Audit Manajemen Sektor Publik RMK 2 Kela

TUGAS RMK
TENTANG

METODOLOGI AUDIT KINERJA

DISUSUN OLEH
M. FAJRI JALIUS
1202111836
ABDIWAN SYAPUTRA 1102113358
DHEDY TRIWARDANA 1302156199
UNIVERSITAS RIAU
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
PEKANBARU
TAHUN 2015

Statement of Authorship

Saya/ kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa RMK/ makalah/ tugas
terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/ kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain
yang saya/ kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/ belum pernah disajikan/ digunakan sebagai bahan untuk makalah/
tugas pada mata ajaran lain kecuali saya/ kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/ kami
menggunakannya
Saya/ kami memahami bahwa tugas yang saya/ kami kumpulkan ini dapat diperbanyak
dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Mata Kuliah
Judul RMK/ Makalah/ Tugas
Tanggal
Dosen
Nama
NIM

: Audit Manajemen Sektor Publik
: Metodologi Audit Kinerja
: Rabu, 14 Oktober 2015
: Dr. H. M. Rasuli, SE., M.Si., Ak., CA
: M. Fajri Jalius Abdiwan Syaputra DhedyTriwardana
: 1202111836
1102113358
1302156199


Tanda Tangan:

M. Fajri Jalius
Abdiwan Syaputra
Dhedy Triwardana
NIM: 1202111836
NIM: 1102113358
NIM: 1302156199

1. Pemahaman Penugasan
Akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan pemerintah pusat
maupun daerah sebagai organisasi sektor publik merupakan tujuan penting dari
reformasi akuntansi dan administrasi sektor publik. Untuk dapat memastikan
bahwa pengelolaan keuangan pemerintah yang telah dilakukan aparatur
pemerintah , maka fungsi akuntabilitas dan audit atas pelaporann keuangan sektor
publik harus berjalan dengan baik. Seiring dengan tuntutan masyarakat agar
organisasi sektor publik meningkatkan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas
publik dalam menjalankan aktivitasnya, diperlukan audit yang tidak hanya
terbatas pada keuangan dan kepatuhan saja, tetapi perlu diperluas dengan

melakukan audit terhadap kinerja sektor publik.
Apabila auditor memutuskan untuk menerima suatu penugasan audit,
maka auditor harus memikul tanggungjawab professional terhadap masyarakat,
klien, dan terhadap anggota profesi akuntan publik yang lain.
Langkah-langkah dalam Pemahaman Penugasan Audit :
1. Mengevaluasi Integritas Manajemen
a. Komunikasi dengan Auditor Pendahulu
Sebelum menerima penugasan, PSA No. 16, Komunikasi Antara Auditor
Pendahulu dengan Auditor Pengganti (SA 315.02), mengharuskan auditor
pengganti untuk mengambil inisiatif untuk berkomunikasi dengan auditor
pendahulu, baik secara lisan maupun tertulis. Komunikasi harus dilakukan
dengan persetujuan klien, karena kode etik profesi melarang auditor untuk
mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam audit tanpa ijin klien.
b. Mengajukan Pertanyaan pada Pihak Ketiga
Informasi tentang integritas manajemen dapat diperoleh dari orang-orang yang
mengenal klien, seperti penasehat hukum klien, bankir, dan pihak–pihak lain
dalam lingkungan bisnis dan keuangan yang memiliki hubungan bisnis dengan
calon klien. Sumber informasi potensial lainnya, adalah mereview berita yang
berkaitan dengan penggantian manajemen puncak di majalah atau surat kabar
dan seandainya calon klien adalah perusahaan terbuka yang menjual sahamsahamnya dipasar modal dan pernah diaudit auditor lain, informasi bisa

diperoleh dengan membaca laporan klien ke Bapepam tantang penggantian
auditor.
c. Mereview Pengalaman Masa Lalu dengan Klien
Auditor harus mempertimbangkan secara cermat pengalaman berhubungan
kerja dengan manajemen klien di waktu yang lalu, seperti auditor harus
mempertimbangkan semua kekeliruan dan ketidak beresan material, serta

