7.1 PENGEMBANGAN PERMUKIMAN (BANGKIM) 7.1.1 Kondisi Eksisting - DOCRPIJM 4cf2394922 BAB VIIRPIJM BAB 7 ok

7.1 PENGEMBANGAN PERMUKIMAN (BANGKIM)

7.1.1 Kondisi Eksisting

  Secara umum kawasan permukiman di Banyuwangi, berdasarkan penyediaan wilayah permukimannya dapat dibedakan menjadi :

1. Kawasan permukiman yang dibangun oleh pengembang (developer)

  2. Kawasan permukiman yang dibangun secara mandiri oleh masyarakat. Kawasan ini umumnya berupa kampung, serta permukiman formal yang cenderung memiliki kapling lebih luas serta kawasan permukiman pedesaan.

  3. Kawasan permukiman yang diperkirakan akan tumbuh sebagai akibat adanya perkembangan wilayah, sentra ekonomi, industri dan infrastruktur, diantaranya a. Kawasan permukiman yang timbul karena pertumbuhan dan perkembangan kota, seperti Kota Banyuwangi, Genteng, Rogojampi.

  b. Kawasan permukiman yang timbul karena pengembangan Jalan Toll yang melintasi Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Banyuwangi c. Kawasan permukiman yang timbul karena pembangunan kawasan industri di

  Bangsring Wongsorejo

  d. Kawasan permukiman yang timbul karena pembangunan bandar udara Blimbingsari dan Fishery Park Bomo di Kecamatan Rogojampi

  e. Kawasan permukiman yang timbul karena pembangunan jalur lintas selatan yang melewati Kecamatan Rogojampi, Srono, Muncar, Tegaldlimo, Purwoharjo, Bangorejo, Siliragung, Pesanggaran, Glenmore dan Kalibaru.

  f. Kawasan permukiman yang timbul karena pengembangan lahan peruntukan industri di Kecamatan Muncar Kawasan permukiman di Kabupaten Banyuwangi tersebar di dua kawasan yaitu kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan.

A. Kawasan Perdesaan

  Kawasan perdesaan secara umum dicirikan oleh wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fugsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Sedangkan kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

  Agar hubungan desa dan kota tetap dinamis maka penataan struktur kawasan perdesaan dikembangkan dengan sistem Desa Pusat Pertumbuhan (DPP). Desa-desa

LAPORAN AKHIR

  pusat pertumbuhan akan menginduk pada pusat-pusat ibukota kecamatan, sedangkan ibukota kecamatan menginduk pada pusat sub satuan wilayah pembangunan (SSWP), sedangkan pusat SSWP akan menginduk ke Pusat Wilayah Pengembangan. Selain desa pusat pertumbuhan, untuk tetap menjaga keterkaitan antara kota dan desa (urban-rural linkages) yang bersifat interpendensi timbal balik dan saling membutuhkan, dimana kawasan pertanian di perdesaan mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm), sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian antara lain, modal, teknologi, informasi, peralatan pertanian dan lain sebagainya. Keterkaitan tersebut merupakan salah satu ciri dari ’AGROPOLITAN’. Pola penataan struktur ruang perdesaan merupakan upaya untuk mempercepat efek pertumbuhan dari pusat-pusat SSWP.

B. Kawasan Perkotaan

  Untuk mempermudah pembangunan di Kabupaten Banyuwangi sesuai dengan karakteristik wilayahnya, Kabupaten Banyuwangi dibagi menjadi 4 (empat) Wilayah Pengembangan yaitu :

   Cluster Pengembangan Banyuwangi Utara  Cluster Pengembangan Banyuwangi Tengah Timur  Cluster Pengembangan Banyuwangi Tengah Barat  Cluster Pengembangan Banyuwangi Selatan Dari empat wilayah pengembangan tersebut, ditetapkan 1 (satu) pusat wilayah pengembangan yang akan menjadi pusat orientasi dari wilayah-wilayah yang ada di belakangnya. Pusat-pusat pengembangan tersebut ditetapkan berdasarkan hasil analisa orde kota. Pusat kota yang dimaksud adalah :  Banyuwangi yang berfungsi sebagai pusat cluster pengembangan Banyuwangi Utara.  Rogojampi ditetapkan sebagai pusat cluster pengembangan Banyuwangi Tengah Timur.  Genteng ditetapkan sebagai pusat cluster pengembangan Banyuwangi Tengah Barat.  Bangorejo ditetapkan sebagai pusat cluster pengembangan Banyuwangi Selatan.

  Kondisi Kawasan Kumuh

  Berdasarkan studi tentang pengembangan kawasan perumahan, yang kemudian dituangkan dalam SK Bupati tahun 2014, teridentifikasi permukiman kumuh di Kabupaten Banyuwangi sebanyak 3 kawasan dengan luas sekitar 20,64 ha. Lokasi kawasan kumuh di Kabupaten Banyuwangi tersebar di Kelurahan Mandar, Kelurahan Lateng dan Kelurahan Kepatihan yang semuanya berada di Kecamatan Banyuwangi. Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

LAPORAN AKHIR

Tabel 7.1 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Banyuwangi (SK Bupati No. 188/482/Kep/429.011/2014)

  Luas Jumlah Jumlah No. Lokasi Kawasan Kumuh Kawasan Rumah Penduduk

  Lingkungan Krajan dan

  1 Krobokan, Kel. Mandar, Kec. 8,61 Ha 485 1.940 Jiwa Banyuwangi Lingkungan Kebun Jeruk, Kel.

  2 3,54 Ha 475 2.375 Jiwa Lateng, Kec. Banyuwangi Lingkungan Ujung, Kel.

