PEMETAAN PROBLEMATIKA KOMUNIKASI DALAM AKTIVITAS DAKWAH DI MAJLIS TAKLIM KOTA PEKANBARU

PEMETAAN PROBLEMATIKA KOMUNIKASI DALAM AKTIVITAS DAKWAH DI MAJLIS TAKLIM KOTA PEKANBARU

Ginda dan Yefni

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau [email protected]

Abstrak

Penelitianini dimaksudkan untuk menemukanpermasalahan-permasalahan komunikasi dalam kegiatan dakwah di majelis taklim. Dakwah merupakan kegiatanyangtidak dapat dipisahkan dari kegiatan komunikasi. Bahkan kegiatan dakwah itu dalam arti luas adalah komunikasi itu sendiri. Dari perspektif keilmuan “dakwah” dan“komunikasi” berangkat dari efistemologi masing-masing, namun pada sisi implementasinyaterdapat titik temu, dimana dakwah dapat memanfaatkan teori-teori komunikasi untuk melengkapi kebutuhan teoritis yang belum dikembangkan pada keilmuan dakwah. Pada tataran inilah kajian problematika dakwah di majelis taklim dapatdilakukan dari persfektif teori-teori komunikasi. Penemuan tentang problematika komunikasi pada umumnya menjadi bagian dari penemuan problematika dakwah, permasalahan komunikasi di majelis taklim, juga menjadi permasalahan dakwah.

Kata Kunci : komunikasi, dakwah.

Abstract This study is intended to find problems of communication in missionary activities in taklim. Da'wah is an activity

that can not be separated from communication activities. Even the missionary activities in the broadest sense is the communication itself. From the perspective of science "propaganda" and "communication" departing from efistemologi respectively, but the implementation side there is a meeting point, where propaganda can utilize communication theories to complement the theoretical need for development in the science of propaganda. At this level of study the problems of propaganda in taklim can be done from the perspective komunikasi. Penemuan theories about the problematics of communication in general be part of the problem of propaganda invention, communication problems in taklim, is also a problem of propaganda.

Keywords : communication, da’wah.

PENDAHULUAN

masyarakat) tentu didasarkan padaaktivitas komunikasi. (Astrid. S Susanto, 1976:1). Dengan

Latar belakang masalah.

pemahaman sepereti ini, maka masyarakat tidak Komunikasi merupakan sesuatu yang urgen

“ada” (eksis) ketika tidak terdapat komunikasi. dalam kehidupanummat manusia. Karena komu-

Meskipun secara fitrah (potensi) manusia adalah nikasi tidak pernah lepas dari kehidupan

makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia. Ketika manusia sedang sendirian, atau

orang lain, maka fitrah ini tidak akan bermakna bersama dengan orang lain manusia selalu

ketika manusia tidak mampu melakukan ko- melakukan kegiatan komunikasi. Secara empiris

munikasi dengan sesamanya, dan mungkin eksis- sulit untuk mengabaikan perilaku komunikasi di

tensinya juga sebagai makhluk sosial-pun tidak tengah-tengah masyarakat. Maka tidaklah salah

bisa eksis tanpa kemampuan berkomunikasi. para ahli komunikasi mengemukakan bahwa 90

Urgensi komunikasi yang seperti itu memang % kegiatan manusia, sebenarnya adalah kegiatan

mengindikasikan betapa kegiatan manusia selalu komunikasi.

berada dalam pusaran komunikasi, dalam hal ini Astrid S. Susanto sebagai seorang pakar

tentu kegiatan-kegiatan yang berdimensi keaga- komunikasi lebih mengkonkritkan lagi bentuk

maan tidak terkecuali. Karena itu dalam Islam keterlibatan komunikasi ini dengan manusia

punperbuatan mengadakan komunikasi dan melalui tulisannya yang menjelaskan bahwa,

interaksi sosial selalu mendapat kantekanan- Komunikasi merupakan dasar dari eksistensi

tekananyang cukup kuat. Terekam dengan jelas suatu masyarakat dan menentukan pula struktur

bahwa tindakan komunikasi tidak hanya dilaku- masyarakatnya. Hubungan manusia (dalam

kan oleh sesama manusia dan lingkungan hidup-

Sosial Budaya (e-ISSN 2407-1684 | p-ISSN 1979-2603)

Ginda dan Yefni : Pemetaan problematika komunikasi ....

nya saja, melainkan juga dengan Tuhan. Dalam katnya volume kesadaran beribadah dan aktivitas al- Qur’an terdapat banyak sekaliayat yang

rutinitas spiritual dihampir semua lapisan menggambarkan tentang proses komunikasi,

masyarakat, menjamurnya mesjid, Majelis zikir, seperti Qs. Al-Hujrat, 12, maupun komunikasi

berkembangnya Majelis taklim, dan lain dialogis antara Allah swt, Adam (manusia) dan

sebagainya, secara teoritis merupakan indikasi malaikat, dalam surah Al-Baqoroh ayat 30.

keberhasilan dakwah, dan tentu keberhasilan ini Komunikasi seperti ini (yang terkait dengan

tidak terlepas dari kontribusi komunikasi, Islam atau dakwah) oleh Iswandi Syahputra

(termasuk public speaking ), walaupun belum di uji disebut dengan komunikasi Profetik. (Iswandi

secara empiris seberapa besar kontribusi Syahputra, 2007: xi).

komunikasi dalam keberhasilan dakwah. Salah satu bentuk keterlibatan komunikasi

Majelis taklim merupakan salah satu lembaga dalam konteks keagamaan, berkaitan dengan

dakwah yang sangat fungsional, dan diperkirakan kegiatan dakwah bil lisan, atau dalam istilah

turut memberikan kontribusi penting dalam komunikasi dikenal dengan speech communication

membangun kesadaran beragama di tengah- maupun public speaking. Kegiatan dakwah (bil-

tengah masyarakat. Lembaga ini hampir terdapat lisan) memang telah menjadi bagian penting dari

disetiap komunitas muslim dan merupakan perkembangan

institusi dimana aktivitas komunikasi persuasif historisnya sampai saat ini.

Islam

sejak

masa –masa

(public speaking) diimpelementasikan. Tidak ada Dari perspektif komunikasi memang agak

kegiatan-kegiatan dakwah majelis taklim ber- sulit membedakan antara kegiatan dakwah dan

langsung tanpa komunikasi persuasif, karena itu komunikasi. Mungkin karena itu Ahmad

keberhasilan majelis taklim dalam melaksanakan Mubarok dalam bukunya psikologi Dakwah men-

fungsi dakwah sekaligus merupakan keberhasilan jelaskan bahwa dakwah adalah kegiatan

dari komunikasi dakwah persuasif. komunikasi. Dalam merespons perkembangan

Tanpa mengurangi arti keberhasilan –keber- ini, beberapa ahli komunikasi Islam, menye-

hasilan yang dicapai oleh kegiatan komunikasi butkan bahwa fenomena komunikasi dalam

dakwah persuasif di majelis –majelis taklim kegiatan dakwah ini dengan istilah Komunikasi

seperti disebutkan diatas, patut juga diperhatikan dakwah . Komunikasi dakwah berarti menem-

bahwa maraknya kegiatan dakwah dan perkem- patkan komunikasi merupakan bagian integral

bangan majelis taklim, tidak sekaligus menjadi dari keilmuan dakwah.

