HUKUM KEPAILITAN Prosedur Pengajuan Pe

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum ada Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan
dan

Penundaan

Kewajiban

Pembayaran

Utang,

pengaturan

mengenai

Pengunduran dan Pembayaran atau Penundaan Pembayaran diatur dalam UndangUndang Nomor 4 tahun 1998. Didalam undang-undang yang baru, PKPU diatur
dalam Bab III yang terdapat dua bagian, yaitu: Bagian pertama tentang Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang dan Akibatnya sedangkan Bagian kedua tentang

Perdamaian.
Menurut pendapat Munir Fuady Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) ini adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undangundang melalui putusan Pengadilan Niaga, dimana dalam periode waktu tersebut
kepada kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan caracara pembayaran utang-utangnya dengan memberikan rencana perdamaian
(composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila
perlu merestrukturisasi utangnya tersebut.1
Dari pendapat diatas maka maksud dari PKPU adalah memberi
kesempatan kepada debitur untuk memohon penundaan terhadap kewajiban
pembayaran utang kepada para debitur, dengan maksud untuk mengajukan
rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh
utangnya.
Selain itu tujuan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah untuk
memungkinkan seorang debitur meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran
pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.2
Berdasarkan pasal 222 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PKPU dapat
diajukan oleh debitur yang memiliki lebih dari satu kreditur atau kreditur itu
1

http://notariatundip2011.blogspot.com/2012/02/pengertian-pkpu-dan-pelaksanaannya.html


diakses pada hari senin tanggal 21 April 2014 pukul 11.00
2

Rahayu Hartini, 2012, Hukum Kepailitan , Malang, UMMpress Hal.158

sendiri. Dalam pasal 224 disebutkan bahwa permohonan PKPU harus diajukan
kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 undang-undang tersebut
dengan ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya.
PKPU dapat diakhiri atas beberapa hal antara lain merupakan permintaan
hakim pengawas, satu atau lebih dari kreditur, atau atas prakarsa pengadilan
dalam hal debitur selama PKPU mempunyai iktikad buruk, telah atau mencoba
merugikan krediturnya, melakukan pelanggaran, lalai dalam melaksanakan
kewajiban atau keadaan harta debitur tidak dimungkinkan untuk membayar utang
pada waktunya. Apabila PKPU diakhiri berdasarkan ketentuan tersebut maka
debitur harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama.
1.2 Rumusan Permasalahan (Isu Hukum)
1. Bagaimana prosedur pengajuan permohonan sampai berakhirnya
PKPU ?
2. Apa perbedaan antara putusan pengadilan atas PKPU dan putusan

kepailitan?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui prosedur pengajuan permohonan sampai berakhirnya
PKPU
2. Untuk mengetahui perbedaan antara putusan pengadilan atas PKPU dan
putusan kepailitan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum tentang Prosedur
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia prosedur adalah suatu tahap
kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas. Selain itu pengertian prosedur
adalah metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu
masalah. Sedangkan prosedur menurut Yogianto (1995:1) mengutip dari Richard
F. Neuschel, didefinisikan sebagai berikut: “Suatu prosedur adalah urut-urutan
yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang menerangkan apa (what) yang
harus dikerjakan, siapa (who) yang mengerjakan, kapan (when) dikerjakan, dan
bagaimana mengerjakannya.3
2.1.1


Tinjauan Umum tentang Prosedur Permohonan PKPU
Pada dasarnya, pemberian PKPU pada debitur dimaksudkan agara debitur