  3 8,48 Ha 577 2.885 Jiwa Kepatihan, Kec. Banyuwangi

  Program penanggulangan kemiskinan melalui KOTAKU (Program Kota Tanpa Kumuh) di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2016 dengan menggunakan Baseline data 100- 0-100 kawasan kumuh memiliki cakupan wilayah sasaran sebanyak 45 desa/kelurahan yang tersebar di 5 (lima) Kecamatan yakni di Kec. Banyuwangi, Kec. Giri, Kec. Genteng, Kec. Kalibaru, dan Kec. Muncar. Lebih jelas mengenai rincian desa dan kelurahan dampingan di Kabupaten Banyuwangi dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

  Tabel 7.2

  Luas Desa/Kelurahan Dampingan di Kabupaten Banyuwangi

  Kecamatan Desa/Kelurahan Luas Wilayah (Ha) Kampung Mandar 25,09 Lateng 91,48 Singotrunan 90,7 Panderejo 21,83

  Banyuwangi Pengantigan 71,87 Temenggungan 10,2 Kepatihan 35,66 Kampung Melayu 11,5 Karangrejo 119 Penganjuran 56,77 Singonegaran 53,34 Sobo 85,7 Tukang Kayu 102 Taman Baru 122,4 Sumberejo 182,7 Kertosari 148,1 Pakis 95,6 Kebalenan 154 Mojopanggung 112 Penataban

  89 Giri Boyolangu 107 Giri 131 Grogol 558 Jambesari 272 Blambangan 674 Kedungrejo 245 Kedungringi 495

LAPORAN AKHIR

  LAPORAN AKHIR Kecamatan Desa/Kelurahan Luas Wilayah (Ha) Muncar Sumberberas 2216 Tembokrejo 320 Kumendung 644 Wringin Putih 853 Tambakrejo 917 Tapanrejo 1008 Sumbersewu 539

  Bangunan hunian memiliki Luas Lantai < 7,2 m2 per orang

  22.7%

  Kawasan terjadi genangan/banjir

  16.3%

  5. Drainase Lingkungan

  Kondisi Jaringan jalan pada kawasan memiliki kualitas buruk

  53.4%

  Kawasan tidak terlayani jaringan jalan lingkungan yang memadai

  53.9%

  4. Aksesibilitas Lingkungan

  Bangunan hunian memiliki kondisi Atap, Dinding, Lantai tidak sesuai persyaratan teknis

  8.2%

  11.6%

  Genteng Genteng Kulon 240 Genteng Wetan 320 Kembiritan 1101 Setail 279 Kaligondo 271

  3. Kelayakan Fisik Bangunan

  2. Kepadatan Bangunan Kawasan memiliki Kepadatan Rendah (54 unit/Ha)

  1. Keteraturan bangunan 57.5% Bangunan Hunian tidak memiliki keteraturan

  No Kriteria Kondisi Eksisting Kawasan KATEGORI FISIK

Tabel 7.3 Profil Permasalahan Kawasan di Kabupaten Banyuwangi

  22,9 Ha

  3 Kelurahan Luas Kawasan (Ha) 6.729 Ha Luas Kumuh (Ha)

  42 Kelurahan/Desa Jumlah Kelurahan SK Kumuh (Kelurahan/Desa)

  45 Kelurahan/Desa Jumlah Kelurahan NON SK Kumuh (Kelurahan/Desa)

  Informasi Fisik Kabupaten Banyuwangi Jumlah Kelurahan Program KOTAKU(Kelurahan/Desa)

  Berdasarkan hasil Baseline 100-0-100 di wilayah yang dilakukan oleh masyarakat melalui Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) diperoleh gambaran umum Kabupaten Banyuwangi secara garis besar adalah sebagai berikut:

  

Kalibaru Kajarharjo 447

Kalibaru Manis 385 Kalibaru Wetan 172 Kalibaru Kulon 431 Banyuanyar 288 Kebonrejo 484 Sumber : Data Baseline Program KOTAKU Kab. Banyuwangi, 2016

  Kondisi jaringan drainse pada lokasi memiliki kualitas buruk

  LAPORAN AKHIR No Kriteria Kondisi Eksisting Kawasan KATEGORI FISIK

  Sampah domestik rumah tangga pada kawasan terangkut ke TPS/TPA kurang dari 2 kali seminggu

  16 Kepatihan 35,66 10,6 25,06 29,7 Kampung Melayu 11,5 7,14 4,36 62,1 Karangrejo 119

  Kampung Mandar 25,09 6,7 18,39 26,7 Lateng 91,48 24,49 66,99 27,8 Singotrunan 90,7 6,47 84,23 7,1 Panderejo 21,83 6,4 15,43 29,43 Pengantigan 71,87 2,39 69,48 3,3 Temenggungan 10,2 1,63 8,57

  

(Kecamatan Banyuwangi, Giri, Muncar, Genteng, Kalibaru)

Kecamatan Desa/Kelurahan Luas Wilayah (Ha) Luas Permukiman Kumuh (Ha) Luas Permukiman Non Kumuh (Ha) Persentase Kawasan Kumuh (%) Banyuwangi

