Pengertian Dan Konsep Masyarakat Madani

PENGERTIAN MASYARAKAT & MASYARAKAT MAJEMUK SERTA ETIKA
KEMAJEMUKAN

>PENDAHULUAN
Manusia merupakan bagian dari masyarakat yang dituntut untuk selalu melakukan interaksi
antara satu sama lainnya dalam hal pemenuhan kebutuhannya sebagai makhluk sosial.
Manusia dalam menjalankan kehidupannya akan membentuk suatu ikatan terkecil yang
disebut keluarga. Keluarga berfungsi dalam hal pemenuhan kebutuhaan bio-psiko-sosio
manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya. Dalam perkembangannya kumpulan
dari beberapa keluarga akan membentuk suatu masyarakat, yang akan tumbuh semakin luas
menjadi suatu bangsa. Tata cara kehidupan setiap masyrakat dibentuk berdasarkan perpaduan
antara berbagai sikap, cara berpikir, cara bergaul dan cara hidup dari tiap masing-masing
individu sesuai dengan kultur yang dipercaya dan diyakini oleh setiap individu.
>PEMBAHASAN & ISI
Manusia dalam kehidupannya akan membentuk dan menjadi bagian dalam suatu ikatan sosial
yaitu masyarakat. Ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk membentuk suatu ikatan
yang disebut ”masyarakat” antara lain:
Harus ada kelompok manusia
Bertempat tinggal dalam daerah tertentu dalam waktu yang relatif lama.
Adanya aturan
A. Pengertian Masyarakat Menurut Para Ahli Sosiologi & Antropologi

Linton
Masyarakat adalah sekelompok manusia, yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama,
sehingga mereka dapat mengorganisasika dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu
kesatuan sosial dengan batAs-batas tertentu.
* M, J. Heskovits
Masyarakat adalah kelompok individu yang mengorganisasikan dan mengikuti suatu cara
hidup tertentu.
* J.L Gillin J.P Gillin
Masyarakat adalah kelompok manusia yang tersebar mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap,
dan perasaan persatuan yang sama.
* S.R Steinmentz
Masyarakat adalah sebagai kelompok manusia yang terbesar meliputi pengelompokanpengelompokan manusia yang lebih kecil yang mempunyai perhubungan erat dan teratur.
Mack Ever
Masyarakat adalah suatu sistem dari cara kerja dan prosedur, otoritas dan saling bantumembantu yang meliputi kelompok-kelompok dan pembagian-pembagian sosial, sistem
pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan. Sistem yang kompleks dan selalu berubah
dari relasi sosial.

Jadi, Masyarakat dalam arti luas adalah keseluruhan dari semua hubungan dalam hidup
bersama denagn tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan lain-lain. Masyarakat dalam arti
sempit merupakan sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu. Oleh karena

itu dapat disimpulkan. Masyarakat adalah kelompok manusia yang telah lama bertempat
tinggal disuatu daerah yang tertentu dan memilki aturan bersama untuk mencapai tujuan
bersama yaitu mencapai kesejahteraan.
> Masyarakat Majemuk
Masyarakat di Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan bangsa yang memilki
latar belakang yang berbeda-beda baik dari segi kultur, letak geografis, maupun sikap dari
masing-masing individu. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia dikatakan masyarakat yang
majemuk, Namun, masyarakat Indonesia tetap memilki satu status dan kedudukan yang sama
yakni sebagai masyarakat Indonesia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai
warga negara Indonesia, yang dituntut untuk selalu bersatu tanpa mempedulikan berbagai
perbedaan yang ada demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada banyak pendapat tentang pengertian masyarakat majemuk, diantaranya adalah sebagai
berikut:
 Depdiknas tahun 2002, Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi dalam
kelompok persatuan yang sering memilki kebudayaan yang berbeda.
 Soekanto tahun 2001, Masyarakat majemuk yaitu kemajemukan budaya, dengan kelompok
etnik dan minoritas serta terpelihara identitasnya dalam suatu masyarakat.
Ilmu sosial, Masyarakat majemuk adalah suatu keadaan masyarakat dimana setiap
kelompok kebudayaan memilki lembaga-lembaga yang berkaitan dengan setiap bidang
kehidupan kecuali politik, dimana lembaga setiap kelompok kebudayaan tertentu memegang

kekuasaan dalam masyarakat yang bersangkutan.
Konteks politik, Masyarakat majemuk adalah suatu sistem yang memungkinkan semua
kepentingan dalam masyarakat besaing secara bebas untuk mempengaruhi proses politik,
sehingga terhindar dari terjadinya suatu kelompok mendominasi kelompok yang lain.
Jadi, masyarakat majemuk adalah suatu keadaan masyarakat yang terdiri dari berbagai
kepentingan dan kedudayaan yang berdeba-beda yang melebur dan membentuk satu kesatuan
yang mempunyai tujuan dan cita-cita yang sama. Masyarakat majemuk adalah Atas dasar
pengertian tersebut dibedakan atas tiga kategori yaitu :
o Kemajemukan sturuktural, dominasi politik dipegang oleh suatu kelompok tertentu.
o Kemajemukan sosial, suatu keadaan dimana hak dan kewajiban tersebar secara merata
diantara kelompok sosial yang ada.
o Kemajemukan budaya, seluruh warga masyarakat merupan bagian dari publik tanpa
memperhatikan identifikasi yang ideal maupun yang nyata.
> Etika Kemajemukan
Etika kemajemukan adalah suatu pedoman tata cara yang digunakan untuk mengatur perilaku
seseorang dalam berperilaku ditengah-tengah masyarakat yang majemuk dari sudut budaya,
etnis dan agama. Dalam rangka mewujudkan suatu tatanan kehidupan masyarakat yang
harmonis. Hal-hal yang harus dijadikan pedoman dan komitmen bagi setiap individu yang
hidup dalam masyarakat majemuk diataranya adalah:
Saling menghargai, menahan diri, lapang dada, mengingatkan untuk kebaikan, berniat suci

untuk kebaikan menolong dalam kebaikan, memaafkan dan mendoakan.

