Tenaga Kerja Indonesia dalam Era Globali
TENAGA KERJA INDONESIA DALAM ERA GLOBALISASI
RISANG PUJIYANTO
PENDAHULUAN
Globalisasi merupakan kenyataan yang tidak bisa ditolak oleh tiap-tiap negara dalam
hubungannya di dunia internasional. Fakih (2004) mendefinisikan globalisasi sebagai proses
pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam suatu sistem ekonomi global. Globalisasi
memang tidak hanya berarti secara sempit hanya dilihat dari segi ekonomi, akan tetapi juga
mencakup penyebaran nilai-nilai yang dipandang berlaku universal, seperti hak asasi manusia,
demokratisasi, nilai-nilai kepemerintahan yang baik, dan sebagainya. Adanya globalisasi membuat
setiap negara harus mempersiapkan diri terhadap efek yang ditimbulkannya sehingga tidak berakibat
negatif, karena fakta empiris membuktikan globalisasi ternyata juga membawa efek yang buruk bagi
masyarakat di suatu negara. Contoh nyata efek negatif globalisasi itu antara lain adalah Mexico yang
memiliki ketangguhan dalam keamanan pangan mengalami kehancuran dalam perekonomian
jagungnya dan itu terjadi dalam waktu 14 tahun setelah pemberlakuan structural adjustment dan 2
tahun NAFTA di Mexico (Pramusinto, 2007).
Di Indonesia, dari sisi tenaga kerja, globalisasi memberikan kesempatan yang setara bagi
Warga Negara Asing maupun Warga Negara Indonesia untuk mencari pekerjaan di Indonesia.
Sehingga tentunya dibutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk
menghindari SDM Indonesia menjadi pengangguran di negeri sendiri. Kekhawatiran ini cukup
beralasan karena pada tataran realita dalam kurun waktu 2005 sampai dengan 2009 terjadi
peningkatan jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia. Dari tabel 1.1 terlihat bahwa
terjadi peningkatan yang cukup tajam untuk Tenaga kerja teknisi dari 329 pada tahun 2005 menjadi
11.368 orang pada tahun 2009.
Tabel 1
Sebaran Jumlah TKA menurut Level Jabatan
2005-2009
Konsultan
2005
2006
2007
2008
2009 (Juni)
15.537
21.466
3.449
3.109
3.303
Direktur
7.341
6.975
3.392
3.822
4.025
Komisaris
-
9
283
325
373
Manajer
2.581
2.572
6.479
8.162
8.438
Profesional
8
515
15.080
14.437
15.894
Supervisor
2
569
3.194
2.984
2.825
Teknisi
329
898
3.572
9.640
11.368
Total
27.803
35.010
37.456
44.487
46.226
Sumber : kemenakertrans dalam Survey Nasional TKA 2009, BI
Gambar 1
Tren Peningkatan Tenaga Teknisi Asing
Sumber: Kemenakertrans dalam Survey Nasional TKA 2009, BI (diolah)
Peran dan fungsi pemerintah dalam ketenagakerjaan adalah menciptakan kesempatan kerja
seluas-luasnya, baik sendiri maupun bersama masyarakat sebagaimana tercantum dalam pasal 39 UU
Nomor 13 Tahun 2003. Dalam kapasitasnya memperluas lapangan kerja, pemerintah harus
mendayagunakan berbagai sektor ekonomi baik berbasis sumber daya alam maupun teknologi. Selain
itu pemerintah harus meningkatkan kualitas dan produktifitas tenaga kerja agar terampil, ahli dan
kompeten dalam persaingan global. Tulisan ini akan membahas keadaan tenaga kerja Indonesia
dalam menghadapi globalisasi.
1
KONDISI TENAGA KERJA DI INDONESIA
Laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja di Indonesia saat ini masih relatif tinggi,
yaitu untuk periode 1971-1980 rata-rata pertumbuhan penduduk adalah 2,31 persen per tahun dan
mengalami penurunan dalam kurun waktu 1980-1990 menjadi sekitar 1,98 persen per tahun.
Sedangkan selama periode 1990-2000 rata-rata pertumbuhan penduduk mencapai 1,49 persen per
tahun dan masih sama pada periode 2000-2010
sekitar 1,49 persen per tahun. Dengan laju
pertumbuhan penduduk seperti di atas maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah
sebesar 237,641,326 jiwa.
Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk maka angkatan kerja juga akan terus bertambah.
Jika dilihat menurut sektor, sektor pertanian masih menjadi penampung terbanyak tenaga kerja
sebanyak 35% atau 39,9 juta tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor pertanian. Sektor kedua yang
menyerap banyak tenaga kerja adalah perdagangan sebesar 22% atau 24,8 juta disusul oleh sektor
jasa-jasa yang menyerap 15% atau 17,5 juta. Sementara sektor industri menempati urutan keempat
penyerap tenaga kerja terbanyak yaitu 13% atau 14,7 juta tenaga kerja.
Tabel 2
Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2004 – 2013 (orang)
No.
