2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan - Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang HIV/AIDS di SMA Negeri 1 Medan Tahun 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, indra pendengaran, indera penciuman, indera perasa dan indera peraba. Pengetahuan seorang individu terhadap sesuatu dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang sesuatu dilingkungannya. Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu: a. Tahu (know) adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari adalah menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension) adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application) adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitanya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis) adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2007), ada tiga faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu :
1. Umur Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak dilahirkan hingga penelitian ini dilakukan. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan baru. Pada masa ini merupakan usia produktif masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa keterampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian dengan cara hidup baru, masa kreatif.
Pada dewasa ini, ditandai oleh adanya perubahan “jasmani dan mental”, semakin bertambah umur seseorang akan semakin tinggi wawasan yang diperoleh apabila umur seseorang semakin muda maka akan mempengaruhi tingkat pengetahuannya.
2. Pendidikan Pendidikan proses menumbuhkembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran, sehingga dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide dan teknologi baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan bertambah pengalaman yang mempengaruhi wawasan dan pengetahuan. Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan alat untuk mengubah pengetahuan (pengertian, pendapat, konsep-konsep) sikap dan persepsi serta menambah tingkah laku atau kebiasaan yang baru.
3. Pekerjaan Pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan sehari-hari untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dimana semua bidang pekerjaan umumnya diperlukan adanya hubungan sosial antara satu sama lain, setiap orang harus dapat bergaul dengan teman sejawat walaupun dengan atasan sehingga orang yang hubungan sosial luas maka akan lebih tinggi pengetahuannya dibandingkan dengan orang yang kurang hubungan sosial dengan orang lain.
4. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan, ekonomi tinggi maka tingkat pendidikan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga.
2.2 Sikap
2.2.1 Definisi Sikap
Menurut Notoadmojo (2007), sikap adalah reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan ataupun aktivitas, namun merupakan pre-disposisi tindakan atau prilaku. Sikap terdiri dari 3 komponen pokok yaitu:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak. Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :
a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespons (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. Ini merupakan indikasi d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Ini merupakan indikasi sikap yang paling tinggi.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap (Prihyogiarto, 2008) adalah: 1.
Pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional.
2. Dalam situasi yang melibatkan emosi penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.
3. Kebudayaan. B.F. Skinner menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang.
Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.
4. Orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
5. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
6. Institusi Pendidikan dan Agama. Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan 7. Tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
8. Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka.
2.3 Remaja
2.3.1 Definisi Remaja
Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12 – 24 tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh Depkes adalah mereka yang berusia 10 –19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BKKBN batasan usia remaja adalah 10 – 19 tahun (Notoatmodjo, 2007).
Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatmodjo, 2007). Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda (Prihyugiarto, 2008).
2.3.2 Karakteristik remaja
Menurut Hurlock E.B, 1996, ciri-ciri remaja (Adib Asrori, 2009) yaitu:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja.
Semua perkembangan itu menimbulkan pengaruh yang sangat besar untk masa depannya.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku,nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ada 5 perubahan yang sama yang hampir bersifat universial, yaitu : 1.
Meninggikan emosi 2. Perubahan tubuh 3. Minat dan peran yang diharapkan 4. Perubahan nilai-nilai 5. Sikap ambivalan terhadap setiap perubahan
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki- laki maupun perempuan karena tidak mampu mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.
e. Masa remaja sebagai masa rasa ingin tahu
2.4 HIV/AIDS
2.4.1 Definisi HIV/AIDS
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Sjaiful Fahmi Daili dkk, 2011).
Penyakit AIDS merupakan istilah yang menunjukkan kondisi tubuh manusia yang sudah terinfeksi HIV. Sebenarnya, AIDS bukan penyakit (disease) tetapi merupakan suatu kumpulan dari berbagai kondisi yang terjadi pada diri seseorang yang sudah terinfeksi HIV. Dengan kata lain, lebih tepat jika AIDS disebut sebagai sindrom yang merupakan kumpulan gejala-gejala berbagai penyakit dan infeksi. Adapun orang yang terinfeksi HIV disebut sebagai Odha (Orang dengan HIV/AIDS), dan Ohida (Orang yang hidup dengan HIV/AIDS), yaitu Odha sendiri, keluarga serta lingkungan. Tetapi belakangan istilah yang disepakati untuk menyebutkan keduanya (Odha dan Ohida) adalah cukup dengan Odha (Syaiful W. Harahap, 2000)..
