Jenis Jenis Gugatan Kelompok 1

BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensinya yaitu menempatkan hukum di atas segala
kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Negara dan masyarakat diatur dan diperintah oleh hukum,
bukan diperintah oleh manusia. Kekuasaan dan penguasa pun haruslah tunduk kepada hukum.
Salah satu unsur negara hukum adalah berfungsinya kekuasaan kehakiman yang merdeka yang
dilakukan oleh badan peradilan. Pemberian kewenangan yang merdeka pada badan peradilan
menempatkan kedudukan badan peradilan sebagai benteng terakhir dalam upaya penegakan
kebenaran dan keadilan. Dalam hal ini tidak ada badan lain yang berkedudukan sebagai tempat
mencari penegakan kebenaran dan keadilan apabila timbul sengketa atau pelanggaran hukum.
Dalam perkembangan sejarah perlindungan hukum di Indonesia, Karena baru mengenal konsep
gugatan perwakilan (class actions), maka masih banyak kalangan praktisi hukum memberikan
pengertian gugatan perwakilan (class actions) identik atau sama dengan pengertian hak gugat
organisasi (legal standing/ius standi). Padahal pengertian gugatan perwakilan (class actions)
berbeda dengan pengertian gugatan organisasi (legal standing). Sama halnya dengan class action
dan legal standing, citizen lawsuit atau dapat juga disebut actio popularis pun banyak menuai pro dan
kontra.
Hal ini dikarenakan di Indonesia belum ada pengaturannya. Namun telah ada beberapa gugatan
AP/CLS yang diperiksa dan ditangani oleh Kejaksaan Agung. Majelis Hakim pun mendasarkan
pertimbangannya berdasarkan ketentuan UU Nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman
yang menyatakan hakim tidak boleh menilak perkara dengan alasan belum ada hukumnya. Selain itu

pula hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sesuai
dengan Pasal 7 UU nomor 35 tahun 1999.
Oleh karena itu, makalah ini kami tulis untuk memberikan pengertian dari gugatan Class Action,
Legal Standing, dan Citizen Lawsuit beserta proses di peradilan dan perbedaan dari ketiga jenis
gugatan tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Gugatan Perwakilan (class actions)
Rumusan gugatan perwakilan (class actions) yang diberikan oleh para ahli hukum Indonesia
pada prinsipnya memberikan pengertian dan rumusan yang hampir bersesuaian satu sama lain.
Mas Achmad Santosa memberikan pengertian class actions (gugatan perwakilan) adalah
merupakan prosedur beracara dalam perkara perdata yang memberikan hak prosedural bagi satu
atau sejumlah orang (jumlah yang tidak banyak) bertindak sebagai penggugat untuk
memperjuangkan kepentingan ratusan, ribuan atau jutaan orang lainnya yang mengalami kesamaan
penderitaan atau kerugian. Orang atau orang (lebih dari satu) yang tampil sebagai penggugat disebut
wakil kelas (representative class), sedangkan sejumlah orang banyak yang diwakilinya disebut
dengan class members.
Selain itu ada juga yang memberikan pengertian gugatan perwakilan (class actions) sebagai

suatu metode atau cara bagi orang perorangan yang mempunyai tuntutan yang sejenis untuk
bergabung bersama mengajukan tuntutan agar lebih efisien dan seseorang yang akan turut serta
dalam gugatan perwakilan (class actions) harus memberikan persetujuan kepada perwakilan.
Dalam Peraturan Makamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan
Perwakilan Kelompok, gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) didefinisikan sebagai suatu tata
cara atau prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok
mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya
sangat banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum dan kesamaan tuntutan
antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya. Gugatan perwakilan kelompok yang disebutkan
dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1Tahun 2002 Tentang Tata Cara
Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok dan Hak Gugat Organisasi yang disebutkan dalam
Undang -Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup Jo. Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Jo. Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan, pada dasarnya merupakan padanan kata dari istilah class actions dan legal standing
yang sudah sering digunakan dalam praktek peradilan dan negara-negara barat, khususnya negara
Anglo Amerika yang pada umumnya menganut sistem hukum common law
Dari ketentuan tersebut diatas, persyaratan untuk gugatan Perwakilan Kelompok sama dengan
persyaratan class actions yang dimuat dalam US Federal of Civil Procedure, yaitu :
a. Numerosity, artinya jumlah penggugat sedemikian banyaknya (bisa puluhan, ratusan,atau
bahkan ribuan orang), sehingga tidak praktis dan tidak efisien apabila gugatan diajukan

