Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkun (1)
Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan secara
Berkelanjutan sebagai
Perwujudan Agenda MDGs
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya
OLEH
RIZZA MEGASARI
100431507221
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCA SARJANA
S2 PENDIDIKAN EKONOMI
NOVEMBER 2011
1
2
A. Pendahuluan
Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development
Goals, MDGs) yang telah disepakati pada Konferensi Tingkat
Tinggi Milenium yang diikuti para pemimpin dunia di Markas
Besar PBB September 2000 silam dan dicanangkan oleh
Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon tahun 2002 berisi delapan
sasaran, yakni: (1) mengakhiri kemiskinan dan kelaparan, (2)
pendidikan universal, (3) kesetaraan gender, (4) kesehatan anak,
(5) kesehatan ibu, (6) penanggulangan HIV/AIDS, (7) kelestarian
lingkungan, dan (8) kemitraan global. Dengan tenggat waktu
semakin dekat yang telah ditentukan yakni pada tahun 2015,
maka September 2010 lalu telah dilakukan pertemuan puncak di
New York untuk mendorong kemajuan bagi dicapainya MDGs.
Sebagai salah satu Negara anggota PBB yang mendukung
program MDGs pemerintah Indonesia April 2010 lalu juga telah
melaksanakan pertemuan di istana Tampaksiring , Bali guna
meninjau pelaksanaan program MDGs, merincinya, mana yang
sudah mencapai kemajuan besar, dan mana yang diperkirakan
masih belum bisa dicapai. Hasilnya muncul pernyataan ada tiga
sasaran MDGs berpotensi gagal dicapai pada tahun 2015 yakni,
kematian ibu melahirkan yang masih tinggi, pencegahan
HIV/AIDS dan indikator tutupan lahan pada sector kehutanan
yang belum optimal. (Kompas, 21/4/10). Indeks kerentanan
pencapaian MDGs Indonesia berada pada posisi menengah
bersama Filipina, Nepal, dan papua Niugini, serta lebih buruk
dibandingkan Vietnam, Bangladesh dan India. Dengan tenggat
waktu yang tinggal empat tahun diharapkan Indonesia dapat
memanfaatkannya dengan semaksimal mungkin untuk memacu
diri mempersiapkan terlaksananya MDGs 2015 mendatang.
3
B. Pembahasan
1. Eco-technology: Masa Depan Indonesia
Dari kedelapan sasaran MDGs masalah lingkungan masih
merupakan pekerjaan rumah penting bagi Indonesia apalagi
diproyesikan belum bisa tercapai pada tahun 2015. Salah satu
isu penting masalah lingkungan adalah pemanasan global.
Terakhir 2009 lalu ada pertemuan di Kopenhagen untuk
membahas lagi tentang pemanasan global yang dalam
kenyataannya terus terjadi di mana temperatur atmosfer
meningkat setiap tahunnya (telah mencapai 4⁰C di atas
temperatur para industry) karena emisi greenhouse gases (GHG),
terutama CO₂ ke udara yang terus terjadi.
Ini merupakan suatu dilema bagi Negara berkembang yang
sangat perlu memacu kegiatan industrinya dalam rangka
pemenuhan kebutuhan masyarakatnya, serta untuk mengurangi
disparitas ekonomi antara Negara. Antara pengurangan CO₂ dan
peningkatan kegiatan industry untuk memenuhi kebutuhan
manusia yang terus menerus meningkat. Di satu sisi tidak
mungkin membiarkan pemanasan global terus terjadi, di sisi lain
tidak mungkin kita menerapkan kebijakan zero-discharge.
Kecenderugan yang ada pada saat ini adalah bahwa Negara maju
akan menuntut supaya Negara berkembang mengurangi
aktivitas penggunaan energy dan mengurangi aktivitas
industrinya.
Solusi untuk masalah ini adalah eco-technology, teknologi
yang berbasis pada kapasitas diri dalam merancang suatu ecosystem, mengandalkan kepada pendekatan sistemik dalam
melakukan konservasi energy yang tak terbarukan. Ecotechnology mencoba menyeimbangkan antara kebutuhan
4
manusia dan kebutuhan alam, eco-technology akan memberikan
solusi yang berkelanjutan dengan mengandalkan kepada energy
natural nonfosil. Selama ini penyelesaian terhadap suatu
masalah pencemaran lingkungan selalu menimbulkan masalah
pencemaran yang baru.
Dunia dihadapkan pada 2 pilihan dalam menghadapi
terjadinya pemanasan global yaitu 1) berupaya maksimal untuk
mengurangi emisi GHG atau 2) berusaha hidup dengan
beradaptasi dengan bumi yang lebih panas. Sebenarnya terdapat
pilihan ke-3 yang efektif dan terjangkau oleh kemampuan
teknologi saat ini, namun pemanfaatannya masih sangat rendah
yaitu pemanfaatan geo-engineering. Geo-engineering
menjanjikan cara yang efektif dan ekonomis untuk mengatasi
pemanasan bumi, misalkan dengan menyuntikkan sejumlah
partikel belerang ultra halus ke lapisan atas atmosfer akan
mampu memantulkan 2% radiasi matahari. Penyemprotan air
laut ke udara akan meningkatkan kepadatan awan laut di
ketinggian rendah sehingga mampu mengurangi radiasi sinar
matahari. Indonesia mempunyai potensi untuk mengembangkan
energy alternatif yang sekaligus mendukung lingkungan yang
bersih serta mencegah pemanasan global, antara lain tenaga air,
tenaga angin, geothermal, biofuel turunan kedua (dari limbah
pertanian, limbah kayu, dan limbah lainnya), etanol biomasa,
system kogenerasi fuel-cell untuk rumah tangga, dan system
serupa lainnya. Dengan demikian ketergantungan energy dapat
diminimalkan dan setiap Negara akan mampu melaksanakan swa
sembada energy.
Indonesia dengan kekayaan alamnya yang beragam dan
dengan posisi strategis di belahan bumi ini mempunyai potensi
untuk mengembangkan eco-technology (melalui pemberdayaan
masyarakat dan pemberdayaan regional) yang pada akhirnya
mampu mensejahterakan rakyatnya melalui swa semabada
5
energy dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya. Salah satu
bentuk konkret penerapan eco-technology adalah pemanfaatan
limbah padat perkebunan dan pertanian yang berbentuk serat
(fiber) sebagai penguat material komposit untuk keperluan
industry manufaktur. Dengan pemanfaatan ini maka limbah
padat dapat diminimalkan sekaligus meminimalkan pencemaran
udara akibat polusi dan emisi GHG, yang pada akhirnya dapat
mengurangi pemanasan global.
