Adilita Pramanti S.sos M.Si Fakultas Ilm

Isu-isu Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Gender

Manusia merupakan pelaku utama dalam pemanfaatan sumber daya alam, sehingga
perilaku manusia dalam mengekstraksi sumber daya alam hendaknya tetap memperhatikan
daya dukung lingkungan. Perilaku over-eksploitatif dalam pemanfaatan hutan, laut, lahan, air
berdampak pada kerusakan sumberdaya alam termasuk pencemaran
Pemeliharaan lingkungan merupakan tanggung jawab semua pihak, baik laki-laki maupun
perempuan. Program pemeliharan lingkungan sebagai investasi jangka panjang bernilai
ekonomi dan mengurangi kemiskinan
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berwawasan gender sudah dimulai pada
1994 dengan adanya kerjasama Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan program
EMDI. Tiga dalam kegiatan diskusi kelompok kecil dan menghadiri beberapa seminar
tentang pemberdayaan perempuan di Unit kerja . Asisten Menteri bidang Perencanaan Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Kebijakan untuk melakukan analisis Gender termuat dalam REPETA 2002 Kantor Negara
Lingkungan Hidup pada program peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup.
UU No 32 Tahun 2009 : Prinsip keadilan merujuk pada kebijakan pengelolaan sumber daya
alamharus

direncanakan,


dilaksanakan,

dimonitoring,

dan

dievaluasi

secara berkelanjutan, agar dapat memenuhi kepentingan pelestarian dan keberlanjutan fungsi
sumber daya alam dan lingkungan hidup dan juga kepentingan inter antar generasi maupun
untuk keadilan gender.

Dalam

kehidupannya

manusia

sangat


mengandalkan

air,

lahan,

energi,

keanekaragaman hayati dan ekosistem yang sehat untuk menjamin kelangsungan kehidupan
mereka dan aset alam sangat penting untuk keluar dari kondisi kemiskinan. Banyak isu
lingkungan yang tadinya berdiri sendiri sebagai isu lingkungan seperti perubahan iklim dan
bencana, sekarang bergeser menjadi isu pembangunan secara umum dan politik karena
luasnya dampak yang ditimbulkan semakin masif dan mempengaruhi hampir semua sektor
kehidupan.

Salah satu kelompok penerima dampak terbesar, jika kita bicara tentang

lingkungan dan menurunnya fungsi layanan aset alam adalah perempuan. Perempuan dan
pembedaan peran perempuan dalam masyarakat di Indonesia membuat beban yang lebih bagi

perempuan. Perempuan sering mengalami ketidakadilan akibat pembedaan gender tersebut.
Paradigma pembangunan yang lebih berorientasi daratan dengan mengabaikan
kekhasan Indonesia sebagai negara kepulauan, juga semakin mengeksploitasi sumber daya
laut dan pesisir yang menggusur ribuan nelayan, terutama perempuan nelayan, dari ruang
hidupnya. Kehancuran sumber daya laut semakin diperparah dengan pencemaran limbah
industri dan kerusakan hutan mangrove, sehingga menjadi kelumrahan kemudian juga angka
kemiskinan begitu tinggi di wilayah pesisir Indonesia. Dalam kondisi seeprti ini seklipun,
tampaknya belum ada political will dari perintah untuk membuat kebijakan publik yang lebih
berpihak kepada masyarakat pesisir.
Begitu banyak permasalahan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan yang terjadi di
Indonesia. Kelangkaan air terus menerus menjadi krisis rutin di Indonesia, bencana
kekeringan dan tingkat pencemaran industri yang tinggi, mengakibatkan perempuan semakin
sulit untuk bisa mengakses air bersih dan menjaga ketahanan pangan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Di kota, perempuan semakin ditekan dengan menjamurnya
budaya konsumtif yang didorong oleh industrialisasi pusat perbelanjaan. Budaya ini
kemudian menghasilkan timbunan sampah, pencemaran air tanah dan berkurangnya ruang
terbuka publik. Ditambah lagi dengan ancamana solusi teknologi yang justru berdampak
buruk bagi kesehatan, seperti teknologi incenerator.
Ironisnya, ketika bencana ekologis terus menerus terjadi karena kesalahan pendekatan
pembangunan, pemerintah pun tidak mampu memberikan perlindungan yang layak kepada