1
2
3
4
5
6
Lapangan
Pekerjaan
Utama
2004
Pertanian,
Perkebunan,
Kehutanan,
Perburuan
dan
Perikanan
40,608,019
41,309,776
40,136,242
41,206,474
41,331,706
41,611,840
41,494,941
39,328,915
38,882,134
39,959,073
Pertambanga
n dan
Penggalian
1,034,716
904
924
995
1,070,540
1,155,233
1,254,501
1,465,376
1,601,019
1,555,564
11,070,498
11,952,985
11,890,170
12,368,729
12,549,376
12,839,800
13,824,251
14,542,081
15,367,242
14,784,843
Listrik, Gas
dan Air
228,297
194,642
228,018
174,884
201,114
223,054
234,070
239,636
248,927
Konstruksi
4,540,102
4,565,454
4,697,354
5,252,581
5,438,965
5,486,817
5,592,897
6,339,811
6,791,662
6,885,341
19,119,156
17,909,147
19,215,660
20,554,650
21,221,744
21,947,823
22,492,176
23,396,537
23,155,798
24,804,705
Industri
Perdagangan,
Rumah
Makan dan
Jasa
2013
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Februari
254,528
2
Akomodasi
7
8
9
10
Transportasi,
Pergudangan
dan
Komunikasi
5,480,527
5,652,841
5,663,956
5,958,811
6,179,503
6,117,985
5,619,022
5,078,822
4,998,260
5,231,775
Lembaga
Keuangan,
Real Estate,
Usaha
Persewaan
dan Jasa
Perusahaan
1,125,056
1,141,852
1,346,044
1,399,940
1,459,985
1,486,596
1,739,486
2,633,362
2,662,216
3,012,770
10,515,665
10,327,496
11,355,900
12,019,984
13,099,817
14,001,515
15,956,423
16,645,859
17,100,896
17,532,590
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
93,722,036
93,958,387
95,456,935
99,930,217
102,552,750
104,870,663
108,207,767
109,670,399
110,808,154
114,021,189
Jasa
Kemasyaraka
tan, Sosial
dan
Perorangan
Lainnya
Total
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004 s/d 2013
Namun jika dilihat proporsi tenaga kerja di keempat sektor tersebut, sektor pertanian cenderung
mengalami penurunan sedangkan tiga sektor lainnya ada kecenderungan meningkat. Proporsi tenaga
kerja yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dari 43% tahun 2004 menjadi 35%
tahun 2013. Proporsi sektor perdagangan mengalami kenaikan dari 20% tahun 2005 menjadi 22%
tahun 2013. Pada kurun waktu yang sama sektor jasa meningkat dari 11% menjadi 22%, sedangkan
proporsi penyerapan tenaga kerja di sektor industri hanya meningkat tipis dari 12% menjadi 13%.
Tabel 3
Presentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2004 – 2013
No.
1
Lapangan
Pekerjaan
Utama
Pertanian,
Perkebunan,
Kehutanan,
Perburuan
dan
Perikanan
2013
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Februari
43%
44%
42%
41%
40%
40%
38%
36%
35%
35%
3
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pertambanga
n dan
Penggalian
1%
0%
0%
0%
1%
1%
1%
1%
1%
1%
12%
13%
12%
12%
12%
12%
13%
13%
14%
13%
Listrik, Gas
dan Air
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
Konstruksi
5%
5%
5%
5%
5%
5%
5%
6%
6%
6%
Perdagangan,
Rumah
Makan dan
Jasa
Akomodasi
20%
19%
20%
21%
21%
21%
21%
21%
21%
22%
Transportasi,
Pergudangan
dan
Komunikasi
6%
6%
6%
6%
6%
6%
5%
5%
5%
5%
Lembaga
Keuangan,
Real Estate,
Usaha
Persewaan
dan Jasa
Perusahaan
1%
1%
1%
1%
1%
1%
2%
2%
2%
3%
11%
11%
12%
12%
13%
13%
15%
15%
15%
15%
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Industri
Jasa
Kemasyaraka
tan, Sosial
dan
Perorangan
Lainnya
Total
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004, s/d 2013 (diolah)
Pada tahun 2013, dari jumlah 114,021,189 orang, tenaga kerja dengan pendidikan SD ke bawah
menempati posisi terbanyak dengan jumlah 54,62 juta orang atau 48 % , dan kemudian disusul yang
berpendidikan
Sekolah Menengah Pertama sejumlah 20,29 juta orang atau 18 %. Secara
keseluruhan, dari tahun 2008 sampai dengan 2013, terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja
menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan. Sedangkan tenaga kerja dengan pendidikan SD ke
bawah justru mengalami penurunan dari 55,33 juta orang menjadi 54,62 juta orang .
Tabel 4
Presentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
4
Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2008 – 2013 (juta orang)
2008
2009
2010
2011
2012
2013
SD Ke Bawah
55,33
55,21
54,51
54,18
53,88
54,62
Sekolah Menengah Pertama
19,04
19,39
20,63
20,70
20,22
20,29
Sekolah Menengah Atas
14,39
14,58
15,92
17,11
17,25
17,77
Sekolah Menengah Kejuruan
6,76
8,24
8,88
8,86
9,50
10,18
Diploma I/II/III
2,87
2,79
3,02
3,17
2,98
3,22
Universitas
4,15
4,66
5,25
5,65
6,98
7,94
102,55
104,87
108,21
109,67
110,81
114,02
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS, berbagai tahun
Pada tahun 2013, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia sejumlah 7,170,523 orang. Apabila
melihat Tabel 1.5, Lulusan SLTA Umum menempati posisi terbanyak dengan jumlah 1,841,545 orang
atau 26 %, yang kemudian disusul oleh lulusan SLTP sejumlah 1,822,395 orang atau 25 %. Dari tahun
2004 sampai dengan 2013, jumlah penggangguran dengan pendidikan SLTA Umum cenderung
mengalami kenaikan, dari 2,441,161 orang atau 24 % pada tahun 2004 menjadi jumlah 1,841,545
orang atau 26 % pada tahun 2013. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penggangguran yang
berpendidikan Universitas, dimana dari 348,107 orang atau 3 % pada tahun 2004 menjadi sejumlah
421,717 orang atau 6 % pada tahun 2013, dan bahkan pada tahun 2010 sempat mengalami kenaikan
hingga 9 % atau sejumlah 710,128 orang.
Tabel 5
Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2004 - 2013
No.
