TINJAUAN HUKUM PROSESI ADAT NGEMBAH BELO SELAMBAR (MEMINANG) DALAM KAJIAN HUKUM PERKAWINAN DAN HUKUM PERJANJIAN MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA.
ABSTRAK
TINJAUAN HUKUM PROSESI ADAT NGEMBAH BELO SELAMBAR
DALAM KAJIAN HUKUM PERKAWINAN DAN HUKUM PERJANJIAN
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG
PERKAWINAN DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
MARELLA REGINA ASTASARI
110110070237
Mayoritas masyarakat adat di Indonesia masih memegang teguh
nilai kebudayaan masing-masing. Suku Batak Karo sebagai salah satu
suku di Indonesia memiliki tata cara tersendiri dalam melangsungkan
perkawinan. Terdapat beberapa rangkaian acara menjelang pesta
perkawinan adat, mulai dari erkusip, ngembah belo selambar, nganting
manuk sampai pesta adat.Membuat komitmen untuk menikah atau janji
melaksanakan perkawinan antara sepasang muda-mudi yang hanya
dilakukan di mulut saja membuat dengan mudahnya janji tersebut
diingkari. Kesepakatan yang tercapai setelah peminangan walaupun
sudah memenuhi asas konsensualitas tetap tidak dapat dikatakan sebagai
suatu perjanjian.
Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi
penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan memberi
gambaran dan menganalisis mengenai fakta-fakta yang ada secara utuh
dan menyeluruh dengan memperhatikan data-data, peraturan-peraturan
yang berlaku dengan asas-asas hukum dan praktek pelaksanaan hukum
positif yang menyangkut permasalahan di atas. Tahap penelitian yang
digunakan adalah dengan penelitian kepustakaan dan studi lapangan.
Teknik pengumpulan data dan studi lapangan yang digunakan yaitu
melalui studi dokumen dan wawancara. Data kepustakaan dan data
lapangan kemudian di analisis secara yuridis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ngembah
belo selambar tidak dapat dikatagorikan setingkat dengan perkawinan
yang sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan. Prosesi adat ngembah belo selambar juga tidak dapat
dikategorikan setingkat dengan perjanjian karena hanya perjanjian yang
sah menurut undang-undang saja yang dapat melahirkan perikatan dan
perikatan harus dalam lingkup harta kekayaan. Ingkar melaksanakan
pesta adat setelah ngembah belo selambar tidak menimbulkan suatu
konsekuensi tertentu karena ngembah belo selambar hanya baru
meminang dan belum ada ikatan yang sah menurut adat Karo.
iv
ABSTRACT
THE LEGAL OBSERVATION OF NGEMBAH BELO SELAMBAR
CULTURAL PROCESSION ACCORDING TO MARRIAGE LAW AND
CONTRACTUAL LAW BASED ON LAW NUMBER 1 OF 1974 ABOUT
MARRIAGE LAW AND CIVIL CODE LAW
The majority of indigenous peoples in Indonesia still holds fast their
cultural values. Batak Karo tribe as one of the tribes in Indonesia has its
own procedures in the customs of marriage. There are several a series of
events before a marriage feast customary, ranging from erkusip, ngembah
belo selambar, nganting manuk, until the party customary. Make
commitments to marry or promise implement marriage between a pair of
youth which is only done at the mouth just made promises easily
overlooked. Agreement reached after engagement even though has
fulfilled one of the principle in an contract will not be considered as an
contract.
Method of approach in this research is by using centrifugal
approach juridical normative. Specifications research used is descriptive
research analytical by giving an overview and analysis of the facts that
there are whole and thorough by observing the data, the applicable
regulations with legal principles and the practice of implementation of
positive law that concerns the problems above. Research phase used is
by librarianship and fieldwork research. The technique of collecting data
and field studies used is through the study of documents and interviews.
Librarianship and fieldwork data analyzed with qualitative juridical basis.