indikasi yang mencerminkan tingkat pemahaman Tulisan atau penelitian ini tidaklah dimak-

dan pengamalan Islam secara kualitatif. Karena sudkan untuk mengkaji epistemology keilmuan

ternyata perilaku-perilaku yang demikian hanya komunikasi dakwah , diskursus ini hanya sekedar

menjadi lambang kesalehan sosial, sedangkan untuk memahami keterkaitan yang sangat erat

ibadah yang dilaksanakan oleh ummat hanya antara komunikasi dengan dakwah, yang dalam

sebatas melaksanakan kewajiban dan ritualitas tatanan prakteknya telah melibatkan kedua

semata. Pemahaman yang merupakan buah dari variable (komunikasi dengan dakwah) dalam satu

ibadah yang berdimensi vertikal dan kepedulian kegiatan yang integral. Kesuksesan komunikasi

sosial sangat kurang, sementara ritme kehidupan dalam kegiatan dakwah, berarti kesuksesan

yang berdimensi hedonistik, materialistik dan dakwah itu sendiri, dan sebaliknya kegagalan

sekularistik semakin merajalela. Meminjam komunikasi dalam dakwah berarti kegagalan

ungkapan M. Ali Aziz (2004:v) “ada kecende- dakwah itu sendiri.

rungan agama tidak berdayalagi dijadikan sebagai Dalam tatanan peraktisnya komunikasi

pedoman kehidupan ummat manusia”. berperanan penting dalam pelaksanaan dakwah

Tentu diakui, bahwa perilaku masyarakat (kususnya dakwah bil-lisan), kegitan-kegiatan

(ummat) yang demikian jelas tidak hanya dise- pengembangan Islam melalui dakwah ini, telah

babkan oleh kurang berhasilnya komunikasi terbukti memberikan kontribusi yang sangat

dakwah pada majelis taklim. Banyak faktor yang siginifikan, dengan berkembangnya Islam sampai

turut berkontribusi mendorong munculnya peri- saat ini.

laku-perilaku menyimpang yang muncul di Munculnya indikasi kesadaraan keberagamaan

tengah-tengah masyarakat, akan tetapi sebagai akhir-akhir ini, yang di tandai dengan mening-

lembaga dakwah, majelis taklim dengan kegiatan

Sosial Budaya, Vol.13, No.1, Juni 2016. pp. 45 -58

komunikasi dakwah jelas memiliki problema nya pengurus-pengurus masjid penelitian ini yang membuat institusi ini kurang berdaya

sangat bermanfaat sebagai sumbangan pemi- berhadapan dengan problema-problema kema-

kiran dalam rangka mengelola dakwah agar nusiaan tersebut. Apa lagi disinyalir akhir-akhir

lebih berpengaruh secara maksimal. Sebab ini institusi ini mulai kurang di minati oleh

dengan mengetahui masalah-masalah dari masyarakat.

perspektif komunikasi, paling tidak salah satu Melihat peranan dan eksistensi komunikasi

persoalan dakwah majelis taklim dapat dalam proses kegiatan dakwah di Majelis taklim

diselesaikan.

yang demikian vital, maka aspek komunikasi ini

b. Bagi pengembangan keilmuan komunikasi layak dicurigai sebagai salah satu faktor penting

dan dakwah, penelitian ini tentu menambah yang menyebabkan pengaruh dakwah persuasif

khazanah pengetahuan pada bidang masing- dari majelis taklim mulai melemah akhir-akhir

masingterutama terkait dengan aplikasi yasng ini.

merupakan pengembangan sisi empiris dari Karena itulah penelitian ini berusaha

keilmuan dakwah dan komunikasi. mencoba memetakan masalah-masalah komu-

c. Bagi pemerintah, khususnya Kementerian nikasi yang terdapat dan diprediksiturut

agama RI, hasil penelitian ini dapat menjadi memberikan kontribusi terhadap pengurangan

bahan masukan yang sangat urgen dan dapat efek positifdari kegiatan dakwah persuasif yang

dijadikan sebagai bahan masukan dan pertim dilakukan di majelis taklim di Kota Pekanbaru.

bangan dalam merumuskan kebijakanyang lebih baik lagi tentang pelaksanaan dan

Permasalahan.

pengelolaan majelis taklim.

Masalah pokok yang menjadi kajian penelitian

Tinjauan teoritis.

ini berkaitan dengan problematika komunikasi dakwah di majelis taklim, dan untuk menjawab

a. Pengertian dan fungsi komunikasi. permasalahan tersebut dikembangkan focus

Memahami komunikasi pada hakekatnya ada- masalahnya yaitu, bagaimana profile aktivitas

lah memahami kehidupan secara komprehen- dakwah di Majelis taklim, bagaimanaaktivitas

sif. Karena tanpa komunikasi pikiran tidak komunikasi dalam aktivitas dakwah persuasif

akan dapat mengembangkan sifat manusiawi (public sepeaking), dan bagaimana pemetaan prob-

yang sesungguhnya. Secara umum komuni- lema-problema komunikasi yang diprediksi turut

kasi dapat dipahami seperti yang disampaikan memberikan kontribusi dalam pengurangan efek

oleh Pakar komunikasi dunia, Charles H. (pengaruh) dakwah persuasif dari majelis taklim.

Cooley yang menyatakan bahwa komunikasi adalah mekanisme dimana terdapat hubungan

Tujuan Penelitian.

antar manusia dan yang memperkembangkan semua lambang pikiran, bersama-sama

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data dengan alat-alat untuk menyiarkannya dalam dan informasi yang lengkap dan komprehensif ruang dan merekamnya dalam waktu. (Onong mengenai: Profile aktivitas dakwah majelis tak- Uchjana Efendi, 1986:15). lim, aktivitas komunikasi dalam aktivitas dak- Carl I. Havland, mendefensikan komuni- wah, dan Pemetaan problematika komunikasi kasi adalah: Communication is the process by which yang terdapat dan diprediksi turut memberikan an individual (the communicator) transmite kontibusi negativeterhadap kegiatan dakwah persuasif. Pemetaan ini menyangkut dengan, stimuli ( usually verbal symbol ) to modify the

behavior of the other individuals (communicates). unsur-unsur dan kegiatan komunikasi dalam (Riyono Pratikto, 1982:. 15) aktivitas dakwah persuasif. Berelson dan Steiner memfokuskan

perhatiannya pada unsur penyampaian ketika

Manfaat Penelitian.

memberikan defenisi komunikasi yaitu; Temuan penelitian ini memiliki kegunaan

penyampaian informasi, ide, gagasan, emosi, sebagai berikut:

keterampilan melalui penggunaan symbol-

a. Bagi pengelola aktivitas dakwah Majelis kata, gambar, angka, grafik, dari seseorang taklim, lembaga-lembaga dakwah dan khusus-

kepada orang lain. Berelson dan Steiner

Ginda dan Yefni : Pemetaan problematika komunikasi ....

memfokuskan perhatiannya pada unsur pe- 100 %, karena dalam konteks komunikasi nyampaian ketika memberikan defenisi ko-

antar manusia tidak pernah ada manusia munikasi yaitu; penyampaian informasi, ide,

yangmemiliki perilaku, sifat-sifat dan gagasan, emosi, keterampilan melalui peng-

karakter yang persis sama 100 %. gunaan symbol-kata, gambar, angka, grafik,

Sekalipun ke dua manusia itu dilahirkan dari seseorang kepada orang lain. (Aubrey

secara kembar. (Hafied Cangara, 2009: Fisher, 1986:10).