Tabel 7.4 Luasan Kawasan Permukiman Kumuh Wilayah Dampingan Kotaku

  Berdasarkan data baseline 100-0-100 Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU), luasan kawasan permukiman kumuh di kabupaten Banyuwangi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

  Sumber : Data Baseline Program KOTAKU Kab. Banyuwangi, 2015

  Kawasan tidak memiliki Ketersediaan prasarana/sarana Proteksi Kebakaran

  97.2%

  9. Pengamanan Bahaya Kebakaran

  8. Pengelolaan Persampahan 23.2%

  6. Pelayanan Air Minum/Baku 34.3%

  Saluran Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga tercampur dengan Drainase Lingkungan

  73.7%

  Bangunan hunian pada lokasi tidak memiliki kloset (Leher Angsa) yang terhubung dengan tangkiseptik

  35.3%

  Bangunan hunian pada lokasi tidak memiliki akses Jamban/MCK Komunal

  9.4%

  7. Pengelolaan Air Limbah

  Masyarakat tidak terpenuhi kebutuhan minimal 60liter/org/hari (Mandi, Minum, Cuci)

  3.6%

  Bangunan hunian pada lokasi tidak terlayani jaringan Air Bersih/Baku perpipaan atau non perpipaan terlindungi yang layak

  99 19 83,2 Penganjuran 56,77 15,6 41,17 27,5 Singonegaran 53,34 29,9 23,4 56,1 Sobo 85,7 5,25 80,45 6,1 Tukang Kayu 102 61,9 40,1 60,7 Taman Baru 122,4 4,1 118,3 3,3 Sumberejo 182,7 36,7 145,95 20,1 Kertosari 148,1 24,14 123,96 16,3 Pakis 95,6 16,60 79,00 17,4

  LAPORAN AKHIR Kecamatan Desa/Kelurahan Luas Wilayah (Ha) Luas Permukiman Kumuh (Ha) Luas Permukiman Non Kumuh (Ha) Persentase Kawasan Kumuh (%) Giri Kebalenan 154 4,82 112,54 3,1 Mojopanggung 112 2,36 68,6 2,1 Penataban 89 1,79 82,3 2,0 Boyolangu 107 3,63 41,49 3,4 Giri 131 4,43 34,75 3,4 Grogol 558 9,43 248,9 1,7 Jambesari 272 4,58 164,24 1,7

  Muncar Blambangan 674 47,19 626,81 7,0 Kedungrejo 245 121,68 123,32 49,7 Kedungringi 495 41,75 453,25 8,4 Sumberberas 2216 92,28 2123,72 4,2 Tembokrejo 320 67,94 252,06 21,2 Kumendung 644 33,31 610,69 5,2 Wringin Putih 853 72,85 780,15 8,5 Tambakrejo 917 79,34 837,66 8,7 Tapanrejo 1008 51,59 956,41 5,1 Sumbersewu 539 49,92 489,08 9,3

  Genteng Genteng Kulon 240 9,76 230

  4 Genteng Wetan 320 12,87 307

  4 Kembiritan 1101 20,98 1080

  2 Setail 279 14,90 264

  5 Kaligondo 271 17,76 253

  7 Kalibaru Kajarharjo 447 76,16 370,84 17,0 Kalibaru Manis 385 24,09 360,91 6,3 Kalibaru Wetan 172 110,8 61,2 64,4 Kalibaru Kulon 431 115 316.00 26,7 Banyuanyar 288 37,13 250,87 12,9 Kebonrejo 484 58,20 425,8 12,0

  Total 15,075 1545 12889 10,25 Sumber : Data Baseline Program KOTAKU Kab. Banyuwangi, 2016

  Dari tabel di atas, ternyata di kabupaten Banyuwangi masih banyak sekali terdapat wilayah permukiman kumuh, dari 5 kecamatan saja terdapat 10,25% kawasan kumuh, yang meliputi wialayah seluas 1.545 Ha.

Tabel 7.5 Sebaran Bangunan Hunian Tidak Teratur dan Tidak Layak

  Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah Bangunan Hunian (Unit) Luas (Ha) Jumlah Bangunan Hunian Tidak Teratur (Unit) Jumlah Bangunan Hunian Yang Tidak Layak (Unit) Banyuwangi Lateng 1975 49,7 840 175 Kepatihan 1189 21,7 760 179 Kampung Mandar 923 15,8 696 113 Kampung Melayu 684 9,4 163

  79 Panderejo 1011 19,1 760

  68 Pengantigan 1504 34,9 1039

  45 Singotrunan 2018 21,7 354 126 Temenggungan 542 10,2 308

  77 Karangrejo 1795 60,3 760 310 Kertosari 1116 34,3 369 180

  LAPORAN AKHIR Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah Bangunan Hunian (Unit) Luas (Ha) Jumlah Bangunan Hunian Tidak Teratur (Unit) Jumlah Bangunan Hunian Yang Tidak Layak (Unit) Pakis 1464 23,3 1056 485 Penganjuran 1221 36,9 308

  90 Singonegaran 1084 21,7 130

  99 Sobo 1616 44,4 693 296 Sumberrejo 1413 31,1 406 102 Tamanbaru 1645 82,9 289 123 Tukangkayu 1922 60,0 724 206 Kebalenan 1821 41,4 466

  85 Giri Boyolangu 1468 67,1 929 273 Giri 1504 67,6 733 189 Grogol 1728 19,0 784 173 Jambesari 1187 78,0 560 182 Mojopanggung 1250 61,8 589 193 Penataban 1162 69,8 471