2. Perkembangan Paradigma Pengelolaan Sampah Kota
Permasalahan selanjutnya adalah mengenai pengelolaan
sampah kota yang merupakan salah satu bagian penting dari
pembangunan berkelanjutan. Timbunan sampah yang semakin
meningkat dari hari ke hari sejalan dengan semakin padatnya
penduduk, meningkatnya pembangunan dan perubahan pola
konsumsi masyarakat. Sampah didefinisikan sebagai buangan
manusia atau hewan yang bersifat padat atau semi padat, yang
tidak memiliki nilai guna atau nilai ekonomi, sehingga perlu
dibuang (Tchobanoglous dkk, 1993 dalam Trihadiningrum).
Undang-undang RI No 18 tahun 2008 mendefinisikan sampah
sebagai sisa kegiatan manusia sehari-hari dan/atau proses alam
yang berbentuk padat.
Dengan diundangkannya UURI No 18/2008 tentang
pengelolaan sampah, pola lama pengelolaan sampah bergeser
dari P3 (pengumpulan-pengangkutan-pembuangan) ke P4
(pemilahan-pengolahan-pemanfaatan-pembuangan). Perubahan
komposisi sampah semakin kompleks, yakni komponen sampah
basah yang semakin berkurang dibandingkan sampah kering
khususnya sisa kemasan yang semakin meningkat. Sampah
plastik memiliki berat jenis yang rendah, volumenya
membutuhkan ruang yang lebih banyak. Dan apabila komponen
nerpgyuscaovhmiblk
6
sampah plastic terus semakin meningkat maka kebutuhan akan
lahan TPA akan lebih meningkat pula.
Biaya
rendah
Biaya
tinggi
a.konvensi
onal
Gambar
Hierarki pengelolaan sampah
b. trend masa
depan
kota
(Rudden, 2006, dimodifikasi dalam Trihadiningrum, 2008)
Gambar diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
hierarki kegiatan pengelolaan sampah, semakin rendah biaya
yang dibutuhkan. Pada hierarki pengelolaan sampah
konvensional membutuhkan biaya yang cukup tinggi karena
sampah dianggap tidak memiliki nilai dan harus dibuang atau
dimusnahkan sehingga dibutuhkan biaya investasi dan
operasional yang tinggi termasuk biaya untuk mengatasi
berbagai dampak lingkungan yang terjadi. Teknologi
pembuangan sampah yang ada di Indonesia kebanyakan masih
menyebabkan terjadinya emisi bau, metana, serta gas-gas
lainnya ke atmosfer. Selain itu juga timbul pencemaran tanah
dan air tanah akibat lindi yang terbentuk, serta terjadinya
perkembangbiakan vector-vektor penyakit, seperti lalat dan tikus.
Hierarki yang lebih tinggi daripada pembuangan akhir adalah
energy recovery, dimana sampah dipandang sebagai
sumberdaya yang dapat menghasilkan energy. Hierarki
7
berikutnya adalah daur ulang sampah untuk menghasilkan
produk baru (recycling), yang disusul dengan hierarki lebih tinggi
yaitu pemanfaatan kembali sampah (reuse). Hierarki lebih tinggi
berikutnya adalah minimisasi, yaitu mengurangi timbunan
sampah semaksimal mungkin. Sedangkan hierarki tertinggi
penanganan sampah kota adalah sedapat mungkin mencegah
terbentuknya sampah.
Table contoh masing-masing tingkatan hierarki
penanganan sampah kota
1. pencegahan
mengurangi pola konsumsi/belanja
yang berlebihan
menggunakan produk dengan
system sewa atau pinjam
2. minimisasi
3. pemanfaatan kembali
(reuse)
memanfaatkan barang bekas
untuk fungsi sama atau berbeda
menyumbangkan barang-barang
ke pihak-pihak yang dapat
memanfaatkannya
5. perolehan energi
mengubah sampah melalui proses
biofisikimiawi menjadi energy
menggunakan produk dengan
kemasan yang dapat digunakan
ulang
menggunakan produk system
refill
melakukan pemilahan sampah
yang dapat didaur ulang
4. daur ulang (recycling)
mengubah bentuk dan sifat
sampah melalui proses bio-fisikkimiawi menjadi produk baru
yang lebih berharga
6. pembuangan akhir
membuang seluruh komponen
sampah ke TPA atau
membakarnya
Menghadapi trend kuantitas sampah yang terus meningkat,
hierarki pengelolaan sampah masa depan harus berubah. Tren
pengelolaan sampah kota mengutamakan 3R, reduce, reuse, dan
recycle, perlu didukung agar jumlah sampah yang dibuang
menjadi berkurang. Perlu ditambahkan, bahwa daur ulang
sampah memberikan keuntungan-keuntungan sebagai berikut,
sebagaimana diuraikan dalam USEPA (2006):
menghemat penggunaan sumber daya alam
mengurangi emisi gas-gas pencemar udara dan polutan lain
menghemat penggunaan energy
menyediakan bahan baku untuk industry
8
menyediakan lapangan kerja
menstimulasi perkembangan teknologi ramah lingkungan
mengurangi kebutuhan akan lahan TPA dan incinerator
Penerapan konsep penanganan sampah yang berbasis
pada aktivitas pemilahan-pengolahan-pemanfaatan-pembuangan
residu berakar pada pola reduksi di sumber, dimana dilakukan
pemisahan terhadap komponen yang masih dapat didaur ulang
dan dimanfaatkan kembali secara langsung.
Table perbandingan program daur ulang, kompositing, dan biaya
pengelolaan sampah kota di Negara berpenghasilan rendah,
menengah dan tinggi`
Kegiatan
Negara
Negara
Negara
berpenghasila berpenghasila
berpenghasilan
n rendah
n menengah
tinggi
Umumnya
Sector informal
Dilakukan pelayanan
Daur Ulang
dilakukan di sector
informal, pasar
masih terlokalisasi,
kerap terjadi impor
sampah untuk
didaur ulang.
Pembuatan
Kompos
Jarang dilakukan,
meskipun
komponen sampah
basah tinggi
Biaya
pengelolaan
sampah
Biaya
pengangkutan
sampah 80-90%
dari biaya total
pengelolaan
sampah. Besarnya
retribusi ditetapkan
pemerintah, namun
dilakukan dengan
cara yang tidak
efisien
masih terlibat,
teknologi canggih
mulai digunakan
untuk pemilahan
dan prosesing, ada
impor sampah
untuk didaur ulang
Pembuatan kompos
skala besar sering
tidak berhasil, pada
skala kecil lebih
berhasil
Biaya
pengangkutan
sampah 50-80%
dari biaya total
pengelolaan
sampah. Besarnya
retribusi ditetapkan
pemerintah pusat
dan daerah,
dengan system
pengumpulan yang
lebih baik
pengumpulan sampah
yang dapat didaur
ulang, digunakan
teknologi canggih
untuk pemilahan dan
pengolahan, tersedia
market yang sustained
Sampah basah
berjumlah kecil,
pembuatan kompos
makin popular,
dilakukan pada skala
rumah tangga hingga
skala besar
Biaya pengangkutan
sampah dapat ditekan
hingga 10% dari biaya
total pengelolaan
sampah. Alokasi biaya
yang tinggi digunakan
untuk pengolahan.
