55.21

2. 1998 0,781 0,007 111.57

3. 1999 0,728 0,022 33.09

4. 2000 0,813 0,038 21.39

5. 2001 1,554 0,027 57.55

6. 2002 1,973 0,033 59.79

7. 2003 0,785 0,014 56.07

8. 2004 0,599 0,010 59.9

9. 2005 1,002 0,013 77.08

10. 2006 1,202 0,01 111.9

11. 2007 1,180 0,01 118

Jumlah 761.55

Rerata 69.23


(65)

commit to user

b. Coefisien of Varians (CV)

Coefisien of Varians merupakan perbandingan antara standar deviasi dan rerata aliran debit sungai di suatu DAS yang menggambarkan fluktuasi atau kestabilan aliran. Nilai CV secara inheren telah memasukkan faktor-faktor : distribusi hujan sepanjang tahun, banjir dan kekeringan, kerusakan DAS (erosi dan sedimentasi), tingginya evaporasi dan rendahnya peresapan, kondisi topografi dan tataguna lahan (Ambar S., 2001).

Menurut Petunjuk Monev DAS apabila nilai CV > 0,3 termasuk kategori buruk. Nilai rerata CV pada Sub-Sub DAS Ngunut I sebesar 2.30, terbesar dijumpai pada tahun 2007 sebesar 7,13 dan terkecil dijumpai pada tahun 2004 sebesar 0,01. Nilai rerata CV pada Sub-Sub DAS Tapan sebesar 1.18, terbesar dijumpai pada tahun 2002


(66)

commit to user

Perubahan penggunaan lahan pada Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan menyebabkan nilai variasi debit (Q) tahunan atau nilai CV besar (> 0,3). Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa kondisi Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan mengalami ketidakstabilan aliran. Berdasarkan data debit yang ada secara keseluruhan nilai CV pada Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan dapat dilihat pada tabel 15 dan 16 berikut :

Tabel.15 Perhitungan Nilai CV Sub-Sub DAS Ngunut I (tahun 1997 – 2007)

No. Tahun Debit

maksimum (m3/detik) Debit Minimum (m3/detik) Debit Rerata (m3/detik) Standar Deviasi

1. 1997 2,440 0,005 0,073 0,203 2.78

2. 1998 4,316 0,012 0,279 0,832 2.98

3. 1999 8,921 0,008 0,315 0,802 2.55

4. 2000 4,449 0,001 0,243 0,565 2.31

5. 2001 1,807 0,026 0,115 0,154 1.34

6. 2002 3,768 0,004 0,245 0,518 2.11

7. 2003 0,980 0,002 0,062 0,110 1.77

8. 2004 0,880 0,002 0,073 0,071 0.01

9. 2005 0,510 0,005 0,068 0,071 1.04

10. 2006 0,950 0,004 0,054 0,071 1.31

11. 2007 21,666 0,002 0,196 1,398 7.13

Jumlah 25.33


(67)

commit to user

Tabel.16 Perhitungan Nilai CV Sub-Sub DAS Tapan (tahun 1997 – 2007)

No. Tahun Debit

maksimum (m3/detik)

Debit Minimum (m3/detik)

Debit Rerata (m3/detik)

Standar

Deviasi

1. 1997 1,43 0,0259 0,135 0,164 1.21

2. 1998 0,781 0,007 0,169 0,139 0.82

3. 1999 0,728 0,022 0,186 0,189 1.02

4. 2000 0,813 0,038 0,187 0,176 0.94

5. 2001 1,554 0,027 0,235 0,203 0.86

6. 2002 1,973 0,033 0,245 0,424 1.73

7. 2003 0,785 0,014 0,087 0,119 1.37

8. 2004 0,599 0,010 0,081 0,106 1.31

9. 2005 1,002 0,013 0,117 0,147 1.26

10. 2006 1,202 0,01 0,173 0,187 1.08

11. 2007 1,180 0,01 0,109 0,150 1.38

Jumlah 12.98

Rerata 1.18


(68)

commit to user

Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan air larian adalah tanah khususnya pada tekstur tanah. Jenis tanah untuk Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan dapat dilihat pada tabel 17 berikut :