Saling mengedepankan kebersamaan, saling berbuat baik untuk bersama, membela jika salah
satunya teraniaya, merasa bersaudara, mendukung keputusan bersama, berjuang menegakkan
keputusan bersama, mengalah bila tidak mencapai kata sepakat.
Berperilaku saling beradab. Tidak terprovokasi saling mencintai, saling bersahabat secar
akrab, saling menolong dalam kebaikan.
Berusaha untuk selalu bersikap jujur, adil, sopan, disiplin dan peduli serta dapat bertanggung
jawab dan mampu bekerjasama yang baik.
>Faktor yang menyebabkan kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:
- Keadaan geografi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan yang
terdiri dari lima pulau besar dan lebih dari 13.000 pulau kecil sehingga hal tersebut
menyebabkan penduduk yang menempati satu pulau atau sebagian dari satu pulau
tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa, dimana setiap suku bangsa memandang dirinya
sebagai suku jenis tersendiri dan budayanya sendiri.
- Letak Indonesia diantara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik serta
diantara Benua Asia dan Australia, maka Indonesia berada di tengah-tengah
lalu lintas perdagangan.
Hal ini mempengaruhi terciptanya pluralitas/kemajemujkan agama.
- Iklim yang berbeda serta struktur tanah di berbagai daerah kepulauan Nusantara

ini merupakan faktor yang menciptakan kemajemukan regiona
Masyarakat yang harmonis dapat tercipta apabila masing-masing individu memilki kesadaran
yang tinggi dalam berperilaku dan selalu berusaha untuk lebih mengedepankan kepentingan
kebersamaan daripada mempermasalahkan perbedaaan-perbadaan. Berikut etika yang harus
diterapakan dalam kehidupan masyarakat majemuk:
Bergaullah dengan siapa saja tanpa memandang agama, suku bangsa, pandangan politik
dengan saling menghargai sifat masing-masing.
Hiasilah pergaulan dengan perilau, bahasa,dan raut wajah yang sopan walaupun anda
terkadang memilki pendapat dan ideologi yang berbeda.
Jadikan pertemuan sebagai suatu ajang untuk mempererat tali persaudaraan.
Dalam pertemuan usahakan jangan sampai timbul caci maki, membicarakan aib,
merencanakan langkah-langkah untuk menjatuhkan orang, agama, atau etnis lain.
Kerjasama diarahkan untuk mengedepankan kepentingan bersama.
Jangan memanfaatkan kerjasama yang sudah terbina hanya untuk mencari kepentingan
pribadi,kelompok ataupun golongan.
Akhirilah setiap pertemuan dan dialog dengan saling meminta maaf dan membuat janji serta
membuat komitmen untuk meneruskan persahabatan yang sudah terjalin.
Berilah teladan dan contoh perilaku dan ucapan yang baik, jangan terlaulu sering mengobral
janji.
>Diferensiasi dan Kemajemukan sosial

Jika kita memperhatikan keadaan di sekitar kita , banyak perbedaan yang kita jumpai, antara
lain dalam agama, ras, etnis, klan(klen), pekerjaan, budaya maupun jenis kelamin. Perbedaanperbedaan tersebut hanya dapat diklasifikasikan secara horizontal. Perbedaan seperti ini
dalam sosiologi dikenal dengan istilah diferensiasi sosial.

>Diferensiasi sosial dipahami sebagai pembeda/pemilah masyarakat ke dalam golongan atau
kelompok secara horizontal (tidak secara bertingkat). Sedangkan Stratifikasi lebih dipahami
sebagai gejala sosial di mana ketimpangan distribusi dan kelangkaan benda-benda berharga
yang dibutuhkan masyarakat terbagi secara tidak merata. Stratifikasi sosial merupakan gejala
penggolongan manusia yang bersifat hierarkis vertikal.
Ada dua proses yang mempengaruhi perilaku kelompok secara mendalam dan menyeluruh
yaitu Integrasi sosial dan Diferensiasi sosial. Diferensiasi sosial dan integrasi sosial yang
muncul bersamaan dengan terbentuknya stratifikasi sosial yang tumbuh sebagai konsekuensi
dari perubahan sosial akibat pembagian kerja yang semakin terperinci.
PERBEDAAN ANTARA DIFERENSIASI DAN STRATIFIKASI SOSIAL
Di masyarakat mana pun, struktur sosial yang ada umumnya di tandai dua cirinya yang khas,
yaitu secara vertikal dan secara horizontal. Perbedaan masyarakat secara vertikal
(sebagaimana dikemukakan oleh Nasikun) disebut stratifikasi sosial, sedangkan perbedaan
masyarakat secara horizontal disebut diferensiasi sosial.
Di dalam stratifikasi sosial, hubungan antarkelas dalam bayak hal cenderung tidak seimbang,
di mana ada pihak tertentu yang lebih dominan dan berkuasa daripada pihak yang lain.

Sementara itu, di dalam diferensiasi sosial yang dipersoalkan bukanlah keseimbangan antara
berbagai kelompok (bukan antar-berbagai kelas), melainkan sifat dasar masyarakat pluralis
serta perbedaan yang terdapat di dalamnya.
WUJUD DIFERENSIASI SOSIAL
Bentuk-bentuk diferensiasi sosial digolongkan dalam beberapa golongan diantaranya :
diferensiasi jenis kelamin (sex differentiation); diferensiasi umur (age differentiation);
diferensiasi ras (racial differentiation); diferensiasi intelektual (intelectual differentiation).
> Diferensiai Biologis
Diferensiasi Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan bentuk diferensiasi manusia yang paling mudah dilihat oleh mata
sebab perbedaan jenis kelamin sangat mudah untuk diidentifikasi. Diferensiasi jenis kelamin
telah memberikan batasan tentang pekerjaan mana yang patut atau layak dilakukan oleh lakilaki dan mana yang layak untuk perempuan. Oleh karena itu, jika seorang laki-laki
melakukan pekerjaan wanita , maka mereka dianggap memiliki kelainan seksual. Begitupun
sebaliknya dengn seorang wanita.
Faktor sosiokultural telah memberikan penilaian perbedaan antara wanita dan pria dari
berbagai sudut pandang, diantaranya secara biologis, secara psikologis, dan secara
sosiokultural.

>Diferensiasi Umur
Penggolongan manusia berdasarkan umur melahirkan berbagai hak dan kewajiban dan

kewenangan. Di dalam masyarakatv tradisional menekankan aturan bahwa orang lebih tua
memiliki kewenangan menentukan kebijakan didalam kelompok nya . Sedangkan dalam
masyarakat modern , lebih melihat pada kualifikasi seeorang di dalam masyarakat bukan
berdasarkan usia seseorang.
> Diferensiasi Ras
Penggolongan ras manusia tidak didasarkan pada faktor sosiologis, sebab ras sebenarnya
bukan identifikasi sosiologis tetapi dampaknya sosiologis terhadap titik singgung. A.L.
Krober membuat pengklasifikasian ras manusia di dunia berdasarkan empat bagian yang
biasanya digunakan untuk analisis di antaranya :
1.

Kaukasoid, yaitu penduduk asli di wilayah Eropa, sebagian di Afrika, dan Asia antara lain
meliputi; Nordic, Alpine, Mediteranian, Indic.

2.

Mongoloid, yaitu penduduk asli wilayah Asia dan Amerika, antara lain; Asiatik, Malayn
Mongoloid, American Mongoloid.

3.


Negroid, yaitu penduduk asli wilayah Afrika dan Sebagian Asia,antara lain; Afrika Negroid,
Negrito, Melanesia.

4.

Ras-ras Khusus, yaitu ras yang tidak terklasifikasikan dalam keempat ras ini antara lain :
Bushman, Weddoid, Australoid, Polynesia, Ainu.
> Jika dilihat dari warna kulit, penduduk Indonesia memiliki kulit berwarna sawo
mateng, Tapi sebenarnya warna kulit masyarakat Indonesia bisa diperinci beberapa
bagian lagi, yaitu:

1.