Partisipasi masyarakat
dalam recycling cukup
tinggi sehingga
mengurangi biaya
operasi
Penanganan sampah kota merupakan salah satu bagian
penting dari proses pembangunan berkelanjutan yang memiliki
target untuk memenuhi kepentingan generasi sekarang dan
generasi yang akan dating. Dalam kerangka itu, perkembangan
paradigm dalam penanganan sampah kota telah ikut menunjang
hamper semua target MDGs, sehubungan dengan kontribusinya
9
terhadap pengentasan kemiskinan, pemberdayaan peran gender,
penurunan tingkat kematia anak, peningkatan kesehatan ibu,
lebih terkendalinya perkembangan penyakit, dan tercapainya
sustainabilitas lingkungan. Sampah kota merupakan potensi
sumberdaya yang dapat menunjang perekonomian kota apabila
dikelola dengan baik, tetapi dapat menjadi bencana apabila tidak
dikelola secara layak. Hal-hal yang dapat direkomendasikan
untuk peningkatan pelayanan pengelolaan sampah kota adalah:
berorientasi pada upaya pencegahan pembentukan sampah
dan minimisasi timbulan sampah melalui kegiatan 3R
dengan melibatkan masyarakat
memasukkan materi tentang pencemaran dan pendekatan
sanitasi lingkungan yang komprehensif dan menarik ke
dalam kurikulum pendidikan dasar hingga menengah
diperlukan peran pemerintah dalam hal penetapan kebijakan
yang mendukung sosialisasi penggunaan produk daur ulang
sampah yang dapat membantu peningkatan produksi dan
distribusi hasil daur ulang sampah
masyarakat perlu mendapatkan informasi yang jelas
mengenai karakteristik produk-produk pangan maupun non
pangan yang digunakan, serta cara menangani sampah
pasca pemakaian
pola penanganan sampah P5, yaitu: pemisahan sampah B3pemilahan-pengolahan-pemanfaatan-pembuangan residu,
sudah saatnya untuk mendapatkan prioritas untuk
dilaksanakan.
3. Teknologi untuk pembangunan berkelanjutan
Bumi tempat manusia berpijak adalah planet yang
dinamis. Energy dari matahari, panas bumi, dan pergerakan air
10
menciptakan benua, gunung, lembah, daratan, dan dasar
samudera. Proses perubahan yang terus berlangsung tidak
hanya memfasilitasi kehidupan diatasnya, tetapi juga
menciptakan bencana. Saat ini bumi memiliki fungsi selain
sebagai ruang dan sumber daya alam, yaitu sebagai “Bak
Sampah”. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya populasi
penduduk dunia dan memburuknya kondisi lingkungan.
Sepanjang menyangkut lingkungan hidup dan/atau sumber
daya alam (SDA), manusia sebenarnya dihadapkan pada suatu
tantangan berat. Tiga tantangan yang paling menonjol yang
digarisbawahi dalam KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro adalah:
a. Pesatnya laju pertumbuhan populasi manusia di bumi.
b. Bumi telah terbelah menjadi dua dunia yaitu:
Dunia utara sebagai Negara industry maju yang jumlah
penduduknya relative sedikit, kurang dari 20% penduduk
bumi seluruhnya. Namun, konsumsi, sumber daya alam
secara umum dapat mencapai 40% kali dari dunia
selatan
Dunia selatan yang terdiri atas Negara sedang
berkembang. Mereka masih dicengkeram oleh
kemiskinan dan keterbelakangan sedemikian rupa
sehingga kehidupan bagi mereka adalah suatu
perjuangan untuk mempertahankan keberadaan atau
eksistensi belaka. Dengan demikian, tidaklah
mengherankan apabila mereka tidak memperdulikan
persoalan lingkungan.
c. Perkembangan iptek yang secara umum masih berciri
eksploitatif, menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar,
dan tidak hemat energy. Hal tersebut memberikan tekanan
yang tinggi terhadap ekosistem di bumi.
Usaha yang harus dilakukan adalah begaimana mengatur upaya
untuk mencapai kesetimbangan di bumi ini. Pencapaian
kesetimbangan yang dapat menunjang kebutuhan manusia saat
ini dengan tidak mengorbankan kemampuan generasi
11
mendatang untuk memenuhi kebutuhan yang mereka perlukan,
dikenal sebagai “keberlanjutan”, dan masyarakat yang berusaha
menciptakan kondisi seperti itu disebut sebagai “Masyarakat
yang Berkelanjutan” (sustainable society). Kriteria yang
digunakan oleh UNFCC (United Nation Framework on Climate
Change) dalam mempertimbangkan keberlanjutan suatu proyek
atau kegiatan adalah memenuhi 3-P. Arti dari 3-P adalah Planet,
Profits, and Persons. Atau dengan kata lain, keberlanjutan
tersebut harus mempertimbangkan keberlanjutan dari sisi
lingkungan, ekonomi dan social. Seperti yang digamabarkan
dibawah ini.
Gambar Kriteria dalam pembangunan yang berkelanjutan
EKONOMI
KEBERLANJUTAN
SOSIAL
LINGKUNGAN
Sumber: DSM (2005)
Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
berkelanjutan, peranan teknologi tidaklah dapat diabaikan dan
dikesampingkan, akan tetapi dengan tantangan yang besar.
Namun teknologi untuk pembangunan yang berkelanjutan
tidaklah cukup dengan perubahan teknologi yang bertujuan
untuk memproduksi barang dan jasa dengan meminimalkan
limbah saja, teknologi yang diperlukan adalah teknologi dengan
tujuan yang jauh lebih luas. Sejarah mencatat perubahanperubahan teknologi marjinal yang dilakukan manusia:
Pada saat awal manusia menghadapi persoalan lingkungan
adalah dengan cara yang paling mudah yaitu membuangnya
di lahan kosong dan berjauhan dengan kegiatan manusia;
atau mengencerkannya ke sungai atau udara
12
Setelah pencemaran makin menignkat, kemudaian
diperkenalkan teknologi pengolahan limbah untuk
mengurangi dampak dari limbah yang dihasilkan dengan
tidak mengubah proses produksi. Sebagian besar industry di
Indonesia masih pada tahap ini.
