Perilaku Konsumen Penelitian Geografi Dan

Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah Perilaku Konsumen
Muhammad Imam S.
130907115

Program Studi Administrasi Niaga/Bisnis
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara

1. Anda Adalah seorang anggota tim iklan yang dibentuk untuk mengembangkan
kampanye promosi sebuah mobil sport baru. Buatlah pokok-pokok berita/pesan
untuk kampanye ini, masing-masing didasarkan pada salah satu tingkat hierarki
kebutuhan Maslow.
Jawaban:
Nama produk: Ford Mustang GT 2015
Perusahaan: Ford
Tahun pemasaran: 2015
Pesan promosi:

““ Hentikan penantianmu”
Akhirnya Ford merilis produk Ford Mustang GT ke Asia, Setelah kurang lebih 50 tahun

pemasarannya hanya untuk memenuhi pangsa pasar Amerika Utara saja, kini Mustang edisi
terbaru dirancang dan dibuat untuk bisa memenuhi lebih dari 100 pasar secara global, dengan
pengiriman pertama ditujukan ke Asia. Dua varian Ford Mustang siap kami
pasarkan, hardtop dan konvertibel, yang dikirimkan sudah sesuai dengan kondisi jalanan di
Asia dan batas kecepatan serta keamanan yang ditetapkan negara-negara Eropa. Grab It!
“Feel the Real American Muscles”
Kami memastikan pada anda bahwa Mustang secara global akan tetap memertahankan
ciri khas Amerika, karena menjadi kunci dan karakter kami sendiri. Selain itu, Ford juga
menyodorkan dua versi Mustang dan tersedia dalam dua pilihan pengendaraan, setir kiri dan
setir kanan. Sementara untuk varian mesinnya, Ford Mustang tersedia dalam dua tipe, mesin
standar V6 4-silinder EcoBoost atau mesin V8 yang berperforma tinggi. Sedangkan untuk
suspensinya disematkan model terbaru dan memiliki axle belakang independent. Anda tentu
sudah sangat menantikan si sangar ini “berkeliaran” di jalanan anda bukan? Kendalikan dia
dan bangkitkan jiwa lelaki sejatimu sekarang!

”.

Saya mendasari pesan pemasaran diatas dengan teori kebutuhan Maslow di tingkat
“Self-esteem” atau Aktualisasi diri. Aktualisasi diri menurut Maslow merupakan perwujudan
terakhir terakhir dalam hierarki kebutuhan, yang digunakan sebagai dasar melakukan

segmentasi pasar, karena pada tahap aktualisasi diri konsumen sudah hanya ingin memenuhi
kebutuhan untuk mencapai kepuasan batin semata diatas kebutuhan kebutuhan lain. Pada
tahap ini biasanya konsumen tidak lagi terlalu melihat harga produk melainkan berfokus pada
fungsi dan peranannya dalam mendukung aktualisasi diri si-konsumen, sehingga seringkali
perusahaan memanfaat kondisi ini dengan menaikkan harga produk (dengan realistis dan

memperhatikan fluktuasi kondisi lingkungan pasar) yang tentu saja mendukung keuntungan
perusahaan. Menurut saya, tahapan hierarki inilah yang paling efektif dibangkitkan dalam
promosi terutama pada produk tersier yang mempunyai ciri khas tertentu seperti Ford.
Ford telah berpuluh tahun mempertahankan image atau citra “American Muscles”
pada produk produknya, yang dapat dilihat dari ukuran mesin dan performanya yang “Gahar”.
Segmentasi pasarnya sendiri adalah kalangan lelaki dewasa, berkisar antara usia 30 tahunan
keatas. Aktualisasi diri yang didukung oleh image Ford Mustang adalah citra “lelaki sejati”
dimana pada mindset masyarakat kendaraan yang cocok dan ideal bagi lelaki sejati adalah
mobil “berotot” yang mampu melaju dengan kecepatan tinggi dan tahan dimedannya.
Secara lebih lanjut, Ford juga telah menciptakan image ini dengan berartisipasi
diberbagai perhelatan seperti Nascar dan perlombaan balap mobil semacamnya. Tidak hanya
itu, Ford juga kerap kali tampil dalam berbagai Film yang menonjolkan aksi balapan
didalamnya, dimana dalam film tersebut Ford, terutama Ford Mustang selalu dikendarai oleh
sosok lelaki “tangguh” yang mempunyai peran dominan dalam film tersebut, sebut saja film