Dari beberapa defenisi komunikasi yang Berdasarkan pada defenesi –defenesi yang dikemukakan para ahli tersebut, meskipun

demikian, maka Agus Toha Kuswata, dkk, terdapat perbedaan secara redaksional, tapi

menyepakati bahwa pengertian komunikasi intinya memberikan pemahaman yang sama

meliputi komunikasi verbal dan non verbal, bahwa, komunikasi dapat dipandang efektif

seperti ucapan, tulisan, tingkah laku, dll. dan baik sejauh ide, informasi, dan sebagai-

(Agus toha Kuswata, 1986:. 11). Dan dengan nya dimiliki bersama antara komunikator dan

kebersamaan pemahaman makna tersebut komunikan (pelaksana komunikasi) atau

akan diperoleh tujuan dari komunikasi yaitu mempunyai kebersamaan arti bagi orang-

merubah pendapat, perilaku dari orang yang orang yang terlibat dalam perilaku komu-

berkomunikasi.

nikasi tersebut. Kesamaan dalam berkomuni- Dari pengertian komunikasi seperti di atas, kasi dapat di ibaratkan dua buah lingkaran

tampak adanya sejumlah komponen atau yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang

unsur yang membentuk terjadinya sebuah bertindihan itu disebut kerangka pengalaman

proses komunikasi. Komponen-komponen (field of experience ) yang menunjukkan adanya

tersebut adalah:

kesamaan antara pelaku komunikasi dalam

1. Komunikator (encouder) orang yang me- hal tertentu. Seperti dalam gambar berikut ini:

nyampaikan pesan (massage). Dalam rele- vansinya dengan proses pembelajaran

A BB komponen ini adalah guru, sebagai orang yang menyampaikan materi atau bahan ajar.

2. Pesan adalah pernyataan yang didukung Dari gambar di atas, dapat ditarik empat

oleh lambang (symbol) baik verbal (bahasa) prinsip dasar komunikasi yaitu:

maupun non verbal (gerak-gerik, dlsb).

1. Komunikasi hanya bisa terjadi bila ter- Dalam pembelajaran, komponen ini dapat pertukaran pengalaman yang sama

adalah bahan ajar atau materi pelajaran. antara pihak-pihak yang terlibat dalam

(Menyangkut pesan akan dijelaskan lebih proses komunikasi

jauh pada bagian tersendiri). experience) .

(sharing

similar

3. Komunikan. (decoder), adalah orang yang

2. Jika daerah tumpang tindih (the field of menerima pesan. Dalam proses pembela- experience )menyebar menutupi lingkaran A

jaran komponen ini adalah peserta atau B, menuju terbentuknya satu ling-

didik/siswa, mahasiswa. karan yang sama, makin besar kemung-

4. Media, yaitu sarana atau saluran yang kinan terjadi suatu proses komunikasi

mendukung pesan bila disampaikan yang efektif (mengena).

seperti, radio, televisi, telepon, proyektor,

3. Tetapi jika daerah tumpang tindih itu atau gambar dan bahan cetakan lainnya makin mengecil dan menjauhi sentuhan

yang digunakan menyampaikan pesan. kedua lingkaran atau cenderung mengiso-

5. Efek: dampak yang timbul karena penga- lasi lingkaran masing-masing, komunikasi

ruh pesan, dapat diklasifikasi kepada tiga yang terjadi sangat terbatas. Bahkan

bentuk yaitu:

kemungkinannya gagal dalam menciptakan

a) Dampak kognitif: yaitu dampak yang suatu proses komunikasi yang efektif.

timbul pada komunikan yang menye-

4. Kedua lingkaran yang saling bertindihan babkan dia menjadi tahu, mengerti atau itu, tidak akan bisa saling menutupi penuh

meningkat intelek-tualitasnya.

Sosial Budaya, Vol.13, No.1, Juni 2016. pp. 45 -58

b) Dampak afektif: disini tujuan komu- untuk berbuat baik, dan larangan untuk ber- nikator bukan hanya sekedars upaya

buat kemungkaran, nasehat, pesan, per- komunikan tahu, tapi tergerak hatinya,

ingatan, pendidikan dan pengajaran dengan menimbulkan

segala sifat-sifatnya. (M. Azizi, 2004:10). seperti terharu, iba, kasihan, gembira,

poerasaan

tertentu

M. Ali Azizi (2004:37) menjelaskan bahwa marah, dsb.

Dakwah merupakan aktivitas yang sangat

c) Dampak behavioral, yakni dampak penting dalam Islam. Dengan dakwah Islam yang timbulpada komunikan dalam

dapat tersebar dan diterima oleh manusia, bentuk perilaku, tindakan, atau

serta Islam menjadi bagian dari diri kegiatan.

seseorang. Peranan dakwah ini akan lebih intens lagi dalam kehidupan masyarakat,

Menyadari pentingnya komunikasi bagi karena dakwah dalam hal ini berfungsi manusia seperti itu, maka secara umum

menata kehidupan yang agamis menuju disepakati bahwa fungsi umum komunikasi

terwujudnya masyarakat yang harmonis sesuai ialah, informative, edukatif, persuasif, dan rekreatif

dengan kerangka masyarakat Islam ideal (entertainment). (Onong Uchjana, 1981: 26),

dalam Islam. (M. Ali Azizi, 2004: 37). Maksudnya secara singkat ialah komunikasi

Dari pemahaman itu, diketahui bahwa berfungsi memberi keterangan (informasi),

dakwah adalah juga proses penyampaian memberi data, atau keterangan yang ber-

informasi kepada orang lain, yang isi infor- fungsi yang berguna bagi segala aspek kehi-

masinya adalah mengajak orang lain agar dupan manusia. Disamping itu komunikasi

menerima petunjuk Allah. Terdapat persama- juga berfungsi mendidik masyarakat, mendi-

an antara komunikasi dengan dakwah. Secara dik setiap orang dalam menuju pencapaian

tekhnis, dakwah adalah komunikasi. Da’i kedewasaan mandiri. Seseorang bisa banyak

(komunikator), Mad’u ( Komunikan), Semua tahu karena banyak mendengar, banyak

hukum yang berlaku dalam komunikasi membaca, dan banyak berkomunikasi.

berlaku dalam dakwah, termasuk hambatan Sedangkan fungsi persuasif, maksudnya dalah

komunikasi adalah juga hambatan dakwah. bahwa komunikasi sanggup membujuk orang

Oleh sebab itu secara umum memang sulit untuk berperilaku sesuai dengan kehendak

membedakan komunikasi dengan dakwah. yang di inginkan oleh komunikator.