tindakan melawan hukum yang ditemukan dalam audit yang lalu. Auditor juga
mengajukan pertanyaan kepada manajemen mengenai berbagai hal seperti ada
tidaknya kewajiban bersyarat ( contingencies ), lengkap tidaknya notulen rapat
dewan komisaris, dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Kebenaran
jawaban manajemen atas pertanyaan- pertanyaan tersebut dalam audit yang
lalu harus dipertimbangkan dengan cermat dalam mengevaluasi integritas
manajemen.
2. Mengidentifikasi Keadaan-Keadaan Khusus dan Resiko Tidak Biasa
a. Mengidentifikasi Pemakai Laporan Keuangan Auditan
Auditor harus mempertimbangkan apakah klien merupakan perusahaan publik
( menjual saham- sahamnya kepada masyarakat ) atau perusahaan privat,
kepada siapa saja atau kepada pihak ketiga mana diperkirakan klien berpotensi
mempunyai kewajiban sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Auditor harus mempertimbangkan apakah laporan audit yang biasa akan
cukup untuk memenuhi kebutuhan semua pemakaian laporan atau apakah
perlu dibuat laporan khusus.
b. Memperkirakan Adanya Persoalan Hukum dan Stabilitas Keuangan Klien
Auditor harus berusaha untuk mengidentifikasi dan menolak calon klien yang
memiliki resiko tinggi terkena gugatan hokum, seperti : investigasi aparat
pemerintah mengenai hasil produksi, dan ketidakstabilan keuangan. Bahkan
apabila tidak terdapat petunjuk adanya kesulitan yang sedang dihadapi
perusahaan, auditor harus mempertimbangkan timbulnya masalah seperti itu
di masa datang bersamaan dengan menurunnya kondisi perusahaan. Prosedur
yang dapat digunakan auditor untuk mengidentifikasi hal- hal semacam itu
adalah dengan mengajukan pertanyaan kepada manajemen, menganalisa
laporan keuangan yang pernah diterbitkan baik yang diaudit maupun tidaki
diaudit, dan apabila memungkinkan dengan mereview laporan- laporan yang
disampaikan kepada berbagai instansi.
c. Mengevaluasi Auditabilitas Perusahaan Klien
Auditor harus mengevaluasi apakah terdapat kondisi- kondisi lain yang
menimbulkan pertanyaan mengenai auditabilitas klien. Kondisi- kondisi
tersebut antara lain misalnya perusahaan tidak memiliki catatan akuntansi atau
catatan akuntansinya buruk sekali, perusahaan tidak memiliki struktur

pengendalian intern yang memadai, atau kemungkinan adanya pembatasan
dari klien atas audit yang akan dilakukan. Bila auditor berhadapan dengan
situasi demikian, maka sebaiknya ia menolak untuk menerima penugasan, atau

klien harus diberi pengertian mengenai kemungkinan adanya pengaruh dari
kondisi demikian terhadap laporan auditor.
3. Menetapkan Kompetensi untuk Melakukan Audit
Standar umum yang pertama dalam standar auditing menyatakan bahwa:
“Audit harus dilaksankan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis cukup sebagai auditor”.
a. Penetapan Tim Audit
Tujuan elemen pengendalian mutu ini adalah untuk melihat bahwa tingkat
keahlian teknis dan pengalaman tim audit akan dapat memenuhi keburuhan
untuk menangani penugasan secara profesional. Dalam menetapkan anggota
tim, perlu dipertimbangkan pula sifat dan luasnya supervisi yang harus
dipersiapkan. Tim audit pada umumnya terdiri dari :
 Seorang partner yang bertanggung jawab penuh dan merupakan
penanggung jawab akhir dari suatu penugasan.
 Seorang manajer atau lebih yang mengkoordinasi dan melakukan
supervisi pelaksanaan program audit.