1
2
Pendidikan
Tertinggi
Yang
Ditamatkan
Tidak/belum
pernah
sekolah
Belum/tidak
tamat SD
2013
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Februari
336,027
264,458
170,666
94,301
103,206
90,471
157,586
190,370
82,411
109,865
668,269
673,527
611,254
438,519
443,832
547,430
600,221
686,895
503,379
513,534
3
SD
2,275,281
2,729,915
2,589,699
2,179,792
2,099,968
1,531,671
1,402,858
1,120,090
1,449,508
1,421,653
4
SLTP
2,690,912
3,151,231
2,730,045
2,264,198
1,973,986
1,770,823
1,661,449
1,890,755
1,701,294
1,822,395
5
SLTA Umum
2,441,161
3,069,305
2,851,518
2,532,204
2,403,394
2,472,245
2,149,123
2,042,629
1,832,109
1,841,545
6
SLTA Kejuruan
1,254,343
1,306,770
1,305,190
1,538,349
1,409,128
1,407,226
1,195,192
1,032,317
1,041,265
847,052
7
Diploma
I,II,III/Akademi
237,251
308,522
278,074
397,191
362,683
441,100
443,222
244,687
196,780
192,762
8
Universitas
348,107
395,538
395,554
566,588
598,318
701,651
710,128
492,343
438,210
421,717
5
Total
10,251,351
11,899,266
10,932,000
10,011,142
9,394,515
8,962,617
8,319,779
7,700,086
7,244,956
7,170,523
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004, s/d 2013
Tabel 6
Presentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2004 - 2013
No.
1
2
Pendidikan
Tertinggi
Yang
Ditamatkan
Tidak/belum
pernah
sekolah
Belum/tidak
tamat SD
3
SD
4
SLTP
5
SLTA Umum
6
SLTA Kejuruan
7
Diploma
I,II,III/Akademi
8
Universitas
2013
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Februari
3%
2%
2%
1%
1%
1%
2%
2%
1%
2%
7%
6%
6%
4%
5%
6%
7%
9%
7%
7%
22%
23%
24%
22%
22%
17%
17%
15%
20%
20%
26%
26%
25%
23%
21%
20%
20%
25%
23%
25%
24%
26%
26%
25%
26%
28%
26%
27%
25%
26%
12%
11%
12%
15%
15%
16%
14%
13%
14%
12%
2%
3%
3%
4%
4%
5%
5%
3%
3%
3%
3%
3%
4%
6%
6%
8%
9%
6%
6%
6%
Total
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004, s/d 2013 (diolah)
Dari data-data tersebut diatas, maka dapat dilihat bahwa sektor pertanian masih menjadi
penampung terbanyak tenaga kerja mengingat sifat pekerjaan di sektor pertanian yang luwes yakni
untuk bekerja di sektor pertanian tidak diperlukan keahlian atau pendidikan khusus. Selain itu
meskipun secara rata-rata terdapat kenaikan tingkat pendidikan pekerja di Indonesia, jumlah pekerja
pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap tinggi. Kenaikan tingkat pendidikan ternyata juga
tidak mempengaruhi angka pengangguran, dimana angka pengangguran terbuka pada tingkat
pendidikan SLTA Umum dan Universitas justru mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Apabila tenaga
kerja diletakkan sebagai faktor keunggulan komparatif, maka dengan melihat kenyataan yang ada
Indonesia masih jauh dari siap untuk berkompetisi dalam bingkai globalisasi.
6
PENDIDIKAN DI INDONESIA
Kritik yang selama ini muncul adalah kesiapan para lulusan memasuki dunia kerja, baik dari
aspek kompetensi maupun profesionalisme. Melalui Institusi Pendidikan diharapkan tenaga kerja
mendapat bekal yang cukup dalam menghadapi dunia kerja baik di tingkat nasional maupun
internasional. Untuk menjamin mutu pendidikan, pemerintah menerbitkan berbagai Perundangan
dan Peraturan Pemerintah, antara lain UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No.14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, UU No 12
Tahun 2012 Tentang Pendidikan tinggi, PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dan sebagainya.
Beberapa perubahan juga telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional untuk dapat
mewujudkan kesesuaian antara dunia pendidikan dan lulusannya dengan kebutuhan tenaga kerja di
dunia usaha. Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo (kompas, 2009) menyatakan bahwa
pada tahun 2014 rasio perbandingan jumlah SMK dengan SMA bisa mencapai 2:1 atau dengan kata
lain, setiap terdapat satu SMA di salah satu wilayah maka di wilayah tersebut harus memiliki dua
SMK.
SMK merupakan lembaga pendidikan yang dimaksudkan untuk menghasilkan SDM yang
memiliki ketrampilan tertentu yang sesuai dengan sektor usaha/industri tertentu. Siswa SMK dibekali
dengan ketrampilan praktis dan pengalaman kerja dalam kekhususan tertentu seperti bangunan,
elektronika, listrik mesin, atau otomotif, bisnis manajemen dan lain-lainnya. Adanya pemberian
ketrampilan praktis dan pengalaman kerja menjadikan lulusan SMK siap pakai di dunia Industri dan
tidak menutup pula kemungkinan untuk menjadi wiraswasta.