Dan mungkin dengan alasan itu Ahmad Lebih jauh lagi pemahaman terhadap

Mubarok, dalam buku psikologi dakwah, fungsi komunikasi ini dapat dilihat dari tiga

menyatakan bahwa dakwah adalah kegiatan fungsi dasar komunikasi dan sekaligus

komunikasi. (Wahyu Ilaihi, 2010:24). menjadi alasan kenapa manusia harus atau

Oleh sebab itu jelas keterlibatan komuni- perlu berkomunikasi dari Harold D. Lasswell

kasi dengan dakwah, maka dengan demikian yaitu: 1. The Survaillance of the environment,

jika dilihat dari perspektif dakwah maka (fungsi mengumpulkan dan menyebarkan

fungsi ketiga dari fungsi dasar kounikasi ini, informasi). 2. The correlation of correlation of the

menjadi bagian tidak terpisahkan dari dak- parts of society in responding to the environment .

wah, dan karena itu menjadi basic ofpreaching (fungsi komunikasi mencakup interperetasi

communication . Dakwah sebagaimana dipahami mengenai lingkungan ). 3. The transmission of

adalah proses penyampaian informasi (nilai- sosial heritage from one generation to the next

nilai), baik berupa pengetahuan kepada (dalam hal ini transmissi of culturedifocuskan

masyarakat, salah satunya dapat dilakukan pada kegiatan mengkomunikasikan informasi,

dengan melibatkan komunikasi dakwah. Sulit nilai-nilai, dan norma sosial dari satu generasi

dan bahkan tidak mungkin proses pewarisan kegenerasilain).

“nilai–nilai”dalam dakwah itu terjadi jika berada diluar konteks komunikasi. Komuni-

b. Komunikasi dalam aktivitas dakwah Majelis kasi menjadi alat penting dan vital dalam taklim.

kegiatan Dakwah.

Dakwah secara defenitif adalah, penyampaian Penelitian ini berusaha maksimal untuk informasi tentang ajaran Islam berupa ajakan

melihat hambatan-hambatan komunikasi da-

Ginda dan Yefni : Pemetaan problematika komunikasi ....

lam proses dakwah di majelis taklim, karena hal itu berarti juga akan mengurangi peng- hambat bagi tercapainya tujuan dakwah seca- ra lebih maksimal. maka pemetaan prob- lematika komunikasi ini dalam aplikasinya di majelis taklim akan dilihat dari sisi, (1). Ko- munikator, (meliputi; kompetensi keilmuan, kompetensi sikap/emosional, kompetensi keteladanan). (2). BentukModel Komunikasi dakwah (meliputi; pemanfaatan komunikasi verbal, non verbal, ruang Tanya jawab, diskusi/komunikasi dua arah atau multi arah). (3). Materi (pesan dakwah), meliputi: relevan- si pesandengan kebutuhan masyarakat, pemahaman jama’ah terhadap materi /pesan yang disampaikan, (4). Media komunikasi dakwah, (meliputi: media intruksional yang digunakan). Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pada prinsipnya pemetaan problem- atika komunikasi di Majelis taklim, khususnya di Kota Pekanbaru, juga adalah pemetaan dari salah satu probelematika yang dihadapi oleh aktivitas dakwah pada umumnya.

Metode penelitian.

Lokasi penelitian ini dilakukan di beberapa Majelis taklim yang ada di Kota Pekanbaru. Penetapan lokasi Majelis taklim dilakukan secara acak di beberapa Kecamatan. Penetapan ini ti- dak dilakukan atas pertimbangan “keterwakilan” dari masing-masing Majelis taklim, tapi hanya atas pertimbangan beberapa faktor tertentu, seperti kemudahan, atau hanya sekedar untuk memperkecil wilayah penelitian, mengingat masalah yang dikaji dan dihadapi dalam penelitian ini, menjadi masalah bersama hampir di semua semua majelis taklim. Di kota Pekanbaru, ditetapkan bebrapa Majelis taklim, sebagai sampel penelitian, dimana majelis taklim ini biasanya tersebar di setiap mesjid, karena merupakan bagian dari kegiatan sosial keaga- maan masjid. Majelis taklim yang menjadi sampel penelitian ini, antara lain; di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan, ditetapkan Majelis taklim mesjid An-Naziroh, Majelis taklim Tariqul Jannah, dan majelis taklim al-Makmur. Sementara di Kecamatan Rumbai pesisir, dite- tapkan majelis taklim; Mesjid al-Khairatdi kelurahan Lembah Damai, mesjid al-Istiqomah dikelurahan Meranti Pandak, dan musholla al- Irham, kelurahan Umban sari, dan kepada

beberapa majelis taklim yang lain jugadilakukan pengamatan-pengamatan terhadap akktivitas komunikasi dakwah yang dilakukan untuk memperoleh data tambahan yang diperlukan dalam penelitian ini.

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan tehnik:

a. Study kepustakaan. Studi ini bermanfaat guna mengumpulkan konsep, teori pendukung, serta referensi yang ada kaitannya dengan masalah pokok penelitian, yaitu teori-teori komunikasi maupun teori –teori dakwah.

b. Pedoman wawancara: wawancara digunakan untuk memperoleh datadari informan, seperti ustaz, pengurus masjid, pengurus majelis tak- lim dan beberapa orang jama’ah. Wawancara dilakukan dengan dua cara: (1). Formal: yaitu peneliti melakukan wawancara dengan terle- bih dahulu memberitahukan kepada infor- man. (2) informal: wawancara akan dilakukan kapan saja ketika menemukan informan yang refresentatif.

c. Observasi: adalah pengamatan dilakukan ter- hadap perilaku-perilaku komunikasi dalam kegiatan dakwah yang dilakukan di majelis taklim, dengan melakukan pemilihan (select- ion ), pencatatan (recording), dan pengkodean (encoding), terhadap rangkaian perilaku komu- nikasi dakwah Data yang dihimpun.

d. Dokumentasi. Pengambilan data penelitian, terutama dilakukan dengan pengumpulan dokumen-dokumen yang berhubungan de- ngan kegiatan majelis taklim.

Data yang terkumpul dengan tehnik di atas, akan dianalisis dengan tehnik analisis data diskriftif kualitatif, sehingga dapat menghasilkan pemahaman setelah di interpretasikan. Kegiatan analisis data ini dilakukan dengan langkah-lang- kah; (1). Koleksi data, yakni mengumpulkan data dari berbagai sumber data primer, (2), Mereduksi data, (3), Display data. Dan (4), Verifikasi data. dengan melalui penafsiran dan interperetasi data, sehingga diperoleh pemahaman yang kompre- hensif tentang masalahkegiatan komunikasi dalam aktivitas dakwahmajelis taklim, dan solusi yang di tawarkanberdasarkan hasil penelitian yang ditemukan.

Sosial Budaya, Vol.13, No.1, Juni 2016. pp. 45 -58

PEMBAHASAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN.

Profil aktivitas dakwah Majelis taklim.

