BAB II DASAR DAPAT DIKABULKANNYA PENINGKATAN STATUS HAK DARI HAK PAKAI YANG TERIKAT JAMINAN DI ATAS HAK PENGELOLAAN MENJADI HAK MILIK A. Tinjauan Umum Mengenai Hak Pakai - Analisis Peningkatan Status Hak Dari Hak Pakai Yang Terikat Jaminan Di Atas Hak Pen

  

BAB II

DASAR DAPAT DIKABULKANNYA PENINGKATAN STATUS HAK DARI

HAK PAKAI YANG TERIKAT JAMINAN DI ATAS HAK PENGELOLAAN

MENJADI HAK MILIK

A. Tinjauan Umum Mengenai Hak Pakai Ketentuan mengenai hak pakai disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pokok Agraraia. Secara khusus diatur dalam Pasal 41 sampai

  dengan Pasal 43 Undang-Undang Pokok Agraria. Menurut Pasal 50ayat (2) Undang- Undang Pokok Agraria, ketentuan lebih lanjut mengenai hak pakai diatur dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan disini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, secara khusus diatur

  46 dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 58.

  Menurut Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, yang dimaksud dengan hak pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-Undang

47 Pokok Agraria.

  46 47 Urip Santoso, Op. cit., hlm. 114.

  Perkataan “menggunakan” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan perkataan “memungut hasil” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak pakai digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan, misalnya pertanian,

  48 perikanan, peternakan, perkebunan.

  Subjek hak pakai dalam Pasal 42 Undang-Undang Pokok Agraria menentukan

  49

  bahwa yang dapat mempunyai hak pakai, adalah : 1. Warga Negara Indonesia.

  2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

  3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

  4. Badan hukum asing yang mempunyai prewakilan di Indonesia.

  Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 lebih merinci yang

  50

  dapat mempunyai hak pakai, yaitu : 1. Warga Negara Indonesia.

  2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

  3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah. 48 4. Badan-badan keagamaan dan sosial.

  . 49 Ibid . 50 Ibid

  5. Orang asaing yang berkedudukan di Indonesia.

  6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

  7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional. Bagi Pemegang Hak Pakai yang tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai, maka dalam waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak pakainya kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Kalau hal ini tidak dilakukan, maka hak pakainyahapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang terkait dengan hak pakai tetap diperhatikan (Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 40

51 Tahun 1996).

  Menurut A.P. Parlindungan, Hak Pakai yang dipunyai oleh dan badan hukum public merupakan Hak Pakai yang ada right to use, yaitu menggunakan untuk waktu yang tidak terbatas selama pelaksaan tugas, namun tidak ada right to disposal, yaitu tidak dapat dialihkan dalam bentuk apapun kepada pihak ketiga dan tidak dapat

  52 dijadikan objek hak tanggungan.

  Dalam hal asal dari tanah hak pakai , dalam Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa asala tanah hak pakai adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, sedangkan Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 lebih tegas menyebutkan bahwa tanah yang dapat

  51 , hlm. 116. 52 Ibid A.P. Parlindungan, Beberapa Konsep tentang Hak-hak Atas Tanah, Majalah CSIS Edisi

  diberikan dengan hak pakai adalah tanah negara, tanah hak pengelolaan, atau tanah

  53 hak milik.

  54 Terjadinya hak pakai berdasarkan asal tanahnya yakni sebagai berikut : 1. Hak Pakai Atas Tanah Negara.

  Hak pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Badan Pertanahan Nasional. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicata dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

  2. Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan.

  Hak Pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Badan Pertanahan Nasional berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

  3. Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik.

  Hak pakai ini terjadi dengan pemberian tanah oleh pemilik tanah dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah ini wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan kabupaten atau 53 kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah. Bentuk akta Pejabat 54 Ibid.

  Pembuat Akta Tanah ini dimuat dalam lampiran Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997.

  Mengenai jangka waktu hak pakai, dalam Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria tidak menentukan secara tegas berapa lama jangka waktu hak pakai.

  Pasal ini hanya menentukan bahwa hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah Nomot 40 Tahun 1996, jangka waktu hak pakai diatur pada

  Pasal 45 sampai dengan Pasal 49. Jangka waktu hak pakai ini berbeda-beda sesuai

  55

  dengan asal tanahnya, yaitu : 1. Hak Pakai Atas Tanah Negara.

  Hak Pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun,dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Khusus hak pakai yang dipunyai Departemen, Lembaga Pemerintah Non- Departemen, Pemerintah Daerah, badan-badan keagamaan dan sosial, perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional diberikan jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk tertentu. Syarat-syarat hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan

  56

  dibebani Hak Tanggungan dikemukakan oleh I. Soegiarto, yaitu : 55

  a. Dapat dinilai dengan uang (karena utang yang dijamin berupa uang) 56 Ibid.

I. Soegiarto, Hak Pakai Atas Tanah Negara, Jurnal Hukum Bisnis, Volume I, Yayasan

  b. Merupakan hak yang telah didaftarkan (daftar umum pendaftaran tanah sebagai syarat untuk memenuhi asas publisitas) c. Bersifat dapat dipindahtangankan 9 dalam hal debitur cedera janji benda tersebut dapat dijual di muka umum) d. Memerlukan penunjukan dengan peraturan perundang-undangan.

  2. Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan.

  Hak pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak pakai ini dapat dilakukan atas usul pemegang hak pengelolaan.

  3. Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik.