Metode penanganan limbah ternyata tidak cukup berarti
untuk mengatasi pencemaran lingkungan, sehingga
pengurangan beban pencemaran menjadi pilihan yang
diutamakan oleh banyak Negara maju. Pengurangan beban
pencemaran ini bukan hanya mengurangi jumlah limbah,
tetapi mencakup pula perancangan ulang proses produksi,
sehingga beban pencemaran dan pengurangan biaya menjadi
berarti.
Teknologi berkelanjutan mempunyai paling tidak tiga
karakteristik, yaitu: memenuhi kebutuhan umat manusia,
mempertimbangkan pengaruh global dan memberikan
penyelesaian jangka panjang (Mulder, 2006 dalam Setiadi).
Beberapa contoh yang memperlihatkan teknologi yang tidak
berkelanjutan, antara lain:
Penggunaan pupuk kimia, yang pada awalnya dapat
meningkatkan kebutuhan pangan, akan tetapi pada jangka
panjang menimbulkan kerusakan tanah pertanian local.
Obat antibiotika teah dirasakan penting bagi peningkatan
kesehatan manusia, tetapi penggunaannya yang sangat luas
menyebabkan munculnya bakteri yang tahan terhadap obat
antibiotika. Pada jangka panjang, hal ini menimbulkan resiko
kesehatan yang luas.
Kata kunci dari teknologi berkelanjutaan adalah adanya
inovasi system yang mengubah struktur system teknologi.
Berikut ini disampaikan tiga buah contoh inovasi system yang
lebih rinci dalam rangka teknologi untuk pembangunan yang
berkelanjutan (Mulder, 2006 dalam Setiadi). Tiga contoh tersebut
adalah:
13
Mengubah penggunaan suber energy primer dan peningkatan
efisiensi energy dalam system produksi
Mengubah sumber bahan baku dan penggunaan kembali
produk yang tak termanfaatkan
Menghindari terjadinya produk samping (by-product) dan
emisi.
4. Bioteknologi Fungi Biokontrol, dan Pengembangannya
untuk Aplikasi dalam Bidang Pertanian, Industry Ramah
Lingkungan, dan Kesehatan
Untuk meminimalkan pemakaian pestisida kimiawi sintetik
yang sering berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan,
sejak beberapa tahun telah dikembangkan fungi biokontrol untuk
perlindungan tanaman dari hama dan penyakit. Fungi biokontrol
adalah fungi, atau yang lebih umum dikenal sebagai jamur
benang, yang dapat menghambat secara biologis pertumbuhan
pathogen tanaman, parasit atau insekta. Terdapat beberapa
kriteria yang harus dipenuhi oleh fungi untuk dapat digunakan
sebagai fungi biokontrol, yaitu fungi tersebut tidak bersifat
pathogen terhadap hewan atau tanaman, kompatibel atau cocok
dengan lingkungan pertumbuhan tanaman, dan jika akan
digunakan dalam lahan pertanian yang telah pernah dilakukan
penyemprotan dengan pestisida sintetik maka fungi biokontrol
tersebut harus resistan terhadap residu pestisida yang tersisa.
Fungi biokontrol tidak terbatas pada fungi untuk perlindungan
tanaman, tetapi juga termasuk fungi yang dapat mengurangi
populasi nyamuk dan melindungi hewan dan manusia dari
berbagai penyakit yang disebarkan oleh nyamuk/insekta lain.
Proses industry ramah lingkungan adalah proses dengan
sesedikit mungkin limbah. Kalaupun ada, idealnya limbah yang
dihasilkan dapat dengan mudah terdegradasi (terurai) secara
biologis atau alamiah, dan tidak menimbulkan dampak yang
14
membahayakan kehidupan. Penggunaan biokatalis seperti enzim,
merupakan faktor kunci dalam industry ramah lingkungan ini,
sebagai pengganti katalis logam. Hal ini disebabkan enzim
bersifat spesifik dan selektif, sehingga umumnya tidak
menghasilkan senyawa samping. Karena enzim untuk industry
umumnya merupakan protein, maka enzim juga mudah
dipisahkan dari produk yang dihasilkan, dan enzim juga mudah
didegradasi secara alamiah. Hal ini berbeda dengan penggunaan
katalis logam yang seringkali menimbulkan maslah industry,
yakni menghasilkan senyawa samping dalam proses reaksi, dan
masalah penanganan limbah.
Dalam era pengembangan energy alternative minyak bumi
seperti dewasa ini, selulase menjadi enzim yang sangat penting
untuk penyediaan bahan baku bioetanol dari limbah pertanian.
Enzim ini dinilai begitu penting, sehingga US Department of
Energy Office (DOE) menyediakan dana besar untuk riset
selulase, untuk menekan biaya produksi selulase, sekaligus
merekayasa selalu yang stabil (Potera, 2006 dalam Nugroho).
Maraknya perkembangan bakteri pathogen yang resisten
terhadap antibiotik yang sekarang ada di pasaran, telah memicu
penelitian untuk mendapatkan antibiotic-antibiotik baru.
Golongan peptaibol dan peptaibiotik merupakan kandidat
antibiotic baru yang dianggap penting, sehingga berbagai
laboratorium kini berlomba dalam mengisolasi, memahami
struktur dan bioaktivitasnya. Peptaibol ini tidak mempengruhi sel
sehat, sehingga cocok untuk dikembangkan sebagai obat yang
menargetkan penghambatan sel kanker secara spesifik. Beragam
akivitas peptaibol ini dari berbagai fungi biokontrol menunjukkan
potensi strategis untuk pengembangan obat farmasi.
Trichoderma spp. Dan Gliocladium spp. merupakan fungi
biokontrol yang tidak saja penting untuk pertanian, tetapi
memiliki potensi bioteknologi penting untuk industry ramah
lingkungan dan farmasi. Hal ini disebabkan kemampuan berbagai
15
spesies dari kedua genus tersebut menghasilkan berbagai enzim
penting untuk berbagai proses industry, baik untuk proses-proses
hidrolitik, maupun untuk proses-proses biotransformasi. Dengan
biotransformasi secara langsung ataupun tak langsung
menggunakan fungi biokontrol, dapat dihasikan berbagai bahan
baku kimia dan farmasi bernilai ekonomi tinggi. Kekayaan
khazanah biokimiawi yang dimiliki fungi biokontrol masih perlu
digali, untuk dapat dimanfaatkan secara optimal. Pekerjaan besar
menanti kita, sebelum kekayaan hayati terpendam dari fungi
biokontrol yang belum sempat diisolasi hilang akibat
biodiversitas hutan yang tak bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
2010. MDGs Sebentar Lagi, Sanggupkah Kita Menghapus
Kemiskinan di Dunia?. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
dan Lingkungan secara
Berkelanjutan sebagai
Perwujudan Agenda MDGs
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya
OLEH
RIZZA MEGASARI
100431507221
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCA SARJANA
S2 PENDIDIKAN EKONOMI
NOVEMBER 2011
1
2
A. Pendahuluan
Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development
Goals, MDGs) yang telah disepakati pada Konferensi Tingkat
Tinggi Milenium yang diikuti para pemimpin dunia di Markas
Besar PBB September 2000 silam dan dicanangkan oleh
Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon tahun 2002 berisi delapan
sasaran, yakni: (1) mengakhiri kemiskinan dan kelaparan, (2)
pendidikan universal, (3) kesetaraan gender, (4) kesehatan anak,
(5) kesehatan ibu, (6) penanggulangan HIV/AIDS, (7) kelestarian
lingkungan, dan (8) kemitraan global. Dengan tenggat waktu
semakin dekat yang telah ditentukan yakni pada tahun 2015,
maka September 2010 lalu telah dilakukan pertemuan puncak di
New York untuk mendorong kemajuan bagi dicapainya MDGs.