Tabel 17. Deskripsi kondisi tanah Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan, Jawa Tengah

Lokasi Jenis tanah pH Tekstur Tingkat

Erosi Luas (ha) Sub-Sub

DAS Ngunut I

mediteran coklat 4,8-6,0 lempung - geluh

lempung pasiran Berat 586

Sub-Sub DAS Tapan

mediteran merah 4,3-5,7 Lempung sangat

berat 150,7 ha

Sumber : Jurnal aplikasi SIG untuk penghitungan koefisien aliran permukaan di Sub-Sub DAS Ngunut I oleh Nining W dan Irfan BP,2007


(69)

commit to user

Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif antara fraksi-fraksi liat, lempung dan pasir (Suripin, 2002). Tekstur tanah ikut andil dalam menentukan tata air dalam tanah, yaitu berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah. Terjadi tidaknya aliran permukaan tergantung kepada dua sifat yang dipunyai oleh tanah tersebut yaitu : 1) kapasitas infiltrasi, yakni kemampuan tanah untuk

Gambar. 14. Tanah mediteran coklat pada Sub-Sub DAS Ngunut I


(70)

commit to user

dari lapisan tanah yang berlainan yaitu kemampuan tanah untuk meluluskan air atau udara ke lapisan bawah profil tanah.

Tekstur tanah pada Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan memiliki tekstur antara lempung sampai geluh lempung pasiran dengan pH 4,5 – 6,6 ( Ugro, 1997). Tekstur lempung mengandung 40 % atau lebih lempung, kurang dari 45 % pasir dan kurang dari 40 % liat. Tekstur geluh lempung pasiran mengandung 20 sampai 30 % lempung, kurang dari 28 % liat dan 45 % atau lebih pasir (Arsyad, 1989 dan Foth 1990 dalam Suripin 2002). Tekstur tanah yang halus seperti pada Sub-Sub DAS Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan, menyerap air sangat lambat, sehingga dengan curah hujan yang cukup rendah dapat menimbulkan aliran permukaan dan selanjutnya meningkatkan nilai KRS.

c. Koefisien Limpasan (C)

Tabel 18. Nilai Koefisien Limpasan (C) pada Sub-Sub DAS Ngunut I

No. Tahun Limpasan

Tahunan (Q,mm)

Tebal Hujan Tahunan

(P, mm)

1. 1997 387.78 1092 0,36

2. 1998 1.475,66 3128 0,47

3. 1999 1.665,71 2484.5 0,67

4. 2000 1291.90 2581 0,56

5. 2001 602,28 2581 0,23

6. 2002 1298,14 2581 0,50

7. 2003 324,67 2581 0,13

8. 2004 207,01 1010 0,29

9. 2005 359,33 1137 0,32

10. 2006 287,59 1219 0,24

11. 2007 1035,13 3928 0,26

C rerata 0,37


(71)

commit to user

Tabel 19. Nilai Koefisien Limpasan (C) pada Sub-Sub DAS Tapan

No. Tahun Limpasan

Tahunan (Q,mm)

Tebal Hujan Tahunan

(P, mm)

1. 1997 2.833,59 1559 1,82

2. 1998 3.528,30 3194 1,10

3. 1999 3.888,63 4018.25 0,97

4. 2000 3.896,43 3948 0,99

5. 2001 1.382,.5 884 1.56

6. 2002 351 1,7

7. 2003 1.823,54 835 2,18

8. 2004 1.702.619 1.070.000 1,59

9. 2005 2.446.157 1.070.00 2,29

10. 2006 3623,75 3627 0,99

11. 2007 2.290,8 4.267,5 0,54

C rerata 1,43

Gambar. 16. Grafik Tahunan Nilai Koefisien Limpasan (C) Sub-Sub DAS Ngunut I


(72)

commit to user

Gambar 17. Grafik Tahunan Nilai Koefisien Limpasan (C) Sub-Sub DAS Tapan


(1)

commit to user

68

5)