Majlis taklim merupakan fenomena budaya yang tumbuh dan berkembang ditengah-tengah komunitas muslim. Dalam perspektif historis ternyata eksistensi majelis taklim sebagai sarana dakwah dan tempat pengajaran ilmu-ilmu keislaman memiliki basis tradisi sejarahyang kuat, yaitu sejak Nabi Muhammad SAW mensyiarkan agama Islam di awal-awal risalah beliau. baik sewaktu masih di Mekkah maupun setelah beliau berada di Madinah, ketika Rasulullah saw menyampaikan ajaran Islam dan berhadapan langsung dengan para sahabatnya. Demikian juga perkembangan di zaman kejayaan Islam masa khalifah Umayyah, Abbasiyah, sampai pada pengajian-pengajian agama yang dilaksanakan ulama-ulama di Indonesia sejak dahulu. Bahkan hingga kini keberadaan majelis taklim masih menjadi pilihan para pegiat dakwah sebagai sarana paling efektif dalam melanjutkan tradisi penyampaian pesan-pesan agama ke tengah-tengah umat tanpa terikat oleh suatu kondisi tempat dan maupun waktu.

Berikut ini profil dakwah yang biasanya merupakan kegiatan diseputar majelis taklim.

a. Kondisi seputar Muballigh/ustaz majelis taklim. Dalam perspektif gender, muballigh yang memberikan materi di setiap majelis taklim, pada umumnya masih didominasi laki-laki, sementara muballighah yang ikut aktif dalam memberikan ceramah/pengajian pada majelis taklim kaum wanita kurang lebih 20 % dari kehadiran Muballigh. Artinya, dari 10 orang ustaz yang memberikan ceramah 2 diantara- nya adalah perempuan (ustadzah). Belum dike- tahui dengan tepat apa penyebabnya kenapa partisipasi muballigah ini sangat rendah, apakah karena kualitas atau karena kondisi kuantitas muballighah (ustadzah) yang memang sangat minim jumlahnya dibandingkan de- ngan jumlah ustaz /muballigh yang ada. Se- dangkan jumlah ustaz/ustadzah yang membe- rikan pengajian pada satu majelis taklim tidak kurang dari 20 kali dalam setahun.

Sementara itu dalam perspektif pendi- dikan, ditemukan bahwa tingkat pendidikan Muballigh/ustazah yang memberikan cera-

mah pada majelis taklim mayoritas berada pada jenjang pendidikan S1 perguruan tinggi agama. Dan sedikit yang berlatar belakang pendidikan tinggi umum. Walaupun demikian masih ada dalam jumlah yang relative kecil muballigh yang memiliki pendidikanSLTA (berlatar belakang pondok pesantren) dan Madrasah Aliyah.

b. Kondisi jama’ah. Dari persfektif tingkat pendidikan j ama’ah (anggota) Majelis taklim, populasinya rata-rata masih berkisar hampir 85 % masih didomi- nasi oleh tamatan SLTA, dan sebanyak 5, 2 % tamatan S1, selebihnya sebanyak 9, 8% sisanya adalah tamatan SLTP dan tingkat Sekolah Dasar.

Tingkat kehadiran mereka masih cukup signikan, rata-rata mencapai 62, 5 %, dari total rata-rata anggota majelis taklim, hususnya Majelis taklim komunitas ibu-ibu, dan untuk komunitas jama’ah yang dikordinir oleh Masjid relatif tetap sebesar antara interval 25 s/d 35 %, bahkan ada kesan terdapat kecenderungan tingkat kehadiran jama’ah menurun dari waktu-waktu yang lalu.

c. Panduan belajara/Hand out. Dilihat dari aspek panduan belajar (hand out) pada majelis taklim diketahui bahwa dari 9 majelis taklim yang dijadikan sampel dalam penelitian, ternyata tidak satupun yang memi- liki panduan belajar hand out yang benar- benar terstruktur, dalam proses pembelajaran. Yang ada adalah terdapat beberapa majelis taklim yang meskipun belum punya panduan belajar secara tertulis, namun sering meminta khusus kepada muballigh untuk memberikan materi tertentu yang dianggap diperlukan oleh jama’ah atau masyarakat.

Dengan demikian kegiatan pengajian (pembelajaran) berlangsung dengan materi sering ditentukan oleh muballigh sendiri, yang pada akhirnya terdapat beberapa kali materi yang tumpang tindih antara satu muballigh dengan muballigh yang lainnya.

d. Materi dan waktu pengajian (pembelajaran). Diantara persoalan penting berkaitan dengan aktivitas majelis taklim, adalah materi pembelajaran yang diberikan. Materi yang diberikan tentu (paling tidak secara teoritis)

Ginda dan Yefni : Pemetaan problematika komunikasi ....

akan berkorelasi dengan peningkatan “keinginan” masyarakat. Namun itu pun pengetahuan jama’ah, setidak-tidaknya pada

perlu dipahami, bahwa si fat da’i tetap, hanya materi yang diajarkan.

selama priode tertentu, biasanya selama Dari kajian-kajian penelitian yang

setahun dan menjelang ibadah puasa. dilakukan ditemukan fakta bahwa, materi

Disamping itu perlu ditambahkan bahwa yang dipelajari di majelis taklim, baik itu pada

kalaupun ada da’i yang bersifat tetap sebagai majelis taklim secara umum maupun pada

muballigh pada Majelis taklim, tetapi majelis taklim ibu-ibu antara lain; pada

da’i/komunikatornya datang bergiliran satu umumnya fiqh, tauhid, akhlak, membaca al-

kali dalam satu minggu, sehingga masih qur’an, dan sejarah Islam dan ada beberapa

dibutuhkan waktu 1 bulan bagi jama’ah untuk majelis taklim yang juga mempelajari dan

dapat bertemu dengan da’i/komunikatornya mendalami tafsir al- qur’an.

yang bersangkutan kembali, karena setiap Waktu belajar pada majelis taklim biasanya

min ggu da’inya lain.

dilakukan 1 kali dalam seminggu pada malam Kondisi ini memberikan konsekwensi yang telah ditetapkan. Akan tetapi pada

kepada jama’ah tidak mengenal kepribadian majelis taklim yang khusus wanita pada

da’i (komunikator) secara mendalam kecuali umumnyasangat bervariasi, ada yang berakti-

apa yang ditampilkan oleh da’i (komunikator) vitas satu kali dalam dua minggu, yang berarti

ketika memberikan pengajian di Majelis dua kali dalam sebulan, dan ada juga yang

taklim. Karena itu ketika di tanyakan lebih beraktivitas 1 kali dalam seminggu yang

jauh lagi tentang kedalaman keilmuan da’i berarti 4 kali dalam sebulan. Demikian

(komunikator), maupun kepribadiannya layak pulahalnya dengan waktu belajar yang

atau tidaknya dijadikan contoh dan teladan digunakan pada umumnya dilaksanakan

bagi jama’ah, mereka menjawab, bahwa setalah shalat zuhur atau shalat ashar. Hal ini

“ sebagai da’i” tentu layak dijadikan teladan, erat sekali kaitannya dengan eksistensi majelis

tapi jawaban tersebut mereka tambahkan taklim yang dikelola oleh komunitas ibu-ibu,

dengan “jawaban” bahwa sebenarnya mereka dimana komunitas ini memiliki waktu yang

kurang mengetahui, karena da’i nya bukan sangat terbatas, mengingat kesibukan mereka

orang tempatan.

dalam keluarga. Jawaban demikian bagi peneliti tentu masih mengandung pemahaman, pertama,

Aktivitas komunikasi dakwah Majelis

jawaban ini mengisyaratkan bahwa pengurus

taklim.