 Seorang senior atau lebih yang bertanggung jawab atas sebagian
program audit dan melakukan supervisi serta mereview pekerjaan
staf asisten.
 Staf asisten yang mengerjakan berbagai prosedur audit yang
diperlukan.
b. Mempertimbangkan Kebutuhan Konsultasi dan Penggunaan Spesialis
Auditor perlu mempertimbangkan kemungkinan penggunaan konsultasi dan
spesialis untuk membantu tim audit dalam melaksanakan audit. Elemen
pengendalian mutu yang berkaitan dengan konsultasi menyatakan bahwa
kantor akuntan publik harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk
memperoleh jaminan memadai bahwa personil kantor akuntan publik
membutuhkan bantuan, sepanjang diperlukan, dari orang atau orang- orang
yang memiliki tingkat pengetahuan, integritas, kebijaksanaan, dan otoritas
yang sesuai . PSA No. 39, Penggunaan Pekerjaan Spesialis (SA 336),
menyatakan bahwa auditor bisa menggunakan pekerjaan spesialis untuk
mendapatkan bukti kompeten. Contoh spesialis, antara lain :
 Penilai (appraiser) untuk mendapatkan bukti tentang penilaian atas
barang seni.
 Insinyur tambang untuk menentukan jumlah cadangan atau deposit
barang tambang yang ada di suatu pertambangan.


 Aktuaris untuk menentukan jumlah rupiah program pensiun yang
akan digunakan dalam akuntasi.
 Penasehat hukum untuk memperkirakan hasil akhir dari suatu
perkara pengadilan yang masih berjalan.
 Konsultan lingkungan untuk menentukan pengaruh undangundang dan peraturan tentang lingkungan.
4. Mengevaluasi Indepedensi
Standar auditing kedua menyatakan bahwa: ”Dalam semua hal yang
berhubungan dengan penugasan independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh audit”.
Selain diatur dalam standar auditing, independensi dalam penugasan audit
juga diwajibkan oleh Kode Etik IAI, disamping merupakan salah satu elemen
dari elemen-elemen pengendalian mutu. Salah satu prosedur yang ditempuh
adalah mengirim surat edaran kepada semua staf profesional KAP yang
bersangkutan dengan menyebut nama calon klien, untuk mengidentifikasi
kemungkinan adanya hubungan keuangan atau bisnis dengan calon klien
tersebut. Bila disimpulkan syarat independensi tidak dipenuhi, maka
penugasan harus ditolak atau calon klien harus memberi informasi apabila
audit tetap dilaksanakan, maka auditor akan memberikan pendapat ” menolak
memberi pendapat ”.

5. Menentukan Kemampuan untuk Bekerja dengan Cermat dan Seksama
Standar auditing ketiga menyatakan bahwa: ”Dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama”.
- Saat Penunjukan
Penunjukan auditor secara dini oleh klien dan penerimaan penugasan oleh
auditor akan berpengaruh pada perencanaan audit. Sebaliknya apabila
penerimaan penugasan terjadi saat mendekati atau sesudah akhir tahun buku,
auditor bisa mendapat berbagai hambatan dalam perencanaan audit dan
pelaksanaan pekerjaan lapangan.
- Penjadwalan audit.
Pekerjaan interim yaitu pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan dalam
kurun waktu antara tiga sampai empat bulan sebelum tanggal neraca.
Pekerjaan akhir tahun yaitu pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan
dalam kurun waktu tidak lama sebelum tanggal neraca sampai kira-kira tiga
bulan setelah tanggal neraca.

- Penaksiran Kebutuhan Waktu.
Dalam mempertimbangkan penerimaan penugasan, auditor biasanya membuat
suatu taksiran kebutuhan waktu audit. Pembuatan taksiran kebutuhan waktu

meliputi estimasi tentang jumlah jam yang diperkirakan dibutuhkan setiap
tingkat staff ( partner, manager, senior, dsb )untuk menyelesaikan setiap
bagian audit dengan cermat dan seksama. Angka taksiran ini akan digunakan
oleh kantor akuntan sebagai bahan diskusi dengan calon klien dalam
menetapkan honorarium tertentu yang telah ditentukan jumlahnya berdasarkan
kesepakatan dengan klien ( fixed-fee basis ), tapi honorarium audit.
- Personal Klien.
Penggunaan personal klien juga mempunyai dampak besar dalam penentuan
staff dan penjadwalan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada honorarium
audit, pengaruh ini berkaitan dengan tiga kategori prosedur auditing, yaitu:
prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai struktur pengendalian
intern klien, pengujian pengendalian, dan pengujian substantif.
6. Menyiapkan Surat Penugasan
Langkah terakhir dalam tahap penerimaan penugasan adalah penyusunan surat
penugasan. Bentuk dan isi surat penugasan berbeda-beda untuk setiap klien,
namun secara umum setiap surat penugasan hendaknya berisi hal-hal:
- Menyebutkan dengan jelas nama perusahaan atau satuan organisasi dan
laporan keuangan yang akan diperiksa.
- Menyebutkan tujuan audit.
- Menyebutkan bahwa audit akan dilakukan berdasarkan standar

