pembangunan pariwisata bali berkelanjutan (2)

MAKALAH

EDY KURNIADY, S.STP
NIM

MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelaksanaan UU. No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
menyebabkan daerah mendapat kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah
yang telah membawa perubahan yang signifikan bagi daerah di Indonesia. Dalam UU
No. 32 tahun 2004 Pasal 11 ayat 1 dikatakan bahwa penyelenggaraan urusan
pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi
dengan memperhatikan keserasian hubungan susunan pemerintahan, serta dalam
ayat 3 menyatakan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah daerah yang diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

Pasal 7 ayat 3 PP No. 38 Tahun 2007 menjelaskan bahwa Urusan
Pemerintahan Kabupaten/Kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan
yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Hal itu berarti bahwa posisi pengembangan daya saing berbasis potensi daerah
sesungguhnya terletak pada urusan pilihan. Urusan pilihan yang dimaksud terdiri dari
delapan urusan pilihan yang meliputi 1) kelautan dan perikanan; 2) pertanian; 3)
kehutanan; 4) energi dan sumber daya mineral; 5) pariwisata; 6) industri; 7)
perdagangan; 8) transmigrasi.
Urusan pilihan di atas, merupakan urusan yang dapat dipilih untuk dilaksanakan
kegiatannya berdasarkan potensi khas yang secara nyata dimiliki oleh daerah-daerah
otonom di Indonesia sehingga dapat menjadi sektor yang dapat membantu dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, apabila suatu daerah
mempunyai salah satu sektor yang disebutkan di atas yang menjadi potensi khas
daerah

tersebut maka

daerah


dapat

memanfaatkannya

untuk

meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.
Urusan pillihan dalam sektor pariwisata merupakan sektor yang menjadi potensi
yang dimiliki oleh kebanyakan daerah otonom di Indonesia serta menjadi kewenangan
pemerintah daerah untuk mengelola semaksimal mungkin potensi tersebut dengan
diperkuat oleh UU 32 Tahun 2004. Pemerintah juga telah menyusun sejumlah
kebijakan di tingkat nasional yang mendukung pelaksanaan pembangunan pariwisata
berkelanjutan, yaitu UU Pariwisata No 10 tahun 2009 dan Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPARNAS 2010-2025). Kemenparekraf juga
menjalin kerjasama dengan organisasi internasional yaitu UNWTO dan ILO dalam
menata kelola destinasi agar selalu mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan
pariwisata berkelanjutan, misalkan saja efisiensi energi, pelestarian keanekaragaman

hayati, dan pekerjaan yang layak yang memperhatikan aspek lingkungan (green jobs).
Sektor pariwisata ini dapat dikembangkan semaksimal mungkin oleh pemerintah
daerah dengan artian bahwa dapat menggunakan semua sumber daya seoptimal
mungkin untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata yang akan dikembangkan
baik dengan mengikutsertakan masyarakat dalam wujud partisipasi ataupun pihak
swasta dalam mempercepat pengembangan sektor pariwisata yang semua hal
tersebut menjadi kewenangan pemerintah daerah masing-masing.
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan
Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata bahwa dalam rangka keterpaduan
pembangunan kebudayaan dan pariwisata, maka perlu diinstruksikan kepada Para
Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Gubernur serta Bupati dan Walikota. Oleh karena itu maka kepala
daerah khususnya Walikota Palembang dapat melakukan pembangunan diantaranya
dengan menyusun Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah, mengadakan
pengawasan dan pengendalian kerusakan lingkungan sebagai bentuk tindakan
terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.
Sisi baik pengembangan pariwisata di Kota Palembang ialah dapat memberikan
pengaruh positif terhadap sektor-sektor yang lain seperti perdagangan, hotel, restoran;
angkutan/komunikasi serta jasa. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Kota Palembang, sektor-sektor tersebut memberikan kontribusi terhadap

PDRB Kota Palembang dengan persentase sektor perdagangan, hotel, restoran
(16,77%);

angkutan/komunikasi

(11,05%);

jasa

(12,81%).

Dengan

adanya

pengembangan pariwisata maka diharapkan akan membantu menumbuhkembangkan
sektor-sektor tersebut di atas sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan
daerah dari sektor yang berkembang tersebut.
Terkait dengan kenyataan tersebut, kemudian disusun Peraturan Daerah Kota
Palembang Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota

Palembang Nomor 27 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Jasa Usaha Kepariwisataan.
Peraturan tersebut dibentuk dengan pertimbangan sebagai upaya mengoptimalkan
kegiatan pembinaan jasa usaha kepariwisataan di Kota Palembang. Pembinaan
tersebut dilakukan untuk disesuaikan dengan perkembangan kepariwisataan dengan

objek pembinaan jasa usaha kepariwisataan dan usaha-usaha yang berhubungan
dengan penyelenggaraan pariwisata dan kemudian tetap dijadikan sebagai dasar
pelaksanaan pengembangan pariwisata di Kota Palembang untuk periode berikutnya.
Sektor pariwisata merupakan sektor yang mendapatkan prioritas di Kota
Palembang karena sektor ini memiliki posisi strategis dalam hal pengembangan dan
pelestarian budaya lokal yang merupakan akar dari kebudayaan nasional sebagai
karakter dan identitas suatu bangsa, selain itu juga dapat menjadi dimanfaatkan untuk
meningkatkan perekonomian sehingga kualitas taraf hidup dapat diperbaiki. Oleh
karena itu sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Kota Palembang Tahun 2008-2013, pariwisata
dimasukkan ke dalam program pembangunan Kota Palembang dan Indikasi Rencana
Program Prioritas.
Kota Palembang mempunyai banyak potensi yang memiliki daya tarik bagi
kegiatan wisata.
upaya


Oleh karena itu potensi tersebut dapat dijadikan peluang dalam

peningkatan

perekonomian

daerah

sekaligus

peningkatan

taraf

hidup

masyarakat melalui pengembangan potensi tersebut, akan tetapi belum dikelola secara
optimal tetapi mempunyai prospek pasar nasional dan internasional.
Salah satu pengembangan objek pariwisata di Kota Palembang ialah

pengembanagan objek wisata Bukit Siguntang. Bukit Siguntang adalah sebuah tempat
wisata di kota Palembang yang berbentuk perbukitan makam raja Kerajaan Sriwijaya.
Di dalamnya terdapat tujuh makam tokoh-tokoh pada masa kerajaan Sriwijaya yang
dianggap keramat, seperti: makam Raja Si Gentar Alam, makam Panglima Bagus
Kuning, makam Panglima Bagus Karang, makam Putri Rambut Selako, makam Putri
Kembang Dadar, makam Panglima Batu Api, dan makam Tuan Junjungan. Oleh karena
itu Bukit Siguntang merupakan objek wisata budaya yang patut untuk dikembangkan.
Pemerintah Kota Palembang berupaya mengelola seoptimal mungkin dengan
mengembangkan objek wisata yang ada di Kota Palembang sebagai daerah tujuan
wisata

untuk menarik minat wisatawan

sehingga

dapat meningkatkan

taraf

perekonomian bagi daerah serta masyarakat khususnya objek wisata Bukit Siguntang.