Based on the results of the research, it can be concluded that the
ngembah belo selambar can not be found on the same level with marriage
according to Law No. 1 of 1974 about marriage. Ngembah belo selambar
cultural procession cannot categorized level with agreement because it is
only a legal agreement according to the legislation can breed to the
Alliance and the Alliance must be within the scope of wealth. A dissenter
discharge party customary after ngembah belo selambar did not cause a
consequence certain because ngembah belo selambar yet only proposing
and there was no bond legitimate according to custom Karo.
v
TINJAUAN HUKUM PROSESI ADAT NGEMBAH BELO SELAMBAR
DALAM KAJIAN HUKUM PERKAWINAN DAN HUKUM PERJANJIAN
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG
PERKAWINAN DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
MARELLA REGINA ASTASARI
110110070237
Mayoritas masyarakat adat di Indonesia masih memegang teguh
nilai kebudayaan masing-masing. Suku Batak Karo sebagai salah satu
suku di Indonesia memiliki tata cara tersendiri dalam melangsungkan
perkawinan. Terdapat beberapa rangkaian acara menjelang pesta
perkawinan adat, mulai dari erkusip, ngembah belo selambar, nganting
manuk sampai pesta adat.Membuat komitmen untuk menikah atau janji
melaksanakan perkawinan antara sepasang muda-mudi yang hanya
dilakukan di mulut saja membuat dengan mudahnya janji tersebut
diingkari. Kesepakatan yang tercapai setelah peminangan walaupun
sudah memenuhi asas konsensualitas tetap tidak dapat dikatakan sebagai
suatu perjanjian.
Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi
penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan memberi
gambaran dan menganalisis mengenai fakta-fakta yang ada secara utuh
dan menyeluruh dengan memperhatikan data-data, peraturan-peraturan
yang berlaku dengan asas-asas hukum dan praktek pelaksanaan hukum
positif yang menyangkut permasalahan di atas. Tahap penelitian yang
digunakan adalah dengan penelitian kepustakaan dan studi lapangan.
Teknik pengumpulan data dan studi lapangan yang digunakan yaitu
melalui studi dokumen dan wawancara. Data kepustakaan dan data
lapangan kemudian di analisis secara yuridis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ngembah
belo selambar tidak dapat dikatagorikan setingkat dengan perkawinan
yang sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan. Prosesi adat ngembah belo selambar juga tidak dapat
dikategorikan setingkat dengan perjanjian karena hanya perjanjian yang
sah menurut undang-undang saja yang dapat melahirkan perikatan dan
perikatan harus dalam lingkup harta kekayaan. Ingkar melaksanakan
pesta adat setelah ngembah belo selambar tidak menimbulkan suatu
konsekuensi tertentu karena ngembah belo selambar hanya baru
meminang dan belum ada ikatan yang sah menurut adat Karo.
iv
ABSTRACT
THE LEGAL OBSERVATION OF NGEMBAH BELO SELAMBAR
CULTURAL PROCESSION ACCORDING TO MARRIAGE LAW AND
CONTRACTUAL LAW BASED ON LAW NUMBER 1 OF 1974 ABOUT
MARRIAGE LAW AND CIVIL CODE LAW
The majority of indigenous peoples in Indonesia still holds fast their
cultural values. Batak Karo tribe as one of the tribes in Indonesia has its
own procedures in the customs of marriage. There are several a series of
events before a marriage feast customary, ranging from erkusip, ngembah
belo selambar, nganting manuk, until the party customary. Make
commitments to marry or promise implement marriage between a pair of
youth which is only done at the mouth just made promises easily
overlooked. Agreement reached after engagement even though has
fulfilled one of the principle in an contract will not be considered as an
contract.
Method of approach in this research is by using centrifugal
approach juridical normative. Specifications research used is descriptive
research analytical by giving an overview and analysis of the facts that
there are whole and thorough by observing the data, the applicable
regulations with legal principles and the practice of implementation of
positive law that concerns the problems above. Research phase used is
by librarianship and fieldwork research. The technique of collecting data
and field studies used is through the study of documents and interviews.
Librarianship and fieldwork data analyzed with qualitative juridical basis.
Based on the results of the research, it can be concluded that the
ngembah belo selambar can not be found on the same level with marriage
according to Law No. 1 of 1974 about marriage. Ngembah belo selambar
cultural procession cannot categorized level with agreement because it is
only a legal agreement according to the legislation can breed to the
Alliance and the Alliance must be within the scope of wealth. A dissenter
discharge party customary after ngembah belo selambar did not cause a
consequence certain because ngembah belo selambar yet only proposing
and there was no bond legitimate according to custom Karo.
v