jutaan perempuan yang tinggal di berbagai wilayah yang rentan terhadap bencana.
Pemerintah melakukan pengabaian hak rakyat, khususnya perempuan, dalam pemenuhan
hak-hak dasarnya pada pasca bencana terutama pada tahap tanggap darurat, rehabilitasi dan
rekonstruksi. Bencana-bencana yang secara beruntun melanda negeri ini, menjadi cermin
retak yang menggambarkan betapa lambannya pemerintah menangani masalah tersebut. Pada
kondisi ini, perempuanlah yang paling dirugikan karena dalam bencana korban terbesar
adalah perempuan dan anak.
Selama ini, kerusakan lingkungan dan aset alam belum merefleksikan sisi pandang
perempuan. Budaya patriarki yang telah menggeser kedaulatan perempuan dalam mengelola
dan menentukan pangan telah membuat pandangan perempuan tentang kehidupan menjadi

kabur, tidak dipahami oleh laki-laki, bahkan oleh perempuan sendiri. Perempuan juga masih
ditinggalkan dalam proses pengambilan kebijakan. Jika melihat bahwa persoalan lingkungan
hidup dan aset alam sebagai sebuah proses politik, perempuan banyak ditinggalkan dalam
proses pengambilan keputusan politik untuk dapat mengakses sumber-sumber kehidupannya.
Padahal, perempuan menjadi garda terdepan dalam upaya pelestarian lingkungan hidup
dimulai dari tingkatan keluarganya, hingga mengambil peran penting dalam mengelola aset
alam.
Fenomena isu gender yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia
dilatarbelakangi oleh struktur dan budaya masyarakat yang membuat pembedaan peran antara

laki-laki dan perempuan, yang dalam hal ini perempuan menjadi termarginalkan.
Persoalannya, pembedaan tersebut kemudian cenderung menjadikan laki-laki dan perempuan
sebagai korbannya. Beban laki-laki dalam ruang publik menjadi lebih besar sekaligus lebih
berat, sementara potensi yang dimiliki perempuan tidak mampu berkembang karena perannya
di ruang publik menjadi terbatas.

Dampak Revolusi Hijau Terhadap Perempuan

Latar belakang lahirnya orde baru
Lahirnya era orde baru dilatarbelakangi oleh runtuhnya orde lama. Tepatnya pada saat
runtuhnya kekuasaan Soekarno yang lalu digantikan oleh Soeharto. Salah satu penyebab yang
melatarbelakangi runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan
dalam negri yang tidak kondusif pada masa orde lama. Terlebih lagi karena adanya peristiwa
pemberontakan G30S PKI. Hal ini menyebabkan presiden Soekarno memberikan mandat
kepada Soeharto untuk melaksanakan kegiatan pengamanan di indonesia melalui surat
perintah sebelas maret atau Supersemar.
Jatuhnya rezimsoekarno telah membuat kekuasaan negara jatuh ketangan reaksioner
kanan yang dipimpin oleh oeharto dan naution. Sebagai kekuasaan yang paling raksioner
rezim Soeharto tidah terbantahkan lagi, karena beberapa alasan.
Anti- demokrasi -> pengambil-alihan kekuasaan tidak dengan cara demikrasi melaikan

melalui kudeta.

Pro-imprialis -> rezim soeharto mengundang pihak asing untuk memberikan pinjaman hutang
dan melakukan investasi dengan janji keamanan politik, tenaga kerja murah, bahan mentah
dan kemudahan-kemudahan lainnya
Anti-rakyat -> pengambil-alihan tanah-tanah hasil land-reform dan nasionaslisasi dan
diserahkan kepada TNI dan kepada kapitalis komprador, tuan tanah dan kapitalis birokrat.