2.4.2 Etiologi dan Patogenesis
HIV masuk tubuh manusia terutama melalui darah, semen dan sekret vagina, serta transmisi dari ibu ke anak. Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual (Sjaiful Fahmi Daili dkk, 2011).
Menurut Nursalam dan Ninuk (2011), enam cara penularan HIV anak adalah sebagai berikut :
1. Hubungan seksual, baik secara vagina, oral maupun anal dengan seorang pengindap.
2. Kontak langsung dengan darah dan produk darah yg tercemar HIV/AIDS.
3. Ibu pada bayinya
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
5. Alat-alat untuk menorah kulit
6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian Setelah masuk tubuh, virus menuju kekelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrom retroviral akut seperti flu (serupa infeksi mononukleosis) disertai vivernia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfe. Pada tubuh timbul respon imun humoral maupun selular.
Sindrom ini akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Kadar virus yang tinggi dalam darah dapat diturunkan oleh sistem imun tubuh. Proses ini berlangsung berminggu-minggu sampai terjadi keseimbangan antara pembentukan virus baru dan upaya eliminasi oleh respons imun. Titik keseimbangan yang disebut sel point ini penting karena menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Bila tinggi, perjalanan penyakit menuju AIDS akan berlangsung lebih cepat (Nursalam dan Ninuk, 2011).
Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi, tetapi pernah juga dilaporkan sampai 8 bulan. Kemudian pasien akan memasuki masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan bertahap
2
jumlah CD4 (jumlah normal 800-1.000/mm ) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA virus relatif konstan. CD4 adalah reseptor pada limfosit T4 yang menjadi target sel utama HIV (Nursalam dan Ninuk, 2011).
Limfosit T4 mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Limfosit T4 memulai dan mengarahkan untuk pengenalan serta pemusnahan agen asing oleh HIV. Karena proses infeksi dan pengambilan aliran sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi oportunistik (Nursalam dan Ninuk, 2011).
3 Pada awalnya penurunan jumlah CD4 sekitar 30-60/mm /tahun, tapi pada
3
tahun terakhir penurunan jumlah menjadi 50-100/mm sehingga bila tanpa pengobatan rata-rata masa infeksi HIV sampai menjadi AIDS adalah 8-10 tahun,
3
dimana jumlah CD4 akan mencapai kurang dari 200/mm (Nursalam dan Ninuk, 2011).
Tahapan perjalanan HIV/AIDS : sesudah terjadi infeksi virus HIV, awalnya tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus, baru beberapa minggu sesudah itu orang yang terinfeksi sering kali menderita penyakit ringan sehari-hari seperti flu atau diare. Selain itu penderita juga sering merasa tidak sehat meski dari luar tampak sehat. Keadaan penderita yang terinfeksi ini bisa disebut dengan sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, mialgia (pegal-pegal dibadan), pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam beberapa minggu. Dalam waktu 3 – 6 bulan kemudian, tes serologi baru akan positif, karena telah terbentuk anti bodi. Masa 3 – 6 bulan ini disebut window
, dimana penderita dapat menularkan namun secara laboratorium hasil tes
periode
HIV-nya masih negatif. Setelah melalui infeksi primer penderita akan masuk kedalam masa tanpa gejala. Pada masa ini virus terus berkembang biak secara progresif dikelenjar limfe. Masa ini berlangsung cukup panjang yaitu 5 – 10 tahun, setelah masa ini pasien akan masuk ke fase full blown AIDS (Nursalam dan Ninuk, 2011).
Menurut Nursalam dan Ninuk, 2011 , gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan mengikut fasenya.
a) Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu setelah infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
b) Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
c) Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.
2.4.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis AIDS berdasarkan stadium adalah (Nursalam dan Ninuk, 2011) : Gejala utama/mayor: a.
Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan b.
Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus c. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan d.
TBC Gejala minor: a.
Batuk kronis lebih dari satu bulan b.
Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur Candida
albicans c.
Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh d.