Pada tingkat pendidikan tinggi, penguatan pendidikan vokasi menjadi fokus dalam
pembenahan pendidikan di Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari Surat Edaran DIKTI Nomor
1061/E/T/2012
yang antara lain mengatur ketentuan penghentian sementara (moratorium)
pendirian dan perubahan bentuk perguruan tinggi serta pembukaan program studi baru yang tekait
dengan pendidikan akademik, terhitung mulai tanggal 1 September 2012 sampai dengan paling
lambat tanggal 31 Agustus 2014. Berdasarkan data Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan Nasional,
terdapat 3081 perguruan tinggi, baik itu negeri maupun swasta. Perguruan tinggi tersebut terdiri dari
beberapa jenis yang didasarkan pada ketentuan UU Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Universitas,
Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, dan Politeknik. Berikut data jumlah perguruan tinggi di Indonesia
tahun 2010 berdasarkan jenisnya
7
Tabel 7
No
Jenis
Jumlah
Prosentase
1
Universitas
468
15,19%
2
Institut
55
1,79%
3
Sekolah
Tinggi
1.350
43,82%
4
Akademi
1.038
33,69%
5
Politeknik
170
5,52%
3.081
100%
Jumlah
Sumber : http://pdpt.dikti.go.id/
Dari data di atas, terlihat penyediaan sekolah vokasi di Indonesia sejumlah 1.208 atau 39,12%
dari total perguruan tinggi yang dibentuk sebagai sekolah vokasi (Akademi dan Politeknik) atau
sekolah keahlian. Sedangkan sebanyak 1.873 atau 60,79% perguruan tinggi dibentuk sebagai
penyelenggara sekolah akademik dan/atau sekolah vokasi (Universitas, Institut dan Sekolah Tinggi).
Data tersebut menunjukkan penyediaan sekolah vokasi murni di Indonesia jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan penyediaan sekolah akademik yang juga dapat juga menjadi sekolah vokasi.
Berdasarkan gambar 1.2, dapat dilihat seberapa besar perbandingan antara jumlah
mahasiswa sekolah vokasi dan juga jumlah mahasiswa sekolah akademik. Sebagian besar mahasiswa
83,76% atau sejumlah 3.245.013 mahasiswa Indonesia masuk dalam pendidikan akademik,
8
sedangkan sisanya 629.148 atau sekitar 16,23% dari 3.874.161 mahasiswa Indonesia masuk sekolah
vokasi.
Gambar 2
Jumlah Mahasiswa berdasarkan Jenjang Pendidikan
Sumber : http://pdpt.dikti.go.id (diolah)
Dari data tersebut di atas terlihat adanya ketimpangan yang cukup besar antara pendidikan vokasi
dan akademik. Padahal diharapkan melalui pendidikan vokasional, perguruan tinggi dapat mencetak
lulusan profesional yang siap terjun langsung di dunia kerja. Adanya moratorium melalui Surat Edaran
DIKTI Nomor 1061/E/T/2012, diharapkan dapat mengurangi laju pertumbuhan pendidikan tinggi
akademik dan di sisi lain dapat menambah jumlah pendidikan tinggi vokasi.
Untuk membantu mengurangi angka pengangguran pada tingkat pendidikan tinggi,
Kemenakertrans membentuk Bursa Kerja Khusus atau Employment Service Center (ESC).
ESC
merupakan bursa kerja secara online yang menyajikan informasi peluang dan lowongan kerja yang
disediakan perusahaan. Sementara itu, bagi lulusan pendidikan atau pencari kerja yang ingin
meningkatkan kompetensi bisa mendatangi balai latihan kerja (BLK). Saat ini BLK yang sedang
beroperasi adalah 255 buah dimana 237 BLK milik Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota dan 18 buah
milik Kemnakertrans (suarapembaruan.com). Dari 255 buah BLK yang ada, terdapat 13 buah Kios
Unit Pelayanan Teknis Pusat (UPTP) milik Kemenakertrans dan 43 buah milik Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) milik pemerintah daerah yang merupakan Kios 3 in 1. Kios 3 in 1 menyediakan layanan
khusus yang memadukan dengan lembaga pelatihan, sertifikasi dan lembaga penempatan tenaga
9
kerja yang dilayani dalam satu atap (pikiranrakyat.com). Pada akhirnya tidak ada kata terlambat
untuk memperbaiki kualitas sistem pendidikan yang ada karena dengan memiliki sistem pendidikan
yang baik, maka sistem itu akan mampu melahirkan tenaga kerja yang baik pula.
KESIMPULAN
Sumber daya manusia yang memiliki keunggulan dan daya saing yang tinggi merupakan salah
satu cara untuk dapat mengambil keuntungan dari globalisasi. Hubungan dan kerjasama yang baik
antara pemerintah, institusi pendidikan, masyarakat dan industri menjadi suatu hal yang tak
terelakkan. Dalam hal ini, institusi pendidikan harus diarahkan untuk meningkatkan daya saing SDM.
Pemerintah harus mengembangkan sistem yang dapat menjamin kesetaraan akses pada pendidikan
yang berkualitas dan kemudahan investasi sehingga dapat membuka lapangan kerja. Sedangkan
Industri memberikan kesempatan dan pelatihan kerja on-the-jobtraining bagi masyarakat. Dengan
adanya sinergi pemerintah, institusi pendidikan, masyarakat dan industri, diharapkan masyarakat
akan mendapatkan manfaat dari globalisasi
DAFTAR PUSTAKA
Faqih, Mansour. 2004. Runtuhnya Teori Pembangunan dan globalisasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar dan
Insist Press.
Pramusinto, Agus, 2007. Globalisasi, Pembangunan dan Administrasi Publik. Jurnal Politik dan Manajemen
Publik. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2107211224.pdf
Bank Indonesia, 2010. Survey Nasional Tenaga Kerja Asing 2009.