Revolusi hijau
Revolusi hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan
perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada
tahun 1950an-1980an dibanyak negara berkembang terutama di asia. Dalam artian revolusi
hijau adalah pertanian green_revolution-400x284 dengan paket teknologi modern. Akibatnya
mulai muncul kebutuhan-kebutuhan yang memerlukan modal besar, sehingga menimbulkan
ketergantungan terhadap bantuan dan pinjaman luar negeri baik dalam bentuk uang maupun
barang modal.
Adapun yang melatarbelakangi revolusi hijau adalah masa orde baru ditujukan untuk
memaci peningkatan produksi pangan, karena kebutuhan pangan yang meningkat dan
mengurangi impor beras.
Revolusi hijau menimbulkan perubahan sosial, antara lain dalam hal pengelolaan

tanah, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk kimia, penggunaan sarana-sarana
produksi dan pengaturan waktu panen. Dalam pelaksanaan revolusi hijau, pemerintah
melakukan pengendalian petani lewat konsep sosial-ekonomipolitik demi berlangsungnya
revolusi hijau. Sehingga dapat dikontrol secara ketat dan sistemik. Sistem tersebut di buat
dalam bentuk kelembagaan dan perangkat birokrasi. Interpensi ini dilakuakan melalui
bimbingan massa ( BIMAS) dan penyuluhan dan dibuntuk kelembagaanseperti kelompok
tani, KUD dan sebagainya.
Dan ditambah lagi pada saat itu pemerintah melakukan subsidi besar-besaran terhadap
pengadaan pupuk dan pestisida. Jika menelisik, kita akan banyak menemukan dampak akibat
revolusi hijau.
Dampak positif dari revolusi hijau adalah meningkatnya produksi tanaman pangan terutama
padi dan gandum sehingga kebutuhan karbohidrat terpenuhi dan menjadikan negara indonesia

yang sebelumnya pengimpor beras menjadi negara dengan swasembada pangan. Jika ada
dampak positif, maka kita akan menemukan dampak negatif dari revolusi hijau.
Dampak negatif dilihat dari sisi ekonomi diantaranya swasembada yang dicanangkan
tidak berlangsung lama, terjadinya impor beras besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan
pangan dan menyokong swasembada beras, ketergantungan petani terhadap teknologi modern
mengancam kesejahteraan para petani. Dampak negatif dilihat dari sisi politik adalah karena
program swasembada ini terjadi pengontrolan petani melalui dibentuknya badan

kelembagaan yang mendukung revolusi hijau, seperti didirikannya KUD, dan lain
sebagainya. Dan jika dilihat dari sisi sosial begitu banyak dampak yang timbul, diantaranya
pengangguran semakin tinggi, merosotnya nilai tradisional, norma saling membutuhkan atau
gotong royong mulai menghilang, polarisasi sosial, serta penurunan perempuan dipedesaan.

Lalu bagaimana kodisi perempuan dengan munculnya revolusi hijau?
Jika telah dikatakan diatas bahwa revolusi hijau menimbulkan perebuhan sosial.
Secara tradisional petani perempuan mempunyai peranan penting baik manajemen maupun
kerja fisik. Namun pembangunan telah gagal memperhatikan nasib ataupun kepentingan
perempuan. Partisispasi perempuan secara historis dan tradisional telah dihancurkan oleh
ppembangunan melalui program “revolusi hijau”.
Jika sebelum modernisasi pertanian diperkenalkan ketengah masyarakat pedesaan
pola hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah kesetaraan gender. Namun setelah
modernisasi maka prespektif tersebut berubah menjadi ketimpangan gender, dimana adanya
dominasi dan subordinasi antara laki-laki dan perempuan. Struktur keluarga berubah, dimana
buruh perempuan yang biasanya menumbuk padi sebagai penghasilan tambahan sekarang
hanya tinggal dirumah. Dampak yang paling mencolok terhadap perempuan diantaranya:




Akses teknik pertanian modern, karena adanya nilai bahwa perempuan tidak mampu

menangani mesin pertanian


Mekanisme dibidang pertanian yang telah menghapus peran ekonomi perempuan

yang secara tradisional


Marginalisasi perempuan



Mengukuhkan aktivitas perempuan kepada pekerjaan domesti seperti menjadi ibu

rumah tangga dan mengurus anak.