  Hak pakai ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang. Namun atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak pakai dapat diperbarui dengan pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah.

  Dalam hak pakai ini yang merupakan kewajiban dari pemegang hak pakai

  57

  berdasarkan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, ialah : 57

  1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik.

  2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukkannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik.

  3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

  4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara, pemegang hak pengelolaan atau pemilik tanah sesudah hak pakai tersebut hapus.

  5. Menyerahkan sertifikat hak pakai yang telah hapus kepad Kepala Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat.

  6. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah hak pakai.

  Sementara yang menjadi hak pemegang hak pakai berdasarkan Pasal 52

  58 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, ialah :

  1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya.

  2. Memindahkan hak pakai kepada pihak lain. 58

  3. Membebaninya dengan hak tanggungan.

  4. Menguasai dan Mempergunakan tanah untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

  Undang-Undang Pokok Agraria tidak mengatur bahwa hak pakai dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Pembebanan hak pakai dengan hak tanggungan diatur dalam Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yaitu hak pakai atas tanah negara dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan

  59 dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani dengan hak tanggungan.

  Hak tanggungan hapus dengan hapusnya hak pakai, semua hak pakai wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat, namun ada hak pakai yang tidak dapat dipindahtangankan sehingga tidak dapat dibebani hak tanggungan, yaitu hak pakai yang dipunyai oleh Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Pemerintah Daerah, Badan-Badan keagamaan dan sosial,

  60 perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional.

  Kebutuhan praktek menghendaki agar Hak Pakai dapat dibebani juga dengan Hipotik (pada saat ini Hak Tanggungan). Hal ini ternyata telah diakomodir oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, tetapi hanya Hak Pakai atas tanah Negara saja yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan, sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak

  61 Milik masih akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

  59 , hlm. 121 60 Ibid . 61 Ibid

  Berdasarkan Pasal 55 Peraturan PemerintahNomor 40 Tahun 1996, faktor-

  62

  faktor penyebab hapusnya hak pakai, yaitu :

  1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya.

  2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau pemilik tanah sebelum jangka waktunya berakhir, karena : a. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak pakai dan atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam hak pakai.

  b. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai dengan pemilik tanah atau perjanjian penggunaan hak pengelolaan.

  c. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

  3. Dilepaskannya secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.

  4. Hak pakainya dicabut.

  5. Ditelantarkan.

  6. Tanahnya musnah.

  7. Pemegang hak pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai.

B. Tinjauan Umum Mengenai Hak Milik

  Salah satu hak atas tanah yang termasuk dalam kategori bersifat primer adalah hak milik. Sebab hak milik merupakan hak primer yang paling utama, terkuat 62 dan terpenuh, dibandingkan dengan hak-hak primer lainnya, seperti hak guna usaha,

  63

  hak guna bangunan, hak pakai, atau hak-hak lainnya. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi sebagai berikut : ‘Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Hak milik dapat beralih

  64 dan dialihkan kepada pihak lain”.

65 Menurut A.P. Parlindungan, kata-kata terkuat dan terpenuh itu bermaksud

  untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak-hak lainnya, yaiyu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang, hak miliklah yang terkuat dan terpenuh. Begitu pentingnya hak milik, pemerintah memberikan perhatian yang sangat serius terhadap persoalan hak

  66 milik atas tanah tersebut.

  Hal ini dapat terlihat dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah. Namun demikian, pada tahun 1999 pemerintah mengganti Peraturan tersebut dengan Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara. Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Agraria Nomor

  63 64 Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 64. 65 Ibid , hlm. 65.

  A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1993, hlm. 124. 66

  3 Tahun 1999 dinyatakan bahwa : Kepala Kantor Pertanahan kabupaten atau kota

  67

  member keputusan mengenai :

  1. Pemberian hak milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 ha ( dua hektar).

  2. Pemberian hak milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2 (dua ribu meter persegi), kecuali mengenai tanah bekas hak guna usaha.

  3. Pemberian hak milik atas tanah dalam rangka peaksanaan program : a. Transmigrasi.

  b. Redistribusi tanah.

  c. Konsolidasi tanah.

  d. Pendaftaran tanah secara missal baik dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik.

  Memperhatikan beberapa ketentuan mengenai pemilikan hak atas tanah, terdapat gambaran bahwa hak milik atas tanah merupakan persoalan yang perlu mendapat perlindungan yang sangat ketat. Perlindungan ini dimaksudkan agar pemberian status hak kepada perorangan harus dilakukan dengan seleksi yang ketat,

  68

  agar betul-betul terjadi pemerataan atas status hak tersebut. Pemerintah menaruh perhatian serius terhadap pemilikan atas tanah tersebut sehingga pemerintah tidak

  67 68 Ibid.

  memperkenankan hak milik atas tanah itu beralih kepada orang asing karena perkawinan.

  69 Dalam hal subjek dari hak milik adalah : 1. Perseorangan.

  Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik ( Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria). Ketentuan ini menentukan perseorangan yang hanya berkewarganegaraan Indonesia yang dapat mempunyai tanah hak milik.

  2. Badan Hukum.

  Pemerintah menetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya (Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria).

  Hak milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 22 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu :

  1. Hak milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat.

  Hak milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah (pembukaan hutan) atau terjadi karena timbulnya lidah tanah (aanslibbing).