Munculnya Herpes zoster berulang danbercak-bercak gatal diseluruh tubuh Kondisi yang ditetapkan bahwa HIV sudah menjadi AIDS (Sjaiful Fahmi Daili dkk, 2011) :
Infeksi oportunistik: a.
Kandidiasis pada bronki, trakea, paru-paru b. Kandidiasis pada esophagus c. Herpes simpleks (ulkus kronis lebih dari 1 bulan, bronchitis, pneumotitis, atau esofagitis) d.
Pneumonia, rekuren e. Toksoplasmosis pada otak
Keganasan: a.
Limfoma immunoblastik b. Limfoma primer pada otak c. Kanker leher rahim, invasif e.
Sindrom kelelahan karena infeksi HIV f. Penurunan imunitas yang hebat (CD4 < 200/ml)
2.4.4 Pemeriksaan Penunjang
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu setelah paparan akan memberi hasil tes yang negatif (Nursalam dan Ninuk, 2011)
Menurut MacCann (2008), ELISA (enzyme-linked immunosorbent) adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi.
Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003)
Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi dengan tes Western blot (MacCann, 2008).
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus, manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan
Western blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum
antibodi dapat dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain (Nursalam dan Ninuk, 2011).
2.4.5 Penatalaksanaan Tidak ada obat yang dapat sepenuhnya menyembuhkan HIV/AIDS..
Perkembangan penyakit dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepat antara berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan yang diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal terjadinya AIDS (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010- 2011).
Terdapat 5 golongan obat antiretroviral yang bekerja dengan cara yang berbeda. Nucleoside/nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors adalah salah satu obat ARV yang bekerja melalui menganggu protein HIV yang dikenali reverse
transcriptase, yang diperlukan untuk replikasi virus. Selain itu Non-Nucleoside
Reverse Transcriptase Inhibitors , yang menghambat replikasi dalam sel melalui
menginhibisi protein reverse transcriptase. Seterusnya Protease Inhibitors, yang menginhibisi protease yang terlibat dalam proses replikasi virus HIV. Entry
Inhibitors menghambat pengikatan atau kemasukkan virus HIV ke dalam sel-sel
imun tubuh manusia (Dyk, 2008). Integrase Inhibitors bekerja melalui menganggu integrase enzyme yang diperlukan sehingga virus HIV dapat insersi bahan genetik ke dalam sel manusia (Pontali dkk, 2004).
2.4.6 Pencegahan
Menurut Watters and Guydish (1994), tiga cara untuk pencegahan HIV/AIDS secara seksual adalah abstinence (A), artinya tidak melakukan hubungan seks, be faithful (B), artinya dalam hubungan seksual setia pada satu pasang yang juga setia padanya, penggunaan kondom (C) pada setiap melakukan hubungan seks. Ketiga cara tersebut sering disingkat dengan ABC.
Terdapat cara-cara yang efektif untuk motivasikan masyarakat dalam mengamalkan hubungan seks aman termasuk pemasaran sosial, pendidikan dan konseling kelompok kecil. Pendidikan seks untuk remaja dapat mengajarkan mereka tentang hubungan seksual yang aman, dan seks aman. Pemakaian kondom yang konsisten dan betul dapat mencegah transmisi HIV (UNAIDS, 2000).
Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus tersebut kepada bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau menyusui. Seorang ibu dapat mengambil pengobatan antiviral ketika trimester III yang dapat menghambat transmisi virus dari ibu ke bayi. Seterusnya ketika melahirkan, obat antiviral diberi kepada ibu dan anak untuk mengurangkan risiko transmisi HIV yang bisa berlaku ketika proses partus. Selain itu, seorang ibu dengan HIV akan direkomendasikan untuk memberi susu formula karena virus ini dapat ditransmisi melalui ASI (Watters and Guydish, 1994).
Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) yang meliputi, cara penanganan dan pembuangan barang- barang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah dilakukannya semua prosedur, menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung (goggles) saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan cairan tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen kerja dan peralatan yang terkontaminasi dan penanganan seprei kotor/bernoda secara tepat.Selain itu, darah dan cairan tubuh lain dari semua orang harus dianggap telah terinfeksi dengan HIV, tanpa memandang apakah status orang tersebut baru diduga atau sudah diketahui status HIV-nya (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-2011).