profesional.
- Menjelaskan tenteng sifat dan lingkup audit dan tanggung jawab auditor.
- Menyebutkan bahwa walaupun audit telah dirancang dan dilaksanakan
dengan baik.
- Mengingatkan manajemen.
- Menyebutkan bahwa manajemen akan diminta untuk mmberikan
representasi tertulis kepada auditor.
- Menjelaskan mengenai dasar perhitungan honorarium audit dan cara
penagihan honorarium.
- Meminta klien untuk mnegaskan kesepakatannya atas berbagai hal yang
tercantum dalam surat penugasan dengan menandatangani surat penugasan
tersebut dan mengirimkan kembali salinannya kepada auditor.

2. Melakukan Risk Assessment
Pola audit yang didasarkan atas pendekatan risiko (risk based audit approach)
yang dilakukan oleh internal auditor lebih difokuskan terhadap masalah parameter
risk assesment yang diformulasikan pada risk based audit plan.Berdasarkan risk
assesment tersebut dapat diketahui risk matrix, sehingga dapat membantu internal
auditor untuk menyusun risk audit matrix. Manfaat yang akan diperoleh internal
auditor apabila menggunakan risk based audit approach, antara lain internal
auditor akan lebih efisien & efektif dalam melakukan audit, sehingga dapat
meningkatkan kinerja Departemen Internal Audit.Tulisan ini akan menyoroti
masalah risk assesment, risk matrix dan risk audit matrix serta risk based audit
approach. Sebelumnya dibahas terlebih dahulu masalah pergeseran dalam fungsi
internal auditing.
Pergeseran Fungsi dalam Internal Auditing.
Fokus audit internal auditing telah mengalami pergeseran (perubahan). Pada masa
lalu fokus utama peran auditor internal sebagai ‘watchdog’, sehingga membuat
perannya kurang disukai kehadirannya oleh unit organisasi lain. Hal ini mungkin
merupakan konsekuensi logis dari profesi internal auditor yang tugasnya memang
tidak dapat dilepaskan dari fungsi audit, yaitu antara pemeriksa (auditor) dan
pihak yang diperiksa (auditee) berada pada posisi yang saling berhadapan. Pada
saat ini proses auditing modern telah bergeser sebagai ‘konsultan intern’
(internal consultant) yang memberi masukan (input) untuk perbaikan
(improvement) atas sistem yang telah ada serta berperan sebagai katalis (catalyst).
Fungsi konsultan bagi auditor internal merupakan peran yang relatif baru. Peran
konsultan membawa internal auditor untuk selalu meningkatkan pengetahuan &
ketrampilan (skill & knowledge) baik tentang profesi auditor maupun aspek bisnis
(business object) , sehingga diharapkan dapat membantu manajemen dalam
memecahkan suatu masalah. Kemampuan untuk merekomendasikan pemecahan
suatu masalah (problem solver) bagi internal auditor dapat diperoleh melalui
pengalaman bertahun-tahun melakukan audit berbagai fungsi / bagian di
perusahaan. Konsultasi internal saat ini merupakan aktivitas yang sangat
dibutuhkan oleh manajemen puncak (top management) yang perlu dilakukan oleh
auditor internal. Selain sebagai konsultan, auditor internal harus mampu
berperan sebagai katalisator yaitu memberikan jasa kepada manajemen melalui
saran-saran yang bersifat konstruktif dan dapat diaplikasikan bagi perkembangan
perusahaan. Katalis adalah suatu zat yang berfungsi untuk mempercepat reaksi
namun tidak ikut reaksi. Sehingga apabila internal auditor diibaratkan sebagai
katalis, internal auditor tidak ikut dalam kegiatan operasional perusahaan, namun
turut serta bertanggungjawab dalam meningkatkan kinerja perusahaan melalui