Oleh karena itu sektor pariwisata Kota Palembang perlu dikelola dengan baik dan
seoptimal mungkin agar keberadaan akan potensi-potensi besar yang dimiliki dapat
memberikan kontribusi yang maksimal bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat
Kota Palembang pada umumnya dan masyarakat di sekitar
khususnya.

objek wisata pada

Namun, fenomena dari pariwisata merupakan sosok bisnis besar yang bukan
tanpa risiko seperti yang diungkapkan oleh Daniel yang dikutip oleh Wahyudin
(Kompas, 7 Januari 1995): “Tourism emits no smokes, but pollution comes in many
forms”. Kekhawatiran terbesar adalah dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan
pariwisata bagi lingkungan. Suatu wilayah dipacu untuk meningkatkan devisa negara
dari sektor pariwisata, tetapi di sisi lain ada kekhawatiran akan timbul dampak negatif.
Peningkatan pariwisata dikhawatirkan menimbulkan kekhawatiran penurunan kualitas
lingkungan

dan

tercampakkannya


ciri-ciri

budaya

setempat

(Naisbitt,

1994).

Kecemasan terhadap penurunan sumberdaya alam sebagai modal dasar pariwisata
pada umumnya akibat dari terjadinya booming wisata yang saat ini tidak hanya
terkonsenrasi pada kawasan tertentu, melainkan sudah merambah ke berbagai
kawasan dalam skala yang lebih luas.
Kecenderungan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap keberlanjutan
lingkungan hidup seperti yang tertuang dalam komitmen politik Agenda-21 mengenai
pembangunan berkelanjutan (sustainable development), berdampak pula pada
perubahan pola pariwisata. Bentuk pariwisata massal yang selama ini dilakukan
dengan berbagai dampak yang ditimbulkan nampaknya akan bergeser pada pariwisata

yang berwawasan lingkungan. Kecenderungan pemikiran tersebut, di masa yang akan
datang akan menyisihkan kegiatan pariwisata massal (Naisbitt, 1994). Pada kegiatan
ini wisatawan tidak sekedar dapat berekreasi ke kawasan pariwisata semata,
melainkan juga dapat menjaga dan menikmati keberadaan alam tersebut dengan
segala manifestasi di dalamnya. Wisatawan dalam hal ini dapat belajar dan
berapresiasi terhadap alam, budaya, bahkan kehidupan ritual masyarakat setempat.
Kesadaran yang didasarkan oleh pemahaman terhadap kondisi lingkungan yang
berorientasi pada konservasi dan kepedulian terhadap budaya serta peradaban
penduduk setempat merupakan hal yang menonjol dalam pelaksanaan pariwisata
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diperoleh beberapa
permasalahan yaitu:
1. Bagaimanakan Potensi yang Dimilki Objek Wisata Bukit Siguntang?

2. Bagaimanakah Upaya Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Pada Objek Wisata
Bukit Siguntang?

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Upaya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, upaya berarti “usaha; ikhtiar (untuk
mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb); daya

upaya”. Poewardarminta (1986:1345) menjelaskan bahwa upaya adalah usaha, ikhtiar
untuk mencapai suatu maksud tertentu”.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa upaya merupakan
suatu usaha yang dilakukan dengan tujuan untuk mencapai suatu maksud tertentu,
memecahkan persoalan, mencari jalan keluar mengenai suatu hal sesuai dengan
tujuan dan fungsi serta manfaat ketika hal tersebut dilaksanakan.
Perihal ini yang dimaksud dengan upaya dalam penelitian ini adalah usaha yang
dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang dalam rangka
mencapai maksud dan tujuan yang telah direncanakan agar terjadi peningkatan
kualitas

pelayanan

dalam

hal

kepariwisataan

serta

terciptanya

peningkatan

kesejahteraan masyarakat.
2.2 Konsep Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan diartikan oleh Eadington dan Smith
(1992) sebagai proses pembangunan pariwisata yang berorientasi kepada kelestarian
sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan pada masa mendatang, pengertian
pembangunan pariwisata berkelanjutan ini pula diartikan “Form of tourism that are
consistent with natural, social, and community values and which allow both host and
guest to enjoy positive and worthwhile interaction and shared experience.”
Konsep pariwisata berkelanjutan oleh Chucky (1999) yang dimuat dalam
Internasional Tourism : A global Prespective, bertumpu terfokus pada tiga hal, yaitu : “
1). Quality, sustainable tourism provides quality experience for visitor, while improving
the quality of life of the host community and protecting the of quality of the environment;
2). Continuity, sustainable tourism ensures the continuity of the natural resources upon
which it is based, and the continuity of the culture of the host community with satisfying
experience for visitor; 3). Balance, sustainable tourism balance the needs for tourism
industry, supporters of the environment and the local community. Sustainable tourism
emphasize the mutual goals and cooperation among visitor, host community and
destination in contras to more traditional approaches to tourism which emphasize their
diverses and conflicting needs”.
Dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan menekankan bahwa pariwisata harus
didasari kriteria yang berkelanjutan yang intinya adalah bahwa pembangunan ekologi
jangka panjang harus didukung dan pariwisata harus layak secara ekonomi serta adil

secara etika dan sosial terhadap masyarakat lokal (Indrawati, 2010). Selanjutnya, untuk
mencapai tujuan sustainable tourism development, maka dibutuhkan dua pendekatan
dalam keterkaitannya dalam pariwisata. Fagence dalam Abdillah (2001) , menunjukkan
dua model keterkaitan itu, antara lain : Pertama, keterkaitan Horisontal (horizontal
lingkage), pendekatan ini mengandung pengertian bahwa kepariwisataan merupakan
fasilitator terhadap berbagai program dan kebijakan yang akan dilaksanakan. Agar
proses yang terjadi menjadi efisien, diperlukan berbagai komponen kebijakan yang
saling mendukung untuk dapat memahami persoalan secara jernih, mendefinisikan visi
dan misi pembangunan, pemahaman terhadap hirarki tujuan dan sasaran program,
serta pengorganisasian proses secara baik. Pada pendekatan ini kepariwisataan
merupakan komponen dari proses yang berjalan sejajar dengan bidang lain sehingga
diperlukan kolektivitas. Kedua, Keterkaitan Vertikal (vertical lingkage). Tujuan dari
hubungan pendekatan ini adalah untuk mencari keseimbangan penggabungan
komponen-komponen penting dari aktivitas kepariwisataan dan pembangunan serta
“melindungi”

berbagai

terobosan

cemerlang

dalam

pengambilan

keputusan.