secara sendiri-sendiri, dan oleh karenanya dipandang cukup apabila gugatan diajukan oleh
salah satu orang atau beberapa orang selaku wakil kelompok (class representatives) yang
mewakili anggota kelompok (class members).
b. Commonality, artinya harus ada kesamaan fakta maupun peristiwa dan dasar hukum
(question of law) antara pihak yang mewakili dan pihak yang diwakili dalam pengajuan
gugatan.
c. Typicality, artinya harus terdapat kesamaan tuntutan hukum maupun pembelaan dari seluruh
anggota yang diwakili (class members).
d. Adequacy of Representation, artinya harus ada kelayakan perwakilan yaitu mewajibkan
perwakilan kelas (class of representatives) untuk menjamin secara jujur dan adil serta mampu
melindungi kepentingan mereka yang diwakilkan.

Dalam praktek gugatan class actions, komponen perwakilan kelompok (class representatives
harus terlebih dahulu dibuktikan kepada Hakim Pengadilan, agar benar-benar dapat menjamin
kepentingan dari seluruh anggota kelompok secara jujur dan bertanggung jawab. Selanjutnya untuk
menetapkan apakah gugatan merupakan gugatan class action atau gugatan biasa, kepada anggota
kelompok dilakukan opt in dan opt out. Opt in adalah prosedur yang dilakukan anggota kelompok
dengan memberikan penegasan bahwa mereka benar-benar anggota kelompok sedangkan opt out
adalah kesempatan anggota kelompok untuk menyatakan dirinya keluar dari class actions dan tidak
mengkehendaki jadi bagian dari gugatan.

Setelah itu, barulah pemeriksaan pokok sengketa dilaksanakan. Pada awal proses pemeriksaan
persidangan, Hakim wajib memeriksa dan mempertimbangkan gugatan Perwakilan Kelompok, antara
lain :
 Memenuhi unsur kesamaan fakta, dasar hukum, dan tuntutan.
 Memiliki bukti yang paling kuat dan meyakinkan.
 Terpercaya dan dihormati.
 Tidak mendahulukan kepentingan pribadi di depan kepentingan anggota kelompok.
 Mengakar dan mewakili pada masyarakat (legitimasi sosial)
Sahnya gugatan Perwakilan Kelompok dinyatakan melalui penetapan pengadilan sedangkan
apabila dinyatakan tidak sah maka pemeriksaan gugatan ditentukan melalui suatu putusan Hakim.
Bagi gugutan Perwakilan Kelompok yang dinyatakan sah, Hakim selanjutnya memerintahkan kepada
penggugat mengajukan usulan model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan Hakim dengan
cara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 dari Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok, yaitu :
a) Pemberitahuan melalui media massa baik cetak maupun media massa elektronik.
b) Pemberitahuan melalui pengumuman baik papan pengumuman maupun selebaran yang
ditempatkan di kantor-kantor pemerintah, seperti kelurahan, kecamatan, atau desa dan
kantor pengadilan.
c) Pemberitahuan yang disampaikan secara langsung kepada tiap individu anggota kelompok
sepanjang yang dapat diidentifikasi berdasarkan persetujuan Hakim dan sedapat mungkin

praktis, efisien, efektif dan accessible.
Contoh kasus Class Action di Indonesia adalah kasus Rokok Bentoel Remaja (1988), yaitu
gugatan yang diajukan oleh seorang pengacara R.O. Tambunan, SH. mewakili kepentingan
masyarakat yang keberatan atas penggunaan nama rokok “Bentoel Remaja” karena dapat
memancing minat konsumen rokok di kalangan remaja.
Manfaat dari jenis gugatan class action ini adalah:




Agar proses berpekara lebih ekonomis dan efisien.
Mencegah pengulangan proses perkara yang sama, dan mencegah putusan-putusan yang
berbeda satu dengan yang lainnya ataupun putusan-putusan yang tidak konsisten.
Memberikan akses kepada keadilan, dan mengurangi hambatan-hambatan yang terjadi bagi
penggugat individual yang pada umumnya berposisi lebih lemah.