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/93D0767F-D0A8-47F4-856C01C4F73D027E/21202/SurveiTKAIndonesia2.pdf
http://pdpt.dikti.go.id/
http://www.bps.go.id
http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/kemnakertrans-butuh-dana-rp-300-miliar/12072
http://edukasi.kompas.com/read/2009/05/22/17465232/2014.Rasio.SMK.dan.SMA.Mencapai.2.1
http://www.pikiran-rakyat.com/node/237426
10
RISANG PUJIYANTO
PENDAHULUAN
Globalisasi merupakan kenyataan yang tidak bisa ditolak oleh tiap-tiap negara dalam
hubungannya di dunia internasional. Fakih (2004) mendefinisikan globalisasi sebagai proses
pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam suatu sistem ekonomi global. Globalisasi
memang tidak hanya berarti secara sempit hanya dilihat dari segi ekonomi, akan tetapi juga
mencakup penyebaran nilai-nilai yang dipandang berlaku universal, seperti hak asasi manusia,
demokratisasi, nilai-nilai kepemerintahan yang baik, dan sebagainya. Adanya globalisasi membuat
setiap negara harus mempersiapkan diri terhadap efek yang ditimbulkannya sehingga tidak berakibat
negatif, karena fakta empiris membuktikan globalisasi ternyata juga membawa efek yang buruk bagi
masyarakat di suatu negara. Contoh nyata efek negatif globalisasi itu antara lain adalah Mexico yang
memiliki ketangguhan dalam keamanan pangan mengalami kehancuran dalam perekonomian
jagungnya dan itu terjadi dalam waktu 14 tahun setelah pemberlakuan structural adjustment dan 2
tahun NAFTA di Mexico (Pramusinto, 2007).
Di Indonesia, dari sisi tenaga kerja, globalisasi memberikan kesempatan yang setara bagi
Warga Negara Asing maupun Warga Negara Indonesia untuk mencari pekerjaan di Indonesia.
Sehingga tentunya dibutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk
menghindari SDM Indonesia menjadi pengangguran di negeri sendiri. Kekhawatiran ini cukup
beralasan karena pada tataran realita dalam kurun waktu 2005 sampai dengan 2009 terjadi
peningkatan jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia. Dari tabel 1.1 terlihat bahwa
terjadi peningkatan yang cukup tajam untuk Tenaga kerja teknisi dari 329 pada tahun 2005 menjadi
11.368 orang pada tahun 2009.
Tabel 1
Sebaran Jumlah TKA menurut Level Jabatan
2005-2009
Konsultan
2005
2006
2007
2008
2009 (Juni)
15.537
21.466
3.449
3.109
3.303
Direktur
7.341
6.975
3.392
3.822
4.025
Komisaris
-
9
283
325
373
Manajer
2.581
2.572
6.479
8.162
8.438
Profesional
8
515
15.080
14.437
15.894
Supervisor
2
569
3.194
2.984
2.825
Teknisi
329
898
3.572
9.640
11.368
Total
27.803
35.010
37.456
44.487
46.226
Sumber : kemenakertrans dalam Survey Nasional TKA 2009, BI
Gambar 1
Tren Peningkatan Tenaga Teknisi Asing
Sumber: Kemenakertrans dalam Survey Nasional TKA 2009, BI (diolah)
Peran dan fungsi pemerintah dalam ketenagakerjaan adalah menciptakan kesempatan kerja
seluas-luasnya, baik sendiri maupun bersama masyarakat sebagaimana tercantum dalam pasal 39 UU
Nomor 13 Tahun 2003. Dalam kapasitasnya memperluas lapangan kerja, pemerintah harus
mendayagunakan berbagai sektor ekonomi baik berbasis sumber daya alam maupun teknologi. Selain
itu pemerintah harus meningkatkan kualitas dan produktifitas tenaga kerja agar terampil, ahli dan
kompeten dalam persaingan global. Tulisan ini akan membahas keadaan tenaga kerja Indonesia
dalam menghadapi globalisasi.
1
KONDISI TENAGA KERJA DI INDONESIA
Laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja di Indonesia saat ini masih relatif tinggi,
yaitu untuk periode 1971-1980 rata-rata pertumbuhan penduduk adalah 2,31 persen per tahun dan
mengalami penurunan dalam kurun waktu 1980-1990 menjadi sekitar 1,98 persen per tahun.
Sedangkan selama periode 1990-2000 rata-rata pertumbuhan penduduk mencapai 1,49 persen per
tahun dan masih sama pada periode 2000-2010
sekitar 1,49 persen per tahun. Dengan laju
pertumbuhan penduduk seperti di atas maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah
sebesar 237,641,326 jiwa.
Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk maka angkatan kerja juga akan terus bertambah.
Jika dilihat menurut sektor, sektor pertanian masih menjadi penampung terbanyak tenaga kerja
sebanyak 35% atau 39,9 juta tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor pertanian. Sektor kedua yang
menyerap banyak tenaga kerja adalah perdagangan sebesar 22% atau 24,8 juta disusul oleh sektor
jasa-jasa yang menyerap 15% atau 17,5 juta. Sementara sektor industri menempati urutan keempat
penyerap tenaga kerja terbanyak yaitu 13% atau 14,7 juta tenaga kerja.
Tabel 2
Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2004 – 2013 (orang)
No.