  85 Muncar Blambangan 1976 134,4 589 280 Sumbersewu 2051 153,4 545

  94 Tambakrejo 1819 176,0 11 274 Tapanrejo 2320 467,4 637 807 Tembokrejo 7709 154,7 3811 2357 Wringin Putih 3642 513,5 880 466 Kedungrejo 7217 157,5 2312 519 Kedungringin 3087 177,2 1346 1127 Kumendung 1920 200,7

  44

  40 Sumberberas 4554 1.602,2 1210 407 Genteng

  Genteng Kulon 5017 143,4 1042 663 Genteng Wetan 4721 211,5 1641 902 Kaligondo 2907 193,9 1991 394 Kembiritan 6308 453,7 4149 949 Setail 3398 208,2 1159 451

  Kalibaru Banyuanyar 1867 125,1 1213 290 Kajarharjo 3271 162,0 1676 240 Kalibaru Kulon 1961 22,9 912 209 Kalibaru Manis 2557 166,4 1365 356 Kalibaru Wetan 3410 119,0 1914 462 Kebonrejo 2415 203,9 1046 315

  Total 107.369 6.729,1 43.680 15.535 Sumber : Data Baseline Program KOTAKU Kab. Banyuwangi, 2016

  Peraturan daerah di Kabupaten Banyuwangi yang mengatur tentang penataan bangunan permukiman seperti terlihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 7.6 Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Bupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman

  N o Perda/Pergub/Perwali/Peraturan Lainnya Amanat Kebijakan Daerah Jenis Produk Pengaturan No./ Tahun Perihal

  1 Perda Kab. Banyuwangi 12/1988 Batas Wilayah Kota Wilayah Kota yang terdiri dari 18 kecamatan, dan sejak 2005 bertambah menjadi 24 kec.

  2 Perda Prov. Jawa Timur 2/2006 RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi

  Perda/Pergub/Perwali/Peraturan Lainnya N Amanat Kebijakan Daerah Jenis Produk o No./ Tahun Perihal Pengaturan

  Jawa Timur

  3 Perda Kab. Banyuwangi 9/2014 Bangunan Peraturan tentang pengadaan bangunan Gedung gedung

  4 Perda Kab. Banyuwangi 8/2012 RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuwangi

  5 SK Bupati Kab. 188/482/KE SK Kawasan Kawasan prioritas penanganan Banyuwangi P/429.011/ Kumuh pengembangan permukiman yang 2014 merupakan kawasan kumuh di perkotaan

7.1.2 Sasaran Program

  Terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

  1. Vitalitas Non Ekonomi

  a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

  b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki

  indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, c. mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

  2. Vitalitas Ekonomi Kawasan Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, a. apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan b. faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

  Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan c. permukiman kumuh.

LAPORAN AKHIR

  3. Status Kepemilikan Tanah a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

  Status sertifikat tanah yang ada.

  b.

  4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah.

  5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh

  dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana b. penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

   Sasaran Kinerja Ditjen Cipta Karya 2015-2019 Ditjen Cipta Karya juga menyelenggarakan kegiatan Pengaturan, Pembinaan,

  Pengawasan dan Penyelenggaraan dalam Pengembangan Kawasan Permukiman yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman. Adapun indikator kinerja program Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman adalah meningkatnya kontribusi penanganan kawasan permukiman di kawasan kumuh perkotaan, kawasan permukiman perdesaan, dan kawasan permukiman khusus, dengan sasaran kegiatan dan indikator yaitu:

  1) Layanan Perkatoran dengan indikator terselenggaranya pelayanan pendukung kegiatan pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan pengembangan kawasan permukiman selama 60 bulan;

  2) Peraturan Pengembangan Kawasan Permukiman dengan indikator tersusunnya 10 NSPK bidang pengembangan kawasan permukiman;

  3) Pembinaan dan pengawasan pengembangan kawasan permukiman dengan indikator terselenggaranya pembinaan dan pengawasan pengembangan permukiman di 507 kab/kota;

  4) Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Perkotaan dengan indikator meningkatnya kualitas permukiman di 38.431 Ha daerah perkotaan; 5) Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Perdesaan dengan indikator meningkatnya kualitas permukiman di 78.384 Ha daerah perdesaan; 6) Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Khusus dengan indikator meningkatnya kualitas permukiman di 3.099 Ha kawasan khusus; 7) Pendampingan Pemberdayaan Masyarakat dengan indikator terselenggaranya pendampingan masyarakat di 11.607 kelurahan; 8) Fasilitasi kota dan kawasan perkotaan dalam pemenuhan SPP dan pengembangan

  Kota Layak Huni dengan indikator terselenggaranya fasilitasi di 18 kota, 12 kawasan perkotaan metropolitan dan 744 kota/kawasan perkotaan; 9) Perintisan inkubasi kota baru dengan indikator terselenggaranya perintisan inkubasi di 10 kota baru

LAPORAN AKHIR

  Sasaran utama program pengembangan permukiman di kabupaten Banyuwangi adalah untuk mendukung pencapaian target RPJMN 100-0-100, berdasarkan Data Baseline Program KoTaKu 2016. Selain itu juga mengacu pada rencana kebutuhan luas lahan permukiman RTRW Kabupaten Banyuwangi tahun 2011-2031 yang tertuang dalam Rencana Pola Ruang.