Karakteristik hubungan vertikal adalah sebagai berikut : Pertama, pada pendekatan ini,
kepariwisataan merupakan bagian dari pembangunan yang berfungsi sebagai bagian
dari strategis dalam penyusunan kebijakan, sehingga berada di atas dan berpengaruh
terhadap sektor lain; Kedua, elemen strategis dari perencanaan kebijakan harus
mencakup penyediaan sarana dan prasaranaa kepariwisataan; Ketiga, pengembangan
kepariwisataan khusus, mencakup akomodasi, dalam berbagai tipe, hotel, motel, dsb;
Kelima, prakiraan dampak (mencakup kajian carrying capacity) pembangunan
kepariwisataan ditinjau dari sisi ekonomi, lingkungan, sosial ekonomi masyarakat lokal,
budaya dan warisan; Keenam, pembiayaan, pemasaran, promosi, dan sistem
informasi; Ketujuh, kampanye Sadar Wisata bagi masyarakat.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Potensi Objek Wisata Bukit Siguntang
Bukit Siguntang merupakan suatu wilayah perbukitan dengan ketinggian 27
meter dari permukaan laut atau merupakan wliayah daratan tertinggi di Kota
Palembang. Dari ketinggian tersebut, kita dapat melihat panorama Kota Palembang
atau melihat pemandangan Kota Palembang dari ketinggian.

Bukit Siguntang pertama kali dikenal saat penemuan sebuah patung (arca)
Budha bergaya seni Amarawati yang raut wajah Srilangka berasal dari abad XI Masehi.
Dari arca yang ditemukan tersebut, kemudian ditemukan tulisan yang mengatakan
bahwa Bukit Siguntang maerupakan wilayah dari Kerajaan Sriwijaya pada saat itu.
Bukit Siguntang dipastikan sebagai wilayah Kerajaan Sriwijaya karena diperkuat lagi
dengan ditemukannya beberapa makam raja dan makam panglima perang dari
Kerajaan Sriwijaya diantaranya:
1) Raja Si Gentar Alam
2) Putri Kembang Dadar
3) Putri Rambut Selako
4) Panglima Bagus Kuning
5) Panglima Bagus Karang
6) Panglima Tuan Junjungan
7) Panglima Raja Batu Api
8) Panglima jago Lawang
Bukti Siguntang yang dikenal sebagai wilayah dari Kerajaan Sriwijaya dan
mempunyai beberapa peninggalan dari kerajaan tersebut menjadikan wilayah
perbukitan yang ada di Kota Palembang ini menyimpan banyak nilai sejarah. Dari nilai
sejarah yang ada kemudian pemerintah daerah berkewajiban untuk melestarikan nilai
tersebut. Tindakan yang dapat dilakukan ialah dengan menjadikannya sebagai objek
wisata yang kemudian dikenal dengan objek wisata Bukit Siguntang.
Dalam pengembangan objek wisata Bukit Siguntang, nilai sejarah yang dimiliki
objek wisata tersebut tetap harus diperhatikan dan diperhatikan. Hal itu berarti bahwa
faktor yang menjadi prioritas utama ialah bukan pada keuntungan yang diperoleh, akan
tetapi pada pengembangan nilai sejarah tentang kejayaan nenek moyang di masa
lampau. Dengan mengembangkan nilai sejarah yang dimiliki, maka pertambahan
jumlah wisatawan lokal maupun mancanegara dapat bertambah terutama dari bangsa
Melayu dikarenakan Kerajaan Sriwijaya adalah bangsa Melayu yang sangat berjaya
dan telah mengukir sejarah di dunia.
3.2 Upaya Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Pada Objek Wisata Bukit
Siguntang

Industri pariwisata berkelanjutan dapat dilihat dari pengaruh ekonomi, sosial dan
lingkungan bagi masyarakat. Jika pariwisata yang ada tidak berdampak secara
berkelanjutan terhadap masyarakat maka industri pariwisata itu sendiri tidak
berkelanjutan. Industri pariwisata berkelanjutan merupakan industri pariwisata yang
mampu memajukan perekonomian secara seimbang antara sektor pasar dan nonpasar dalam hal ini pemilik, pekerja, dan pendidikan; mendorong mencari alternatif
bentuk jenis pekerjaan yang mandiri, personal dan kontrol lokal, kemampuan umum,
tujuan intrnsik, bersifat informal, dan keseimbangan antara pekerja wanita dan laki-laki;
memajukan pembangunan yang berdasarkan sumber asli seperti sistem pengetahuan
lokal dan tradisional, bentuk organisasi lokal; memajukan perdagangan antar daerah
dan menjamin terpenuhinya kebutuhan sendiri; menjaga keanekaragaman budaya atau
masyarakat; dan menjaga jarak sosial di luar masyarakat industri modern yang tidak
termasuk ke dalam kategori ekonomis.
Pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Palembang melalui Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang terhadap objek wisata Bukit Siguntang
adalah dengan memperhatikan faktor pendukung dan faktor penghambat yang ada.
Berdasarkan faktor pendukung yang dimiliki, maka pengembangan objek wisata
tersebut diprioritaskan dengan menggali nilai-nilai sejarah yang ada pada objek wisata
tersebut.Pengembangan seperti itu dilakukan dikarenakan agar pengembangan objek
wisata Bukit Siguntang tidak menghilangkan nilai-nilai sejarah dari masa Kerajaan
Sriwijaya. Oleh sebab itu pengembangan obek wisata Bukit Siguntang bukan dimaknai
sebagai pengembangan objek wisata semata, tetapi terlebih untuk mempertahankan
serta menyalurkan nilai-nilai sejarah tentang kejayaan nenek moyang dulu.
Dalam upaya peningkatan kunjungan wisatawan yang berkunjung ke suatu
daerah wisata masih mempunyai beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Meskipun
objek wisata Bukit Siguntang merupakan objek wisata yang banyak menyimpan nilainilai sejarah serta keagaman sehingga diprioritaskan pemerintah daaerah untuk
dikembangkan sebagai wisata sejarah. Untuk membuat pengunjung merasa nyaman
baik dalam melakukan peribadatan ataupun hanya untuk berkunjung, maka faktorfaktor rasional seperti asset wisata, fasilitas wisata harus diperhatikan karena faktorfaktor tersebut dapat mempengaruhi penawaran wisata. Hal tersebut sesuai dengan
upaya pengembangan objek wisata Bukit Siguntang yang sebagian besar wisatawan
datang sebagai orang-orang yang bermaksud untuk beribadah. Apabila faktor rasional
itu diperhatikan maka dapat membuat wisatawan yang datang tidak hanya dalam

kategori wisatawan yang bermaksud untuk beribadah saja tetapi juga bertujuan untuk
menggapai maksud dari berwisata itu sendiri. Hal ini dapat dimengerti karena negara
mana