1
2
3
4
5
6
Lapangan
Pekerjaan
Utama
2004
Pertanian,
Perkebunan,
Kehutanan,
Perburuan
dan
Perikanan
40,608,019
41,309,776
40,136,242
41,206,474
41,331,706
41,611,840
41,494,941
39,328,915
38,882,134
39,959,073
Pertambanga
n dan
Penggalian
1,034,716
904
924
995
1,070,540
1,155,233
1,254,501
1,465,376
1,601,019
1,555,564
11,070,498
11,952,985
11,890,170
12,368,729
12,549,376
12,839,800
13,824,251
14,542,081
15,367,242
14,784,843
Listrik, Gas
dan Air
228,297
194,642
228,018
174,884
201,114
223,054
234,070
239,636
248,927
Konstruksi
4,540,102
4,565,454
4,697,354
5,252,581
5,438,965
5,486,817
5,592,897
6,339,811
6,791,662
6,885,341
19,119,156
17,909,147
19,215,660
20,554,650
21,221,744
21,947,823
22,492,176
23,396,537
23,155,798
24,804,705
Industri
Perdagangan,
Rumah
Makan dan
Jasa
2013
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Februari
254,528
2
Akomodasi
7
8
9
10
Transportasi,
Pergudangan
dan
Komunikasi
5,480,527
5,652,841
5,663,956
5,958,811
6,179,503
6,117,985
5,619,022
5,078,822
4,998,260
5,231,775
Lembaga
Keuangan,
Real Estate,
Usaha
Persewaan
dan Jasa
Perusahaan
1,125,056
1,141,852
1,346,044
1,399,940
1,459,985
1,486,596
1,739,486
2,633,362
2,662,216
3,012,770
10,515,665
10,327,496
11,355,900
12,019,984
13,099,817
14,001,515
15,956,423
16,645,859
17,100,896
17,532,590
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
93,722,036
93,958,387
95,456,935
99,930,217
102,552,750
104,870,663
108,207,767
109,670,399
110,808,154
114,021,189
Jasa
Kemasyaraka
tan, Sosial
dan
Perorangan
Lainnya
Total
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004 s/d 2013
Namun jika dilihat proporsi tenaga kerja di keempat sektor tersebut, sektor pertanian cenderung
mengalami penurunan sedangkan tiga sektor lainnya ada kecenderungan meningkat. Proporsi tenaga
kerja yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dari 43% tahun 2004 menjadi 35%
tahun 2013. Proporsi sektor perdagangan mengalami kenaikan dari 20% tahun 2005 menjadi 22%
tahun 2013. Pada kurun waktu yang sama sektor jasa meningkat dari 11% menjadi 22%, sedangkan
proporsi penyerapan tenaga kerja di sektor industri hanya meningkat tipis dari 12% menjadi 13%.
Tabel 3
Presentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2004 – 2013
No.
1
Lapangan
Pekerjaan
Utama
Pertanian,
Perkebunan,
Kehutanan,
Perburuan
dan
Perikanan
2013
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Februari
43%
44%
42%
41%
40%
40%
38%
36%
35%
35%
3
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pertambanga
n dan
Penggalian
1%
0%
0%
0%
1%
1%
1%
1%
1%
1%
12%
13%
12%
12%
12%
12%
13%
13%
14%
13%
Listrik, Gas
dan Air
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
Konstruksi
5%
5%
5%
5%
5%
5%
5%
6%
6%
6%
Perdagangan,
Rumah
Makan dan
Jasa
Akomodasi
20%
19%
20%
21%
21%
21%
21%
21%
21%
22%
Transportasi,
Pergudangan
dan
Komunikasi
6%
6%
6%
6%
6%
6%
5%
5%
5%
5%
Lembaga
Keuangan,
Real Estate,
Usaha
Persewaan
dan Jasa
Perusahaan
1%
1%
1%
1%
1%
1%
2%
2%
2%
3%
11%
11%
12%
12%
13%
13%
15%
15%
15%
15%
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Industri
Jasa
Kemasyaraka
tan, Sosial
dan
Perorangan
Lainnya
Total
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004, s/d 2013 (diolah)
Pada tahun 2013, dari jumlah 114,021,189 orang, tenaga kerja dengan pendidikan SD ke bawah
menempati posisi terbanyak dengan jumlah 54,62 juta orang atau 48 % , dan kemudian disusul yang
berpendidikan
Sekolah Menengah Pertama sejumlah 20,29 juta orang atau 18 %. Secara
keseluruhan, dari tahun 2008 sampai dengan 2013, terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja
menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan. Sedangkan tenaga kerja dengan pendidikan SD ke
bawah justru mengalami penurunan dari 55,33 juta orang menjadi 54,62 juta orang .
Tabel 4
Presentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja
4
Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2008 – 2013 (juta orang)
2008
2009
2010
2011
2012
2013
SD Ke Bawah
55,33
55,21
54,51
54,18
53,88
54,62
Sekolah Menengah Pertama
19,04
19,39
20,63
20,70
20,22
20,29
Sekolah Menengah Atas
14,39
14,58
15,92
17,11
17,25
17,77
Sekolah Menengah Kejuruan
6,76
8,24
8,88
8,86
9,50
10,18
Diploma I/II/III
2,87
2,79
3,02
3,17
2,98
3,22
Universitas
4,15
4,66
5,25
5,65
6,98
7,94
102,55
104,87
108,21
109,67
110,81
114,02
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS, berbagai tahun
Pada tahun 2013, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia sejumlah 7,170,523 orang. Apabila
melihat Tabel 1.5, Lulusan SLTA Umum menempati posisi terbanyak dengan jumlah 1,841,545 orang
atau 26 %, yang kemudian disusul oleh lulusan SLTP sejumlah 1,822,395 orang atau 25 %. Dari tahun
2004 sampai dengan 2013, jumlah penggangguran dengan pendidikan SLTA Umum cenderung
mengalami kenaikan, dari 2,441,161 orang atau 24 % pada tahun 2004 menjadi jumlah 1,841,545
orang atau 26 % pada tahun 2013. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penggangguran yang
berpendidikan Universitas, dimana dari 348,107 orang atau 3 % pada tahun 2004 menjadi sejumlah
421,717 orang atau 6 % pada tahun 2013, dan bahkan pada tahun 2010 sempat mengalami kenaikan
hingga 9 % atau sejumlah 710,128 orang.
Tabel 5
Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2004 - 2013
No.