  14 Kecamatan Singojuruh 4053 4153 4256 4340

  Usulan program dan kegiatan pengembangan kawasan permukiman selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

  Jumlah 131477 134730 138064 140790 Sumber : dok. RP4D Kab. Banyuwangi, 2012

  24 Kecamatan Siliragung 3796 3890 3986 4065

  23 Kecamatan Licin 2374 2432 2492 2542

  22 Kecamatan Tegalsari 3676 3767 3860 3936

  21 Kecamatan Wongsorejo 6067 6217 6371 6497

  20 Kecamatan Kalipuro 5692 5833 5977 6095

  19 Kecamatan Giri 2362 2420 2480 2529

  18 Kecamatan Banyuwangi 8991 9214 9442 9628

  17 Kecamatan Glagah 2811 2881 2952 3010

  16 Kecamatan Songgon 4403 4512 4623 4715

  15 Kecamatan Sempu 6141 6293 6449 6576

  13 Kecamatan Kabat 5608 5747 5889 6005

Tabel 7.7 Rencana Kebutuhan Luas Lahan Permukiman Tahun 2015-2029

  12 Kecamatan Rogojampi 7841 8035 8234 8397

  11 Kecamatan Srono 7437 7621 7810 7964

  10 Kecamatan Genteng 7056 7230 7409 7555

  9 Kecamatan Kalibaru 5107 5233 5363 5469

  8 Kecamatan Glenmore 5927 6074 6224 6347

  7 Kecamatan Gambiran 5186 5314 5446 5553

  6 Kecamatan Cluring 5994 6142 6294 6418

  5 Kecamatan Muncar 10795 11062 11336 11560

  4 Kecamatan Tegaldlimo 5252 5382 5515 5624

  3 Kecamatan Purwoharjo 5616 5754 5897 6013

  2 Kecamatan Bangorejo 5113 5240 5369 5475

  1 Kecamatan Pesanggaran 4180 4283 4389 4476

  No. Kecamatan Kebutuhan Perumahan (Ha) 2015 2020 2025 2029

7.1.3 Usulan Program dan Kegiatan

LAPORAN AKHIR

  

PROGRAM SEKTOR PENGEMBANGAN PERMUKIMAN (BANGKIM) TAHUN 2018 – 2022

NO RINCIAN KEGIATAN LOKASI SATUAN TAHUN 1 Tabel 7.8 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Banyuwangi 2 3 VOLUM 4 E

5

6 APBN DAK APBD Prov. APBD Kab. BUMD KPS/PDAM CSR D 7 8 SUMBER PENDANAAN x Rp. 1.000,- 9 10 11 12 13 1 Rencana Pengembangan permukiman Penyusunan DED Kawasan Kumuh Penyusunan RKP-KP PERMUKIMAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN Lateng, Kepatihan Kel. Kampung Mandar, 2018 300.000 2.b Infrastruktur Permukiman yang Meningkat 2.a Infrastruktur Kawasan Permukiman Kumuh

2 Infrastruktur Kawasan Permukiman Perkotaan

  Kualitasnya Permukiman Kawasan Kumuh Lateng, Kepatihan Penataan/Peningkatan Infrastruktur Kel. Kampung Mandar, 2018 4.300.000 500.000 2.c Penyediaan PSD bagi Kawasan RSH TNI/Polri dan MBR Peningkatan Infrastruktur Permukiman Peningkatan Jalan lingkungan dan saluran Ds. Jajag Kec. 2018 800.000 250.000 150.000 Gambiran 3 Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan Penyediaan Infrastruktur Primer Bagi MBR Penyediaan Infrastruktur Primer Bagi MBR Glagah Ds. Banjarsari Kec. 2018 125.000 75.000 50.000 Glenmore Ds. Kajarharjo Kec. 2018 325.000 175.000 100.000 Potensial yang Meningkat Kualitasnya Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan Perdesaan Potensial Penyediaan Infrastruktur Permukiman Kawasan Peningkatan PS Perdesaan Skala Kawasan Tegaldlimo Ds. Kalipait Kec. 2018 650.000 300.000 Perdesaan Agropolitan/Minapolitan Penyediaan Infrastruktur Permukiman Kawasan Agropolitan Pengembangan sarana dan prasarana Kws Kab. Banyuwangi 2018 1.000.000 7.200.000 500.000 1.400.000 7.200.000 - - - 500.000 1.400.000 - - - - Sub Total 2018

  • - Total
    • - - Sub Total 2019
    • - - - - - - - - - Sub Total 2022
    • - - - - - Sub Total 2021
    • - - - - - -
    • - - - - - - Sub Total 2020

    LAPORAN AKHIR

      VII-11

    7.2 PENATAAN BANGUNAN LINGKUNGAN (PBL)

    7.2.1 Kondisi Eksisting

    A. Isu Strategis

      Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di Kabupaten Banyuwangi dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di Kabupaten Banyuwangi.

      Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dam pak sosial lainnya.

      Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter

      for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World",

      sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

      Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat Kabupaten Banyuwangi untuk bidang PBL dapat dirumuskan seperti terlihat pada Tabel 7.8.