Sebagai salah satu Negara anggota PBB yang mendukung
program MDGs pemerintah Indonesia April 2010 lalu juga telah
melaksanakan pertemuan di istana Tampaksiring , Bali guna
meninjau pelaksanaan program MDGs, merincinya, mana yang
sudah mencapai kemajuan besar, dan mana yang diperkirakan
masih belum bisa dicapai. Hasilnya muncul pernyataan ada tiga
sasaran MDGs berpotensi gagal dicapai pada tahun 2015 yakni,
kematian ibu melahirkan yang masih tinggi, pencegahan
HIV/AIDS dan indikator tutupan lahan pada sector kehutanan
yang belum optimal. (Kompas, 21/4/10). Indeks kerentanan
pencapaian MDGs Indonesia berada pada posisi menengah
bersama Filipina, Nepal, dan papua Niugini, serta lebih buruk
dibandingkan Vietnam, Bangladesh dan India. Dengan tenggat
waktu yang tinggal empat tahun diharapkan Indonesia dapat
memanfaatkannya dengan semaksimal mungkin untuk memacu
diri mempersiapkan terlaksananya MDGs 2015 mendatang.
3
B. Pembahasan
1. Eco-technology: Masa Depan Indonesia
Dari kedelapan sasaran MDGs masalah lingkungan masih
merupakan pekerjaan rumah penting bagi Indonesia apalagi
diproyesikan belum bisa tercapai pada tahun 2015. Salah satu
isu penting masalah lingkungan adalah pemanasan global.
Terakhir 2009 lalu ada pertemuan di Kopenhagen untuk
membahas lagi tentang pemanasan global yang dalam
kenyataannya terus terjadi di mana temperatur atmosfer
meningkat setiap tahunnya (telah mencapai 4⁰C di atas
temperatur para industry) karena emisi greenhouse gases (GHG),
terutama CO₂ ke udara yang terus terjadi.
Ini merupakan suatu dilema bagi Negara berkembang yang
sangat perlu memacu kegiatan industrinya dalam rangka
pemenuhan kebutuhan masyarakatnya, serta untuk mengurangi
disparitas ekonomi antara Negara. Antara pengurangan CO₂ dan
peningkatan kegiatan industry untuk memenuhi kebutuhan
manusia yang terus menerus meningkat. Di satu sisi tidak
mungkin membiarkan pemanasan global terus terjadi, di sisi lain
tidak mungkin kita menerapkan kebijakan zero-discharge.
Kecenderugan yang ada pada saat ini adalah bahwa Negara maju
akan menuntut supaya Negara berkembang mengurangi
aktivitas penggunaan energy dan mengurangi aktivitas
industrinya.
Solusi untuk masalah ini adalah eco-technology, teknologi
yang berbasis pada kapasitas diri dalam merancang suatu ecosystem, mengandalkan kepada pendekatan sistemik dalam
melakukan konservasi energy yang tak terbarukan. Ecotechnology mencoba menyeimbangkan antara kebutuhan
4
manusia dan kebutuhan alam, eco-technology akan memberikan
solusi yang berkelanjutan dengan mengandalkan kepada energy
natural nonfosil. Selama ini penyelesaian terhadap suatu
masalah pencemaran lingkungan selalu menimbulkan masalah
pencemaran yang baru.
Dunia dihadapkan pada 2 pilihan dalam menghadapi
terjadinya pemanasan global yaitu 1) berupaya maksimal untuk
mengurangi emisi GHG atau 2) berusaha hidup dengan
beradaptasi dengan bumi yang lebih panas. Sebenarnya terdapat
pilihan ke-3 yang efektif dan terjangkau oleh kemampuan
teknologi saat ini, namun pemanfaatannya masih sangat rendah
yaitu pemanfaatan geo-engineering. Geo-engineering
menjanjikan cara yang efektif dan ekonomis untuk mengatasi
pemanasan bumi, misalkan dengan menyuntikkan sejumlah
partikel belerang ultra halus ke lapisan atas atmosfer akan
mampu memantulkan 2% radiasi matahari. Penyemprotan air
laut ke udara akan meningkatkan kepadatan awan laut di
ketinggian rendah sehingga mampu mengurangi radiasi sinar
matahari. Indonesia mempunyai potensi untuk mengembangkan
energy alternatif yang sekaligus mendukung lingkungan yang
bersih serta mencegah pemanasan global, antara lain tenaga air,
tenaga angin, geothermal, biofuel turunan kedua (dari limbah
pertanian, limbah kayu, dan limbah lainnya), etanol biomasa,
system kogenerasi fuel-cell untuk rumah tangga, dan system
serupa lainnya. Dengan demikian ketergantungan energy dapat
diminimalkan dan setiap Negara akan mampu melaksanakan swa
sembada energy.
Indonesia dengan kekayaan alamnya yang beragam dan
dengan posisi strategis di belahan bumi ini mempunyai potensi
untuk mengembangkan eco-technology (melalui pemberdayaan
masyarakat dan pemberdayaan regional) yang pada akhirnya
mampu mensejahterakan rakyatnya melalui swa semabada
5
energy dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya. Salah satu
bentuk konkret penerapan eco-technology adalah pemanfaatan
limbah padat perkebunan dan pertanian yang berbentuk serat
(fiber) sebagai penguat material komposit untuk keperluan
industry manufaktur. Dengan pemanfaatan ini maka limbah
padat dapat diminimalkan sekaligus meminimalkan pencemaran
udara akibat polusi dan emisi GHG, yang pada akhirnya dapat
mengurangi pemanasan global.