Papua Melanosoid, yaitu berkulit hitam dan berbibir tebal.

2.

Negroid, berkulit hitam, berbentuk tubuh kecil, dan berambut keriting.


3.

Weddoid, berkulit sawo matang, bentuk tubuhnya kecil, dan rambutnya bergelombang.

4.

Melayu Mongoloid, berkulit hitam sampai kekuning-kuningan, berambut lurus atau ikal, dan
muka agak bulat. Bagian inidibagi dua yitu: Melayu Tua (Proto Melayu), Melayu Muda
(Deutro Melayu).
> Diferensiasi Intelektual
Intelegensi manusia adalah kemampuan daya nalar atau daya tangkap seseorang melalui akal
pikiran yang kapasitas besar kecilnya sangat bergantung pada besar kecilnya kapasitas otak
kepala. Memang secara operasional pemilahan kapasitas intelektual manusia lebih banyak
mengarah stratifikasi sosial, tetapi secara biologis tidak dikategorikan ke dalam stratifikasi
sosial, tetapi diferensiasi sosial.

>Diferensiasi Sosiokultural
Diferensiasi sosiokultural merupakan implikasi aspek-aspek sosial dan budayayang secara riil
dapat dilihat sangat beraneka ragam yang menyebar di berbagai belahan bumi ini. Kondisi ini
sangat berpengaruh pada diferensiasi suku dan kebudayaan. Pemerataan penduduk sebagai

akibat pemisahan oleh bentangan pulau sulit dilaksanakan.
>Diferensiasi Suku Bangsa
Suku bangsa , meminjam batasan Koentjoroningrat, adalah kelompok masyarakat yang
memiliki corak kebudayaan khas. Beberapa kriteria untuk menentukan batas-batas dari
masyarakat suku bangsa yang dijadikan dasar kriteria dan wilayah uraian suatu budaya suku
bangsa di antaranya:
1.

Kesatuan sosial yang didasarkan pada batas-batas wilayah tertentu

2.

Kesatuan sosial yang didasarkan pada identitas masyarakat.

3.

Kesatuan sosial atas dasar wilayah secara geografis

4.

Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh ikatan ekologis

5.

Kesatuan sosial yang dicirikan oleh pola-pola interaksi sistem sosialnya.
>Diferensiasi Agama
Emile Durkheim memberikan batasan agama sebagai suatu sistem terpadu yang terdiri atas
kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal-hal yang suci (sakral), dan bahwa
kepercayaan dan praktik tersebut mempersatukan ke dalam komunita moral yang disebut
iman.Adapun menurut tata aturan yang berlaku secara legal formal, di Indonesia terdapat
beberapa agama yang keberadaannya di jamin oleh pemerintah melalui undang-undang yang
berlaku. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Durkheim bahwa agama selain menjadi
perekat sosial, tetapi juga menyimpan potensi perpecahan sosial. Perpecahan akan muncul
ketika masing-masing kelompok saling mengukuhi bahwa agama dan kepercayaan yang
dianutnya adalah paling benar, dan menganggap agama dan kepercayaan yang dianut
kelompok lain sesat.
Selain konflik antar-penganut agama dan kepercayaan juga terdapat konflik internal agama,
ketika agama-agama tersebut tersegmentasi ke dalam sekte-sekte yang berbeda atas dasar
sistem penafsiran kebenaran ajaran agama menurut sekte tertentu.
> Diferensiasi Klan
Klan adalah bagian dari sebuah suku bangsa yang merupakan kesatuan kecil dari kerabat
secara unilateral. Dalam konsepantropologi, klan dapat dibedakan menjadi dua ,yaitu; klan
besar dan klan kecil. Dalam istilah yang mudah dipahami,klan adalah sistem kekerabatanm
yang dalam bahasa Batak disebut marga, dalam masyarakat minangkabau disebut suku,
dalam masyarakat Lampung disebut buay, dan sebagainya.

>Diferensiasi Profesi
Yang disebut profesi adalah bidang pekerjaan atau keahlian yang menjadi kebiasaan yang
dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Biasanya profesi akan dihargai oleh
masyarakat atau instansi seiring dengan bobot pekerjaan itu.
Beberapa hal yang merupakan bentuk konsekuensi dari kemajemukan sosial bangsa di
antaranya :
 Interaksi Sosial (Gejala Tumpang-Tindih)
Interseksi arti dasarnya adalah persilangan. Arti tersebut kemudian meluas yaitu titik
perpotongan atau pertemuan antara dua garis atau dua arah. Interseksi berasal dari
kata inter dan section, sedangkan section atau seksi artinya suatu golongan etnik dalam suatu
masyarakat majemuk. Secara sederhana, interseksi merupakan persilangan atau pertemuan
keanggotaan suatu kelompok sosial dari berbagai seksi baik berupa suku, agama, jenis
kelamin, kelas sosial, dan lain-lain dalam suatu masyarakat yang majemuk.
Menurut Soerjono Soekanto, dalam Kamus Sosiologi, sectio atau seksi adalah suatu
golongan etnik dalam suatu masyarakat yang majemuk, misalnya etnik Sunda, Jawa, Bugis,
Batak, dan Minang.
* Interseksi sosial di dalam struktur masyarakat majemuk berdampak pada :
> Peningkatan solidaritas, yaitu akibat pembentukan kelompok sosial dari seksi yang
berbeda-beda diantaranya makin kuatnya hubungan atau ikatan antar-anggota masyarakat.
> Timbulnya potensi konflik, jika perbedaan yang mereka miliki seperti latar belakang suku,
agama, ras, dan sebagainya lebih menonjol dan semakin tajam,maka konflik yang berakhir
pada perpecahan akan terjadi dalam orgnisasi konflik dapat pula terjadi dalam masyarakat
luas yang menempati di suatu kompleks perumahan sebab mereka berasal dari berbagai latar
belakang sosial budaya yang berbeda.
>Hubungan Ekonomi
Melalui perdagangan, misalnya kelompok masyarakat yang mendiami pulau-pulau di
Nusantara telah menjalin hubungan dagang dengan berbagai bangsa di dunia sejak zaman
dahulu kala. Dan melalui perindustrian, Interseksi melalui perindustrian menjadi semakin
intensif di era yang mengutamakan produk-produk industri berteknologi tinggi.
>Hubungan Sosial
1. Melalui perkawinan, diantara pendatang yang melakukan perdagangan, perindustrian,
penjelajahan, dan penyebaran agama, banyak yang melakukan pernikahan dan membentuk
kehidupan keluarga dengan penduduk asli Indonesia.
2. Melalui pendidikan, hubungan dalam bidang perdagangan, industri, dan perkawinan antaretnik akan memberikan peluang untukterjadinya interseksidalam bidang pendidikan sebab