pun

yang

berminat

mengembangkan

kepariwisataannya

harus

merasionalisasikan strategi dan harus merncanakan secara ilmiah komponenkomponen yang ditawarkan sesuai dengan permintaan.
3.2.1 Pengembangan Kelembagaan dan Pengelolaan Objek dan Daya Tarik
Wisata
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang merupakan pihak yang
berperan dalam mengembangkan objek dan daya tarik wisata, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Objek wisata Bukit Siguntang merupakan objek wisata yang
telah lama dikenal dan sampai saat ini masih tetap dikeramatkan karena di sini terdapat
beberapa makam-makam para raja serta panglima perang dari Kerajaan Sriwijaya serta
objek wisata ini dapat memungkinkan wisatawan untuk melihat panorama Kota
Palembang dari ketinggian Bukit Siguntang dengan ketinggian 27 meter dari
permukaan laut atau tanah tertinggi yang ada di Kota Palembang.
Kegiatan pariwisata akan diarahkan untuk peningkatan kualitas destinasi
pariwisata yang berkelanjutan, berdaya saing, berbasis karakterristik lokal dalam
kerangka terwujudnya daya tarik wisata, dukungan aksesbilitas, usaha yang berdaya
saing serta peningkatan kemampuan pariwisata dan peran serta masyarakat di
kawasan pariwisata. Strategi yang ditempuh dalam rangka meningkatkan keunikan
daerah dan persaingan di tingkat regional adalah melalui variasi produk baru yang
berbasis sumber daya alam, dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip pelestarian
lingkungan dan partisipasi masyarakat.
Pengembangan kelembagaan bertujuan agar objek wisata Bukit Siguntang
dapat dikembangkan sesuai dengan kebijakan pengembangan pariwisata daerah, yaitu
memberikan kelestarian dalam hal budaya dan sejarah sebagai prioritas utama, serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar objek wisata Bukit Siguntang.
Berdasarkan wawancara hasil wawancara penulis dengan Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang menjelaskan bahwa:
Secara idealnya, untuk objek wisata Bukit Siguntang dibentuk suatu UPT (Unit
Pelaksana Teknis) di bawah Pemerintah Daerah Kota Palembang. UPT tersebut
dibentuk untuk meningkatkan pengembangan objek wisata Bukit Siguntang serta
mendekatkan pelayanan, mengingat kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kota Palembang yang mempunyai jarak cukup jauh dari lokasi objek wisata
tersebut.
UPT (Unit Pelaksana Teknis) tersebut dalam pengelolaan objek wisata Bukit
Siguntang dibagi menjadi 2 (dua) unit kerja, yaitu: unit pemeliharaan sarana
wisata, unit pengawasan objek wisata, serta unit penginformasian. Struktur
kelembagaan pengelolaan objek wisata Bukit Siguntang dapat dilihat dalam
gambar 3.1 di bawah ini:
Gambar 3.1
Struktur Lembaga Pengelolaan Objek Wisata Bukit Siguntang
Unit Pelaksana Teknis
Bukit Siguntang

Unit Pemeliharaan Sarana
Wisata

Unit Pengawasan Objek
Wisata

Unit Penginformasian

Dalam pengelolaan objek wisata Bukit Siguntang tidak melibatkan pihak
swasta/investor karena apabila hal tersebut dilakukan maka prinsip money oriented
yang dilakukan oleh pihak swasta dengan membangun fasilitas yang tidak termasuk
dalam maksud pengembangan sesuai dengan maksud pengembangan yang diinginkan
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang, maka akan menghilangkan
nilai-nilai sejarah dari Kerajaan Sriwijaya.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Palembang pada hari Rabu tanggal 27 November 2015 pukul 10.00
WIB di Kantor Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang yakni:
Pengelolaan objek wisata Bukit Siguntang tidak melibatkan pihak swasta
dikarenakan kekhawatiran pemerintah akan tindakan swasta yang bermaksud
memperoleh keuntungan sehingga membangun fasilitas yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai sejarah dari Kerajaan Sriwijaya. Di lain sisi, pemerintah daerah
bermaksud tetap ingin mempertahankan nilai-nilai tersebut.
3.2.2 Pembangunan Sarana
Kunjungan ke objek wisata Bukit Siguntang perlu didukung oleh pembangunan
dan pengembangan sarana guna memperlancar perjalanan wisatawan yang datang
mengunjungi

objek

wisata.Dalam

hal

ini

menyediakan

sarana

penunjang

kepariwisataan seperti bangunan khas bercorak Kerajaan Sriwijaya, fasilitas meja serta

tempat duduk wisatawan yang juga bercorak Kerajaan Sriwijaya sehingga mampu
menciptakan suasana nyata seperti benar-benar berada di zaman Kerajaan Sriwijaya.
Menurut Iwan Nugroho (2011:143) mengemukakan faktor budaya adalah:
Desain fisik bangunan yang berorientasi kultural menjadi komponen penting
layanan jasa ekowisata.Nilai-nilai warisan budaya, mencakup cagar alam,
lanskap, bangunan prasejarah, arsitektur, seremoni, bahasa dan seni tradisional
harus mampu dipelihara dalam kerangka aspek legal. Deskripsi tentang kultur
dan nilai-nilai yang diwariskan akan menjadi informasi penting sekaligus menjadi
panduan bagi pengelolaan tujuan ekowisata.
Dalam kenyataannya bahwa sarana tersebut perlu dan sangat diinginkan untuk
dibangun serta dikembangkan dikarenakan untuk menyesuaikan dengan maksud yang
dituju oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang. Akan tetapi
pembangunan serta pengembangan sarana tersebut tetap harus disepakati dalam
musyawarah pembangunan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, upaya
yang dilakukan guna mengembangkan sarana objek wiata Bukit Siguntang meliputi:
a. Pengembangan Sarana Wisata
Pengembangan sarana yang telah dan dapat dilakukan adalah ppengembangan
fasilitas umum seperti toilet umum. Sarana tersebut dapat dibangun, akan tetapi untuk
membangun atau mengembangkan fasilitas tersebut yang berasitektur seperti
bangunan Kerajaan Sriwijaya tidak dapat dilakukan padahal maksud yang ingin
diperoleh adalah meningkatkan kunjungan wisatawan karena suasana kerajaan yang
sangat terasa, meningkatkan kenyamanan para wisatawan. Begitu juga dengan
pembangunan fasilitas seperti bangunan utama berasitektur Kerajaan Sriwijaya. Akan
tetapi tetap pada kenyataannya yang dapat dilakukan pengembangan fasilitas ialah
pada pengembangan fasilitas umum yang dibutuhkan saja serta melakukan perbaikan
atau renovasi bangunan-bangunan termasuk bangunan bersejarah yang ada di objek
wisata Bukit Siguntang seperti pada table 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1
Program dan Kegiatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang
KELOMPO
PENDANAAN
PROGRAM

KEGIATAN

INDIKATOR KINERJA

K
INDIKATIF
SASARAN

1

2

Pembangunan sarana
dan

3

1. Pembuatan

prasarana

perahu

kepariwisataan.