Majelis taklim tidak mengenal dengan sungguh- sungguh kepribadian da’i/ komuni-

a. Kredibilitas Komunikator (da’i). kator yang bersangkutan atau yang membe- Dari data yang diperoleh melalui observasi rikan pengajian Majelis taklim, kedua, dan wawancara, diketahui bahwa, da’i yang responden atau pengurus tidak dapat memberikan ceramah dan pengajian di

Majelis taklim pada umumnya dicari oleh “memastikan” bahwa kepribadian da’i/

komunikator yang bersangkutan merupakan Majelis taklim setiap kali kegiatan, yang berarti 4

pribadi yang dapat dijadikan contoh dalam kali dalam sebulan da’i berganti-ganti. banyak hal bagi masyarakat. Meskipun demikian ditemukan fakta lain, Informasi yang di berikan responden ini bahwa; pada Majelis Taklim tertentu ada mengisyaratkan bahwa anggota Majelis taklim mekanisme tersendiri dalam menentukan

ustaz/komunikator, dimana biasanya ustaz tidak tahu persis kompetensi dari da’i dengan

atau da’i di cari lebih dulu, kalau sudah sesuai sebenarnya, baik kompetensi keilmuan, dan

keteladanan.

dapat ditetapkan jadi ustaz/komunikator Kompetensi tersebut merupakan salah tetap. Oleh sebab itu tidak selamanya atau satu modal dasar terlaksananya kegiatan ko- tidak dapat digenerelasasikan kehadiran munikasi, namun untuk kegiatan komunikasi ustaz/komunikator pada setiap kegiatan interpersonal yang efektif, masih dibutuhkan selalu dicari, karena terdapat Majelis taklim komponen lain yang menjadi prasyarat yang menjadikan ustaz/komunikator bersifat keefektifannya, jika yang dimaksudkan adalah tetap, jika ustaz/ da’i itu sesuai dengan

Sosial Budaya, Vol.13, No.1, Juni 2016. pp. 45 -58

efektif dalam arti “efektivitasnya merubah taklim, ustaz Syahruddin M.Ag, diperoleh pendapat, sikap dan perilaku”.

jawaban yang kurang lebih sama, hanya beliau Adagium komunikasi mengatakan “He

menambahkan, bahwa sering diberikan waktu does’nt communicate whathe says, He communicate

(kesempat-an) untuk bertanya/berdiskusi heis”. Komunikator tidak dapat menyuruh

namun jama’ah sendiri yang tidak mau pendengar hanya memperhatikan apa yang

bertanya.

dia katakan, pendengar juga akan memper- Dari dua data tersebut, bukan berarti hatikan siapa yang mengatakan. Dalam

berbeda namun terdapat penyesuaian bahwa konteks ini apa yng disampaikan seseorang

memang terkadang ada waktu diberikan oleh komunikator (da’i) akan lebih mudah

ustaz/da’i kepada jama’ah untuk bertanya, diterima oleh masyarakat, jika isi (pesan) yang

agar ada komunikasi timbal balik antara disampaikan merupakan bidang keahlian

komunikator (da’i) dengan jama’ah (komuni- (otoritasnya). Karakter komunikator sangat

kan) namun terkadang memang jama’ah menentukan keahlian komunikasi model ini.

sendiri yang tidak ada pertanyaan. Akan tetapi Dengan demikian salah satu masalah pokok

secara umum dari beberapa majelis taklim yang dihadapi oleh Majelis taklim adalah

yang diobservasi dan diwawancarai menye- persoalan yang menyangkut dengan kredi-

butkan bahwa waktu bertanya kepada jama’ah bilitas komunikator (da’i) yang pada umum-

diberikan relative sedikit, dan itu pun nya bersumber dari kehadiran da’i yang

dilakukan pada akhir setiap pengajian, yang bersifat tidak tetap. Kalaupun ada komuni-

terkadang sudah jam 17.45, dimana jama ’ah kator (da’i) yang tetap itupun 1 kali dalam

sendiri sudah mau pulang. Ada kesan kurang satu bulan. Dan itu artinya kurang lebih sama,

terlaksana secara intensif komunikasi dua bahwa da’i atau komunikator menjadi kurang

arah dalam peroses kegiatan dakwah Majelis “dikenal” pribadinya oleh masyarakat.

taklim.

Sedangkan persyaratan komunikasi yang Secara teoritis disadari bahwa dalam kegi- efektif adalah, kompetensi komunikator

atan komunikasi kelompok dengan model face diketahui oleh komunikan, sehingga tingkat

to face (berhadapan muka) tentu tidak dapat keyakinan dan kepercayaan masyarakat dapat

dihindari adanya komunikasi timbal balik, tumbuh, dan ini menjadi modal dasar untuk

walaupun terkadang karena alasan tertentu, meyakinkan masayrakat (jama’ah) tentang apa

respons (feed back) dapat berbentuk respon yang disampaikan, terutama yang terkait

non verbal. Proses ini digambarkan dengan dengan usaha untuk merubah pendapat, sikap

model komunikasi menurut paradigm SOR: dan perilaku.

Stimulus – Organisme - Respons – sebagai- mana dalam format table berikut ini: (Abizar,

b. Bentuk dan model komunikasi dakwah

majelis taklim.

Dari data yang ditemukan dalam penelitian Gambar model Komunikasi menurut yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa,

paradigma SOR.

bentuk komunikasi yang dilakukan adalah

“komunikasi verbal” dengan menggunakan

OR bahasa. Pemanfaatan komunikasi verbal yang

Persepsi- Respon yang disebut juga dengan komunikasi informatif

dilakukan bersifat satu arah (one way), atau

Stimulus,

pesan atau memproses- bersifat (sekedar memberikan informasi) kepada

menyimpan tertutup(Non jama’ah (komunikan), jarang sekali da’i

dengan

verbal)- (komunikator) memberikan kesempatan

muatan

Terbuka untuk jama’ah bertanya. Dan kalaupun

tertentu

(verbal). terkadang diberikan, hanya beberapa menit

sebelum acara pengajian berakhir. Komunikasi yang dilakukan oleh komuni- Ketika dilakukan pengecekan data tentang

kator dengan mengirimkan stimulus berupa masalah ini dengan salah seorang da’i Majelis

pesan atau setting tertentu, kemudian stimu-

Ginda dan Yefni : Pemetaan problematika komunikasi ....

lus tersebut akan diproses – dipersepsi - atau pengalaman belajar manusia, seperti dalam disimpan – oleh organism (komunikan), dan

bagan dibawah ini:

selanjutnya komunikan akan memberikan respons –baik yang bersifat terbuka (verbal) maupun respons yang bersifat tertutup