keturunan mereka akan bersekolah di wilayah-wilayah yang mayoritas siswanya berbeda ras
dan kebudayaan.
> Politik
Hubungan diplomatik atau hubungan antar negara juga akan menyebabkan terjadinya proses
interseksi di antara para pejabat dan utusan negara masing-masing.
>Konsolidasi
Konsolidasi adalah proses penguatan atau peneguhan keanggotaan individuatau beberapa
kelompok sosial yang berbeda dalam suatu kelompok sosial melalui tumpang-tindih
keanggotaan. Hubungan bersifat konsolidasi terjadi karena beberapa kelompok sosial ternyata
memiliki persamaan tertentu yang saling terkait.
Konsolidasi juga akan terjadi ketika suatu kelompok melihat gejala kelompok lain lebih kuat
dan kompak, sehingga memicu kelompok yang tidak kuat dan tidak kompak akan menjalin
konsolidasi sebagai jalan untuk memperkuat kelompoknya.
 Akulturasi
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Akulturasi juga
sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang berbeda melebur
menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak menghilangkan kepribadian/sifat
kebudayaan aslinya. Dan Akulturai merupakan proses perubahan yang di dalamnya terjadi
penyatuan budaya-budaya yang berbeda.
1.

Akulturasi Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa
Sanskerta sebagai pembendaharaan bahasa Indonesia. Prasasti Dinoyo di Malang adalah
salah satu wujud dari penggunaan huruf Jawa Kuno.

2.

Akulturasi Religi/Kepercayaan
Bentuk kepercayaan di Indonesia pada awalnya adalah kepercayaan yang berdasarkan pada
animisme dan dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia, masyarakat
Indonesia mulai menganut/memercayainya. Tetapi masuknya agama Hindu-Buddha ke
Indonesia mengalami perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme,perpaduan
dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu disebut sinkretisme.
Demikian juga masuknya agam islam ketanah jawa tidak mengubah unsur-unsur budaya jawa
menjadi islam secara total, tetapi budaya jawa tetap eksis, sehingga islam jawa tidak sama
dengan islam didunia arab.

3.

Akulturasi Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Wujud organisasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat di lihat dalam
organisasi politik, yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah
masuknya pengaruh India. Pemerintahan raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun
menurun seperti di India dan juga ada yang menerapkan prinsip musyawarah.

4.

Akulturasi Sistem Pengetahuan
Akulturasi dapat dilihat pada metode perhitungan waktu berdasarkan kalendertahun Saka,
tahun dalam kepercayaan Hindu. Selain adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga
ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan Candrasangkala, yaitu susunan
kalimat atau gambar yang dapat di baca secara angka.

5.

Akulturasi Peralatan Hidup dan Teknologi
Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan
candi yang mengandung unsur budaya India. Bentuk dasar dan fungsi candi di Indonesia dan
India terdapat perbedaan. Adapun fungsi dari candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal
kata candi tersebut. Candi sendiri di but untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya
raja-raja dan orang-orang terkemuka. Candi sendiri yang berada di India berbentuk stupa,
sedangkan di Indonesia stupa merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat agama
Buddha.

6.

Akulturasi Kesenian
Berbagai bentuk seni seperti seni rupa, seni sastra, dan seni pertunjukan adalah wujud dari
akulturasi seni. Misalnya, relief dindingcandi (gambar timbul), gambar timbul dari candi
tersebut banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang berhubungan dengan ajaran agama
Hindu maupun Buddha yang di selaraskan dengan suasana kehidupan asli keadaan alam
ataupun masyarakat Indonesia.

 Hubungan Primordialisme
Primordialisme adalah ikatan-ikatan dalam masyarakat yang bersifat keaslian ( seperti
kesukuan, kekerabatan, keagamaan, dan kelompok) atau dibawa sejak lahir. Dalam konsep
sosiologis primordilisme diartikan sebagai paham dari anggota masyarakat yag mempunyai
kecenderungan untuk berkelompok sehingga terbentuklah kelompok-kelompok sosial yang
memiliki karakter hubungan atas dasar pemahaman suatu keyakinan tertentu.
Primordial merupakan identitas bersama suatu komunitas yang terbentuk karena adanya
ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan adanya kesamaan suku, ras, tempat tinggal,
bahasa, dan adat istiadat.

 Hubungan Paternalisme
Peternalisme diartikan oleh Hornby sebagai “Practice of governing or controlling people in
the paternal way (providing for their needs but giving them no responsibility), yang
terjemahannya adalah mempraktikkan pengaruh atau pengendalian di dalam pola-pola
hubungan kebapakan (memenuhi kebutuhan mereka tanpa membebankan tanggung jawab).
Dalam hubungan ini pola-pola hubungan patron klien (patron clien relationship) seorang
patron biasanya dijadikan sebagai panutan untuk berperilaku hingga kepatuhan itu sampai
pada titik pengutusn individu. Secara sederhana hubungan patrn klien juga diartikan ebagai
hubungan bapak-anak.
>Politik Aliran (Sektarianisme Politik )
Berkembangnya politik aliran sering banyak dilatarbelakangi oleh gejala munculnya in
group atau primary group yang memiliki sikap etnosentris. Sumner mengidentifikasi gejala
etnosentrisme diwarnaioleh perasaan superior anggota-anggota in group sehingga
memunculkan sikap primordialisme yang akhirnya berkembang menjadi sektarianisme politik
atau politik aliran.
Kelompok politik aliran terkontaminasi oleh paham-paham tradisional seperti Hindu, Islam,
Tradisionalisme Jawa; dan kelompok yang berpaham barat seperti ideologi komunisme,
nasio-nalisme radikal dan sosialisme. Beberapa aliran dan golongan tersebut memengaruhi
kehidupan organisasi sosial politik di Indonesia. Selain itu, perubahan sistem pemilu dengan
mekanisme pemilihan suara terbanyak. Perubahan sistem ini juga menjadi pendorong
perubahan perilaku memilih karena pengaruh parti makin pudar sebab yangdi pilih bukan
partai tetapi figur atau orang. Keadaan ini justru memunculkan perilaku memilihkarena uang,
sehingga keteriktan dengan figur atau orang juga meluntur.

 DIFERENIASI DAN DISORGANISASI SOSIAL
Sepanjang perkembangan diferensiasi sosial tetap fungsional dan sifatnya saling mengisi,
ketidakpuasan dan perselisihan di dalam masyarakat kecil kemungkinan bakal tersulut.
Sekurang-kurangnya ada tiga faktor yang menyebabkan disintegrasi sosial dan kerjasama
kelompok dalam diferensiasi sosial pecah, sehingga terjadi disorganisasisosial, yaitu :
1.

Faktor Politik
Hubungan antara kelompok yang berbeda yang semula rukun suatu saat bisa berubah menjadi
penuh konflikketika di dalamnya diberi muatan politikatau dimanipulasi untuk kepentingan
elite-elite politik.

2.