Input

: - Proposal

Wisatawan

5
-

Sampan

Sungai Musi ).

Proses

-

- Pelaksanaan
bidar

(

untuk

Output

: - Sarana dan Prasarana
Kepariwisataan.

wisatawan Sungai
Musi ).

Outcome

: - Pengunjung

( Wisatawan )
- Daya Tampung
Impati

: - Tenaga Kerja
- Kontribusi

( Retribusi

1.

Promosi

dan

-

penjualan

leaflet,

wisata

Brosur dan lain –

dalam

dan luar negeri
(

Pemasaran

Booklet,

-

& Pajak )

-

Tersedianya bahan promosi.

-

Terpeliharanya

bangunan

bersejarah.

banguna
bersejarah

Pemeliharaan

Cagar budaya.
-

bersejarah.

-

Tersedianya kantor.

-

Tersedianya mobileur.

-

Guide yang berkualitas.

Renovasi

Penataan dan

bangunan

PAD

lain.

wisata ).
2.

Pembuatan buku

dan

Pembangunan
Kantor UPTD dan
gedung seni.

-

APBD
Provinsi

: - Tender
-

2. Pembuatan
perahu

APBD
Kota

- Tim Kerja

( untuk wisatawan

prestasi

4

Pengadaan
mobileur kantor.

b. Penyediaan Sarana Akomodasi
1) Penyediaan fasilitas peristirahatan dan penginapan bagi wisatawan

-

APBN

Penyediaan fasilitas peristirahatan perlu dilakukan mengingat objek wisata Bukit
Siguntang yang memiliki wilayah berbukit sehingga akan sangat memungkinkan tenaga
wisatawan dapat terkuras. Oleh karena itu kemudian tindakan yang dapat dilakukan
oleh dinas kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang dalam penyediaan tempat
perisitirahatan ialah dengan membuat settle yang dapat dimanfaatkan oleh wisatawan
untuk beristirahat. Terlebih kondisi objek wisata Bukit Siguntang yang cukup luas
sehingga diperlukan sarana perhotelan. Perhotelan dimungkinkan untuk dibangun agar
para wisatawan dapat melanjutkan perjalanan wisata mereka pada hari-hari berikutnya
untuk menikmati pesona wisata lain yang ada di Kota Palembang. Berdasarkan hasil
wawancara penulis dengan Kepala Bidang Pengembangan Sarana dan Prasarana
Pariwisata mengatakan:
“Untuk memperlancar kunjungan wisatawan di tempat-tempat wisata disediakan
sarana perhotelan yang berada di kawasan wisata. Sehingga memudahkan
wisatawan untuk menuju objek wisata karena letaknya yang tidak berjauhan”.

Jumlah akomodasi penginapan di sekitar objek wisata Bukit Siguntang dapat dilihat
pada table 5.2 berikut ini:
No

Nama Hotel

Alamat

Jumlah

3

1
1

2
Hotel Arya Duta

Jl. Merdeka

Kamar
4
400

2

Hotel Horizon

Jl. Jend. Ahmad Yani

380

3

Hotel Sentosa

Jl. Pangeran Antasari

30

4

Hotel Anugerah

Jl. D.I Panjaitan

22

5

Hotel Permai

Jl. Soeprapto

17

6

Wisma Duta

Jl. Pemuda

16

7

Wisma Indah

Jl. Jend. Soedirman

15

8

Graha Wisata

Jl. Muara Dua

18

2) Penyediaan Fasilitas Tempat Makan Wisatawan
Di lokasi objek wisata Bukit Siguntang terdapat banyak rumah makan yang ada
hampir di setiap pinggir jalan utama menuju lokasi objek wisata tersebut serta di dalam
objek wisata itu sendiri.Pada saat ini terdapat sebanyak 43 rumah makan yang dapat

disinggahi oleh para wisatawan yang datang berkunjung. Adapun data rumah makan
yang terdapat di sepanjang jalan menuju objek wisata Bukit Siguntang dapat dilihat
pada table 5.3 di bawah ini:

Tabel 5.3
Daftar Rumah Makan di Sekitar Objek Wisata Bukit Siguntang
N

NAMA RUMAH MAKAN

ALAMAT

O
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

2
Rumah makan Hj. Nani
Rumah Makan Abadi
Rumah makan Abadi I
Rumah Makan Abadi II
Rumah Makan Anna
Rumah Makan Pertemuan
Rumah Makan Purnama
Rumah Makan Rezki
Rumah Makan Kandangan Fried Chicken
Rumah Makan Noor Rezeki
Rumah Makan Borobudur
Rumah Makan Nyimas
Rumah Makan Pindang Pegagan Sejahtera
Rumah Makan Pindang Pegagan Bukit
Rumah Makan Pindang Meranjat
Rumah Makan Rumah Makan Bambu
Warung Pempek Dan Model Bukit
Warung Pempek Nia
Warung Ayam Penyet
Warung Bakso Anugerah
Café Shop I
Café Shop II
Café Shop III
Café Shop IV

3
Jl. Sriwijaya
Jl. Sriwijaya
Jl. Bukit Lama
Jl. Soeprapto
Jl. Sriwijaya
Jl. P. antasari
Jl. P. antasari
Jl. D.I Panjaitan
Jl. Soeprapto
Jl. Jend. Soedirman
Jl. Jend. Soedirman
Jl. Musi 2
Jl. Bukit Lama
Jl. Bukit Baru
Jl. Sriwijaya
Jl. Jl. A. Yani
Jl. Sriwijaya
Jl. Sriwijaya
Jl. Bukit Baru
Jl. Bukit Baru
Bukit Siguntang
Bukit Siguntang
Bukit Siguntang
Bukit Siguntang

25
26

Warung Pak Didi
Warung Bu Eni

Bukit Siguntang
Bukit Siguntang

Kerja sama dengan pihak ketiga dalam pengelolaan objek wisata Bukit
Siguntang ialah dengan menjadikan pihak ketiga sebagai penyedia kebutuhan
akomodasi makanan dan minuman. Pihak ketiga dalam kegiatannya dapat menempati
café shop yang ada di lokasi objek wisata Bukit Siguntang. Café shop tersebut dibangun
oleh pihak Pemerintah Daerah untuk menambah daya tarik wisatawan. Pihak
pemerintah daerah tidak melibatkan investor dalam pembangunan fasilitas tersebut
karena selain kekhawatiran terhadap pihak investor yang dapat mempunyai hak untuk
ikut mengelola dari saham yang ditanam, fasilitas tersebut dapat menjadi objek untuk
disewakan sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan daerah.
3) Penyediaan Lahan Parkir
Kebutuhan ruang parkir dalam bentuk pelayanan yang memberikan rasa aman
terhadap para pengunjung guna menghindari terjadinya tindak kejahatan/pencurian
kendaraan di sekitar objek wisata.Di tempat parkir tersebut tidak hanya dijaga oleh
masyarakat sekitar yang turut berperan tetapi juga diawasi oleh petugas keamanan.
Menurut hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Palembang menyebutkan bahwa:
Penyediaan lahan parkir sangat dibutuhkan di objek wisata Bukit Siguntang.Hal
tersebut dimungkinkan karena untuk mendaki perbukitan di objek wisata tersebut
tidak dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan.Penyediaan lahan parkir
berbeda-beda untuk jenis-jenis fasilitas wisata.Satuan ruang parkir (srp) adalah
tempat parkir untuk satu kendaraan. Menurut standar yang ditetapkan oleh
Ditjend Perhubungan Darat yang diperlukan oleh 1 mobil (1 srp) adalah 4,8 x 2,3
meter. Besarnya area parkir yang diperlukan tergantung pada jumlah kendaraan
dan jarak antar kendaraan yang ditentukan, desain untuk akses dan sirkulai
kendaraan.