    Tabel 7.9 Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Banyuwangi No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL di Kab. Banyuwangi

    1 Penataan Lingkungan Permukiman a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL

      b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal

    LAPORAN AKHIR

      No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL di Kab. Banyuwangi

      e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal f. Pelibatan pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan

      2 Penyelenggaraan Bangunan

      a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung Gedung dan Rumah Negara (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan)

      b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung Kabupaten Banyuwangi c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan

      d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara

      3 Pemberdayaan Komunitas dalam

      a. Keberlanjutan dan sinergi program bersama dengan Penanggulangan Kemiskinan pemerintah pusat dalam penanggulangan kemiskinan

      Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

    B. Kondisi Eksisting

      Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang mempunyai luas daerah terbesar. Kabupaten Banyuwangi mempunyai luas wilayah 578.250 Ha, dari luas tersebut penggunaan lahan di Kabupaten Banyuwangi masih didominasi lahan tidak terbangun berupa hutan, sawah dan lain sebagainya.

    Tabel 7.10 Jenis Penggunaan Lahan Kabupaten Banyuwangi

      Luas No Jenis Penggunaan Lahan

      Ha %

      1 Kawasan hutan 183.396,34 31,72

      2 Persawahan 66.152,00 11,44

      3 Perkebunan 82.143,63 14,21

      4 Permukiman 127.454,22 22,04

      5 Lain-lain (fasum, jalan, RTH, ladang, tambak, dll) 119.103,81 20,63 JUMLAH 578.250,00 100,00

      Sumber : RTRW Kab. Banyuwangi 2012-2032

    LAPORAN AKHIR

      Karakteristik penggunaan lahan di Kabupaten Banyuwangi adalah:

      1) Permukiman

      Permukiman yang terdapat pada kabupaten Banyuwangi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :

      1. Kelompok pertama, kawasan permukiman intensitas penggunaan lahan rendah dengan perpetakan lahan yang cukup baik. Kawasan permukiman ini berada di sekitar pusat-pusat lingkungan.

      2. Kelompok kedua, kawasan permukiman intensitas penggunaan lahan sedang dengan perpetakan lahan yang cukup baik. Kawasan permukiman ini berada di sekitar pusat kota.

      3. Kelompok ketiga, kawasan permukiman intensitas penggunaan lahan tinggi dengan perpetakan lahan yang cukup baik. Kawasan permukiman ini berada di . pusat kota

      2) Perdagangan dan Jasa

      Perdagangan dan jasa di Kabupaten banyuwangi dalam skala pelayanan lokal dan regional. Kegiatan ini berkembang dalam bentuk partai maupun eceran/menyebar di sekitar permukiman .

      3) Industri

      Sektor industri pengembangan produksinya untuk memenuhi tingkat nasional, regional dan local. Lokasi penggunaan lahan untuk industri tersebut cenderung beraglomerasi di jalan R. Suprapto (Kecamatan Giri)

      4) Fasilitas Umum

      Fasilitas umum berupa pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan fasilitas umum lainnya yaitu perkantoran. Untuk fasilitas umum berupa pendidikan, kesehatan, peribadatan dan makam penyebarannya tidak merata ada sebagian permukiman yang mempunyai fasilitas umum yang terbatas, seperti yang terjadi di kelurahan Banjarsari dan kelurahan Bakungan. Sedangkan fasilitas perkantoran letaknya menyebar pada tiap Bagian Wilayah Kota (BWK).

      5) Ruang Terbuka Hijau/RTH

      RTH di Banyuwangi berupa makam, lahan pertanian dan lapangan olahraga. Di dalam kawasan permukiman, keberadaan ruang terbuka telah dipenuhi dengan adanya makam, lapangan olahraga dan pertanian yang meliputi persawahan, pertambakan, perkebunan .

      Seiring dengan perkembangan wilayah Kabupaten Banyuwangi, lahan pertanian setiap tahun mengalami pengurangan lahan sebagai akibat digunakan untuk kepentingan lain. Misalnya digunakan sebagai daerah pemukiman maupun pemanfaatan yang lain. Risikonya produksi tanaman bahan makanan akan menurun sebanding dengan berkurangnya lahan pertanian tersebut.

      Disamping potensi di bidang pertanian, Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah produksi tanaman perkebunan dan kehutanan, serta memiliki potensi untuk

    LAPORAN AKHIR

      dikembangkan sebagai daerah penghasil ternak yang merupakan sumber pertumbuhan baru perekonomian rakyat. Dengan bentangan pantai yang cukup panjang, dalam perspektif ke depan, pengembangan sumberdaya kelautan dapat dilakukan dengan berbagai upaya intensifikasi dan diversifikasi pengelolaan kawasan pantai dan wilayah perairan laut.

      Kebijaksanaan penataan bangunan secara umum mengatur hal-hal yang terkait dengan intensitas penggunaan lahan yang terdiri atas komponen-komponen :  Koefisien Dasar Bangunan (KDB)  Koefisien Lantai Bangunan (KLB)  Ketinggian Bangunan (KB)  Luas Persil  Garis Sempadan Bangunan Penataan koefisien dasar bangunan pada dasarnya mengarahkan bahwa kawasan pusat kota yang umumnya terdiri atas bangunan-bangunan non permukiman seharusnya memiliki nilai koefisien dasar bangunan yang lebih tinggi daripada nilai koefisien dasar bangunan pada kawasan permukiman atau pada kawasan pinggiran kota. Arahan ini sejalan dengan pengaturan KLB dan pengaturan ketinggian bangunan dimana bangunan- bangunan pada kawasan pusat kota seharusnya memiliki nilai koefisien lantai bangunan dan ketinggian bangunan yang lebih besar daripada kawasan permukiman dan kawasan pinggiran kota.