“Fast and Furious” dan “Need For Speed” yang menjadikan Ford Mustang sebagai salah satu
kendaraan andalannya. Lebih jauh lagi bahkan Ford Mustang sendiri selalu dimasukkan
kedalam daftar mobil tangguh dalam berbagai game balapan di berbagai konsol game seperti
trilogi “Need For Speed” di X-box dan Playstation, dan game-game bertema balapan lain.
Pada dasarnya, produk Ford Mustang ini hampir bisa memenuhi dari setiap tingkat
Hierarki kebutuhan, karena produknya terhitung tetap menjaga kualitas keamanan dan
keselamatan dalam berkendara, dan namanya yang cukup terkenal sehingga menciptakan
kesan barang mewah dan prestigious. Namun dari hal-hal diatas yang saya paparkan
sebelumnya, saya memutuskan bahwa pesan promosi yang paling efektif untuk produk Ford
Mustang 2015 adalah mengangkat hierarki aktualisasi diri didasarkan pada image American
Muscles pada varian mobil Ford Mustang GT 2015 itu sendiri.Redaksi pesan yang saya
sampaikan sendiri saya usahakan agar terkesan minimalis dan mendukung image American
Muscle yang Calm namun tetap terkesan jantan yang dapat dilihat dari diksi kalimat yang
tidak terlalu melebih-lebihkan dan realistis, serta menggunkan jargon-jargon yang dapat
menggugah jiwa kelelakian. Calon konsumen akan berpersepsi bahwa jika mereka
mempunyai satu Ford Mustang maka kadar kejantannya akan bertambah dan akan menambah
kepercayaan dirinya.

2. Bagaimana perbedaan pilihan pakaian anda dengan teman-teman anda?
Perbedaan kepribadian apa yang dapat menjelaskan mengapa pilihan anda

tersebut berbeda dengan pilihan orang lain?
Jawaban:
Tidak banyak perbedaan antara pilihan pakian saya dengan teman-teman saya, karena
menurut saya pada umumnya pilihan pakaian saya dan teman teman saya mengikuti pola
terukur yang sama yang sangat dipengaruhi oleh keadaan masa kini walaupun secara khusus
saya mengakui di beberapa aspek saya mempunyai keputusan dan pandangan berbeda tentang
pemilihan pakaian dan cara berpakaian itu sendiri. Saya memilih cara berpakaian atas dasar
aktualisasi diri dan berpakaian sesuai apa yang saya inginkan, terlepas dari kepastian bahwa
keputusan saya dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan faktor eksternal lain, sedangkan
teman-teman dan orang-orang disekitar saya mempunyai landasan lain seperti alasan
keagamaan yang kuat, mengikuti trend fashion, bahkan dengan alasan sekedar ingin mencoba
gaya berpakaian tertentu saja.
Dalam perilaku konsumen, ada banyak faktor yang dapat menjelaskan perbedaan pilihan
tersebut seperti kebudayaan, kondisi sosial, pribadi, dan psikologis (kepribadian). Disini saya
akan mencoba menjelaskan perbedaan kepribadian dan pengaruhnya terhadap keputusan dan
pilihan.
Kepribadian menurut psikologi modern yaitu: “ Kepribadian adalah organisasi yang
dinamis dari sistem psikofisis individu yang menetukan penyesuaian dirinya terhadap
lingkungannya secara unik”. Sehingga biasanya kepribadian dijelaskan dengan
menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, ketaatan, kemampuan

bersosialisasi daya tahan dan kemampuan beradaptasi.
sebelum menjelaskan perbedaan pilihan, saya ingin memaparkan terlebih dahulu sifat dari
kepribadian itu sendiri, yaitu:
1. Dinamis, berarti bahwa kepribadian itu selalu berubah. Perubahan ini digerakkan oleh
tenaga-tenaga dari dalam individu yang bersangkutan, akan tetapi tetap berada pada
batas batas bentuk pola kepribadiannya sendiri.
2. Organisasi sistem, ini mengandung pengertian bahwa kepribadian merupakan suatu
kesatuan yang bulat.
3. Psikofisis, berarti kepribadian tidak hanya bersifat fisik dan juga tidak hanya bersifat
psikis tetapi merupakan gabungan kedua sifat tersebut.
4. Unik, ini berarti kepribadian antara individu yang satu dengan yang lain tidaklah sama
secara utuh.
Di sifat yang ke-4 sudah cukup menjelaskan bahwa kepribadian seseorang adalah unik dan
tidak sama dengan kepribadian orang lain, sehingga keunikan ini sendiri akan mempengaruhi

cara seseorang dalam memandang sesuatu (berpersepsi dan berparadigma), termasuk dalam
pilihan pakaian.
Untuk lebih lanjut, Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari tiga
elemen. Ketiga unsur kepribadian itu dikenal sebagai id, ego dan superego yang bekerja sama
untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.