  Pembukaan tanah ini diartikan melalui kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat hukum adat yang dipimpin oleh ketua adat melalui 3 sistem penggarapan, yaitu matok sirah matok galeng, matok sirah 69 gilir galeng, dan system bluburan.

  Lidah tanah yang dimaksud adalah pertumbuhan tanah di tepi sungai, danau atau laut, tanah yang tumbuh demikian itu dianggap menjadi kepunyaan orang memiliki tanah yang berbatasan, karena biasanya pertumbuhan itu sedikit banyak terjadi karena usahanya. Dengan sendirinya terjadinya hak milik secara demikian itu juga melalui suatu proses pertumbuhan yang memakan

  70 waktu.

  Hak milik atas tanah terjadi disini dapat didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah. Hak milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat akan diatur dengan peraturan pemerintah, namum hingga saat ini peraturan tersebut belum

  71 terbentuk.

  2. Hak milik atas tanah terjadi karena penetapan pemerintah.

  Hak milik atas tanah yang terjadi disini semula berasal dari tanah negara. Hak milik atas tanah ini terjadi karena permohonan hak milik atas tanah oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

  3. Hak milik atas tanah terjadi karena undang-undang.

  Hak milik atas tanah ini terjadi karena undang-undanglah yang menciptakannya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal I, Pasal II, dan Pasal 70 VII ayai (1) Ketentuan-Ketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria.

  Boedi Harsono II, Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Penjusunan Isi dan , Djambatan, Jakarta, 1970, hlm. 145.

  Pelaksanaannja 71

  Sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960, semua hak atas tanah yang ada harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria.

  Pasal 27 Undang-Undang Pokok Agraria menetapkan faktor-faktor penyebab

  72

  hapusnya hak milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada negara, yaitu : 1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18.

  2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya.

  3. Karena ditelantarkan.

  4. Karena subjek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah.

  5. Karena peralihan yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah.

  Hak milik atas tanah juga dapat hapus karena tanahnya musnah, misalnya karena terjadinya bencana alam.

C. Tinjauan Umum Tentang Hak Pengelolaan

  Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan

  73

  pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Hak pengelolaan adalah hak untuk menguasai atas tanah yang langsung dikuasai oleh Negara yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan, menggunakan tanah tersebut untuk keperluan 72 hlm. 98. 73 Ibid,

  Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga dengan hak pakai dengan jangka waktu 6 tahun serta menerima uang pemasukan

  74 dan/atau uang wajib tahunan.

  Menurut A.P. Parlindungan, yang dimaksud dengan konversi adalah penyesuaian hak-hak atas tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum yang lama, yaitu hak-hak atas tanah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan tanah- tanah yang tunduk pada Hukum Adat untuk masuk dalam sistem hak-hak atas tanah

  

75

menurut Undang-Undang Pokok Agraria.

  Effendi Perangin-angin menyatakan bahwa Undang-Undang Pokok Agraria tidak mengatur, bahwa menyebutkan pun tidak mengenai hak pengelolaan. Hanya dalam Penjelasan Umum Undang-undang Pokok Agraria ada perkataan

  76 “pengelolaan” (bukan Hak Pengelolaan), yaitu dalam Angka II/2.

  Cikal bakal Hak Pengelolaan telah ada semenjak sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang dikenal dengan Hak Penguasaan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah- Tanah Negara. Hak Penguasaaan ini kemudian oleh Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah

  77 Negara dan Kbijaksanaannya selajutnya, dikonversi menjadi Hak Pengelolaan. 74 Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003, hlm. 33. 75 A.P. Parlindungan (Selanjutnya disebut A.P.Parlindungan III), Hak Pengelolaan Menurut Sistem Undang-Undang Pokok Agraria , Mandar Maju, Bandung, 1989, hlm.5. 76 Effendi Perangin-angin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang , Rajawali, Jakarta, 1989, hlm. 311.

  Praktisi Hukum 77

  Hak Pengelolaan yang kini diatur oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No 1 tahun 1977 memberikan wadah kepada land consolidation (urban &

  rural land consolidation)

  sehingga urban landform tidak menjadi monopoli atas

  78 tanah-tanah tersebut.

  Jika tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, selain dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut di atas dikonversi menjadi hak pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan 6, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh

  79 instansi yang bersangkutan.

  Kewenangan negara dalam bidang pertanahan sebagaimana dimaksud dalam

  Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria merupakan pelimpahan tugas bangsa untuk mengatur penguasaan dan memimpin penggunaan tanah bersama yang merupakan kekayaan nasional. Tegasnya, hak menguasai negara atas tanah adalah pelimpahan kewenangan publik dari hak bangsa. Konsekuensinya, kewengan tersebut

  80 hanya bersifat public semata. 78 Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesain Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan serta

Pendaftarannya dinyatakan ”Bagian-Bagian Hak Pengelolaan yang diberikan kepada Pemerintah

Daerah, Lembaga, Instansi dan atau Badan-Badan Hukum (milik) Pemerintah untuk pembangunan

wilayah pemikiman, dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan diusulkan kepada pihak ketiga dan

diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk

diberikan dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sesuai dengan rencana peruntukan

dan penggunaan tanah yang telah dipersiapkan oleh Pemegang Hak Pengelolaan yang bersangkutan. 79 Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tenang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah. 80 Oloan Sitorus dan Norma Dyawati, Hak Atas Tanah dan Kondominium Suatu Tinjauan

  81 Subjek Hak Pengelolaan yakni sebagai berikut :

  1. Suatu badan penguasa (departemen, jawatan dan daerah swantatra). Dasar : Penjelasan Umum Angka II Nomor 2 UUPA.

  2. Departemen, direktorat dan daerah swantatra selain untuk digunakan instansi sendiri, juga dimaksudkan untuk diberikan suatu hak pada P III. Dasar: Permen Agraria 9/1965 Pasal 5.