      Pengaturan luas persil dan garis sempadan bangunan hendaknya juga ditetapkan secara berjenjang dimana pada umumnya bangunan-bangunan yang terletak pada jalan utama hendaknya memiliki luas persil dan lebar garis sempadan bangunan yang lebih besar daripada bangunan-bangunan yang tidak terletak pada jalan utama, tanpa memperhatikan jenis penggunaan bangunan. Untuk bangunan-bangunan non perumahan, khususnya pada bangunan-bangunan komersial dan yang bersifat pelayanan umum, maka hendaknya luas persil dan lebar garis sempadan bangunannya lebih besar daripada bangunan-bangunan permukiman agar segala kegiatan dapat ditampung pada tiap persil tanpa mengganggu area jalan.

    C. Permasalahan dan Tantangan

      Penataan koefisien dasar bangunan pada dasarnya mengarahkan bahwa kawasan pusat kota yang umumnya terdiri atas bangunan-bangunan non permukiman seharusnya memiliki nilai koefisien dasar bangunan yang lebih tinggi daripada nilai koefisien dasar bangunan pada kawasan permukiman atau pada kawasan pinggiran kota. Arahan ini sejalan dengan pengaturan KLB dan pengaturan ketinggian bangunan dimana bangunan- bangunan pada kawasan pusat kota seharusnya memiliki nilai koefisien lantai bangunan dan ketinggian bangunan yang lebih besar daripada kawasan permukiman dan kawasan pinggiran kota.

    LAPORAN AKHIR

      Pengaturan luas persil dan garis sempadan bangunan hendaknya juga ditetapkan secara berjenjang dimana pada umumnya bangunan-bangunan yang terletak pada jalan utama hendaknya memiliki luas persil dan lebar garis sempadan bangunan yang lebih besar daripada bangunan-bangunan yang tidak terletak pada jalan utama, tanpa memperhatikan jenis penggunaan bangunan. Untuk bangunan-bangunan non perumahan, khususnya pada bangunan-bangunan komersial dan yang bersifat pelayanan umum, maka hendaknya luas persil dan lebar garis sempadan bangunannya lebih besar daripada bangunan-bangunan permukiman agar segala kegiatan dapat ditampung pada tiap persil tanpa mengganggu area jalan

      Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dapat terlihat pada berikut ini.

    Tabel 7.11 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

      Permasalahan yang Tantangan No. Aspek PBL Alternatif Solusi

    dihadapi Pengembangan

    I. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

      1 Aspek Teknis 1) Masih kurang Meningkatkan peraturan Memperketat Ijin diperhatikannya kebutuhan tentang kesehatan, Mendirikan Bangunan sarana sistem proteksi kenyamanan serta (IMB) terutama terhadap kebakaran keselamatan pendirian potensi bahaya kebakaran bangunan gedung

      2) Belum siapnya landasan Sudah tersusunnya Dokumen RTBL sebagian hukum dan operasional dokumen RTBL pada setiap Kecamatan (terutama berupa RTBL untuk wilayah Kecamatan di wilayah strategis melibatkan pemerintah Kabupaten Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi) Kabupaten Banyuwangi dan sudah disusun swasta dalam penyiapan infrastruktur pengembangan lingkungan permukiman 3) Menurunnya fungsi Adanya program penataan Tercantumnya peraturan kawasan dan terjadi dan pelestarian bangunan tentang pemeliharaan degradasi kawasan tradisonal/bersejarah gedung bersejarah dalam kegiatan ekonomi utama perda Bangunan Gedung kota, kawasan tradisional atau dokumen RTBL bersejarah serta heritage

      2 Aspek 1) Kurangnya koordinasi Menyusun dan Menyusun dan Kelembagaan antara wilayah atau memantapkan instrumen memantapkan instrumen kerjasama antar wilayah pendukung implementasi pendukung implementasi dan instansi dalam rencana tata ruang kota rencana tata ruang kota perlindungan hutan dan wilayah aliran sungai

      3 Aspek Peran 1) Kurang lestarinya hutan Reboisasi dan penyuluhan Perlu penyuluhan kepada Serta di taman nasional akibat terhadap penduduk masyarakat sekitar Masyarakat / pencurian/penebangan Swasta oleh penduduk secara liar

    LAPORAN AKHIR

      LAPORAN AKHIR No. Aspek PBL Permasalahan yang dihadapi Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

      Memaksimalkan potensi obyek alam yang bisa dijadikan obyek wisata alam

      Membatasi daerah kawasan industri dengan guna lahan yang tertera dalam RTRW

      2) Kabupaten Banyuwangi belum memiliki kawasan khusus yang diperuntukkan untuk kegiatan industri perkembangan kawasan industri yang teratur sesuai dengan peruntukannya

      Perkembangan penataan bangunan yang harmonis dan terstruktur pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung yang memperhatikan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan

      1 Aspek Teknis 1) Meningkatnya kebutuhan untuk pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan)

      RTRW peruntukan lahan pertanian tidak berubah fungsi menjadi guna lahan lainnya

      Peningkatan tata guna lahan terutama untuk pertanian sehingga bisa menghasilkan lahan pertanian untuk bahan pangan yg produktif

      6) Perkembangan lahan pertanian di Kabupaten Banyuwangi saat ini belum dimanfaatkan secara optimal

      Membangun beberapa RTH baru sebagai paru- paru kota

      Membangun beberapa RTH baru sebagai paru- paru kota

      Memberikan pengarahan serta perlengkapan safety 5) Kurangnya RTH di kawasan perkotaan sebagai paru-paru kota