1. Id
Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian
sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah
sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian.
Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua
keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah
kecemasan negara atau ketegangan.
Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk
makan atau minum. id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa
kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai
tuntutan id terpenuhi.
Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita
diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih halhal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri.
Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima. Menurut Freud,
id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan
melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan
sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.
2. Ego
Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas.
Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat

dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar,
prasadar, dan tidak sadar.
Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id
dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan
manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan
impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan
– ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan
tempat.

Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui
proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok
dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer id’s.
3. Superego
Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah
aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita
peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat – kami rasa benar dan salah. Superego
memberikan pedoman untuk membuat penilaian.
Ada dua bagian superego:
Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk
orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini

menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi.
Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan
masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman
perasaan bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan
membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima
mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih
karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.
Dari teori psikoanalisis Freud ini, perbedaan pilihan berpakaian tadi dapat dijelaskan
dengan pernyataan bahwa kondisi id, ego dan superego setiap individu berbeda. Perbedaan ini
karena keunikan elemen-elemen tersebut yang kemudian menciptakan respon berbeda
terhadap suatu kondisi ataupun permasalahan, dalam hal ini memilih pakaian. Seterusnya,
respon terhadap situasi akan membuat pola tertentu yang mempunyai garis terarah yang
kemudian mencerminkan karakteristik dan menegaskan perbedaan kepribadian antar-individu.
Selain dilihat dari sifat dan dari elemen kepribadian, perbedaan pilihan pakaian yang
dibahas diatas juga dapat dijelaskan dari segmen-segmen kepribadian yaitu identitas,
perilaku pribadi, kecerdasan dan wawasan, tampilan dan impresi, kesehatan, faktor
fisik dan emosional, sikap terhadap orang lain, dan peranan. Segmen-segmen tersebut
tidaklah sama kondisinya pada setiap individu sehingga lagi-lagi menciptakan perbedaan
kepribadian yang akan membuat perbedaan dalam pengambilan keputusan, salah satu
contohnya pilihan dalam berpakaian.


3. Carilah sebuah perusahaan produk atau jasa yang menggunakan merk
gabungan (family branding). Buatlah sebuah analisa dari sudut pembelajaran,
dalam kondisi-kondisi apakah penggabungan merk merupakan kebijakan yang
tepat dan dalam kondisi apakah kebijakan tersebut tidak tepat. Menurut
saudara apakah perusahaan yang anda pilih tersebut sudah tepat menggunakan
family branding untuk kondisi yang sedang dihadapinya?
Jawaban:
Pengertian 1: Menurut (Aaker, 1991, p. 2) merk adalah cara membedakan sebuah nama dan/
atau simbol seperti logo, trademark, atau desain kemasan yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan produk atau jasa dari satu produsen atau satu kelompok produsen dan
untuk membedakan produk atau jasa itu dari produsen pesaing.
Pengertian 2: Menurut Norman A. Hart dan John Staplenton dalam kamus Marketing (1995 :
23,24,104), Merk (Brand) adalah nama produk yang sudah ditetapkan, yang biasanya
mengandung nilai-nilai kelayakan bagi konsumen maupun perusahaan yang bersangkutan dan
biasanya telah didaftarkan ke kantor Pencatatan Hak Paten.
Family branding sendiri adalah memberi merek yang sama pada beberapa produk
dengan alas an mendompleng merek yang sudah ada dan dikenal mesyarakat, yang
merupakan lawan dari Individual branding. Saya memutuskan memilih perusahaan Unilever
Indonesia, Tbk. Dengan mengambil brand “Lifebuoy”. Lifebuoy pada awalnya hanya

sebuah merk yang dipasangkan dengan produk sabun mandi yang telah dipasarkan di Inggris
mulai tahun 1894 yang kemudian mengeluarkan kebijkan family branding pada merk-merk
produknya yang lain seperti Lifebuoy shampoo, Lifebuoy Handwash, Lifebuoy Bodywash,
dan Lifebuoy Hand Sanitizer.
Ada beberapa pertimbangan ekonomis dalam menerapkan strategy family
branding karena beberapa produk setara namun tidak saling bersaing akan dapat dipromosikan
dengan hanya menggunakan satu event promosi. Family branding ditujukan untuk
mengenalkan produk baru yang mendukung produk yang telah ada di pasar. Hal ini dilakukan
karena dalam membeli satu produk baru, konsumen akan melibatkan pengalaman mereka
terhadap satu merk yang telah mereka kenal. Memasukkan produk baru ke merk yang telah
populer, akan menuntun konsumen untuk lebih mudah membeli, lebih mudah menerima
produk baru tersebut, dan masih ada beberapa keuntungan yang diperoleh, termasuk
menguatkan citra merk tersebut, sehingga jika kondisi diatas dipenuhi maka kebijakan family
branding akan tepat sasaran.