3.2.3 Perawatan Sarana Wisata
Sarana yang telah dibangun dan dikembangkan merupakan faktor penunjang
wisata. Sarana juga dapat membantu memberikan peningkatan jumlah wisatawan. Oleh
karena itu perawatan sarana sangatlah penting.

Perawatan sarana di objek wisata Bukti Siguntang telah secara rutin
dilakukan.Perawatan tersebut telah direncanakan setiap tahunnya dalam Rencana
Kerja Anggaran (RKA).Dari penjabaran RKA tersebut kemudian tindakan perawatan
yang secara rutin dilakukan ialah pemeliharaan kondisi fisik sarana wisata serta
pemeliharaan

kebersihan

baik

sarana

maupun

lingkungan

objek

wisata

itu

sendiri.berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Kepala Bidang Pengembangan
Sarana dan Prasarana Pariwisata bahwa kegiatan perawatan sarana maupun objek
wisata Bukit Siguntang sendiri secara rutin direncanakan dan direalisasikan seperti
permeliharaan kondisi fisik sarana wisata serta pemelihraan kebersihan.
3.2.4 Peningkatan Pengawasan dan Keamanan di Sekitar Objek Wisata Bukit
Siguntang
Ketertiban

dan keamanan merupakan faktor yang termasuk dalam program

Sapta Pesona yang disampaikan oleh Inu Kencana Syafiie (2008:128) potensi
pariwisata dikenal juga dengan adanya program Sapta Pesona, yaitu:
1. Keamanan
2. Ketertiban
3. Kebersihan
4. Kesejukkan
5. Keindahan
6. Keramahtamahan
7. Kenangan

Ketertiban

dicerminkan

dari

suasana

yang

teratur,

rapi,

lancar

serta

menunjukkan keteraturan yang tinggi.Sedangkan keamanan merupakan suatu jaminan
ketentraman, terhindar perasaan takut, terlindungi serta terjamin jiwa fisik serta barang
para wisatawan.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Bukti Siguntang mengatakan bahwa:
Ketertiban dan keamanan di objek wisata Bukit Siguntang memang harus terus
dijaga.Objek wisata Bukit Siguntang merupakan situs bersejarah yang harus
benar-benar dijaga. Banyaknya pengunjung akan dapat menguntungkan bagi
orang-orang yang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan.
Sehingga pengawasan sangatlah penting untuk menjaga keteraturan.
Objek wisata Bukit Siguntang memiliki barang-barang peninggalan Kerajaan
Sriwijaya yang sangat bernilai.Apabila objek ini tidak didukung dengan pengawasan
keamanan, maka pencurian dapat terjadi. Terlebih dengan banyaknya pengunjung akan
dapat mengurangi pengawasan perorangan. Begitu juga dengan ketertiban terhadap
penggunaan sarana yang ada. Pengunjung yang nakal dapat membuat coretan di
sarana-sarana yang ada sehingga pastinya akan merusak ketertiban.
Berdasarkan wawancara penulis dengan Kepala Bidang Pengembangan Sarana
dan Prasarana Pariwisata mengatakan:
“Untuk menjamin keamanan serta ketertiban maka Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Palembang telah membuat papan-papan peraturan berikut
sanksi yang dipasang di sekitaran lokasi objek wisata Bukit Siguntang.Lebih dari
itu, untuk menjamin semuanya berjalan serta peningkatan jaminan keamanan
dan ketertiban, maka telah disiapkan satpam di lokasi objek wisata tersebut”.
Peningkatan kualitas keamanan yang telah dilakukan oleh Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Palembang merupakan tindakan yang sangat sesuai dengan
konsep pengembangan menurut teori Inu Kencana Syafii sehingga merupakan tindakan
yang tepat untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata Bukit
Siguntang.
3.2.5 Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Pariwisata merupakan sektor yang dapat memberikan sumbangan yang sangat
besar bagi daerah, sejalan dengan terus dikembangkannya bidang pariwisata maka
perlu diimbangi dengan peningkatan potensi atau kualitas manusia yang terlibat baik
secara langsung maupun tidak langsung seperti aparat Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata, tenaga kerja, dan masyarakat yang berada disekitar objek wisata.Yang
menjadi sasaran dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia disektor pariwisata
meliputi pelaku pariwisata yang terdiri dari aparatur pariwisata dan masyarakat. Tidak
semua yang bekerja di bidang pariwisata berpendidikan dibidang kepariwisataan

sehingga menjadi tugas bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk memberikan
bimbingan teknis tentang kepariwisataan agar kualitas pelaku pariwisata menjadi lebih
profesional.
a. Aparatur pariwisata
Menurut Luankali (2007 : 220) mengatakan bahwa: “Faktor penyebab risiko
kegagalan: bad execution (pelaksanaannya jelek), bad policy (kebijakannya memang
jelek) dan bad luck (kebijakasanaannya bernasib jelek)”.
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa
untuk meraih suatu keberhasilan dalam suatu usaha maka diperlukan kerangka
pemikiran yang tertuang dalam kebijakan- kebijakan yang tepat dan cermat. Bila
kebijakan yang diambil asal-asalan maka hasil yang akan dicapai juga kurang
memuaskan, bahkan berisiko mengalami kegagalan. Semua itu tidak terlepas dari
kemampuan yang dimiliki oleh manusianya yang dalam hal ini pegawai Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang.
Kualitas aparatur pariwisata merupakan faktor yang cukup penting dalam
peningkatan dan pengembangan sektor

pariwisata. Peningkatan kualitas aparatur

pariwisata ini lebih diarahkan kepada peningkatan kemampuan di dalam menjalankan
tugas-tugas dibidang teknis atau pelatihan-pelatihan teknis dibidang pariwisata, yaitu
melalui peningkatan keterampilan berupa pendidikan dan pelatihan.
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Palembang, Beliau mengatakan bahwa telah dilakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan sumber daya manusia, yaitu antara lain :
1) Meningkatkan sadar wisata di kalangan masyarakat melalui penyuluhan
sadar wisata;
2) Menyelenggarakan kursus-kursus, penataran dan pelatihan kepariwisataan
dalam rangka meningkatkan kemampuan profesionalisme tenaga kerja di
bidang kepariwisataan;
3) Mengikuti seminar-seminar kepariwisataan;
4) Studi banding ke daerah lain.
Berdasarkan penjelasan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di atas,
maka penulis dapat memberikan penilaian yang cukup baik atas upaya dan kerja keras

yang telah dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam meningkatkan
kualitas pegawainya, melalui pendidikan dan pelatihan kepariwisataan sehingga hasil
yang akan dicapai akan lebih baik lagi.
b.