2. Perkembangan Paradigma Pengelolaan Sampah Kota
Permasalahan selanjutnya adalah mengenai pengelolaan
sampah kota yang merupakan salah satu bagian penting dari
pembangunan berkelanjutan. Timbunan sampah yang semakin
meningkat dari hari ke hari sejalan dengan semakin padatnya
penduduk, meningkatnya pembangunan dan perubahan pola
konsumsi masyarakat. Sampah didefinisikan sebagai buangan
manusia atau hewan yang bersifat padat atau semi padat, yang
tidak memiliki nilai guna atau nilai ekonomi, sehingga perlu
dibuang (Tchobanoglous dkk, 1993 dalam Trihadiningrum).
Undang-undang RI No 18 tahun 2008 mendefinisikan sampah
sebagai sisa kegiatan manusia sehari-hari dan/atau proses alam
yang berbentuk padat.
Dengan diundangkannya UURI No 18/2008 tentang
pengelolaan sampah, pola lama pengelolaan sampah bergeser
dari P3 (pengumpulan-pengangkutan-pembuangan) ke P4
(pemilahan-pengolahan-pemanfaatan-pembuangan). Perubahan
komposisi sampah semakin kompleks, yakni komponen sampah
basah yang semakin berkurang dibandingkan sampah kering
khususnya sisa kemasan yang semakin meningkat. Sampah
plastik memiliki berat jenis yang rendah, volumenya
membutuhkan ruang yang lebih banyak. Dan apabila komponen
nerpgyuscaovhmiblk
6
sampah plastic terus semakin meningkat maka kebutuhan akan
lahan TPA akan lebih meningkat pula.
Biaya
rendah
Biaya
tinggi
a.konvensi
onal
Gambar
Hierarki pengelolaan sampah
b. trend masa
depan
kota
(Rudden, 2006, dimodifikasi dalam Trihadiningrum, 2008)
Gambar diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
hierarki kegiatan pengelolaan sampah, semakin rendah biaya
yang dibutuhkan. Pada hierarki pengelolaan sampah
konvensional membutuhkan biaya yang cukup tinggi karena
sampah dianggap tidak memiliki nilai dan harus dibuang atau
dimusnahkan sehingga dibutuhkan biaya investasi dan
operasional yang tinggi termasuk biaya untuk mengatasi
berbagai dampak lingkungan yang terjadi. Teknologi
pembuangan sampah yang ada di Indonesia kebanyakan masih
menyebabkan terjadinya emisi bau, metana, serta gas-gas
lainnya ke atmosfer. Selain itu juga timbul pencemaran tanah
dan air tanah akibat lindi yang terbentuk, serta terjadinya
perkembangbiakan vector-vektor penyakit, seperti lalat dan tikus.
Hierarki yang lebih tinggi daripada pembuangan akhir adalah
energy recovery, dimana sampah dipandang sebagai
sumberdaya yang dapat menghasilkan energy. Hierarki
7
berikutnya adalah daur ulang sampah untuk menghasilkan
produk baru (recycling), yang disusul dengan hierarki lebih tinggi
yaitu pemanfaatan kembali sampah (reuse). Hierarki lebih tinggi
berikutnya adalah minimisasi, yaitu mengurangi timbunan
sampah semaksimal mungkin. Sedangkan hierarki tertinggi
penanganan sampah kota adalah sedapat mungkin mencegah
terbentuknya sampah.
Table contoh masing-masing tingkatan hierarki
penanganan sampah kota
1. pencegahan
mengurangi pola konsumsi/belanja
yang berlebihan
menggunakan produk dengan
system sewa atau pinjam
2. minimisasi
3. pemanfaatan kembali
(reuse)
memanfaatkan barang bekas
untuk fungsi sama atau berbeda
menyumbangkan barang-barang
ke pihak-pihak yang dapat
memanfaatkannya
5. perolehan energi
mengubah sampah melalui proses
biofisikimiawi menjadi energy
menggunakan produk dengan
kemasan yang dapat digunakan
ulang
menggunakan produk system
refill
melakukan pemilahan sampah
yang dapat didaur ulang
4. daur ulang (recycling)
mengubah bentuk dan sifat
sampah melalui proses bio-fisikkimiawi menjadi produk baru
yang lebih berharga
6. pembuangan akhir
membuang seluruh komponen
sampah ke TPA atau
membakarnya
Menghadapi trend kuantitas sampah yang terus meningkat,
hierarki pengelolaan sampah masa depan harus berubah. Tren
pengelolaan sampah kota mengutamakan 3R, reduce, reuse, dan
recycle, perlu didukung agar jumlah sampah yang dibuang
menjadi berkurang. Perlu ditambahkan, bahwa daur ulang
sampah memberikan keuntungan-keuntungan sebagai berikut,
sebagaimana diuraikan dalam USEPA (2006):
menghemat penggunaan sumber daya alam
mengurangi emisi gas-gas pencemar udara dan polutan lain
menghemat penggunaan energy
menyediakan bahan baku untuk industry
8
menyediakan lapangan kerja
menstimulasi perkembangan teknologi ramah lingkungan
mengurangi kebutuhan akan lahan TPA dan incinerator
Penerapan konsep penanganan sampah yang berbasis
pada aktivitas pemilahan-pengolahan-pemanfaatan-pembuangan
residu berakar pada pola reduksi di sumber, dimana dilakukan
pemisahan terhadap komponen yang masih dapat didaur ulang
dan dimanfaatkan kembali secara langsung.
Table perbandingan program daur ulang, kompositing, dan biaya
pengelolaan sampah kota di Negara berpenghasilan rendah,
menengah dan tinggi`
Kegiatan
Negara
Negara
Negara
berpenghasila berpenghasila
berpenghasilan
n rendah
n menengah
tinggi
Umumnya
Sector informal
Dilakukan pelayanan
Daur Ulang
dilakukan di sector
informal, pasar
masih terlokalisasi,
kerap terjadi impor
sampah untuk
didaur ulang.
Pembuatan
Kompos
Jarang dilakukan,
meskipun
komponen sampah
basah tinggi
Biaya
pengelolaan
sampah
Biaya
pengangkutan
sampah 80-90%
dari biaya total
pengelolaan
sampah. Besarnya
retribusi ditetapkan
pemerintah, namun
dilakukan dengan
cara yang tidak
efisien
masih terlibat,
teknologi canggih
mulai digunakan
untuk pemilahan
dan prosesing, ada
impor sampah
untuk didaur ulang
Pembuatan kompos
skala besar sering
tidak berhasil, pada
skala kecil lebih
berhasil
Biaya
pengangkutan
sampah 50-80%
dari biaya total
pengelolaan
sampah. Besarnya
retribusi ditetapkan
pemerintah pusat
dan daerah,
dengan system
pengumpulan yang
lebih baik
pengumpulan sampah
yang dapat didaur
ulang, digunakan
teknologi canggih
untuk pemilahan dan
pengolahan, tersedia
market yang sustained
Sampah basah
berjumlah kecil,
pembuatan kompos
makin popular,
dilakukan pada skala
rumah tangga hingga
skala besar
Biaya pengangkutan
sampah dapat ditekan
hingga 10% dari biaya
total pengelolaan
sampah. Alokasi biaya
yang tinggi digunakan
untuk pengolahan.