  3. Departemen, Direktorat dan Daerah Swntatra. Dasar : Permen Agraria 1/1966 Pasal 1 huruf b.

  4. Departemen dan Jawatan Pemerintah, Badan Hukum yang di tunjuk Pemerintah. Dasar : PerMen Dalam Negeri 5/1973 Pasal 29.

  5. Perusahaan pembangunan perumahan yang seluruh modalnya berasal dari Pemerintah dan/atau Pemda, Industri estate yang seluruh modalnya berasal dari Pemerintah yang berbentuk Perum, Persero dan dari Pemda yang berbentuk Perusahaan daerah. Dasar : Per Men Dalam Negeri 5/1974 Pasal 5 dan 6.

  6. Pemerintah Daerah, lembaga, instansi dan/atau badan/badan hukum (milik) Pemerintah. Dasar : Per Men Dalam Negeri 1/1977 Pasal 2.

  7. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemda Tk I, Pemda Tk 81 II, Lembaga Pemerintah lainnya dan Perumnas (dalam penjelasan disebutkan

  PertanahanIndonesia, Hak Pengelolaan, http://bukupertanahan blogspot.Com / 2012/ 07/ hak -pengelolaan-hpl_11.html, diakses tanggal 21 Desember 2012. yang termasuk lembaga pemerintah lainnya adalah Otarita Batam, Badan Pengelola GOR Senayan dan lembaga sejenis yang di atur dengan Kep Pres).

  Dasar : PP 36/1997 Pasal 2. 8. a. Instansi Pemerintah termasuk Pemda

  b. BUMN

  c. BUMD

  d. PT Persero

  e. Badan Otorita

  f. Badan-badan Hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Pemerintah Dasar : Per Men Agraria/Kepala BPN 9/1999 Pasal 67.

D. Perspektif Umum Terhadap Hak Tanggungan

  Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menyebutkan hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

  

82

kreditur terhadap kreditur-kreditur lainnya.

  Dengan demikian hak tanggungan ini akan memberikan suatu jaminan adanya kepastian hukum di dalam pelaksanaan hak tanggungan itu sendiri, serta member 82 jaminan juga terhadap kreditur-kreditur apabila si debitur tidak sanggup untuk

  83 pelunasan hutangnya.

  84 Yang menjadi subjek hak tanggungan yaitu :

  1. Orang perorangan Bahwa yang menjadi subjek dalam hak tanggungan adalah orang perorangan atau disebut pemberi hak tanggungan atau debitur yaitu seorang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan.

  2. Badan Hukum Bahwa badan hukum yang disebut juga sebagai pemegang hak tanggungan yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan.

  3. Pemegang hak tanggungan, orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang, seperti lembaga perbankan, lembaga keuangan non-bank atau badan-badan hukum lainnya atau perseorangan(selalu dipergunakan dengan istilah kreditur).

  Adapun yang menjadi objek dari hak tanggungan tersebut adalah sebagai

  85

  berikut :

  1. Hak milik 83 84 Ibid , hlm. 89. 85 Ibid.

  Ibid.

  2. Hak guna usaha

  3. Hak guna bangunan dan

  4. Hak guna bangunan di atas tanah hak milik

  5. Hak pakai atas negara

  6. Hak pakai atas tanah hak milik 7. Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, hasil karya yang telah ada.

  Agar terjadinya hak tanggungan, si debitur atau si pemberi hak tanggungan terlebih dahulu melakukan perjanjian dengan si pemegang hak tanggungan atau kreditur atau bank untuk memperoleh dana yang telah ditentukan dengan memberikan atau menyerahkan bukti hak sebagai jaminan bagi pelunasan hutang tertentu dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian-perjanjian utang piutang yang bersangkutan dan dituangkan di dalam akte yang dibuat dihadapan PPAT

  86 (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan disaksikan oleh beberapa orang saksi.

  Maria S. W. Sumardjono menyatakan bahwa salah satu sifat Hak Tanggungan adalah Hak Tanggungan merupakan ikutan (accessoir) pada perjanjian pokok. Perjanjian Pokok merupakan perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang, sedangkan perjanjian accessoir merupakan perjanjian ikutan yang menimbulkan hubungan hukum penjaminan atas perjanjian pokok. Keberadaan, berakhir, dan hapusnya Hak Tanggungan dengan sendirinya tergantung pada utang

  87 yang dijamin pelunasannya.

  86 87 Ibid , hlm. 90.

  Maria S.W. Sumardjono, Prinsip Dasar dan Isu di Seputar Undang-Undang Hak , Jurnal Hukum Bisnis, Volume I, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 1997, Tanggungan Hapusnya Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Hak

88 Tanggungan, ditentukan bahwa:

  1. Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:

  a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan

  b. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh Pemegang Hak Tanggungan

  c. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan peringkat yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri d. Hapusnya Hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

  2. Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.

  3. Hapusnya Hak Tangguangan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkàn penetapan perlngkat oleh Badan Pertanahan Nasional, terjadi karena permohonan pembeli Hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan agar hak atas tanah yang dibelinya itu bersih dari beban Hak Tanggungan.