Family branding menambah beban pemilik merk dan mengharuskan pemilik merk
untuk dapa menjaga konsistensi kualitas produk dan nilai merk. Apabila ada satu produk yang
memiliki kualitas dibawah standart yang ada, penurunan penjualan tidak hanya terjadi pada
produk tersebut, tetapi juga pada produk lain yang bernaung dalam satu merk. Family
branding hanya boleh dilakukan apabila seluruh lini produk memiliki kualitas yang setara.

Family branding merupakan kebijakan yang cukup cocok diterapkan setelah terjadinya
merger atau akuisisi antar suatu perusahaan, untuk menjaga citra produk pasca akuisisi atau
merger.
Jika kondisi merk utama yang ingin didompleng belum reliable dan belum dapat
diterima baik dimasyarakat dan konsumen, serta jika pemilik brand belum dapat menjaga
konsistensi kualitas produk dan nilai merk dikarenakan beberapa faktor seperti lingkungan
persaingan yang belum dikuasi dan usia merk yang masih muda, maka kebijakan family
branding sangatlah tidak tepat dilakukan karena akan menjatuhkan pemasaran produk produk
yang mendopmleng merk utama tersebut bahkan secara langsung dapat menurunkan
elektabilitas dan nama merk utama tersebut di lingkungan konsumen. Disamping itu,
kebijakan family branding pasca akuisi akan tidak efektif bila merk yang dijadikan merk
induk tidak lebih terkenal dibanding merk yang medompleng merk induk tersebut di wilayah
pemasaran produk.
Dari sudut pandang proses pembelajaran konsumen, kebijakan family branding
akan efektif bila memenuhi kriteria berikut.
1. Merk induk telah sukses menanamkan aspek-aspek unik dalam promosinya
sehingga konsumen telah mengingat merk utama dengan baik.
2. Produk yang ingin didomplengi merk utama haruslah dapat diterima masyarakat
dan tidak berpotensi menurunkan nilai reabilitas merk tama itu sendiri.
3. Produk yang ingin didomplengi merk utama tidaklah produk yang bersaing secara
langsung dengan merk utama, karena persaingan langsung antara merk utama dan
merk domplengan akan mmengakibatkan kebingungan pada massa konsumen dan
berujung penurunan pembelian di salah satu merk.
Kebijakan family branding tidak efektif jika kondisi diatas tidak dapat dipenuhi
sepenuhnya oleh perusahaan, jika dilihat dari efektifitas merk terhadap proses belajar
konsumen.

Menurut saya kebijakan family branding yang dilakukan oleh Unilever terhadap
produk Lifebuoy sudah tepat, terlebih lagi di wilayah pemasaran Indonesia. Ini dilandasi oleh
sudah dipenuhinya kondisi untuk melakukan kebijakan family randing itu sendiri, yaitu:
1. Brand Lifebuoy sebagai merk induk sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia,
bahkan sudah menjadi icon produk kebersihan keluarga paling terkenal seantero
negeri. Mindset yang dibangun di masyarakat sudah sangat kokoh dan baik, karena
memang produk Lifebuoy sudah diperkenalkan ke seluruh dunia mulai awal
perang dunia II (1939) lewat perannya dalam menjadi produk kesehatan dan
kebersihan para tentara Inggris dan sekutunya sehingga masyarakat Indonesia
sudah sangat akrab dengan merk ini.
2. Unilever sudah dapat menjaga konsistensi kualitas dan nama baik produk
Lifebuoy, yang dapat dilihat dari stabilnya kualitas produk yang dipasarkan serta
ketatnya pengawasan dalam proses produksi sehingga merk Lifebuoy sudah sangat
siap untuk mendomplengkan merknya ke produk lain.

Daftar Pustaka
1. Poerwanto; Sukirno, Lantang Zakaria. 2014. Komunikasi Bisnis: Perspektif
Konseptual dan Kultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2. Kotler, Philip; Armstrong, Gary. 2013. Prinsip-prinsip Pemasaran (Principles of
Marketing) Jilid 1 Edisi ke-12. Indonesia: Penerbit Erlangga.
3. Sumarwan, Ujang Prof. Dr. Ir. 2011. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya
dalam Masyarakat (Edisi ke-2). Bogor: Ghalia Indonesia.
4. Suryani, Tatik. 2008. Perilaku
Pemasaran.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Konsumen:

Implikasi

pada

Strategi