Dampak yang paling mencolok yaitu meningkatnya angka pengangguran. Akibatnya
terjadinya urbanisasi, banyak masyarakat desa pindah kekota dengan menjadi pekerja rumah

tangga atau menjadi buruh murah di perusahaan. Karena kebijakan neoliberal pembanguanan
mencabut domain pekerjaan perempuan miskin diganti dengan mesin, modal besar. Karena
terjadi perampasan pekerjaan perempuan disawah membuat para perempuan menjadi buruh
dilahan perkebunan dan bahkan itu menjadibudaya turun-temurun. Tidak ada jaminan
keamaan (terjadinya pelecehan) bahkan ketika perempuan menjadi buruh harian lepas
ditempatkan di wilayah yang tidak membutuhkan tenaga besar seperti tempat penyemaian,
namun disitulah banyak racun dan pestisida yang berbahaya bagi perempuan. Bukan hanya
tidak ada jaminan kesehatan dalam segi upah pun juga berbeda antara laki-laki dan
perempuan atau bahkan jika seorang istri bekerja menjadi BHL maka gajinya tersebut
diserahkan kepada suaminya.
Perempuan desa yang bergantung hidupnya pada sumber daya alam kebanyakan
menjadi korban dampak negatif pembangunan. Perempuan yang tinggal di sekitar proyek
industri besar seperti pertambangan dan instalasi minyak atau gas alam menderita oleh
punahnya atau rusaknya tanah dan sumber daya alam, seperti hutan, air, sedangkan ganti rugi
umumnya diberikan kepada laki-laki.
Kemudian bagaimana nasib perempuan yang progresif pada masa soeharto?
Jika pada masa soekarno organisasi perempuan berkembang pesat, maka pada masa
soeharto terjadi penghancuran organisasi perempuan. Penghancuran ini dilakukan melalui
berbagai berita fitnah masif di berbgaia media kamiliteran dengan menyebarkan isu
keterlibatan dan penyimpangan moral seksual para anggota organisasi perempuan yang

berwatak progresif pada masa itu.
Bukan hanya itu, pada rezim soeharto membentuk organisasi perempuan yang jauh
dari watak progresif dan kepenting perempuan pekerja seperti PKK, Dharma Wanita dll.
Bahkan kegiatannya pun di atur oleh rezim soeharto sehingga menghasilkan budaya “ikut
suami” dan timbul ideologi ibuisme, dimana perempuan pada masa itu hanya melakukan
kegiatan yang hanya meningkatkan kecakapannya dalam pekerjaan domestik, seperti menjadi

ibu rumah tangga yang baik, mengurus anak dan lain sebagainya. Bahkan jika perempuan
tersebut menjadi istri seorang pejabat, kegiatan istrinya dikontrol melalui suaminya.

Dokumen yang terkait

ANALISIS ELEMEN-ELEMEN BRAND EQUITY PADA PRODUK KARTU SELULER PRABAYAR SIMPATI, IM3, DAN JEMPOL (Studi Kasus Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jember)

2 69 20

Hubungan Kualitas Tidur dan Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang

11 91 19

MOTIF MAHASISWA MENYAKSIKAN TAYANGAN INFOTAINMENT SILET DI RCTI Studi Pada Mahasiswa Fakultas Agama Islam Angkatan 2005 Universitas Muhammadiyah Malang

0 22 2

PERBANDINGAN TINGKAT KEPUASAN MENONTON BERITA LIPUTAN 6 PETANG SCTV DAN SEPUTAR INDONESIA RCTI (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik Angkatan 2005 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang)

0 25 2

Problematika Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Dalam Mengakses Layanan Administrasi Via Internet : studi simak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 22 77

Perilaku Konsumsi Serat pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Tahun 2012

21 162 166

Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Mutu Layanan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3 29 73

Citra IAIN dan Fakultas Dakwah pada komunitas publiknya: studi FGD terhadap sepuluh komunitas sekitar IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3 53 125

Tingkat Pemahaman Fiqh Muamalat kontemporer Terhadap keputusan menjadi Nasab Bank Syariah (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

1 34 126

Pengembangan Sistem Informasi Pengelolaan Tugas Akhir (Sipintar) Di Fakultas Teknik Mesin Dan Dirgantara ITB

0 53 234