Faktor Ekonomi
Perbedaan antar kelompok bisa berubah menjadi permusuhan atau minimal sikap antipati
ketika perbedaan antara masing-masing kelompok itu bersejajar dengn kesenjangan kelas
ekonomi. Di banyak negara jugasudah banyak terbukti bahwa persselisihan antar-etnis sering
meledak karena dipicu oleh adanya kesenjangan dan isu ekonomi.

3.

Faktor Sosial Budaya
Yang dimaksud faktor sosial budaya di sini terutama adanya ikatan primordialisme antara
kelompok satu dengan kelompok yang lain atas dasar solidaritas etnis, ras, kelas, atau
sentimen kedaerahan. Contoh sederhana bahwa primordialisme bisa memicu konflik
antarkelompok bisa dilihat dari perselisihan antara para pendukung fanatik sepak bola.

 MEMBANGUN TOLERANSI DALAM PLURALISME
Dalam sepuluh dekade terakhir semenjak era Reformasi dapat dikatakan sebagai era
kemerosotan pamor ideologi bangsa. Dengan demikian dewasa ini kemajemukan masyarakat
bukan menjadi modal dasar pembangunan tetapi justru menjadi beban berat bagi bangsa
Indonesia.
Dalam perspektif keagamaan, semua kelompok agama belum yakin bahwa nilai dasar dari
setiap agama adalah tolerans. Akibatnya, yang muncul adalah intoleransi dan konflik. Dan
dalam hal ini pluralisme tidak dipahami sebagai bentuk kesediaan menerima kenyataan
bahwa dlam masyarakat ada cara hidup, berbudaya, dan berkeyakinan agama yang berbeda,
akan tetapi lebih di pahami sebagai benar dan salahnya suatu agama.
Padahal di sisi lain, pluralisme adalah syarat mutlak agar bangsa Indonesia yang begitu plural
dapat bersatu, dan bangsa yang tidal menghargai pluralisme adalah bangsa yang membunuh
dirinya sendiri. Melemahnya rasa kebangsaan juga muncul dengan ditandai oleh makin
pudarnya rasa kebersamaan, menguatnya ikatan primordial dan antitoleransi. Dan seharusnya
keragaman suku, agama, ras, dan antara golongan dapat dijadikan modal bersama untuk
membangun Indonesia jika semua elemen bangsa,yang ditempatkan sebagai kekayaan sosial
yang berharga ini, diperlakukan secara adil dan memiliki kesempatan untuk berkembang dan
berperan membangun negeri.
Secara teoretis, kemajemukan horizontal yang ditandai dengan adanya kesatuan sosial
berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat, kedaerahan, dan sebagainya dan
kemajemukan vertikal yang ditandai dengan adanya perbedaan antara lapisan atas dan lapisan
bawah yang cukup tajam sangat rentan dengan konflik yang bermuara disintegrasi sosial.

Menurut Nort, masyarakat majemuk dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu :
1)

Kemajemukan masyarakat yang disebabkan adanya ketimpangan distribusi dan keterbatasan
barang-barang berharga. Kemajemukan ekonomi ini menimbulkan kemajemukan vertikal.

2)

Menurut diferensiasi fungsional, yaitu berdasarkan pembagian kerja dalam suatu organisai
yang muncul karena melakanakan pekerjaanyang berlainan, baik berdasarkan keahlian,
keterampilan, pendidikan maupun yang lainnya.

3)

Kemajemukan menurut adat, yaitu aturan-aturan untuk berperilaku yang dianggap tepat bagi
suatu masyarakat sesuai dengan waktu dan tempat yang digunakan.
> Tiap-tiap masyarakat memiliki aturan (nilai-nilai dan norma) bagi warganya, dan aturan
yang berlaku pada masyarakat yang diterapkan oleh masing-masing masyarakat berbeda satu
sama lain. Aturan tersebut meliputi tata cara, kebiasaan, atau adat istiadat.
> Magnis Suseno menyatakan bahwa jika seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
masyarakat menghayati kebudayaan lokalnya secara sempit dan seluruh identitasnya
berdasarkan kelompok kecilnya sendiri, maka hal ini dapat menjadi suatu ancaman bagi
integrasi nasional. Menurut Harolrd Coward, klaim-klaim kebenaran (truith claim) dan klaim
keselamatan (salvation claim), ditambah doktrin agama yang sempit, tentu akan mengental
menjadi ideologi yang akan mendorong tumbuhnya fanatisme yang berlebihan. Ada dua
faktor yang menyebabkan terjadinya konflik di dalam struktur masyarakatmajemuk. Dua
faktor tersebut adalah ; cross cutting affiliations yaitu masyarakat akan terintegrasi karena
berbagai anggota dari kelompok masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai
kesatuan sosial. Dan cross cutting loyalities yaitu konflik sosial antarkelompok sosial dapat
dinetralisasi jika masing-masing kelompok terdapat loyalitas ganda dari para anggota
masyarakat terhadap terhadap kelompok sosial.
> Kekhawatiran akan terjadinya fanatisme sempit dan sentimen primordial juga akan dapat
dinetralisasi karena kegandaan loyalitas yang dimiliki oleh masing-masing anggota
kelompok.
> Keserasian sosial, kehidupan sosial yang harmoni dan kerukunan pada dasarnya adalah
sebuah mozaik yang di susun dari sebuah perca-perca (serpihan) perbedaan. Artinya konflik
yang berakar pada perbedaan antarkelompok sosial akan menjadi harmoni sosial jika di
kelola oleh orang-orang yang bijak dan profesional dalam mengelola kemajemukan sosial.
> Jika sosialisasi ini ditanamkan sejak dini, maka mereka akan menyadari bahwa perbadaan
bukanlah konflik-konflik terbuka (manifes) atau pertengkaran, akan tetapi justru yang akan
hadir adalah rasa toleransi dan kesadaran untuk menerima bahwa dalam kehidupan nyata
selalu ada wilayah yang mesti di bagi dengan pihak lain. Dan yang penting dalam kehidupan
masyarakat majemuk adalah adanya pengakuan dan penerimaan akan perbedaan.
> Sebenarnya reformasi yang diusung bangsa Indonesia tujuan utamanya adalah demokrasi
dan toleransi dan menghilangkan tatanan politik yang otoritarian. Demokrasi yang di usung
adalah demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan hak-hak dasar setiap

warga negara, sedangkan tolerani yang dimaksud adalah menanamkan nilai dasar pada setiap
penganut agama agar bisa bersikap menghormati perbedaan dan kesediaannya untuk berbagi
tempat dengan kelompok lain, terutama kelompok minoritas serta mengembangkan dialog
untuk mencapai kemaslahatan bersama.
> Singkatnya toleransi setara dengan bersikap positif dan menghargai orang lain dalam
rangka menggunakan kebebasan asasi sebagai manusia. Ada dua model toleransi, yaitu
Pertama, toleransi pasif, yakni sikap menerima perbedaan sebagai sesuatu yang bersifat
faktual. Kedua, toleransi aktif, melibatkan diri dengan yang lain di tengah perbedaan dan
keragaman. Adapun hakikat toleransi adalah hidup berdampingan secara damai dan saling
menghargai di antara keragaman dan sikap saling menghormati, saling menghargai, dan
saling menerima di tengah keragaman budaya, suku, agama, dan kebebasan berekspresi.
> Jadi, dapat dipahami bahwa masyarakat plural adalah masyarakat majemuk yang di tandai
adanya beragam suku bangsa, agama, budaya atau adat istiadat yang di dalamnya terdapat
kerja sama dengan sikap toleransi dalam menghadapi berbagai tantangan untuk memperkuat
ketahan sosial untuk komunitas.