1
2
Pendidikan
Tertinggi
Yang
Ditamatkan
Tidak/belum
pernah
sekolah
Belum/tidak
tamat SD
2013
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Februari
336,027
264,458
170,666
94,301
103,206
90,471
157,586
190,370
82,411
109,865
668,269
673,527
611,254
438,519
443,832
547,430
600,221
686,895
503,379
513,534
3
SD
2,275,281
2,729,915
2,589,699
2,179,792
2,099,968
1,531,671
1,402,858
1,120,090
1,449,508
1,421,653
4
SLTP
2,690,912
3,151,231
2,730,045
2,264,198
1,973,986
1,770,823
1,661,449
1,890,755
1,701,294
1,822,395
5
SLTA Umum
2,441,161
3,069,305
2,851,518
2,532,204
2,403,394
2,472,245
2,149,123
2,042,629
1,832,109
1,841,545
6
SLTA Kejuruan
1,254,343
1,306,770
1,305,190
1,538,349
1,409,128
1,407,226
1,195,192
1,032,317
1,041,265
847,052
7
Diploma
I,II,III/Akademi
237,251
308,522
278,074
397,191
362,683
441,100
443,222
244,687
196,780
192,762
8
Universitas
348,107
395,538
395,554
566,588
598,318
701,651
710,128
492,343
438,210
421,717
5
Total
10,251,351
11,899,266
10,932,000
10,011,142
9,394,515
8,962,617
8,319,779
7,700,086
7,244,956
7,170,523
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004, s/d 2013
Tabel 6
Presentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2004 - 2013
No.
1
2
Pendidikan
Tertinggi
Yang
Ditamatkan
Tidak/belum
pernah
sekolah
Belum/tidak
tamat SD
3
SD
4
SLTP
5
SLTA Umum
6
SLTA Kejuruan
7
Diploma
I,II,III/Akademi
8
Universitas
2013
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Februari
3%
2%
2%
1%
1%
1%
2%
2%
1%
2%
7%
6%
6%
4%
5%
6%
7%
9%
7%
7%
22%
23%
24%
22%
22%
17%
17%
15%
20%
20%
26%
26%
25%
23%
21%
20%
20%
25%
23%
25%
24%
26%
26%
25%
26%
28%
26%
27%
25%
26%
12%
11%
12%
15%
15%
16%
14%
13%
14%
12%
2%
3%
3%
4%
4%
5%
5%
3%
3%
3%
3%
3%
4%
6%
6%
8%
9%
6%
6%
6%
Total
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2004, s/d 2013 (diolah)
Dari data-data tersebut diatas, maka dapat dilihat bahwa sektor pertanian masih menjadi
penampung terbanyak tenaga kerja mengingat sifat pekerjaan di sektor pertanian yang luwes yakni
untuk bekerja di sektor pertanian tidak diperlukan keahlian atau pendidikan khusus. Selain itu
meskipun secara rata-rata terdapat kenaikan tingkat pendidikan pekerja di Indonesia, jumlah pekerja
pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap tinggi. Kenaikan tingkat pendidikan ternyata juga
tidak mempengaruhi angka pengangguran, dimana angka pengangguran terbuka pada tingkat
pendidikan SLTA Umum dan Universitas justru mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Apabila tenaga
kerja diletakkan sebagai faktor keunggulan komparatif, maka dengan melihat kenyataan yang ada
Indonesia masih jauh dari siap untuk berkompetisi dalam bingkai globalisasi.
6
PENDIDIKAN DI INDONESIA
Kritik yang selama ini muncul adalah kesiapan para lulusan memasuki dunia kerja, baik dari
aspek kompetensi maupun profesionalisme. Melalui Institusi Pendidikan diharapkan tenaga kerja
mendapat bekal yang cukup dalam menghadapi dunia kerja baik di tingkat nasional maupun
internasional. Untuk menjamin mutu pendidikan, pemerintah menerbitkan berbagai Perundangan
dan Peraturan Pemerintah, antara lain UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No.14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, UU No 12
Tahun 2012 Tentang Pendidikan tinggi, PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dan sebagainya.
Beberapa perubahan juga telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional untuk dapat
mewujudkan kesesuaian antara dunia pendidikan dan lulusannya dengan kebutuhan tenaga kerja di
dunia usaha. Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo (kompas, 2009) menyatakan bahwa
pada tahun 2014 rasio perbandingan jumlah SMK dengan SMA bisa mencapai 2:1 atau dengan kata
lain, setiap terdapat satu SMA di salah satu wilayah maka di wilayah tersebut harus memiliki dua
SMK.
SMK merupakan lembaga pendidikan yang dimaksudkan untuk menghasilkan SDM yang
memiliki ketrampilan tertentu yang sesuai dengan sektor usaha/industri tertentu. Siswa SMK dibekali
dengan ketrampilan praktis dan pengalaman kerja dalam kekhususan tertentu seperti bangunan,
elektronika, listrik mesin, atau otomotif, bisnis manajemen dan lain-lainnya. Adanya pemberian
ketrampilan praktis dan pengalaman kerja menjadikan lulusan SMK siap pakai di dunia Industri dan
tidak menutup pula kemungkinan untuk menjadi wiraswasta.