  4. Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan, tidak menyebabkan hapusnya kredit yang dijamin.

  Hak Jaminan/Tanggungan atas tanah adalah hak penguasaan yang secara khusus dapat diberikan kepada kreditor, yang memberi wewenang kepadanya untuk, jika debitor cidera janji, menjual lelang tanah secara khusus pula dijadikan sebagai 88 agunan piutangnya, serta mengambil sebagian atau seluruh hasilnya untuk pelunasan piutang tersebut, dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lain (“droit de

  89 preference” ).

  Selain berkedudukan mendahulu, Kreditur pemegang hak jaminan atas tanah tetap berhak menjual lelang tanah yanag dijadikan jaminan dan mengambil pelunasan piutangnya dari penjualan tersebut, meskipun tanah yang dijadikan jaminan hutang

  90

  sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain (“droit de suite”). Hak Jaminan yang khusus untuk dan atas tanah ini perlu diatur, untuk mengatasi kelemahan perlindungan bagi kreditur yang diberikan secara umum oleh Pasal 1131 KUH Perdata. Menurut Pasal ini, seluruh harta kekayaan debitur merupakan jaminan bagi pelunasan hutang kepada semua krediturnya, dan apabila tidak mencukupi, tiap-tiap kreditur hanya akan memperoleh sebagian pembayaran yang seimbang dengan jumlah piutang masing-masing. Artinya setiap kreditur dianggap punya kedudukan

  91 yang sama terhadap debiturnya (Kreditur Konkuren).

  Demikian juga jika harta debitur termasuk tanah dipindahkan kepada pihak lain, maka harta itu tidak lagi menjadi jaminan pelunasan piutang kreditur. Untuk itu Kreditur pemegang Hak Jaminan atas tanah harus diberikan kedudukan preference dan “Mendahulu”. Pasal 51 UUPA menyatakan bahwa: “Hak Tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah, yang dapat dibebankan kepada Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU) sebagaimana dimaksud dalam 89 90 Tamsil Rahman, Op. cit., diakses tanggal 20 desember 2012.

  . 91 Ibid Pasal 25, 33, 39 diatur dengan undang-undang.”

  92 Sebelumnya, Hak Jaminan atas

  tanah diberikan melalui lembaga Hipotik (Buku II: Pasal 1162-1332 KUH Perdata),

  Credietverband

  dan juga Fiduciaire eigendom overdracht. Namun dengan berlakunya UU Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Hak Atas Tanah Beserta Benda- benda Lain yang Berkaitan dengan Tanah, maka Hak Tanggungan menjadi satu- satunya lembaga hak jaminan atas tanah yang sifatnya tertulis.

  93 E. Proses Penerbitan Hak Atas Tanah Dari Hak Pakai Menjadi Hak Milik Dari Pemerintah Yang Sudah Dibeli Oleh Pegawai Negeri Pada Kantor Pertanahan

  Proses Penerbitan Hak Atas Tanah Dari Hak Pakai Menjadi Hak Milik Dari Pemerintah Yang Sudah Dibeli Oleh Pegawai Negeri Pada Kantor Pertanahan, yaitu:

  94

  1. Persyaratan Yang Harus Dipenuhi Oleh Pemohon Dalam Proses Penerbitan Hak Atas Tanah Dari Hak Pakai Menjadi Hak Milik Dari Pemerintah Yang Sudah Dibeli oleh Pegawai Negeri Pada Kantor Pertanahan adalah persyaratannya sebagai berikut :

  95

  a. Pengisian dan Penandatanganan Blangko Permohonan Peralihan Hak yang sudah disediakan oleh Kantor Pertanahan.

  b. Surat Ukur. 92 Ibid. 93 Ibid . 94 Herman, "Proses Penerbitan Hak Atas Tanah Dari Hak Pakai Menjadi Hak Milik Dari

Pemerintah Yang Sudah Dibeli Oleh Pegawai Negeri Pada Kantor Pertanahan ", http://herman-

  

notary.blogspot.com/2009/03/proses-penerbitan-hak-atas-tanah-dari.html, diakses tanggal 17 Juli 2012. 95 c. Surat pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah yang diketahui oleh Pejabat Kantor Pertanahan.

  d. Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB).

  e. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).

  f. Foto copy bukti identitas diri atau kuasanya : Perorangan : Fotocopy KTP yang masih berlaku.

  2. Mekanisme Penerbitan Hak Atas Tanah Dari Hak Pakai Menjadi Hak Milik Dari Pemerintah Yang Sudah Dibeli Oleh Pegawai Negeri.

  Proses Penerbitan Hak Atas Tanah Dari Hak Pakai Menjadi Hak Milik Dari Pemerintah Yang Sudah Dibeli oleh Pegawai Negeri Pada Kantor Pertanahan

  96

  pelaksanaan peralihannya adalah sebagai berikut : a. Tahap Pertama (Menanyakan Informasi).

  Tahap pertama yaitu pemohon, selanjutnya menuju loket II yaitu untuk menyerahkan kelengkapan dokumen kepada Kantor Pertanahan.

  Dibagian ini akan ditunjukkan tentang pelayanan peralihan hak serta diberikan penjelasan secara garis besar mengenai prosedur peralihan hak b. Tahap Kedua (Menerima Dokumen Permohonan).