 TOLERANSI MEMPERKUAT KETAHANAN SOSIAL
>Sementara ini, solusi yang ditawarkan untuk memperkuat ketahanan sosial suatu masyarakat
adalah melalui pendekatan toleransi sebagai nilai kebajikan dalam kehidupan bersama. Untuk
membangun toleransi sebagai nilai kebajikan paling tidak ada dua modal yang di butuhkan,
yaitu : Pertama, toleransi membutuhkan interksi sosial melalui percakapan dan pergaulan
yang intensif. Kedua, membangun kepercayaan di antara berbagai kelompok dan aliran.
Prinsip dasar semua agama adalah toleransi, karena semua agama pada dasarnya mencintai
perdamaian dan anti-kekerasan.
> Melalui kedua pendekatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan tolerani untuk
memperkuat ketahanan sosial masyarakat. Untuk memperkuat ketahanan sosial masyarakat.
Untuk memperkuat ketahanan sosial suatu komunitas melalui toleransi, dapat dijelaskan
dengan menggunakan indikator ketahanan sosial sebagai berikut:
1.

Kemampuan masyarakat melindungi warganya yang di dalam realitasnya bersifat majemuk
baik secara vertikal maupun secara horizontal.

2.

Partisipasi masyarakat dalam organisasi melaui kegiatan-kegiatan organisasi yang menjalin
hubungan antarwarga masyarakat.

3.

Kemampuan masyarakat untuk mencegah dan mengelola konflik dengan cara membangun
toleransi dengan pendekatan sistem sosial, yaitu melalui hubungan antara anggota-anggota
dari berbagai kelompok.
> Selain itu, dialog di tingkat antar-elite agama terus dilakukan hingga menyentuh tingkat
akar rumput. Kemampuan masyarakat memlihara kearifan lokal juga perlu dibangun dengan

menumbuhkan sikap toleransi melalui penggunaan pendekatan sistem budaya dalam
kehidupan pada masyarakat majemuk.
Hal-hal tersebut lah yang akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara
sumber daya alam dan sosial.
 MEMBANGUN PLURALISME AGAMA
>.Sebagaimana dijelaskan di depan bahwa pluralisme merupakan kenyataan dan persoalan,
termasuk di dalamnya adalahbagimana caranya keberagaman agamamembawa kemaslahatan
dan bukan menjadi permasalahan bangsa.
>.Fenomena pluralisme agama menimbulkan konflik baik secara laten maupun manifes yang
berasal dari sikap ketidaksanggupan pihak-pihak tertentu menerima kehadiran “yang lain”.
Permasalahan inilah yang menjadi pemicu utama konflik antar-penganut agama hingga
bermuara pada tindakan kekerasan antarkelompok.
>.Dewasa ini kebebasan seolah-olah menjadi barang mahal karena terenggut oleh arogansi
dan dominasi pihak kuat. Dalam kondisi itu, “komunitas merdeka”(community of freedom)
menjadi prasyarat hadirnya pluralisme agama. Dalam melakukan kehidupan bersama juga
bukan hanya sosial dan praktis, tetapi juga harus secara ”teologis”. Toleransi bukan hanya
sekedar menerima keragaman, tetapi bagaimana agar keberagaman membawa manfaat.
Oleh sebab itu, peran publik agama harus dilakukan bersama dalam dialog membentuk
kebaikan dan kemaslahatan bersama. Untuk itu dari tiap kelompok agama diperlukan
“kebajikan agung” yang mencakup semangat kerja sama, adil, kebernalaran, dan toleransi.
Selain itu, dibutuhkangood will kemaslahatan bangsa.
Kehadiran konsep pluralisme agama dibangun untuk mencapai dan menjadi agen
kemaslahatan bangsa.
Pengertian masyarakat majemuk masyarakat multikultural serta ke mana Indonesia termasuk
merupakan suatu topik yang menarik untuk disampaikan. Bhinneka Tunggal Ika, demikian
slogan yang dicengkeram oleh Garuda, burung lambang negara kesatuan Republik Indonesia.
Ironisnya, atas dasar tersebut, asumsi yang kini terus bertahan adalah Indonesia selalu
dianggap majemuk bukan multikultur. Asumsi ini harus mulai dipertanyakan karena pola
masyarakat majemuk sarat bias kolonial Belanda. Sejumlah ahli kemasyarakatan Indonesia,
semisal Parsudi Suparlan, berupaya mendekonstruksi asumsi majemuk masyarakat Indonesia
menjadi multikultural. Asumsi majemuk dianggap tidak sehat dalam menciptakan harmoni
dan integrasi Indonesia yang ditengarai berbagai kerusuhan berbias etnis maupun agama.
Pada kesempatan ini perlu dinyatakan kaum intelektual Indonesia pun dianggap bertanggung
jawab karena turut mempertahankan konsepsi masyarakat majemuk Indonesia ke dalam
wacana publik.
Terdapat kehendak kuat mengganti asumsi beragamnya primordial Indonesia dengan tidak
lagi menggunakan denotasi majemuk melainkan multikultural. Dalam multikultural, etnisetnis yang berbeda setara posisinya dalam proses hidup dan berpolitik di dalam negara
kesatuan Republik Indonesia. Sebaliknya konsepsi masyarakat majemuk menyiratkan bias
konsep dominasi salah satu etnis atau ras dalam kehidupan sosial dan politik Indonesia.