Hubungan antara Jumlah Sedimen Terangkut dan Penutupan Lahan

pada Sub-Sub DAS Ngunut I

Terjadi perubahan penutupan lahan pada tahun 1997 dan tahun

2007 pada Sub-Sub DAS Ngunut I. Jumlah sedimen menurun 99,03 %

dengan menurunnya jumlah sawah, tegal dan timbulnya kebun campur

dan hutan rakyat yang semula tidak dijumpai seperti terlihat pada tabel

29 berikut :

Tabel 29. Hubungan Antara Penutupan Lahan dan Sedimen Terangkut pada Sub-Sub DAS Ngunut I

N o. Luas Penggunaan Lahan Tahun 1997 (ha) Tahun 2007 (ha) Perubahan (ha) Persen-tase (%) Sedimen 1997 (mm/th) Sedimen 2007 (mm/th)

1. Sawah 155,6 48,46 106.4 68.38 26.880 0.260

2. Tegal 298,5 148,80 149.7 50.15

3. Kampung 131,9 158,67 26.77 20.29

4. Kebun Campur

- 79,86 79.86 79.86

5. Hutan Rakyat - 150,21 150.21 150.21

Jumlah 586 586

Dari uji korelasi sepereti pada lampiran didapatkan nilai p <

0,05 sehingga terdapat perbedaan antara 2 variabel tersebut artinya

penutupan lahan sebagai variabel bebas memiliki pengaruh yang

berbeda

signifikan terhadap jumlah sedimen terangkut dengan tingkat

signifikansi 50 %.


(2)

commit to user

69

6)

Hubungan antara Jumlah Sedimen Terangkut dan Penutupan Lahan

pada Sub-Sub DAS Tapan

Terjadi perubahan penutupan lahan pada tahun 1997 dan tahun

2007 pada Sub-Sub DAS Tapan. Jumlah sedimen menurun 98.42 %

dengan meningkatnya jumlah hutan rakyat seperti terlihat pada tabel 31

berikut :

Tabel 31. Hubungan Antara Penutupan Lahan dan Jumlah Sedimen

Terangkut pada Sub-Sub DAS Tapan

No. Luas

Penggunaan Lahan Tahun 1997 (ha) Tahun 2007 (ha) Peru-bahan (ha) Persen-tase (%) Sedimen 1997 (mm/th) Sedimen 1997 (mm/th)

1. Sawah 10,00 10,00 0 0 36.15 0.58

2. Tegal 115,46 56,00 59.46 51.49

3. Kampung 10,59 10,00 0.59 5.57

4. Hutan Rakyat 14.65 74.70 -60.05 -9.89

Jumlah 150,7 150,7

Dari uji korelasi sepereti pada lampiran didapatkan nilai p <

0,05 sehingga terdapat perbedaan antara 2 variabel tersebut artinya

penutupan lahan sebagai variabel bebas memiliki pengaruh yang

berbeda

signifikan terhadap jumlah sedimen terangkut dengan tingkat

signifikansi 50 %, artinya penutupan lahan sebagai variabel bebas

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah sedimen terangkut

dengan tingkat signifikansi 50 %. Pada koefisien penutupan lahan

berupa hutan rakyat nilai t hitung diperoleh - 0.594 sehingga nilainya

lebih kecil dari t

(0.05) (11)

= 2.201 artinya penutupan lahan berupa hutan


(3)

commit to user

70

rakyat sebagai variabel bebas memiliki pengaruh yang tidak signifikan

terhadap sedimen terangkut dengan tingkat signifikansi 5 %.

Dari analisis

uji kelinearan regresi hubungan antara jumlah

sedimen dan jumlah curah hujan maupun debit seperti yang

diperlihatkan pada gambar 18 sd gambar 21, diketahui bahwa faktor

jumlah curah hujan dan debit sebagai variabel bebas (variabel X)

mempunyai pengaruh < dari 50 % sehingga dapat disimpulkan faktor

tersebut kurang dominan dan terdapat faktor lain yang lebih dominan

yakni faktor penutupan lahan.