Partisipasi masyarakat
dalam recycling cukup
tinggi sehingga
mengurangi biaya
operasi
Penanganan sampah kota merupakan salah satu bagian
penting dari proses pembangunan berkelanjutan yang memiliki
target untuk memenuhi kepentingan generasi sekarang dan
generasi yang akan dating. Dalam kerangka itu, perkembangan
paradigm dalam penanganan sampah kota telah ikut menunjang
hamper semua target MDGs, sehubungan dengan kontribusinya
9
terhadap pengentasan kemiskinan, pemberdayaan peran gender,
penurunan tingkat kematia anak, peningkatan kesehatan ibu,
lebih terkendalinya perkembangan penyakit, dan tercapainya
sustainabilitas lingkungan. Sampah kota merupakan potensi
sumberdaya yang dapat menunjang perekonomian kota apabila
dikelola dengan baik, tetapi dapat menjadi bencana apabila tidak
dikelola secara layak. Hal-hal yang dapat direkomendasikan
untuk peningkatan pelayanan pengelolaan sampah kota adalah:
berorientasi pada upaya pencegahan pembentukan sampah
dan minimisasi timbulan sampah melalui kegiatan 3R
dengan melibatkan masyarakat
memasukkan materi tentang pencemaran dan pendekatan
sanitasi lingkungan yang komprehensif dan menarik ke
dalam kurikulum pendidikan dasar hingga menengah
diperlukan peran pemerintah dalam hal penetapan kebijakan
yang mendukung sosialisasi penggunaan produk daur ulang
sampah yang dapat membantu peningkatan produksi dan
distribusi hasil daur ulang sampah
masyarakat perlu mendapatkan informasi yang jelas
mengenai karakteristik produk-produk pangan maupun non
pangan yang digunakan, serta cara menangani sampah
pasca pemakaian
pola penanganan sampah P5, yaitu: pemisahan sampah B3pemilahan-pengolahan-pemanfaatan-pembuangan residu,
sudah saatnya untuk mendapatkan prioritas untuk
dilaksanakan.
3. Teknologi untuk pembangunan berkelanjutan
Bumi tempat manusia berpijak adalah planet yang
dinamis. Energy dari matahari, panas bumi, dan pergerakan air
10
menciptakan benua, gunung, lembah, daratan, dan dasar
samudera. Proses perubahan yang terus berlangsung tidak
hanya memfasilitasi kehidupan diatasnya, tetapi juga
menciptakan bencana. Saat ini bumi memiliki fungsi selain
sebagai ruang dan sumber daya alam, yaitu sebagai “Bak
Sampah”. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya populasi
penduduk dunia dan memburuknya kondisi lingkungan.
Sepanjang menyangkut lingkungan hidup dan/atau sumber
daya alam (SDA), manusia sebenarnya dihadapkan pada suatu
tantangan berat. Tiga tantangan yang paling menonjol yang
digarisbawahi dalam KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro adalah:
a. Pesatnya laju pertumbuhan populasi manusia di bumi.
b. Bumi telah terbelah menjadi dua dunia yaitu:
Dunia utara sebagai Negara industry maju yang jumlah
penduduknya relative sedikit, kurang dari 20% penduduk
bumi seluruhnya. Namun, konsumsi, sumber daya alam
secara umum dapat mencapai 40% kali dari dunia
selatan
Dunia selatan yang terdiri atas Negara sedang
berkembang. Mereka masih dicengkeram oleh
kemiskinan dan keterbelakangan sedemikian rupa
sehingga kehidupan bagi mereka adalah suatu
perjuangan untuk mempertahankan keberadaan atau
eksistensi belaka. Dengan demikian, tidaklah
mengherankan apabila mereka tidak memperdulikan
persoalan lingkungan.
c. Perkembangan iptek yang secara umum masih berciri
eksploitatif, menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar,
dan tidak hemat energy. Hal tersebut memberikan tekanan
yang tinggi terhadap ekosistem di bumi.
Usaha yang harus dilakukan adalah begaimana mengatur upaya
untuk mencapai kesetimbangan di bumi ini. Pencapaian
kesetimbangan yang dapat menunjang kebutuhan manusia saat
ini dengan tidak mengorbankan kemampuan generasi
11
mendatang untuk memenuhi kebutuhan yang mereka perlukan,
dikenal sebagai “keberlanjutan”, dan masyarakat yang berusaha
menciptakan kondisi seperti itu disebut sebagai “Masyarakat
yang Berkelanjutan” (sustainable society). Kriteria yang
digunakan oleh UNFCC (United Nation Framework on Climate
Change) dalam mempertimbangkan keberlanjutan suatu proyek
atau kegiatan adalah memenuhi 3-P. Arti dari 3-P adalah Planet,
Profits, and Persons. Atau dengan kata lain, keberlanjutan
tersebut harus mempertimbangkan keberlanjutan dari sisi
lingkungan, ekonomi dan social. Seperti yang digamabarkan
dibawah ini.
Gambar Kriteria dalam pembangunan yang berkelanjutan
EKONOMI
KEBERLANJUTAN
SOSIAL
LINGKUNGAN
Sumber: DSM (2005)
Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
berkelanjutan, peranan teknologi tidaklah dapat diabaikan dan
dikesampingkan, akan tetapi dengan tantangan yang besar.
Namun teknologi untuk pembangunan yang berkelanjutan
tidaklah cukup dengan perubahan teknologi yang bertujuan
untuk memproduksi barang dan jasa dengan meminimalkan
limbah saja, teknologi yang diperlukan adalah teknologi dengan
tujuan yang jauh lebih luas. Sejarah mencatat perubahanperubahan teknologi marjinal yang dilakukan manusia:
Pada saat awal manusia menghadapi persoalan lingkungan
adalah dengan cara yang paling mudah yaitu membuangnya
di lahan kosong dan berjauhan dengan kegiatan manusia;
atau mengencerkannya ke sungai atau udara
12
Setelah pencemaran makin menignkat, kemudaian
diperkenalkan teknologi pengolahan limbah untuk
mengurangi dampak dari limbah yang dihasilkan dengan
tidak mengubah proses produksi. Sebagian besar industry di
Indonesia masih pada tahap ini.