Untuk itu, akan ditelusuri sejumlah teori sosial berkenaan dengan konsep majemuk dan
multikultur masyarakat. Ini guna mencari pijakan teoretis dalam melakukan counter theory
terhadap hegemoni konsep masyarakat majemuk dalam studi-studi sosial dan politik
Indonesia. Tentunya, kita berharap yang baik, bahwa integrasi antar elemen masyarakat
Indonesia tercipta tidak berdasarkan paksaan melainkan melalui proses negosiasi secara
alamiah dan penuh kedamaian.
Masyarakat Majemuk Indonesia
John Sydenham Furnivall termasuk orang yang pertama kali menyebut Indonesia masuk ke
dalam kategori masyarakat majemuk (plural society). Masyarakat majemuk adalah suatu
masyarakat di mana sistem nilai yang dianut berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagianbagiannya membuat mereka kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai
keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki dasardasar untuk saling memahami satu sama lain.[1]
Studi Furnivall saat itu dikhususkan pada masyarakat yang mengalami tindak kolonial barat
seperti Burma, India, ataupun Indonesia. Mengenai fakta plural society ini, Furnivall menulis
dalam salah satu studinya mengenai Burma:
In Burma, as in Java, probably the first thing that strikes the visitor is the medley of peoples
---European, Chinese, Indian, and native. It is in the strictest sense a medley, for they mix but
do not combine. Each group holds by its own religion, its own culture and language, its own
ideas and ways. As individuals they meet, but only in the market-place, in buying and selling.
There is a plural society, with different sections of the community living side by side but
separately, within the same political unit. Even in the economic sphere there is a division of
labour along racial lines.[2]
Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok, yang tinggal
bersama dalam suatu wilayah, tetapi terpisah menurut garis budaya masing-masing.
Kemajemukan suatu masyarakat patut dilihat dari dua variabel yaitu kemajemukan budaya
dan kemajemukan sosial. Kemajemukan budaya ditentukan oleh indikator-indikator genetiksosial (ras, etnis, suku), budaya (kultur, nilai, kebiasaan), bahasa, agama, kasta, ataupun
wilayah. Kemajemukan sosial ditentukan indikator-indikator seperti kelas, status, lembaga,
ataupun power.
Di dalam kenyataan, kedua variabel kerap berhimpitan sehingga menambah kompleksitas
masalah. Dalam masyarakat India misalnya, kemajemukan budaya terbentuk dari anutan
penduduk atas sejumlah agama besar yaitu Hindu, Islam, Kristen, dan Sikh. Kendati kini
mulai memudar, dalam masyarakat Hindu, berlaku kasta dan ini merupakan konsekuensi
logis dari ajaran agama. Di dalam masyarakat yang menganut agama Islam, kasta tidak
berlaku dan situasi masyarakat lebih egaliter. Kemajemukan budaya tersebut merambah pada
kemajemukan sosial. Kasta di dalam masyarakat Hindu menciptakan kelas-kelas dan statusstatus sosial, sementara pelapisan kelas dan status tersebut berjalan secara berbeda di dalam
masyarakat India yang Islam. Terjadi perbedaan penafsiran tajam antara kedua elemen
masyarakat India tersebut. Masing-masing masyarakat memerlukan space atau wilayah untuk
mengimplementasikan keyakinan budaya dan sosial yang berbeda. Friksi tajam ini
berkulminasi dalam pemisahanan India (Hindu), Pakistan (Islam, di barat India), dan
Bangladesh (Islam, di timur India) sejak 1948 lewat fasilitasi Inggris.

Pengamatannya atas Burma yang ia samakan dengan Jawa, Furnivall menyatakan masyarakat
majemuk terpisah menurut garis budaya yang spesifik, di mana kelompok-kelompok di dalam
unit politik menganut budaya yang berbeda. Kelompok yang satu berbaur dengan kelompok
lainnya tetapi masing-masing tidak saling mengkombinasikan budayanya. Kelompokkelompok masyarakat berbeda tersebut saling bertemu dalam kegiatan sehari-hari (semisal di
pasar), tetapi masing-masing mempraktekkan budayanya masing-masing. Di pasar-pasar
tradisional, para pedagang berasal dari etnis berbeda, sehingga kerap memperdengarkan
percakapan dalam aneka bahasa: Jawa, Batak, Padang, Madura, Sunda, dan lain-lain.
Pedagang pun terkotak berdasarkan komoditas yang didagangkan misalnya pedagang Minang
di bagian pakaian, pedagang Batak di kelontong/grosir, pedagang Jawa di sayur-mayur dan
bahan mentah, pedagang Madura di lapak ikan, pedagang Banten di los daging, dan
seterusnya.
Parsudi Suparlan memberi catatan tentang masyarakat majemuk ini. Dalam tulisannya
Kesetaraan Warga dan Hak Budaya Komuniti dalam Masyarakat Majemuk Indonesia,
Suparlan menulis:
Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk. Yang mencolok dari ciri kemajemukan
masyarakat Indonesia adalah penekanan pada pentingnya kesukubangsaan yang terwujud
dalam bentuk komuniti-komuniti sukubangsa, dan digunakannya kesukubangsaan sebagai
acuan utama bagi jatidiri.
.> Berdasarkan ciri-ciri fisik atau tubuh yang dipunyai oleh seseorang, gerakan-gerakan tubuh
yang dibarengi dengan bahasa yang digunakan dan logat yang diucapkan, dan berbagai
simbol-simbol yang digunakan , dia akan diidentifikasi sebagai tergolong dalam sesuatu
sukubangsa dari sesuatu daerah tertentu oleh seseorang lainnya. Bila ciri-ciri tersebut tidak
dapat dipergunakan , maka seseorang tersebut akan menanyakan dari mana asalnya
>Masyarakat majemuk atau plural society adalah sebuah masyarakat yang terwujud karena
komuniti-komuniti sukubangsa yang ada telah secara langsung atau tidak langsung dipaksa
untuk bersatu di bawah kekuasaan sebuah sistem nasional
Dalam masyarakat majemuk Hindia Belanda, tidak ada tatanan demokrasi. Dalam tatanan itu,
dengan jelas dibedakan antara tuan yang penguasa dan hamba yang pribumi. Pembedaan
antara tuan dan hamba dilakukan berdasarkan atas ciri-ciri fisik atau rasial, kesukubangsaan,
keyakinan keagamaan, dan jenjang sosial menurut patokan feodalisme yang secara tradisional
berlaku.
Faktor suku (juga agama) menjadi perhatian serius bagi negara yang terbangun lewat gejala
masyarakat majemuk. Faktor etnis dan agama menjadi persoalan sensitif yang mampu
memicu kekerasan dan konflik, seperti kerap terjadi di Indonesia. Ini akibat proses integrasi
nasional yang belum selesai. Integrasi semu sempat terjadi di Indonesia selama Orde Baru, di
mana Soeharto berupaya mensubordinasi tiap-tiap budaya etnis ke bawah jargon budaya
nasional. Ia mengembangkan tabu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) sebagai
terlarang untuk dipertentangkan di muka publik. Kemayaan ini tampak jelas setelah Soeharto
turun dari kekuasaan, konflik-konflik berlatar belakang suku, agama, ras, dan antargolongan
jadi meruyak.