(4)

commit to user

71

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Dari hasil analisa terhadap kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan kuat antara pengalihan fungsi lahan

dengan tata air :

1.

Sub-Sub DAS Ngunut I :

Terjadi perubahan penutupan lahan dari luas penggunaan lahan sawah yang

semula 155.60 ha (pada tahun 1997) menjadi 48,46 ha (pada tahun 2007) dan

luas penggunaan lahan tegal yang semula 288.50 ha (pada tahun 1997) menjadi

148.80 ha (pada tahun 2007) serta munculnya kebun campur seluas 79,86 ha dan

hutan rakyat seluas 150,21 ha. Perubahan penutupan lahan tersebut menyebabkan

terjadinya penurunan sedimen dari 26.88 mm/ tahun menjadi 0.26 mm/tahun.

2.

Sub-Sub DAS Tapan :

Terjadi perubahan penutupan lahan dari luas penggunaan lahan sawah yang

semula 10.59 ha (pada tahun 1997) menjadi 10.00 ha (pada tahun 2007) dan luas

penggunaan lahan tegal yang semula 115.46 ha (pada tahun 1997) menjadi 56.00

ha (pada tahun 2007) serta kenaikan luas hutan rakyat yang semula 14.65 ha

menjadi 74.70 ha. Perubahan penutupan lahan tersebut menyebabkan terjadinya

penurunan sedimen dari 36.15 mm/ tahun menjadi 0.58 mm/tahun.


(5)

commit to user

72

B.

Kondisi kesehatan DAS dapat dilihat dari 5 paramater yakni nilai KRS, nilai CV,

nilai IPA, nilai Koefisien Limpasan (C) dan tingkat sedimentasi yang

masing-masing mempunyai standar sesuai pada lampiran 4, dapat disimpulkan bahwa :

1.

Pada Sub-Sub DAS Ngunut I memiliki nilai rerata KRS sebesar 1774.97

m

3

/detik ( >120 m

3

/dt termasuk kategori buruk), nilai rerata CV sebesar

2.30

( >

0.3 termasuk kategori buruk), nilai rerata C sebesar

0.37 (0.25 – 0.50 termasuk

kategori sedang),

nilai IPA untuk desa pada Sub-Sub DAS Ngunut I sebesar 0.2

mm/tahun ( < 0.5 mm/tahun termasuk kategori baik)

dan

tingkat sedimentasi

pada Sub-Sub DAS Ngunut I sebesar 13.88 mm/tahun ( > 2 mm/tahun, untuk

batuan induk vulkanik termasuk buruk)

2.

Pada Sub-Sub DAS Tapan memiliki nilai rerata KRS sebesar 69,23 m

3

/detik ( 50

-120 m

3

/dt termasuk kategori sedang), nilai rerata CV sebesar 1.18 ( > 0.3

termasuk kategori buruk), nilai rerata C sebesar

1.43 (> 0.50 termasuk kategori

buruk),

nilai IPA untuk desa pada Sub-Sub DAS Tapan sebesar 0.08 mm/tahun

( < 0.5 mm/tahun termasuk kategori buruk) dan tingkat sedimentasi pada

Sub-Sub DAS Tapan sebesar

79.33

mm/tahun ( > 2 mm/tahun, untuk batuan induk

vulkanik termasuk buruk).

3.

Jumlah sedimen menurun dengan adanya perubahan penutupan lahan baik pada


(6)

commit to user

73

D.

Saran :

1.

Faktor penutupan lahan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap

sedimentasi sehingga perlu diupayakan agar penutupan lahan di Sub-Sub DAS

Ngunut I dan Sub-Sub DAS Tapan selalu terjaga dengan cara mengusahakan

pengaturan antara penanaman dan pemungutan kayu pada kebun campur ataupun

hutan rakyat.

2.

Untuk dasar sungai yang mengalami perubahan perlu disusun discharge rating