Pada tingkat pendidikan tinggi, penguatan pendidikan vokasi menjadi fokus dalam
pembenahan pendidikan di Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari Surat Edaran DIKTI Nomor
1061/E/T/2012
yang antara lain mengatur ketentuan penghentian sementara (moratorium)
pendirian dan perubahan bentuk perguruan tinggi serta pembukaan program studi baru yang tekait
dengan pendidikan akademik, terhitung mulai tanggal 1 September 2012 sampai dengan paling
lambat tanggal 31 Agustus 2014. Berdasarkan data Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan Nasional,
terdapat 3081 perguruan tinggi, baik itu negeri maupun swasta. Perguruan tinggi tersebut terdiri dari
beberapa jenis yang didasarkan pada ketentuan UU Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Universitas,
Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, dan Politeknik. Berikut data jumlah perguruan tinggi di Indonesia
tahun 2010 berdasarkan jenisnya
7
Tabel 7
No
Jenis
Jumlah
Prosentase
1
Universitas
468
15,19%
2
Institut
55
1,79%
3
Sekolah
Tinggi
1.350
43,82%
4
Akademi
1.038
33,69%
5
Politeknik
170
5,52%
3.081
100%
Jumlah
Sumber : http://pdpt.dikti.go.id/
Dari data di atas, terlihat penyediaan sekolah vokasi di Indonesia sejumlah 1.208 atau 39,12%
dari total perguruan tinggi yang dibentuk sebagai sekolah vokasi (Akademi dan Politeknik) atau
sekolah keahlian. Sedangkan sebanyak 1.873 atau 60,79% perguruan tinggi dibentuk sebagai
penyelenggara sekolah akademik dan/atau sekolah vokasi (Universitas, Institut dan Sekolah Tinggi).
Data tersebut menunjukkan penyediaan sekolah vokasi murni di Indonesia jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan penyediaan sekolah akademik yang juga dapat juga menjadi sekolah vokasi.
Berdasarkan gambar 1.2, dapat dilihat seberapa besar perbandingan antara jumlah
mahasiswa sekolah vokasi dan juga jumlah mahasiswa sekolah akademik. Sebagian besar mahasiswa
83,76% atau sejumlah 3.245.013 mahasiswa Indonesia masuk dalam pendidikan akademik,
8
sedangkan sisanya 629.148 atau sekitar 16,23% dari 3.874.161 mahasiswa Indonesia masuk sekolah
vokasi.
Gambar 2
Jumlah Mahasiswa berdasarkan Jenjang Pendidikan
Sumber : http://pdpt.dikti.go.id (diolah)
Dari data tersebut di atas terlihat adanya ketimpangan yang cukup besar antara pendidikan vokasi
dan akademik. Padahal diharapkan melalui pendidikan vokasional, perguruan tinggi dapat mencetak
lulusan profesional yang siap terjun langsung di dunia kerja. Adanya moratorium melalui Surat Edaran
DIKTI Nomor 1061/E/T/2012, diharapkan dapat mengurangi laju pertumbuhan pendidikan tinggi
akademik dan di sisi lain dapat menambah jumlah pendidikan tinggi vokasi.
Untuk membantu mengurangi angka pengangguran pada tingkat pendidikan tinggi,
Kemenakertrans membentuk Bursa Kerja Khusus atau Employment Service Center (ESC).
ESC
merupakan bursa kerja secara online yang menyajikan informasi peluang dan lowongan kerja yang
disediakan perusahaan. Sementara itu, bagi lulusan pendidikan atau pencari kerja yang ingin
meningkatkan kompetensi bisa mendatangi balai latihan kerja (BLK). Saat ini BLK yang sedang
beroperasi adalah 255 buah dimana 237 BLK milik Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota dan 18 buah
milik Kemnakertrans (suarapembaruan.com). Dari 255 buah BLK yang ada, terdapat 13 buah Kios
Unit Pelayanan Teknis Pusat (UPTP) milik Kemenakertrans dan 43 buah milik Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) milik pemerintah daerah yang merupakan Kios 3 in 1. Kios 3 in 1 menyediakan layanan
khusus yang memadukan dengan lembaga pelatihan, sertifikasi dan lembaga penempatan tenaga
9
kerja yang dilayani dalam satu atap (pikiranrakyat.com). Pada akhirnya tidak ada kata terlambat
untuk memperbaiki kualitas sistem pendidikan yang ada karena dengan memiliki sistem pendidikan
yang baik, maka sistem itu akan mampu melahirkan tenaga kerja yang baik pula.
KESIMPULAN
Sumber daya manusia yang memiliki keunggulan dan daya saing yang tinggi merupakan salah
satu cara untuk dapat mengambil keuntungan dari globalisasi. Hubungan dan kerjasama yang baik
antara pemerintah, institusi pendidikan, masyarakat dan industri menjadi suatu hal yang tak
terelakkan. Dalam hal ini, institusi pendidikan harus diarahkan untuk meningkatkan daya saing SDM.
Pemerintah harus mengembangkan sistem yang dapat menjamin kesetaraan akses pada pendidikan
yang berkualitas dan kemudahan investasi sehingga dapat membuka lapangan kerja. Sedangkan
Industri memberikan kesempatan dan pelatihan kerja on-the-jobtraining bagi masyarakat. Dengan
adanya sinergi pemerintah, institusi pendidikan, masyarakat dan industri, diharapkan masyarakat
akan mendapatkan manfaat dari globalisasi
DAFTAR PUSTAKA
Faqih, Mansour. 2004. Runtuhnya Teori Pembangunan dan globalisasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar dan
Insist Press.
Pramusinto, Agus, 2007. Globalisasi, Pembangunan dan Administrasi Publik. Jurnal Politik dan Manajemen
Publik. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2107211224.pdf
Bank Indonesia, 2010. Survey Nasional Tenaga Kerja Asing 2009.
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/93D0767F-D0A8-47F4-856C01C4F73D027E/21202/SurveiTKAIndonesia2.pdf
http://pdpt.dikti.go.id/
http://www.bps.go.id
http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/kemnakertrans-butuh-dana-rp-300-miliar/12072
http://edukasi.kompas.com/read/2009/05/22/17465232/2014.Rasio.SMK.dan.SMA.Mencapai.2.1
http://www.pikiran-rakyat.com/node/237426
10