Masyarakat
Pembangunan kepariwisataan daerah merupakan rangkaian usaha dari Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang dalam rangka meningkatkan kunjungan
wisatawan. Di mana pembangunan ini merupakan suatu upaya yang sistematis dan
berkesinambungan meliputi berbagai macam kegiatan dengan tujuan memajukan
kesejahteraan masyarakat. Pembangunan kepariwisataan dilakukan dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan menggunakan keterpaduan gerak
berbagai aspek kehidupan lainnya yang merupakan sinergi dan melibatkan masyarakat
secara keseluruhan.
Masyarakat merupakan ujung tombak keberhasilan pengembangan dan
pembangunan pariwisata sehingga perlu tetap diberdayakan.Tujuan dari pemberdayaan
masyarakat di dalam kepariwisataan adalah untuk meningkatkan peran masyarakat
sebagai pelaku pariwisata

tidak hanya

sebagai

penonton, sehingga mampu

meningkatkan taraf hidup masyarakat itu sendiri.Peningkatan kualitas sumber daya
manusia dilakukan dengan mengadakan penyuluhan wisata.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan PariwisataKota Palembang yang
menjelaskan bahwa:
Salah satu tujuan dari Dinas Kebudayaan dan PariwisataKota Palembang ikut
memberdayakan masyarakat terutama yang berada disekitar objek wisata
adalah memberikan kesempatan bagi masyarakat disekitar untuk
mengembangkan keterampilan dengan melakukan pembinaan secara langsung
dasar-dasar teknik pengembangan kerajinan dari pemilihan bahan baku sampai
dengan pengemasan produk dan pemasaran.
Kerajinan lokal kain tenun khas Palembang yang berlokasi dekat dan di dalam
objek wisata merupakan salah satu daya tarik bagi para wisatawan yang berkunjung,
maka industri tersebut perlu dikembangkan secara optimal. Diperlukan adanya
pembinaan kepada para pengrajin secara serius agar mereka dapat mengembangkan
usahanya lebih baik.Dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan PariwisataKota Palembang
bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Palembang berusaha
membantu para pengrajin dengan mengadakan pembinaan kepada para pengrajin agar
mutu kerajinan lokal dapat lebih bermutu.

Menurut

hasil

wawancara

dengan

Kepala

Bidang

Pemasaran

Produk

Kebudayaan dan Pariwisata menjelaskan bahwa:
Pada kesempatan pelatihan diberikan penyuluhan tentang Sapta Pesona Wisata
sehingga wisatawan yang akan datang dapat menikmati kunjungan, hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat,
menggalang sikap perilaku untuk menjadi tuan rumah yang baik serta
meningkatkan citra, mutu produk dan pelayanan pariwisata yang dilandasi atas
meningkatnya penerapan Sapta Pesona dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun penyuluhan-penyuluhan yang diberikan pada Sapta Pesona Wisata
terhadap masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Aman
Aman merupakan suatu keadaan yang memberikan suasana tenang dan tenteram bagi
wisatawan, terbebas dari rasa takut dan khawatir akan keselamatan jiwa, raga dan
harta.
2. Tertib
Tertib merupakan kondisi yang mencerminkan suasana tertib dan teratur serta disiplin
dalam semua segi kehidupan masyarakat dan tertib menghadapi wisatawan.
3. Bersih
Bersih merupakan suatu kondisi lingkungan yang menampilkan suasana bebas dari
kotoran, sampah, limbah, penyakit, dan pencemaran.Keadaan bersih harus tercermin
pada lingkungan dan sarana pariwisata.
4. Sejuk
Lingkungan yang serba hijau, segar, rapi, memberi suasana dan keadaan sejuk,
nyaman, tentram. Kesejukan yang dikehendaki tidak saja harus berada diluar ruangan,
akan tetapi juga berada didalam ruangan, misalnya ruang kerja/belajar, ruang makan,
ruang tidur dan lain-lain.
5. Indah
Yakni suasana yang menampilkan lingkungan yang menarik dan sedap dipandang.
Indah dapat dilihat dari berbagai segi, seperti dari segi tata warna, tata letak, tata ruang

bentuk atau gaya dan gerak yang serasi dan selaras sehingga memberi kesan yang
enak dan cantik untuk dilihat.
6. Ramah
Ramah merupakan suatu sikap dan perilaku yang menunjukan kesopanan, akrab,
hormat, sopan dalam berkomunikasi, suka tersenyum dan menarik hati serta
memberikan pelayanan yang baik.Ramah tidak berarti harus kehilangan kepribadian
atau sikap tegas dalam menentukan suatu keputusan. Ramah merupakan watak
budaya bangsa Indonesia pada umumnya, selalu menghormati tamu dan dapat menjadi
tuan rumah yang baik. Sikap ini merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan.
7. Kenangan
Kenangan adalah kesan yang melekat dengan kuat pada ingatan dan perasaan
seseorang yang disebabkan oleh pengalaman yang diperolehnya.
Setelah memperhatikan penjelasan dari Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata dan Kepala Bidang Pemasaran Produk dan Kebudayaan Pariwisata, maka
dapat disimpulkan bahwa dengan memperhatikan keadaan pelaku wisata seperti di atas
maka masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatkan kualitas dari sumber daya
manusia dengan memberikan pendidikan dan pelatihan tentang kepariwisataan kepada
para pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sehingga menjadi lebih professional
lagi dalam menjalankan tugas yang telah diberikan kepada masing-masing pegawai.
Sedangkan untuk masyarakat itu sendiri maka penyuluhan “Sadar Wisata” harus lebih
digalakan lagi sehingga para pengunjung tidak akan merasa kecewa dengan kunjungan
yang telah dilakukannya.
3.2.5.1