  Pada tahap ini, Pemohon menerima dokumen permohonan dari loket II untuk proses peralihan hak. yang sebelumnya diperiksa dan diproses oleh 96 Seksi Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT pada petugas loket II meneliti kelengkapan dokumen (jika tidak lengkap diserahkan kembali kepada pemohon) memberikan nomor berkas, memberikan STTD (Surat Tanda Terima Dokumen) dan SPS (Surat Perintah Setor) kepada pemohon dan selanjutnya menyerahkan dokumen kepada petugas loket III untuk didaftar dan diperiksa. Pada tahap ini, berkas-berkas yang harus diserahkan kepada petugas loket III adalah :

  97

  1. Blangko permohonan pendaftaran peralihan hak

  2. Surat Ukur

  3. Surat pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah yang diketahui oleh Pejabat Kantor Pertanahan.

  4. Foto copy bukti identitas diri.

  5. Bukti pelunasan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).

  6. Surat pemberitahuan pajak terutang pajak bumi dan bangunan (SPPTPBB).

  7. Surat tugas dari Petugas pengurusan hak atas tanah pada Kantor Pertanahan Apabila persyaratan tersebut sudah lengkap, maka persyaratan tersebut diserahkan kepada Kepala Seksi Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT.

  c. Tahap Ketiga ( Pemeriksaan Berkas ). 97

  Setelah semua berkas persyaratan yang sudah lengkap maka petugas loket

  III ini menerima pembayaran biaya dari pemohon, untuk di isi ke dalam generate DI.306,dan mencetak kuitansi (DI.306) diberikan kepada pemohon, selanjutnya pemohon menyerahkan kepada petugas pelaksana Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT. Dalam tahap ini, petugas pelaksana memerlukan dalam pemeriksaan dan penelitian adalah melalui sertifikat serta berkas-berkas yang akan mendukung dalam proses peralihan hak atas tanah yaitu :

  98 1. Pemeriksaan Sertifikat.

  Pemeriksaan atau pengecekan sertifikat ini untuk meyakinkan apakah sertifikat tersebut asli atau palsu. Setelah melakukan pemeriksaan sertifikat tersebut dinyatakan asli, maka pada lembar permohonan dibubuhi paraf namun apabila sertifikat tersebut dinyatakan palsu, maka pada sertifikat dibubuhi cap tidak sesuai dengan buku tanah serta proses pemeriksaan tidak dapat dilakukan dan berkas tersebut akan dikembalikan. Pemeriksaan sertifikat antara lain :

  99 a. Blangko Sertifikat.

  b. Nomor seri blanko sertifikat, nomor dan tahun.

  c. Surat ukur nama pemegang hak, luas tanah, jenis hak,nomor desa, nama desa. 98 Ibid. 99 d. Tanda tangan Kepala Kantor.

  2. Pemeriksaan Akta Jual Beli.

  Pemeriksaan ini meliputi : a. Nomor Akta.

  b. Hari tanggal akta.

  c. Nama PPAT.

  d. Daerah wilayah kerja, letak tanah.

  f. Jenis hak.

  g. Tanda tangan PPAT dan para saksi.

  3. Pemeriksaan persyaratan lain meliputi :

  a. Foto copy identitas diri

  b. Surat pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).

  Apabila tahap ini telah selesai dan persyaratan yang diperlukan telah lengkap, maka diparaf oleh petugas pada Sub Seksi Peralihan Hak Pembebanan dan PPAT dengan dilanjutkan ketahap berikutnya.

  d. Tahap Keempat ( Pencoretan Pada DI. 301 ).

  Pada tahap ini petugas loket melakukan pencoretan pada DI.301 dimana dalam tahap pencoretan DI. 301 maka permohonan pendaftaran tanah akan dicatat mengenai pendaftaran ke dalam sebuah buku besar. Daftar

  100

  ini merupakan sebuah buku besar yang terbagi dalam 14 kolom yaitu: 1. Kolom 1 adalah Nomor Urut.

  Setiap nomor yang digunakan untuk satu jenis permohonan dan setiap nomor yang telah dikerjakan dan dicoret dengan dua garis merah miring sejajar.

  2. Kolom 2 adalah Tanggal.

  Diisi setiap diterimanya pemohon.

  3. Kolom 3 adalah Nama Alamat Pemohon Diisi alamat pemohon harus sesuai dengan KTP asli.

  4. Kolom 4 adalah Jenis Permohonan Diantaranya pemberian Hak Pakai Ke Hak Milik.

  5. Kolom 5 adalah Dasar Permohonan.

  Diisi dasar permohonan yaitu Surat Ukur.

  6. Kolom 6 adalah DI. 305.

  7. Kolom 7 adalah Status Jenis Hak.

  Status Jenis Nomor Hak Pakai.

  8. Kolom 8 adalah Letak Desa/Kelurahan/Kecamatan.

  9. Kolom 9 adalah Luas Tanah.

  10. Kolom 10 adalah Nama Pemegang Hak Asal. 100 11. Kolom 11 adalah DI. 301.

  12. Kolom 12 adalah Nomor Induk Bidang Tanah.

  13. Kolom 13 adalah Nomor Hak Baru.

  Status Jenis Nomor Hak Baru yaitu hak milik.

  14. Kolom 14 adalah Keterangan.

  Apabila tahap ini telah selesai, maka proses selanjutnya yaitu pencarian dan pencoretan pada buku tanah.

  e. Tahap Kelima (Mengoreksi, Memvalidasi dan Pencatatan Berkas Pada Buku Tanah).