Kerucut pengalaman Belajar

(respons) non verbal. Dalam konteks pembelajaran Majelis

Yang kita ingat : Modus

taklim, respons (feed back) yang diharapkan lebih kepada bersifat respons verbal. Karena 10 % Baca Verbal

hal ini akan memberikan sinyal tentang hasil

20 % dengar

dan out put yang jelas tentang proses

30 % lihat

pembelajaran/pengajian. Respon non verbal

50 % lihat dan dengar Visual

terkadang tidak dapat terdeteksi oleh komunikator sehingga tidak diketahui dengan 70 % Katakan

baik kondisi penerimaan proses komunikasi

90 % Katakan dan lakukan Berbuat

dakwah yang dilakukan. Model komunikasi dakwah yang dilakukan

oleh Majelis taklim pada umumnya adalah, Kita belajar 10 % dari apa yang kitabaca, ceramah yaitu komunika siverbal dengan face

20 % dari apa yang kita dengar, 30% dari apa to face (Public speaking), dimana da’i

yang kita lihat, 50 % dari apa yang kita lihat memberikan materi melalui ceramah secara

dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, berhadapan dengan jama’ah. Dari beberapa

dan 90 % dari apa yang kita katakan dan kali observasi yang dilakukan pada kegiatan

lakukan. (Ramayulis, 2010: 127). pengajian Majelis taklim, ceramah yang

Teori ini mengajarkan bahwa belajar dilakukan tanpa melalui alat bantu, seperti

dengan metode ceramah, tanpa menggunakan papan tulis, infocus, atau media lainnya,

alat bantu tambahan seperti visualisasi materi karena itu semata-mata ceramah di hadapan

misalnya, maka audience (komunikan) hanya para jama’ah.

mampu mengingat 20 % saja dari materi yang Tentu dapat diakui bahwa, Secara teoritis

disajikan, dan itupun tentu jika audiensnya dan praktis, “komunikasi verbal merupakan

memang benar-benar konsentrasi mengikuti karakteristik husus dari manusia. Tidak ada

pengajian. Tentu hal ini sangat tidak efektif makhluk lain, yang dapat menyampaikan

jika yang dimaksudkan dalam komunikasi bermacam-macam arti melalui kata-kata. Kata

tersebut adalah perubahan sikap, pendapat dapat dimanipulasi untuk menyampaikan

terutama perubahan perilaku. secara eksplisit sejumlah arti. Kata-kata dapat

Oleh kebab itu dengan berdasarkan pada menjadikan individu-individu dapat menyata-

teori ini, semakin jelas bahwa problematika kan ide yang lengkap secara komprehensif

komunikasi dakwah di Majelis taklim salah dan tepat. Dengan kata-kata dimungkinkan

satunya terkait dengan model dan bentuk menyatakan perasaan, pikiran, pendapat,

komunikasi yang dilakukan. untuk dapat diketahui oleh orang lain. Tapi

c. Materi/pesan dalam komunikasi dakwah melakukan komunikasi verbal dalam jangka

majelis taklim.

waktu cukup lama dan satu arah, tanpa alat bantu dalam suatu komunitas dan komuni-

Pesan (massage), dalam komunikasi meru- kasi kelompok, tentu dapat menjadi

pakan komponen yang sangat penting. Apa monoton, kurang inovasi, dan jelas bersifat

yang dikomunikasikan merupakan salah satu teacher centred, dimana dalam metode

komponen pokok komunikasi manusia pembelajaran modern model ini sangat

(sosial). Fisher (1978) menjelaskan bahwa dihindari.

keberhasilan komunikasi cukup ditentukan Teori, kerucut pengalaman belajar oleh, Shell.

oleh variable-variabel struktur pesan, bagai- Peter (1989) menjelaskan karakteristik

mana pesan disampaikan, media apa yang digunakan, dan kepada siapa pesan disampaikan, merupakan variable-variabel

Sosial Budaya, Vol.13, No.1, Juni 2016. pp. 45 -58

yang harus dipertimbangkan agar pesan dapat menjadi bagian dariproses komunikasi “efektif” mempengaruhi komunikan.

intrapersonal (komunikasi dengan sendiri) Pada relevansinya dengan komunikasi

yang diakibatkan munculnya kesadaran dakwah di Majelis taklim terdapat beberapa

yang merupakan efek proses psikologis faktor yang diamati berkaitan dengan pesan/

terhadap materi yang disampaikan oleh massage yang disampaikan oleh komunikator

da’i, dan ini tentu masih membutuhkan (da’i), yaitu, pemahaman masyarakat terhadap

waktu cukup lama. Jadi dalam konteks ini bahasa yang digunakan, gaya/termasuk sim-

perubahan perilaku tersebut akibat tidak bol non verbal yang digunakan da’i dalam pe-

langsung dari kegiatan komunikasi dakwah ngajian (ceramah), ketersediaan pedoman ma-

yang dilakukan.

teri, penentuan materi ceramah, dampak ma-

2. Tidak tersedianya materi dalam bentuk teri terhadap pengembangan ilmu, variasi ma-

hand out .

teri, orientasi materi pembelajaran, dan rele- Dari fakta tersebut diketahui bahwa vansi materi dengan kebutuhan masyarakat.

ternyata dalam proses pembelajaran atau Berdasarkan wawancara dan observasi

pengajian tidak tersedianya hand out, baik yang dilakukan, secara umum faktor –faktor

dalam bentuk cetak maupun elektronik yang terkait dengan materi ini memang

yang akan membantu jama’ah memahami terlaksana kecuali empat (4) faktor yang

apa yang disampaikan oleh da’i. Tentu diamati dan diyakini menjadi faktor yang

akan menjadi berbeda tingkat pemahaman menjadi permasalahan dalam kegiatan

masyarakat atau jama’ah Majelis taklim, komunikasi dakwah di Majelis taklim kota

ketika pengajian yang disampaikan oleh Pekanbaru. Problematika tersebut adalah:

da’i, kemudian di barengi dengan hand out

1. Sasaran pengajian yang terjangkau hanya yang dapat membantu meningkatkan perubahan

pemahaman jama’ah terhadap isi dari perubahan sikap dan perilaku.

materi yang dijadikan bahan kajian. Sasaran awal atau target kegiatan pengajian

Menurut dan berdasarkan teori kereucut (ceramah) yang dilakukan idealnya tentu-

pengalaman belajar , dinyatakan bahwa lah perubahan pengetahuan, sikap dan

mendengar dan melihat materi pembelajaran perilaku, masyarakat atau audience. Akan

sejaligus akan menyebabkan jama’ah dapat tetapi dalam kenyataannya dilihat dari mo-

menyerap 50 % dari materi yang del dan bentuk komunikasidakwah yang

disampaikan. Tapi karena ketiadaan hand dilaksanakan sasaran yang dapat terjang-

pengajian tersebut, kau hanyalah aspek kognisi, yakni sekedar

out

dalam

menyebabkan tingkat penyerapan dan menambah pengetahuan masyarakat (ang-

pemahaman masyarakat sangat minimal. gota Majelis taklim).