2. Gugatan Organisasi (legal standing)
Pada prinsipnya istilah standing dapat diartikan secara luas yaitu akses orang perorangan atau
kelompok/organisasi di pengadilan sebagai pihak penggugat.
Legal standing, Standing tu Sue, Ius Standi, Locus Standi dapat diartikan sebagai hak seseorang,

sekelompok orang atau organisasi untuk tampil di pengadilan sebagai penggugat dalam proses
gugatan perdata (Civil Proceding)disederhanakan sebagai “hak gugat”. Secara konvensional hak
gugat hanya bersumber pada prinsip “tiada gugatan tanpa kepentingan hukum” (poit d’interest point

d’action). Kepentingan hukum (legal interest) yang dimaksud di sini adalah merupakan kepentingan
yang berkaitan dengan kepemilikan (propietary interest) atau kepentingan material berupa kerugian
yang dialami secara langsung (injury in fact).
Perkembangan hukum konsep hak gugat konvensional berkembang secara pesat seiring pula
dengan perkembangan hukum yang menyangkut hajad hidup orang banyak (public interest law) di
mana seorang atau sekelompok orang atau organisasi dapat bertindak sebagai penggugat walaupun
tidak memiliki kepentingan hukum secara langsung, tetapi dengan didasari oleh suatu kebutuhan
untuk memperjuangkan kepentingan, masyarakat luas atas pelanggaran hak-hak publik seperti
lingkungan hidup, perlindungan konsumen, hak-hak Civil dan Politik.
Pendapat yang memberikan hak gugat kepada suatu organisasi/lembaga swadaya masyarakat
(legal standing) berangkat dari teori yang dikemukakan oleh Prof. Christoper Stone, yang
memberikan hak hukum kepada objek-objek alam (natural object) seperti hutan, laut, sungai, gunung
sebagai objek alam yang layak memiliki hak hukum dan adalah tidak bijaksana jika dianggap
sebaliknya dikarenakan sifatnya yang inanimatif (tidak dapat berbicara) tidak diberi suatu hak hukum.
Dasar pikiran pengembangan hak gugat legal standing adalah untuk membela kepentingan
masyarakat luas dan penguasaan sumber daya alam atau sector-sektor yang memiliki dimensi public

luas. Misalnya masalah lingkungan hidup, konsumen, kehutanan, dll. Dalam praktek peradilan dikenal
tiga macam hak gugatan standing yang meliputi:

a. Hak Gugat Pribadi (Private Procecution)
Private Procecution adalah hak gugatan warga negara secara orang perseorangan. Dalam
hal ini setiap warga negara tidak perlu membuktikan dirinya memiliki kepentingan hukum atau
sebagai pihak yang mengalami kerugian. Dasar pikirannya bahwa jika negara tidak
menjalankan fungsinya sesuai hukum, maka pemerintah telah melakukan pelanggaran
hukum dan jelas setiap warga negara telah menjadi kelompok yang dirugikan sehingga tidak
perlu untuk menunjukan kerugiannya.
b. Hak Gugat Warga Negara (citizen standing)
Citizen standing merupakan hak gugat warga Negara yang mengatas namakan didinya
sendiri sebagai pembayar pajak yang haknya harus dijamin. Salah satu contoh yang dapat
dijadikan pelajaran adalah seseorang yang dapat menggogat pemerintah provinsi karena
jalan berlubang atau jembatan rusak dan sebagainya.
c. Gugatan Perwakilan (Representative standing)
Representative standing adalah merupakan hak warga negara atau sekelompok warga
negara yang mengatasnamakan kelompok masyarakat (misal kelompok masyarakat miskin)
untuk dibela hak-hak konstitusinya. Dalam hal ini juga tidak perlu adanya proses pembuktian
adanya kerugian secara lansung dari pihak yang mengajukan gugatan secara langsung.

Prosudur Pengajuan Legal Standing diatur dalam UU No. 23 tahun 1997 Pasal 39. Sidang dapat
dilaksanakan dengan melihat gugatan apabila memenuhi persyaratan.