  Tahap selanjutnya adalah pencatatan pada buku tanah dimana buku tanah tersebut disimpan dan disusun dengan dasar dan diberi kode urut guna mempermudah dalam pengecekan pada buku tanah. Pencatatan pada buku tanah terlebih dahulu dikonsep dengan menggunakan pensil yang selanjutnya menuju proses komputerisasi.

  f. Tahap Keenam (Pemeriksaan Oleh Kepala Sub Seksi Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT).

  Pada tahap ini dilakukan pencatatan pada buku tanah, maka proses selanjutnya berkas bersama buku tanah tersebut diserahkan kepada Kepala Sub Seksi Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT untuk dilakukannya pemeriksaan dan memvalidasi pada buku tanah yang tidak lengkap. Setelah dilakukannya pemeriksaan dan memvalidasi selesai, maka tahap berikutnya yaitu tahap melakukan peminjaman buku tanah g. Tahap Tujuh (Melakukan Peminjaman Buku Tanah pada petugas Arsip) Pada tahap ini, petugas Seksi Peralihan Pembebanan Hak & PPAT melakukan peminjaman buku tanah kepada Petugas Arsip. Petugas Arsip mencatat adanya peminjaman Buku Tanah dan menyerahkan Buku Tanah tersebut kepada petugas Seksi Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT untuk melakukan pengisian generate DI.208, BRP2 dan catatan peralihan hak, mengupdate daftar nama, mencetak catatan peralihan hak pada Buku Tanah dan sertipikat, selanjutnya menyerahkan dokumen kepada Kasubsi Perlihan, Pembebanan Hak & PPAT. Pada Kasubsi Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT mengoreksi dan memvalidasi (jika tidak benar dikembalikan ke petugas Seksi Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT untuk diperbaiki), jika sudah benar maka petugas pelaksana membubuhkan paraf catatan peralihan hak pada Buku Tanah dan Sertipikat. Jika sudah membubuhkan paraf catatan peralihan hak pada Buku Tanah dan Sertipikat petugas Seksi Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT menyerahkan dokumen kepada Seksi Survei Pengukuran dan Pemetaan untuk diperiksa dan diteliti.

  h. Tahap Kedelapan (Pemeriksaan Oleh Kasubsi Survei Pengukuran dan Pemetaan).

  Dalam tahap ini, Kasubsi Survei Pengukuran dan Pemetaan meneliti apakah berkas-berkas yang diajukan tersebut telah memenuhi syarat atau tidak. Apabila sudah memenuhi syarat, maka tahap selanjutnya dilakukan penandatanganan oleh Kepala Kantor. i. Tahap Kesembilan (Pemeriksaan dan Penandatanganan Buku Tanah dan

  Sertipikat oleh Kepala Kantor) Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Kasubsi Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT serta Kasubsi Survei Pengukuran dan Pemetaan (P&PT), maka proses selanjutnya berkas bersama buku tanah tersebut diserahkan kepada Kepala Kantor untuk dilakukannya pemeriksaan dan memvalidasi. Setelah pemeriksaan telah selesai dan diperiksa, membubuhkan paraf catatan peralihan hak pada Buku Tanah dan Sertipikat, maka selanjutnya peralihan hak pada Buku Tanah dan Sertpikat disahkan dan ditandatangan oleh Kepala Kantor. Kemudian berkas tersebut dibawa kepada Seksi Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT untuk diteliti lebih lanjut. j. Tahap Kesepuluh (Memberikan Stempel dan Menyerahkan Warkah Pada Petugas Arsip).

  Dalam tahap ini, Seksi Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT meneliti apakah berkas-berkas yang diajukan tersebut telah memenuhi syarat atau tidak. Apabila sudah memenuhi syarat, maka selanjutnya memberikan stempel kantor, memberikan Buku Tanah kepada Petugas Arsip dan menyerahkan dokumen warkah kepada Petugas Arsip. k. Tahap Kesebelas (Mencetak Bukti Penyerahan Produk).

  Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Seksi Peralihan, Pembebanan Hak & PPAT serta Seksi Pengukuran dan Pemetaan (P&PT), maka selanjutnya diserahkan kepada petugas loket IV. l. Tahap Keduabelas (Pembukuan dalam daftar isian DI. 208 dan DI. 301A).

  Setelah dilakukan penandatanganan oleh kepala kantor, maka tahap selanjutnya adalah petugas loket IV melakukan pencatatan kedalam DI.

  208 dan DI. 301 oleh Sub Seksi Peralihan Hak, Pembebanan dan PPAT (PPH & PPAT) yang menunjukkan telah diselesaikan dengan dikeluarkannya sertifikat hak atas tanah.

  a. Pencatatan dalam DI. 301 meliputi :

  1. Kolom 1 adalah Nomor Urut Setiap nomor hanya dipergunakan untuk satu catatan peristiwa hukum dan tidak diperkenankan untuk menggunakan nomor urut ulang.

  2. Kolom 2 adalah Nomor Jenis Hak : Hak Milik.

  3. Kolom 3 adalah letak tanah yaitu Nama Desa/Kelurahan/Kecamatan.

  4. Kolom 4 adalah nama yang melepaskan hak diantaranya :

  5. Kolom 5 adalah pencatatan tanggal ditulis sesuai dengan pemohonan

  6. Kolom 6 adalah Nama Penerima Hak ditulis nama sesuai dengan

  7. Kolom 7 adalah nomor sifat peralihan hak

  8. Kolom 8 adalah Nomor Induk Bidang Tanah (NIB)

  9. Kolom 9 adalah Nomor Surat Ukur

  10. Kolom 10 adalah blanko sertifikat

  11. Kolom 11 adalah Nomor dan Tahun

  b. Pencatatan pada DI. 301 A meliputi :

  1. Kolom 1 adalah nomor urut Setiap nomor hanya digunakan untuk satu catatan peristiwa hokum dan tidak diperkenankan untuk mempergunakan nomor urut ulang.