3. Orientasi materi pembelajaran pada Pemahaman ini dapat diambil dari umumnya di dominasi oleh orientasi kesimpulan observasi terhadap kegiatan

kehidupan akhirat.

pelaksanaan pengajian Majelis taklim. Dan wawancara yang dilakukan terhadap

dari analisis yang dilakukan sebelumnya pengurus Majelis takilim diketahui bahwa tentang model dan bentuk kegiatan

materi yangsering komunikasi dakwah yang dilakukan, hanya

orientasi

dari

disampaikan di Majelis taklim pada terpokus pada kegiatan ceramah tanpa umumnya berorientasi akhirat; dan sangat melibatkan metode lain, termasuk alat sedikit yang berorientasi dunia. bantu dalam ceramah. Dimana dalam teori Sementara menurut Ibu Husnun, kerucut pengalaman belajar, audience hanya

taklim al-Irham, mampu menyerap 20 %, dari keseluruhan materi yang disampaikan oleh da’i. menjelaskan bahwa orientasi materi

Ketua

Majelis

pengajian sama-sama ada orientasinya Kondisi ini secara umum hanya dapat dunia dan akhirat, dan saya tidak bisa mempengaruhi perkembangan kognisi menyebutkan mana yang dominan. seseorang. Dan kalaupun ada sedikit Ketika wawancara dilakukan dengan perubahan sikap dan perilaku, hal itu ustazah Syafiah, seorang ustazah Majelis

Ginda dan Yefni : Pemetaan problematika komunikasi ....

taklim, berpendapat bahwa, orientasi ma- katan antara pengur us dan da’itentang teri memang di dominasi oleh orientasi

materi apa seharusnya yang merupakan akhirat, karena memang demikian diingin-

prioritas kebutuhan masyarakat. kan oleh jama’ah. Banyak jama’ah yang

Jika fakta ini dikorelasikan dengan sudah sukses kehidupan dunia, justru ha-

temuan sebelumnya, sebagaimana pada dir ke Majelis taklim dalam rangka mencari

uraian terdahulu ditemukan hasil wawan- pemahaman agama yang lebih baik dan

cara bahwa materi ceramah lebih banyak cenderung dengan materi-materi yang

dan lebih sering di tentukan oleh da’i/ bernuansa akhirat.

komunikator. Da’i dalam hal ini memutus- Dengan demikian dapat disimpulkan

kan sendiri jenis materi yang akan disam- bahwa orientasi materi pengajian memang

paikan pada jama’ah, dan anggota majelis ada berorientasi dunia, tapi lebih banyak

taklim hanya menerima saja apa yang berorientasi kehuidupan akhirat. Pada satu

disampaikan oleh da’i. Da’i/komunikator sisi tentu hal ini tidak ada masalah, karena

dalam hal ini tidak memahami kebutuhan memang salah satu fungsi dari majelis

prioritas masyarakat. Kurangnya relavansi taklim adalah pembelajaran agama dalam

materi dengan kebutuhan masyarakat konteks akhirat. Tapi tentu juga

seperti itu, menjadi salah satu prob- perludiperhatikan bahwa Majelis taklim

lematika Majelis taklim, dimana prinsip juga adalah sarana belajar masyarakat

over lapping of interest ( tumpang tindihnya untuk perbaikan kualitas hidup di dunia,

kepentingan) sebagai salah satu persya- dan itu berarti cukup signifikan untuk

ratan komunikasi efektif tidak terpenuhi. mengarahkan materi pembelajarannya

Jika dilihat dalamperspektif komuni- untuk itu, karena bagimanapun kualitas

kasi, pesan atau materi yang disampaikan kehidupan dunia juga pada akhirnya

harus dalam kerangka pengalaman dan adalah kualitas kehidupan akhirat yang

kerangka referensi komunikan. Pengetahuan lebih baik.

tentang kerangka “pengalaman” maupun kerangka refrensi dapat dipahamidari

4. Relevansi materi dengan tingkat kebutuh- penjelasan psikologis, karena kedua faktor an masyarakat tidak cukup signifikan. ini merupakan bagian dari faktor Salah satu point penting dalam kajian

psikologis seseorang.

tentang Majelis taklim tentunya tidak bisa

di lepaskan dari materi dan kaitannya

Pemetaan problematika komunikasi dakwah

dengan kebutuhan masyarakat.

Majelis taklim.

H. Algunavarman M. Pd, ketua Majelis taklim Mesjid al-Mutmainnah, mengemu-

Berdasarkan pada pembahasan dan analisis yang kakan bahwa, jama’ah Majelis taklim

dilakukan sebelumnya, maka problematika belum mengerti dan memahami apa yang

komunikasi dakwah pada Majelis taklim di kota seha-rusnya dia butuhkan, pada hal materi

Pekanbaru secara umum dapat didiskripsikan tersebut memang ada yang sesuai dan ada

sebagai berikut:

Dokumen yang terkait

ISLAMISASI DI RIAU (Kajian Sejarah dan Budaya Tentang Masuk dan Berkembangnya Islam di Kuntu Kampar) Ellya Roza dan Yasnel Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau Abstract - ISLAMISASI DI RIAU (Kajian Sejarah dan Budaya Tentang Masuk dan Berke

0 0 25

KAJIAN TINGKAT KONTINUM KAPITAL SOSIAL FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN DALAM MENGWUJUDKAN VISI, MISI DAN TUJUAN UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU Ansharullah Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Sultan Syarif Kasim

0 0 19

PENERAPAN METODE TALKING STICK UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS BERPIKIR SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS V SDN 125 PEKANBARU

0 1 6

MEMBANGUN KOTA RAMAH ANAK DENGAN BUDAYA KOTA BERSERAMBI BACA Susis Ratna Sari Ratnaguchie66yahoo.co.id ABSTRACT - MEMBANGUN KOTA RAMAH ANAK DENGAN BUDAYA KOTA BERSERAMBI BACA

0 0 10

TRADISI ULAMA TRANSFORMATIF MINANGKABAU DALAM MEMBANGUN PENDIDIKAN KARAKTERISTIK BERBASIS RESPONSIF TEOLOGIS DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENGUATAN MORALITAS Silfia Hanani Email: silfia_hananiyahoo.com ABSTRACT - TRADISI ULAMA TRANSFORMATIF MINANGKABAU DALA

0 1 12

KESALEHAN SOSIAL DALAM TASAWUF PRESPEKTIF ALQURAN

0 1 14

PERAN ORANG TUA DALAM MEMBINA KARAKTER ANAK SHALEH SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI MENUJU VISI RIAU 2020

0 1 10

STAFFING DALAM ALQURAN DAN HADIS DITINJAU DARI MANAJEMEN PENDIDIKAN Tuti Andriani Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau e-mail: tiadelwys_sweetyahoo.com Abstract - STAFFING DALAM ALQURAN DAN HADIS DITINJAU DARI MANAJEMEN PENDIDIKAN

0 0 16

EKSISTENSI TRADISI KAJIAN KITAB KUNING DALAM LINGKUP PERUBAHAN SOSIAL (STUDI KASUS DI PESANTREN DARUN NAHDHAH, DAREL HIKMAH, DAN BABUSSALAM)

0 0 16

ISLAM DALAM KONTEKS PENGEMBANGAN MASYARAKAT MELAYU NELAYAN BAGIAN PERTAMA: POTRET KONDISI SOSIAL FAKTUAL DESA TAMERAN BENGKALIS RIAU

0 0 14