Memang selama pemerintahan Soeharto kondisi terkesan harmonis meskipun sekadar berupa
api dalam sekam. Kondisi harmonis karena negara sangat strong dengan alat pengaman
negara (militer, intelijen) yang padu. Terbukti, saat politik kekuasaan Soeharto melemah,
banyak konflik yang dilatari etnis, agama, ras, dan antargolongan justru terjadi dengan
mudahnya, bahkan berlarut-larut. Malah setelah terpojok Soeharto justru menggunakan tabu
SARA-nya sendiri untuk membangun kuda-kuda politik barunya di era 1990-an: Merangkul
kalangan Islam modernis dan merenggangkan jarak dengan kelompok nasionalis dan non
Muslim yang selama ini menjadi sekutu dekatnya.
Mengenai hubungan antarkelompok dalam masyarakat majemuk, Leo Kuper memberi catatan
berikut:
1. Societies composed of status groups or estates that are phenotypically distinguished,
have different positions in the economic order and are differentially incorporated into
the political structure, are to be called plural societies and distinguished from class
societies. In plural societies political relations influence relations to the means of
production more than any influence int the reverse direction.
2. When conflicts develop in plural societyes ther follow the lines of racial cleavage
more closely tahan those of class.
3. Racial categories in plural societies are historically conditioned; they are shaped by
inter-group competition and conflict.
Bagi seorang ahli Indonesia lain, Clifford Geertz, masyarakat majemuk adalah masyarakat
yang terbagi-bagi ke dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri, dalam
mana masing-masing subsistem terikat ke dalam ikatan-ikatan yang bersifat primordial. Hal
yang menarik kemudian dinyatakan Pierre L. van den Berghe seputar ciri dasar dari
masyarakat majemuk ini, yaitu:
1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkali
memiliki subkebudayaan yang berbeda-beda satu sama lain;
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer;
3. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai
yang bersifat dasar;
4. Secara relatif seringkali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain;
5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi; serta
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.
Melalui paparan di atas, diketahui bahwa teori masyarakat majemuk (plural society) awalnya
lahir dari pengamatan J.S. Furnivall atas negara-negara kolonial dan postcolonial. Di negaranegara tersebut, masyarakat terkotak ke dalam sekat-sekat asal usul (suku, ras, agama,
golongan) di mana satu suku atau agama mendominasi lainnya. Masyarakat tersebut dipaksa
untuk bersatu oleh sebuah kuasa kolonial. Namun, kendati disatukan mereka dipecah di
dalamnya agar tidak bersatu. Mereka disatukan hanya agar mudah dieksploitasi. Masyarakat

majemuk mudah terbelah akibat tiadanya common will (kehendak bersama). Akibatnya,
individu dalam masyarakat hanya loyal kepada kelompok basis primordial mereka. Common
will yang bersifat nasional kendatipun ada hanyalah sebatas jargon. Ini merupakan hasil
sukses politik Divide et Impera kaum kolonial. Kondisi masyarakat majemuk, bagi Sammy
Shooha, [...] created by Western imperialism, and maintained through political coercion for
economic exploitation of nonwhite populations. They consist of a medley of peoples who
share little more than the imposed economy and policy
Konflik-konflik akibat struktur masyarakat majemuk juga terjadi antara masyarakat eks
penjajahan bangsa-bangsa barat yang secara tajam dipisahkan kemajemukan seperti Hindu
dan Muslim di India (diikuti pemisahan Pakistan), Burma (etnis Karen), Aljazair (masalah
agama, bahasa Berber, Arab, Perancis), Zanzibar (etnis Watumbatu, Wahadimu, dan
Wapemba), Rwanda (Hutu dan Tutsi), Burundi (Hutu dan Tutsi), Kongo (Hutu dan Tutsi),
Angola (Ambundu, Bakongo, dan Ovimbundu), Mozambik (Frelimo, Renamo), Afrika
Selatan (warisan Aparteid), Nigeria (suku Ibo versus Hausa versus Yoruba), Uganda (Acholi
dan Baganda), Sudan (Arab dan nonarab), Ethiopia (Ethiopia dan Eritrea), Siprus (Yunani
dan Turki), Irlandia Utara (Protestan dan Katolik), Israel (Palestina-Yahudi, Yahudi RelijiusYahudi Sekuler, Yahudi Oriental-Yahudi Ashkenazi), Vietnam, Bangladesh, Lebanon
(Kristen Maronit versus Kristen Druze versus Islam Sunni versus Islam Syiah), Malaysia
(India versus Cina versus Melayu), Srilangka (etnis Sinhala versus Tamil), dan Indonesia
(lewat serangkaian kerusuhan bermuatan etnis dan agama di Sampit, Poso, dan Ambon).
Sebagai negara yang pernah mengalami kolonialisasi Belanda, Indonesia menderita ekses
negatif masyarakat majemuk. Selama penjajahan, masyarakat dibelah berdasarkan unsur
primordial suku, agama, ras dan golongan. Pembelahan dilakukan secara sistematis,
terstruktur, menggunakan agen-agen khusus Belanda seperti Hendrikus Colijn. Pembelahan
terus bertahan bahkan hingga pasca Indonesia merdeka. Isu-isu Islam versus Non Islam, Jawa
versus Luar Jawa, Luar versus Pribumi, masih laku sebagai komoditas politik maupun
amunisi pemicu konflik kekerasan. Terlebih, Pancasila sebagai konsensus nasional mulai
dianggap sepi masing-masing komunitas politik dan budaya Indonesia. Ruang kosong
ideologi semakin memperlemah kohesi masyarakat multikultur Indonesia.
Simbol, bahasa, nilai, dan norma nasional kendati ada – penggunaan bahasa Indonesia,
simbol negara seperti bendera dan lagu kebangsaan, nilai seperti Pancasila, dan norma seperti
aturan hukum dan perundang-undangan – belum sepenuhnya mampu memadamkan kekuatan
politik etnis dan sektarian. Pertikaian sepanjang garis etnis, agama, dan golongan mewarnai
peta kehidupan bermasyarakat dan bernegara Indonesia.
Sulit diprediksi apakah Indonesia masih relevan untuk disebut masyarakat majemuk atau
tidak, tetapi fakta menunjukkan jawabannya adalah ya. Namun, jika pertanyaan susulan
diajukan adalah apakah paham kemajemukan dapat disaingi maka jawabannya adalah ya.
Persoalan mendesak adalah bagaimana membelokkan dominasi paradigma masyarakat
majemuk menjadi paradigma lain yang lebih toleran dan mungkin menciptakan integrasi
nasional yang lebih baik bagi Indonesia. Seperti Indonesia yang awalnya sebuah gagasan,
masyarakat multikultural juga sebuah gagasan, layaknya masyarakat majemuk. Sebagai
gagasan, paradigma multikultural sesungguhnya dapat diupayakan di Indonesia.

Masyarakat Multikultural Indonesia
Tidak dipungkiri, Indonesia negara dengan kultur beraneka ragam. Bahkan, Indonesia – oleh
Parsudi Suparlan – tegas dimasukkan ke dalam kategori plural society atau masyarakat
majemuk dengan sejumlah dimensi negatifnya. Kultur yang beraneka ragam (multikultur)
oleh kolonial Belanda direkayasa sedemikian rupa (ironisnya dilanjutkan oleh elit-elit politik
lokal dan nasional) guna menjamin posisi kekuasaan. Masyarakat dibelah menurut kategori
suku, agama, ras, dan golongan: Jadilah masyarakat majemuk. Pembelahan dilakukan dengan
cara melakukan permanensi atas perbedaan lalu membenturkan satu sama lain. Hingga kini,
ef