  2. Kolom 2 adalah Tanggal Diisi tanggal pencatatan suatu peristiwa hukum.

  3. Kolom 3 adalah Nomor Pendaftaran Permohonan

  4. Kolom 4 adalah nama identitas alamat penerima Hak, ditulis sesuai KTP

  5. Kolom 5 adalah hasil pekerjaan yang diterima .

  6. Kolom 6 adalah tandatangan penerima

  7. Kolom 7 adalah keterangan

  8. Tahap Penyerahan Sertifikat Kepada Pemilik Sebelum proses Peralihan Hak Milik atas Tanah berdasarkan Surat Ukur tersebut selesai, maka selanjutnya adalah penyerahan sertifikat kepada pemilik. Pada proses pengambilan sertifikat ini si pemohon untuk mendatangi DI. 301 dan mengambil sertipikat yang telah terdaftar sebagai pemilik hak atas tanah yang baru. c. Jangka waktu dan biaya yang diperlukan dalam proses penerbitan hak milik atas tanah dari hak pakai menjadi hak milik dari pemerintah yang sudah dibeli oleh pegawai negeri pada kantor pertanahan dan lamanya proses proses penerbitan hak atas tanah dari hak pakai menjadi hak milik dari pemerintah yang sudah dibeli oleh pegawai negeri pada Kantor Pertanahan berdasarkan hasil pengamatan yaitu 12 hari kerja, mulai dari berkas dokumen permohonan lengkap sampai dengan selesai, sedangkan biaya dalam melaksanakan proses peralihan hak tersebut sebesar Rp. 50.000,-/Sertipikat dan diatur dalam PP No. 46 Tahun 2002. Demikian pentingnya peranan sertifikat, sehingga kekuatan pembuktiannya tidak hanya berlaku eksternal/terhadap pihak luas, tetapi juga mempunyai daya kekuatan internal, yakni memberikan rasa aman bagi para pemegang/pemiliknya serta ahli warisnya agar ahli warisnya dikemudian hari tidak mengalami kesulitan, dalam arti tidak perlu bersusah payah untuk mengurusnya, paling tidak harus menjaga keamanannya serta menghindari kerusakannya.

  101

  

F. Dasar Dapat Dikabulkannya Peningkatan Status Hak Dari Hak Pakai Yang

Terikat Jaminan Di Atas Hak Pengelolaan Menjadi Hak Milik

  Masyarakat di dalam melakukan peningkatan hak atas tanah dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa hak milik merupakan hak yang paling kuat dibandingkan dengan hak yang lain kemudian setelah ditingkatkan hak atas tanahnya, tanah tersebut mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. 101

Dokumen yang terkait

Analisis Peningkatan Status Hak Dari Hak Pakai Yang Terikat Jaminan Di Atas Hak Pengelolaan Menjadi Hak Milik

0 66 129

Pemanfaatan Hak Pakai Atas Tanah Sebagai Objek Hak Tanggungan Dalam Praktek Perbankan (Suatu...

0 21 5

IMPLIKASI HUKUM PENINGKATAN STATUS HAK GUNA BANGUNAN (HGB) DAN HAK PAKAI (HP) ATAS RUMAH TINGGAL OBYEK HAK TANGGUNGANMENJADI HAK MILIK TERHADAP KREDITUR

0 0 16

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan - Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia (Study Putusan Bani Nomor 305/Pdt.G/Bani/2014/Pn-Jkt. Utara

0 0 15

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU A. Hak Pengelolaan 1. Pengertian Hak Pengelolaan - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangun

0 0 35

BAB II KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan 1. Pengertian Hak Tanggungan - Kajian Hukum Terhadap Kedudukan Bank

0 0 50

BAB II PENGATURAN HAK CIPTA DI INDONESIA A. Konsep Dasar Hak Cipta - Pembatasan Pengalihan Hak Ekonomi Dalam Bentuk Jual-Putus Melalui Perlindungan Hak Cipta Di Indonesia

0 1 27

BAB II STATUS HUKUM OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG DISITA OLEH PENGADILAN KARENA BERKAITAN DENGAN KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI A. Prinsip-Prinsip Umum Hak Tanggungan - Tinjauan Yuridis Kedudukan Benda Jaminan Hak Tanggungan Kepada Bank yang Terkait Kasu

0 0 50

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERBITNYA SERTIPIKAT HAK MILIK NOMOR 1.022 DIATAS TANAH MILIK PIHAK LAIN A. Peralihan Hak Milik Atas Tanah Dengan Dasar Jual Beli - Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Hak Atas Tanah Yang Telah Diterbitkan Sertipikatnya Atas Nama Pi

0 0 24

BAB II AKIBAT HUKUM KEDUDUKAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH DALAM PROSES PENDAFTARAN GANTI NAMA TERHADAP PERUBAHAN DARI PERUSAHAAN DAERAH MENJADI PERSEROAN TERBATAS PADA BANK SUMUT A. Tinjauan tentang Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai 1. Hak M

0 0 34