3. Gugatan Citizen Law Suit (CLS)
Citizen law suit pada awalnya lahir di negara-negara yang menganut sistem hukum Common
Law, dan dalam sejarahnya Citizen Lawsuit pertama kali diajukan terhadap permasalahan
lingkungan. Namun pada perkembangannya, Citizen Lawsuit tidak lagi hanya diajukan dalam perkara
lingkungan hidup, tetapi pada semua bidang dimana negara dianggap melakukan kelalaian dalam
memenuhi hak warga negaranya.
Gugatan Citizen Law Suit (CLS) atau Actio Popularis pada dasarnya belum dikenal dalam sistem
hukum di Indonesia. Konsep tersebut mulai sering digunakan dalam sistem peradilan di Indonesia.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat misalnya telah menerima model gugatan citizen lawsuit.
Pertimbangan hakim menerima gugatan ini adalah bahwa “…setiap warga negara tanpa kecuali,
mempunyai hak membela kepentingan umum. Dengan demikian setiap warga negara atas nama
kepentingan umum dapat menggugat negara atau pemerintah, atau siapapun yang melakukan
perbuatan melawan hukum yang nyata-nyata merugikan kepentingan publik dan kesejahteraan luas”.
Menurut Syahdeini, yang dimaksud dengan actio popularis adalah prosedur pengajuan gugatan
yang melibatkan kepentingan umum secara perwakilan. Dalam hal ini, pengajuan gugatan ditempuh
dengan acuan bahwa setiap warga negara tanpa kecuali mempunyai hak membela kepentingan

umum.
Menurut Kottenhagen-Edzes,actio popularis dapat diberi batasan sebagai pengajuan gugatan
yang dapat dilakukan oleh setiap orang terhadap adanya perbuatan melawan hukum, dengan
mengatasnamakan kepentingan umum, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur
adanya prosedur tersebut.
Jadi, gugatan CLS merupakan mekanisme bagi warga negara untuk menggugat tanggung jawab
penyelenggara negara atas kelalaian dalam memenuhi hak-hak warga negara. Kelalaian tersebut
didalilkan sebagai Perbuatan Melawan Hukum, sehingga actio popularis diajukan pada lingkup
peradilan umum dalam perkara perdata. Oleh karena itu atas kelalaiannya, dalam petitum gugatan,
Negara dihukum untuk mengeluarkan suatu kebijakan yang bersifat mengatur umum (regeling) agar
kelalaian tersebut tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Namun demikian, gugatan CLS sangatlah berbeda dengan model gugatan Class Action
(perwakilan kelompok) ataupun gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam
gugatan Class Action, dasar hukum yang digunakan adalah mengacu pada “Peraturan Mahkamah
Agung (Perma) No.1 Tahun 2002 tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok” .
Dapat disimpulkan bahwa dalam model Class Action harus terdapat unsur kesamaan fakta dan dasar
hukum dalam sebuah kelompok yang mengajukan gugatan. Sedangkan gugatan PTUN, menurut
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 beserta perubahannya, dapat disimpulkan bahwa mekanisme
gugatan CLS yang dilakukan oleh warga Negara terhadap penguasa (pemerintah) . Gugatan CLS
bersifat lebih umum dan dapat diajukan oleh setiap warga negara meskipun kerugian yang dialami

tidak secara langsung. Namun demikian, pengaturan gugatan CLS belum ada dasar hukumnya,
sehingga dalam prakteknya Pengadilan Negeri sering mengalami kebingungan dalam memeriksa
perkara CLS.
Bahkan untuk menyiasati kondisi tersebut, seringkali majelis hakim Pengadilan Negeri melakukan
suatu terobosan hukum dalam memeriksa gugatan CLS, yakni dengan menerapkan kebiasaan yang
berlaku di negara lain sehubungan dengan model gugatan CLS. Adapun terobosan tersebut dengan
menerapkan sistem CLS yang berlaku di Amerika Serikat, dimana sebelum gugatan diajukan
penggugat harus mengirimkan pemberitahuan (notice) atau sejenis somasi kepada pihak tergugat
dalam hal ini pemerintah. Namun sebenarnya, jika diteliti dengan seksama peraturan CLS di Amerika
Serikat, maka akan ditemukan adanya syarat-syarat khusus terhadap objek gugatan CLS yakni
seperti misalnya adanya pelanggaran pemerintah atas perizinan, standar, peraturan, ketentuan,
persyaratan, larangan, dan perintah.
Citizen Law Suit memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:




Citizen Law Suit merupakan akses orang perorangan atau warga negara untuk mengajukan
gugatan di Pengadilan untuk dan atas nama kepentingan keseluruhan warga negara atau
kepentingan publik