rekomendasi yang disampaikaan kepada manajemen operasional. Ruang lingkup
(scope) kegiatan audit semakin luas, pada saat ini tidak sekedar audit keuangan
(financial audit) dan audit ketaatan (compliance audit), tetapi fokus perhatian
ditujukan pada semua aspek yang berpengaruh terhadap kinerja (performance)
perusahaan dan pengendalian manajemen serta memperhatikan aspek risiko
bisnis (business risk) dan risiko manajemen (risk management). Pergeseran
orientasi audit menuju ke arah audit yang didasarkan atas resiko (risk based
auditing) ini akan terus berlanjut seiring dengan kebutuhan perusahaan yang
semakin kompleks di masa mendatang.
Risk Assesment
Internal auditor perlu melakukan risk asssment untuk mengetahui lebih jauh
risiko-risiko potensial yang mungkin dihadapi oleh perusahaan.Proses risk
assesment terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
 Mengidentifikasi risiko-risiko bisnis yang melekat (inherent business
risks) dalam aktivitas perusahaan.
 Mengevaluasi efektivitas sistem pengendalian (control systems) dalam
rangka monitoring inherent risk dari aktivitas bisnis (control risk).
 Menggambarkan risk matrix yang didasarkan atas inherent business risks
dan control risk.Risk assesment dapat dilakukan dengan pendekatan
kuantitatif maupun kualitatif.
Parameter yang biasa digunakan dalam metodologi risk assesment antara
lain :
 Trend industri & faktor lingkungan lain.
 Kompleksitas & volume aktivitas bisnis.
 Perubahan dari fokus bisnis & lini bisnis (busines lines).
 Perubahan dari praktek & kebijakan akuntansi (accounting practices /
policies).
 Adanya perbedaan atas kinerja yang substansial dari Anggaran (Budget)
Perusahaan.

3. Perencanaan Tahunan
Salah satu tahap terpenting dalam audit adalah perencanaan audit. Kesalahan
dalam tahap perencanaan audit akan mengakibatkan kegagalan dalam
mencapai tujuan dari audit. Dengan demikian tahap perencanaan audit sama
pentingnya dengan pelaksanaan audit itu sendiri.

Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh
pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, lingkup, dan saat
perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas entitas, pengalaman
mengenai entitas, dan pengetahuan tentang ciri khas entitas. Dengan demikian,
auditor harus merencanakan pekerjaan auditnya sebaik-baiknya, sehingga
kemungkinan menanggung risiko yang besar dapat dihindari.
Isi audit plan (perencanaan audit) meliputi tiga hal pokok yang terdidi dari:
 Hal-hal mengenai client,
 Hal-hal yang mempengaruhi client, dan
 Rencana kerja Auditor.
Secara umum, rencana audit disusun setelah auditee ditetapkan. Yang
dimaksud dengan auditee adalah entitas organisasi, atau bagian/ unit organisasi,
atau operasi dan program termasuk proses, aktivitas dan kondisi tertentu yang
diaudit. Penyeleksian auditee dapat dilakukan dengan 3 (tiga) metode, yaitu:
a. Systematic Selection
Bagian audit internal menyusun suatu jadwal audit tahunan yang berkenaan
dengan audit yang diperkirakan akan dilaksanakan. Secara tipikal jadwal
tersebut dikembangkan dengan mempertimbangkan risiko. Auditee potensial
yang menunjukkan tingkat risiko yang tinggi mendapat prioritas untuk dipilih.
b. Ad Hoc Audits

Metode ini digunakan dengan mempertimbangkan bahwa operasi tidak selalu
berjalan tepat seperti yang direncanakan. Manajemen dan dewan komisaris
sering menugaskan auditor internal untuk mengaudit bidang/ area fungsional
tertentu yang dipandang bermasalah. Dengan demikian manajemen dan dewan
komisaris memilih auditee bagi auditor internal.
c. Auditee Requests

Beberapa manajer merasa bahwa mereka memerlukan input dari auditor
internal untuk mengevaluasi kelayakan dan keefektifan pengendalian internal
serta pengaruhnya terhadap operasi yang berada di bawah supervisinya. Oleh
karena itu, mereka mengajukan permintaan untuk diaudit. Tetapi dalam hal ini
auditor internal tetap harus mempertimbangkan risiko dan prioritasnya.
Rencana audit harus disusun dan didokumentasikan dengan baik dan
meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Penetapan Tujuan dan Ruang Lingkup Audit