Metode penanganan limbah ternyata tidak cukup berarti
untuk mengatasi pencemaran lingkungan, sehingga
pengurangan beban pencemaran menjadi pilihan yang
diutamakan oleh banyak Negara maju. Pengurangan beban
pencemaran ini bukan hanya mengurangi jumlah limbah,
tetapi mencakup pula perancangan ulang proses produksi,
sehingga beban pencemaran dan pengurangan biaya menjadi
berarti.
Teknologi berkelanjutan mempunyai paling tidak tiga
karakteristik, yaitu: memenuhi kebutuhan umat manusia,
mempertimbangkan pengaruh global dan memberikan
penyelesaian jangka panjang (Mulder, 2006 dalam Setiadi).
Beberapa contoh yang memperlihatkan teknologi yang tidak
berkelanjutan, antara lain:
Penggunaan pupuk kimia, yang pada awalnya dapat
meningkatkan kebutuhan pangan, akan tetapi pada jangka
panjang menimbulkan kerusakan tanah pertanian local.
Obat antibiotika teah dirasakan penting bagi peningkatan
kesehatan manusia, tetapi penggunaannya yang sangat luas
menyebabkan munculnya bakteri yang tahan terhadap obat
antibiotika. Pada jangka panjang, hal ini menimbulkan resiko
kesehatan yang luas.
Kata kunci dari teknologi berkelanjutaan adalah adanya
inovasi system yang mengubah struktur system teknologi.
Berikut ini disampaikan tiga buah contoh inovasi system yang
lebih rinci dalam rangka teknologi untuk pembangunan yang
berkelanjutan (Mulder, 2006 dalam Setiadi). Tiga contoh tersebut
adalah:
13
Mengubah penggunaan suber energy primer dan peningkatan
efisiensi energy dalam system produksi
Mengubah sumber bahan baku dan penggunaan kembali
produk yang tak termanfaatkan
Menghindari terjadinya produk samping (by-product) dan
emisi.
4. Bioteknologi Fungi Biokontrol, dan Pengembangannya
untuk Aplikasi dalam Bidang Pertanian, Industry Ramah
Lingkungan, dan Kesehatan
Untuk meminimalkan pemakaian pestisida kimiawi sintetik
yang sering berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan,
sejak beberapa tahun telah dikembangkan fungi biokontrol untuk
perlindungan tanaman dari hama dan penyakit. Fungi biokontrol
adalah fungi, atau yang lebih umum dikenal sebagai jamur
benang, yang dapat menghambat secara biologis pertumbuhan
pathogen tanaman, parasit atau insekta. Terdapat beberapa
kriteria yang harus dipenuhi oleh fungi untuk dapat digunakan
sebagai fungi biokontrol, yaitu fungi tersebut tidak bersifat
pathogen terhadap hewan atau tanaman, kompatibel atau cocok
dengan lingkungan pertumbuhan tanaman, dan jika akan
digunakan dalam lahan pertanian yang telah pernah dilakukan
penyemprotan dengan pestisida sintetik maka fungi biokontrol
tersebut harus resistan terhadap residu pestisida yang tersisa.
Fungi biokontrol tidak terbatas pada fungi untuk perlindungan
tanaman, tetapi juga termasuk fungi yang dapat mengurangi
populasi nyamuk dan melindungi hewan dan manusia dari
berbagai penyakit yang disebarkan oleh nyamuk/insekta lain.
Proses industry ramah lingkungan adalah proses dengan
sesedikit mungkin limbah. Kalaupun ada, idealnya limbah yang
dihasilkan dapat dengan mudah terdegradasi (terurai) secara
biologis atau alamiah, dan tidak menimbulkan dampak yang
14
membahayakan kehidupan. Penggunaan biokatalis seperti enzim,
merupakan faktor kunci dalam industry ramah lingkungan ini,
sebagai pengganti katalis logam. Hal ini disebabkan enzim
bersifat spesifik dan selektif, sehingga umumnya tidak
menghasilkan senyawa samping. Karena enzim untuk industry
umumnya merupakan protein, maka enzim juga mudah
dipisahkan dari produk yang dihasilkan, dan enzim juga mudah
didegradasi secara alamiah. Hal ini berbeda dengan penggunaan
katalis logam yang seringkali menimbulkan maslah industry,
yakni menghasilkan senyawa samping dalam proses reaksi, dan
masalah penanganan limbah.
Dalam era pengembangan energy alternative minyak bumi
seperti dewasa ini, selulase menjadi enzim yang sangat penting
untuk penyediaan bahan baku bioetanol dari limbah pertanian.
Enzim ini dinilai begitu penting, sehingga US Department of
Energy Office (DOE) menyediakan dana besar untuk riset
selulase, untuk menekan biaya produksi selulase, sekaligus
merekayasa selalu yang stabil (Potera, 2006 dalam Nugroho).
Maraknya perkembangan bakteri pathogen yang resisten
terhadap antibiotik yang sekarang ada di pasaran, telah memicu
penelitian untuk mendapatkan antibiotic-antibiotik baru.
Golongan peptaibol dan peptaibiotik merupakan kandidat
antibiotic baru yang dianggap penting, sehingga berbagai
laboratorium kini berlomba dalam mengisolasi, memahami
struktur dan bioaktivitasnya. Peptaibol ini tidak mempengruhi sel
sehat, sehingga cocok untuk dikembangkan sebagai obat yang
menargetkan penghambatan sel kanker secara spesifik. Beragam
akivitas peptaibol ini dari berbagai fungi biokontrol menunjukkan
potensi strategis untuk pengembangan obat farmasi.
Trichoderma spp. Dan Gliocladium spp. merupakan fungi
biokontrol yang tidak saja penting untuk pertanian, tetapi
memiliki potensi bioteknologi penting untuk industry ramah
lingkungan dan farmasi. Hal ini disebabkan kemampuan berbagai
15
spesies dari kedua genus tersebut menghasilkan berbagai enzim
penting untuk berbagai proses industry, baik untuk proses-proses
hidrolitik, maupun untuk proses-proses biotransformasi. Dengan
biotransformasi secara langsung ataupun tak langsung
menggunakan fungi biokontrol, dapat dihasikan berbagai bahan
baku kimia dan farmasi bernilai ekonomi tinggi. Kekayaan
khazanah biokimiawi yang dimiliki fungi biokontrol masih perlu
digali, untuk dapat dimanfaatkan secara optimal. Pekerjaan besar
menanti kita, sebelum kekayaan hayati terpendam dari fungi
biokontrol yang belum sempat diisolasi hilang akibat
biodiversitas hutan yang tak bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
2010. MDGs Sebentar Lagi, Sanggupkah Kita Menghapus
Kemiskinan di Dunia?. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.