Citizen Law Suit dimaksudkan untuk melindungi warga negara dari kemungkinan terjadinya
kerugian sebagai akibat dari tindakan atau pembiaran dari negara atau otoritas negara





Citizen Law Suit memberikan kekuatan kepada warga negara untuk menggugat negara dan
institusi pemerintah yang melakukan pelanggaran undang-undang atau yang melakukan
kegagalan dalam memenuhi kewajibannya dalam pelaksanaan (implementasi) undangundang
Orang perorangan warga negara yang menjadi penggugat dalam Citizen Law Suit, tidak perlu
membuktikan adanya kerugian langsung yang bersifat riil atau tangible;

Contoh kasus gugatan actio popularis yang pernah didaftarkan di Indonesia antara lain: gugatan
atas nama Munir Cs atas penelantaran negara terhadap TKI migran yang dideportasikan di Nunukan
dalam perkara No. 28/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST., gugatan tukang becak terhadap Penguasa dalam
perkara No. 50/Pdt.G/2000/PN.JKT.PST, dan gugatan yang juga diajukan oleh LBH Jakarta atas
penyelenggaraan Ujian Nasional dalam perkara No. 228/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Pusat.

Perbedaan dari ketiga jenis gugatan tersebut adalah
NO

Karateristik

Legal Standing

1
Asal Gugatan

Gugatan organisasi

2

Gugatan warga negara

Menyederhanakan
mekanisme
gugatan
dengan
perwakilan

Agar
penyelenggara
negara
memperbaiki
kebijakan
yang
dinilai
merugikan
kepentingan
warga Negara

Tidak harus memiliki
kepentingan langsung

Kepentingan
langsung,
nyata
dan bisa diukur

Tidak memiliki kepentingan
yang riil dan terukur

Pemulihan lingkungan

Ganti Rugi materiil
& tindakan tertentu

Subjek
Penggugat

Badan Hukum/ NGO/
LSM

Class
Member,
Class
Repersentative

Tergugat

Pemerintah,
Perusahaan, Individu,
dan Badan Hukum

Orang
perorang
atau badan hukum

Hubungan
Kepentingan

4
Tuntutan
5

Citizen Lawsuit

Memperjuangkan
kepentingan
masyarakat

Tujuan
gugatan
3

Class Action
Gugatan
Perwakilan
Kelompok

6

6
Notifikasi

Notifikasi dari Class
Repersentative ke
Class Member

Tindakan tertentu berupa
pelaksanaan
kewajiban
hukum oleh penyelenggara
negara
Warga negara atau NGO
yang
memiliki
legal
standing
Penyelenggara
Negara
(Presiden,
Kementrian,
BUMN)
Notifikasi dari Penggugat
kepada masyarakat

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Gugatan oleh perwakilan (class actions) adalah gugatan dari sekelompok masyarakat dalam
jumlah besar yang mempunyai kesamaan kepentingan (interest) yang dirugikan atas suatu
persoalan hukum, yang diwakili oleh seorang atau sekelompok untuk bertindak atas diri
mereka dan mewakili kepentingan dari kelompok masyarakat lainnya (class members).
2. Gugatan oleh legal standing adalah gugatan yang diajukan oleh Organisasi
kemasyarakatan/Lembaga Swadaya Masyarakat atas alasan untuk kepentingan masyarakat.
3. Gugatan Citizen Lawsuit adalah mekanisme bagi Warga Negara untuk menggugat tanggung
jawab Penyelenggara Negara atas kelalaian dalam memenuhi hak-hak warga Negara.
Kelalaian tersebut didalilkan sebagai Perbuatan Melawan Hukum, sehingga CLS diajukan
pada lingkup peradilan umum dalam hal ini perkara Perdata. Oleh karena itu, atas
kelalaiannya, dalam petitum gugatan, Negara dihukum untuk mengeluarkan suatu kebijakan
yang bersifat mengatur umum (regeling) agar kelalaian tersebut tidak terjadi lagi di kemudian
hari.

SARAN
Agar ada suatu kepastian dalam putusan perkara yang diajukan dengan ketiga jenis gugatan
tersebut, maupun tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam pengajuan dan penyelesaian gugatan,
sebaiknya diatur dalam suatu peraturan hukum acara sebagai aturan beracara dalam penyelesaian
sengketa.