Secara umum tujuan fungsi audit internal adalah untuk membantu manajemen
dalam mencapai akuntabilitasnya dan memberikan solusi alternatif utnuk
memperbaiki pengendalian manajemen. Secara individual, tujuan audit
internal dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 (tiga) kategori aktivitas audit.
b. Review atas File Audit
Review ini dilakukan dengan cara mempelajari kembali laporan-laporan dan
informasi dari file audit yang telah dilakaukan sebelumnya. Review ini
bermanfaat untuk mengenal sifat operasi sebagai bahan untuk melaksanakan
survai pendahuluan.
c. Menyeleksi Tim Audit
Kegiatan ini dilakukan dengan mepertimbangkan beban tanggung-jawab yang
akan dipikul oleh masing-masing staf auditor, dan keahlian yang diperlukan
untuk mengaudit bidang-bidang tertentu.
d. Komunikasi Pendahuluan dengan Auditee dan Pihak Lain yang
Berkepentingan
Kegiatan ini dilakukan untuk mengkomunikasikan hal-hal yang berkenaan
dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Mengakomodasikan akses terhadap
fasilitas, catatan dan personal, serta untuk memperoleh informasi dari auditee
atau pihak lain yang terkait.
e. Mempersiapkan Program Audit Pendahuluan
Program audit pendahuluan ini memuat informasi seperti sasaran dan tujuan,
serta ruang lingkup audit, pertanyaan-pertanyaan khusus yang harus terjawab
selama audit dilaksanakan, prosedur audit yang akan digunakan, dan buktibukti yang akan diuji.
f. Merencanakan Laporan Audit
Laporan audit merupakan media untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada
pihak-pihak yang berkepentingan dlam organisasi. Konsekuensinya, auditor
harus mulai berfikir mengenai bagaimana laporan akan disusun, kapan akan
diberikan/ dikirimkan, dan siapa yang akan menerima laporan tersebut.
Tujuannya adalah untuk mengantisipasi detail (rincian) yang akan disajikan
dalam laporan dan untuk mengembangkan beberapa parameter dasar.

g. Persetujuan atas Program Audit dari Kepala Bagian Audit Internal
Hal ini dilakukan untuk membantu memastikan bahwa prosedur kerja
mendukung tujuan, sasaran, dan ruang lingkup audit.

4. Pelaksanaan Pemeriksaan
Adapun pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari:
a. Pekerjaan harus direncanakan secara memadai.
b. Staf harus disupervisi dengan baik.
c. Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk menjadi
dasar yang memadai bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa.
d. Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumen pemeriksaan
dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumen pemeriksaan yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan
harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang
berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan
tersebut dapat memastikan bahwa dokumen pemeriksaan tersebut dapat
menjadi bukti yang mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi
pemeriksa.

5. Komunikasi Audit (Pelaporan)
Laporan hasil Audit Kinerja merupakan laporan hasil analisis dan interprestasi
atas keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan
usahanya yang dilaporkan oleh auditor.
Pelaporan Audit Kinerja meliputi:
1. Hasil penilaian atas kewajaran IKK.
2. Hasil Review Operasional beserta kelemahan yang ditemukan.
3. Rekomendasi yang telah disepakati.
4. Hasil pengujian atas laporan (hasil) pengujian tingkat kesehatan
perusahaan.
5. Analisis perkembangan usaha.
Tujuan pelaporan Audit Kinerja:
1. Memberikan informasi yang relevan dan objektif mengenai kinerja auditan
kepada pihak terkait.
2. Menyajikan analisis dan interprestasi atas kondisi kinerja auditan serta
memberikan.
3. Menyediakan informasi untuk penetapan kebijakan dalam rangka
penugasan berikutnya.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 52-55).

DAFTAR PUSTAKA
http://id-jurnal.blogspot.co.id/2008/04/audit-kinerja-pada-organisasi-sektor.html
http://rhelife.blogspot.co.id/2010/10/penerimaan-penugasan-danperencanaan.html
https://internalauditindonesia.wordpress.com/2010/02/08/risk-based-internalauditing/
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/Bab%201_10-38.pdf
https://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/01/14/perencanaan-audit/
https://brigitalahutung.wordpress.com/2012/10/16/prosedur-pelaksanaan-auditkinerja/