Pengembangan Pemasaran dan Promosi Pariwisata
Pemasaran pariwisata adalah suatu proses manajemen yang dilakukan oleh

organisasi pariwisata nasional atau perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam
industri pariwisata untuk melakukan identifikasi terhadap wisatawan yang sudah punya
keinginan untuk melakukan perjalanan wisata dan wisatawan yang mempunyai potensi
akan melakukan komunikasi dengan mereka, mempengaruhi keinginan, kebutuhan,
memotivasinya, terhadap apa yang disukai dan yang tidak disukainya, pada tingkat
daerah-daerah lokal, regional, nasional ataupun internasional dengan menyediakan

objek dan atraksi wisata agar wisatawan memperoleh kepuasan optimal. Sedangkan
promosi adalah variabel kunci dalam rencana strategi pemasaran dan dapat dipandang
sebagai

suatu

unsur

untuk

menciptakan

kesempatan-kesempatan

pemasaran

pariwisata.
Fungsi promosi adalah untuk memberitahukan produk yang hendak ditawarkan
kepada calon wisatawan yang hendak dijadikan target pasar. Kegiatan promosi idealnya
dilakukan secara berkesinambungan melalui beberapa media yang dianggap efektif
dapat menjangkau target pasar, apakah media cetak (Koran, majalah atau pamflet),
media elektronik (radio, tv, atau internet), namun pemilihannya tergantung dengan
target pasar yang hendak dituju. Dengan demikian promosi sangat diperlukan untuk
menjaga agar hubungan antara produsen dan konsumen tidak terputus dan tetap
terjalin secara sistematis.
Berkaitan

dengan

pengertian

di

atas,

maka

promosi

pariwisata

ini

memperkenalkan produk-produk wisata yang ada dengan segala keunikannya sehingga
mempengaruhi seseorang untuk melihat, mengenal secara dekat apa yang dikenalkan
itu. Kegiatan pemasaran dan promosi dilakukan melalui suatu proses perencanaan dan
analisa untuk mencapai tingkat maksimal sehingga dapat meraup dan menjaring
keinginan wisatawan. Untuk meningkatkan kepariwisataan, harus dilakukan berbagai
terobosan dalam melakukan promos.Hal ini disadari mengingat persaingan di dalam
dunia pariwisata yang semakin ketat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pemasaran Produk dan
Kebudayaan Pariwisata mengatakan bahwa:
Kegiatan pemasaran dan promosi untuk kegiatan objek wisata alam Loksado
dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata melalui liflet/brosur pariwisata
di hotel-hotel, promosi dalam rangka pameran pembangunan daerah dan
sebagainya sampai lingkup wilayah Sumatera Selatan maupun tingkat nasional.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata yang mengatakan:
Implementasi pemasaran dan promosi wisata yang dilakukan oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata juga dilakukan melalui :
1) Media Elektronika, Promosi dilakukan melalui kerjasama dengan Radio
Republik Indonesia Kota Palembang dan Radio Elita FM Palembang.
2) Media Cetak, Pemasaran dan Promosi pariwisata juga dilaksanakan melalui
media cetak, baik melalui Koran Palembang Post, buletin, livlet, brosur,
Calender of Event, map dan lain-lain.

3) Kegiatan-kegiatan Wisata, Selain melalui media cetak dan media elektronika
promosi juga dilakukan melalui penyelenggaraan “Fam Tour”, pergelaran
kebudayaan seperti pagelaran tarian Sansapurba, pameran pariwisata
seperti gelar museum di Jakarta, event kesenian Peran Basi Bangsa
Melayu, tempat festival-festival baik yang bersifat nasional maupun
internasional.
4) Pemasangan papan-papan reklame di pusat-pusat keramaian dan di pinggirpinggir jalan yang sifatnya strategis.

Menurut pendapat saya bahwa promosi yang telah dilakukan oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang di atas cukup baik dikarenakan usaha
dalam mempromosikan objek wisata tersebut telah mampu mencakup wilayah yang
lebih luas yakni nasional hingga internasional dengan adanya event-event nasional
ataupun internasional yang diselenggarakan di Kota Palembang. Akan tetapi masih
terdapat kekurangan dalam memperluas pemasaran yakni situs internet yang masih
belum dimiliki untuk memasarkan objek wisata tersebut. Pemasaran melalui internet
akan mempermudah kegiatan pemasaran baik untuk para calon wisatawan ataupun
bagi pihak pemerintah sendiri secara efektif dan efisien karena melalui internet dapat
mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi.

BAB IV
KESIMPULAN

Pemerintah telah menyusun sejumlah kebijakan di tingkat nasional yang
mendukung

pelaksanaan

pembangunan

pariwisata

berkelanjutan,

seperti

UU

Pariwisata No 10 tahun 2009 dan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional (RIPARNAS 2010-2025). Pembangunan tersebut mengedepankan efisiensi
energi, pelestarian keanekaragaman hayati, dan pekerjaan yang layak yang
memperhatikan aspek lingkungan (green jobs). Pembangunan pariwisata berkelanjutan
mengutamakan wisatawan dapat belajar dan berapresiasi terhadap alam, budaya,
bahkan kehidupan ritual masyarakat setempat. Kesadaran yang didasarkan oleh
pemahaman terhadap kondisi lingkungan yang berorientasi pada konservasi dan
kepedulian terhadap budaya serta peradaban penduduk setempat merupakan hal yang
menonjol dalam pelaksanaan pariwisata berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Palembang mempunyai objek wisata budaya yaitu Bukit Siguntang. Bukti
Siguntang dikenal sebagai wilayah dari Kerajaan Sriwijaya dan mempunyai beberapa
peninggalan dari kerajaan tersebut menjadikan wilayah perbukitan yang ada di Kota
Palembang ini menyimpan banyak nilai sejarah. Pembangunan pariwisata di Kota
Palembang dapat memberikan pengaruh positif terhadap

sektor-sektor yang lain

seperti perdagangan, hotel, restoran; angkutan/komunikasi serta jasa. Oleh karena itu,
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang mengembangkan objek wisata
Bukit

Siguntang

sebagai

pembangunan

pariwisata

berkelanjutan

melalui

pengembangan kelembagaan dan pengelolaan objek dan daya tarik wisata;
pembangunan sarana seperti pengembangan sarana wisata, penyediaan sarana
akomodasi; perawatan sarana wisata; peningkatan pengawasan dan keamanan;
peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk aparatur pariwisata, masyarakat;
pengembangan pemasaran dan promosi pariwisata.

DAFTAR PUSTAKA

Abdilah Fitra dan Leksmono, S Maharani. 2001. “Pengembangan Kepariwisataan
berkelanjutan”. Jurnal Ilmu Pariwisata Vol.6. No. 1 Juli 2001. hal :87.
Chucky. 1999. Internasional Tourism : A Global Prespective. Madrid: Word Tourism
Organization (WTO).
Eadington, W.R. and Smith,V. 1992. The Emergence of Alternative Form of Tourism dalam
Smith,V. and Eadington, W.R. (ed). Tourism Alternative : Potencial and Problem in the
Tourism Development dalam Suwena, I Ketut, 2010. Format Pariwisata Masa Depan,
dalam Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Globa”. Denpasar : Udayana
University Press.
Indrawati, Yayu. 2010. Pelestarian Warisan Budaya Bali Dalam Mewujudkan Pariwisata
Berkelanjutan di Kota Denpasar dalam Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran
Krisis Global. Denpasar : Udayana Universi