      Pemberian perlengkapan safety dan pembangunan sarana penunjang safety di lokasi tambang sulfur

      4) Kurang akan safety pekerja tambang sulfur di TN Kawah Ijen

      Membangun beberapa fasilitas penunjang untuk menjadikan taman nasional sebagai obyek wisata alam

      2) Kurang lestarinya hutan di taman nasional akibat dari Berkurangnya jenis fauna akibat perburuan

      3) Kurang lestarinya hutan di taman nasional untuk dijadikan obyek wisata alam

      Perlu adanya penyuluhan tentang penanaman kembali hutan produksi sesuai dg peruntukannya

      Mengubah kembali ladang dan semak belukar menjadi hutan produksi kembali

      2) Peralihan fungsi lahan dari hutan produksi yang berubah menjadi ladang dan semak belukar

      Perlu penegasan kembali masing-masing fungsi yang ada

      Pemberian batasan antar kawasan, dan aturan yang membatasi area sesuai peruntukannya

      1) Deliniasi kawasan industri dan permukiman, kawasan budidaya dan kawasan lindung

      4 Aspek Lingkungan Permukiman

      Perlu penyuluhan kepada masyarakat sekitar

      Menanam kembali tanaman penguat dan penyuluhan pada masyarakat sekitar

      Perlu penyuluhan kepada masyarakat sekitar 3) Kurang lestarinya hutan di taman nasional akibat dari Kurangya perawatan akan kelestarian tanaman penguat

      Menyediakan penangkaran hewan- hewan endemik serta penyuluhan pada masy.

    II. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

      LAPORAN AKHIR No. Aspek PBL Permasalahan yang dihadapi Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

      4) Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan

      Menyediakan pelayanan informasi tata ruang kota pada masyarakat

      2) Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang fungsi, peranan dari tata ruang dalam pelaksanaan pembangunan di lapangan

      Menyediakan pelayanan informasi tata ruang kota pada masyarakat

      Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan berbagai elemen masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam penataan ruang kota

      1) Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi tata ruang

      3 Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta

      Meningkatnya kelembagaan bangunan gedung di Kabupaten Banyuwangi dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan

      Menyusun rencana tata ruang kota yang efisien, adil dan berkelanjutan sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat

      Menjalankan sesuai dengan perencanaan yang sudah ditetapkan, yaitu pusat-pusat dan keserasian fungsi pada setiap wilayah

      3) Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan

      Ijin lokasi yang teratur 3) Pengembangan sistem pusat-pusat dan keserasian fungsi masih relatif susah untuk dikembangkan mengingat konsep perwilayahan dan program proyek pembangunan tidak bisa melepaskan diri dari sistem administrasi pemerintahan

      Memberikan penyuluhan dalam mengurus ijin lokasi sehingga bisa teratur

      2) Belum terkoordinasinya permohonan ijin lokasi yang ada di Kabupaten Banyuwangi

      Dinas terkait harus memiliki SOP dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola Bangunan Gedung dan Rumah Negara

      Menunjuk SKPD terkait agar bisa menjalankan fungsi pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara dengan Baik

      1) Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

      2 Aspek Kelembagaan

      Memberikan masing- masing SKPD tugas dan kewajiban dalam pengawasan penyelenggaraan gedung

      Memberikan peraturan serta fungsi masing- masing SKPD agar bisa menjalankan fungsi pengawasan penyelenggaraan gedung yg baik

      Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan berbagai elemen masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam penataan ruang kota

    III. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

      LAPORAN AKHIR No. Aspek PBL Permasalahan yang dihadapi Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

      1 Aspek Teknis 1) Masih adanya tuntutan untuk peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi

      Tercapainya penataan dan pengembangan pembangunan sarana prasarana permukiman padat kumuh

      Pembangunan yang merata sehingga tidak terjadi sentralisasi

    7.2.2. Sasaran Program

      Sasaran Program sektor PBL Kabupaten Banyuwangi, hendaknya juga mengacu pada Renstra Ditjen Cipta Karya tahun 2015-2019, Ditjen Cipta Karya juga menyelenggarakan kegiatan Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan dan Penyelenggaraan dalam Pembinaan Penataan Bangunan yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Penataan Bangunan. Adapun sasaran kinerja dan indikatornya yaitu:

      a. Layanan Perkantoran dengan indikator jumlah bulan layanan pendukung kegiatan pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan bina penataan bangunan yang terselenggara selama 60 bulan;

      b. Terwujudnya 744 kawasan tematik perkotaan, yang terdiri dari:  Terwujudnya 537 kawasan Ruang Terbuka Hijau  Terwujudnya 12 Kebun Raya Prioritas  Terwujudnya 45 revitalisasi Kota Pusaka  Terwujudnya 150 penataan Kawasan Strategis

      c. Tersusunnya 250 RTBL sebagai dokumen induk penataan kawasan permukiman;

      d. Terwujudnya 32 Bangunan Gedung Negara yang berstatus Bangunan Gedung Hijau;

      e. Tersedianya 10 NSPK terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan selama periode 2015-2019;

      f. Tercapainya seluruh kabupaten/kota di Indonesia yang telah memiliki Peraturan Daerah Bangunan Gedung;

      g. Tercapainya 60% Bangunan Gedung yang telah memiliki IMB;

      h. Terwujudnya fasilitasi ruang terbuka publik di 1200 kecamatan untuk menonton Film Bertema Revolusi Mental di seluruh Indonesia.