yang berada dalam keadaan insolvensi mempunyai kesempatan untuk mengajukan
rencana perdamaian, baik yang berupa tawaran untuk pembayaran utang secara
keseluruhan ataupun sebagian atas utangnya ataupun melakukan restrukturisasi
(penjadwalan ulang) atas utangnya. Oleh karena itu, PKPU merupakan
kesempatan bagi debitur untuk melunasi atau melaksanakan kewajibannya atas
utang-utang agar debitur tidak sampai dinyatakan pailit, undang-undang secara
tegas menyatakan bahwa selama PKPU berlangsung, maka terhadap debitur tidak
dapat dinyatakan permohonan pailit4.
Dalam hal ada permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU yang
diajukan dan diperiksa pada saat yang bersamaan, maka pengadilan niaga wajib
memberikan putusan terlebih dahulu atas permohonan PKPU dibandingkan
dengan permohonan pernyataan pailit. Adapun dalam hal permohonan PKPU
yang diajukan setelah adanya permohonan pernyataan pailit yang telah diajukan
terhadap debitur, maka agar permohonan PKPU tersebut harus diajukan pada
sidang pertama pemeriksaan permohonan pernyataan pailit5.
3


http://ondyx.blogspot.com/2014/01/pengertian-fungsi-sistem-dan-prosedur.html diakses pada
tanggal 22 April 2014 pukul 21.09
4
5

Jono, 2008, Hukum Kepailitan,Jakarta,Sinar Grafika, hlm. 169-171
Jono, Ibid, 172-173

Maka prosedur permohonan PKPU ialah metode langkah demi langkah
secara pasti dalam hal kesempatan bagi debitur untuk melunasi atau melaksanakan
kewajibannya atas utang-utangnya agar debitur tidak sampai dinyatakan pailit.
2.2 Tinjauan Umum tentang Berakhirnya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “akhir” berarti penghabisan.
Sehingga berakhirnya ialah selesainya atau habisnya sesuatu.
2.3 Tinjauan Umum tentang PKPU
PKPU adalah suatu masa yang diberikan oleh Hakim Pengadilan Niaga
kepada debitur dan kreditur untuk menegosiasikan cara-cara pembayaran utang
debitur, baik sebagian maupun selurunya termasuk apabila perlu merustrukturisasi
utang tersebut6.
Menurut Munir Fuady, PKPU adalah suatu periode waktu tertentu yang

diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan niaga, dimana dalam
periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitur diberikan kesepakatan untuk
memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya dengan memberikan
rencana perdamaian (composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya
itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utangnya tersebut7.
Pasal 212 Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang telah ditetapkan menjadi
Undang-undang Nomor 4 tahun 1998 (selanjutnya disebut UUK 1998)
menyebutkan bahwa8:
“debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih,
dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada
umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren.”

6

SriWidjiastuti, 2010, Lembaga PKPU Sebagai Sarana Restrukturisasi Utang Bagi Debitor
Terhadap Para Kreditor, Tesis untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S-2
Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Padjadjaran, hlm.1
7

Munir Fuady, 2001, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 82
8
Sri Redjeki Hartono, 2012, Hukum Kepailitan cetakan.3, Malang, UMMPress, hlm.157-158

Dalam Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUKPKPU 2004)
pasal 222 ayat (2) dan (3) pada prinsipnya mengatur hal yang sama dengan UUK
1998, hanya dalam UUK 1998 langsung menunjuk pada “kreditur konkuren”
tetapi dalam UUKPKPU 2004 menunjuk pada Kreditur saja yang kemudian
mencakup seluruh kreditur baik yang diutamakan maupun tidak9.
PKPU pada dasarnya adalah penawaran perdamaian dari debitur kepada
para kreditur dan PKPU itu merupakan pemberian kesempatan kepada debitur
untuk melakukan restrukturisasi utang-utangnya, yang meliputi pembayaran
seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren (Kartini Mulyadi, 1998:
1)10
PKPU dapat diperintahkan oleh Hakim kepada debitur yang merasa tidak
dapat melakukan pembayaran utangnya yang sudah tiba waktu pelunasannya
tetapi sanggup bila waktu pembayarannya diperpanjang atau sanggup meneruskan
pembayaran setelah beberapa waktu yang akan datang (Andi Hamzah, 1986:
256)11.

PKPU adalah wahana Juridis Ekonomis yang disediakan bagi debitur
untuk

menyelesaikan

kesulitan

finansialnya

agar

dapat

melanjutkan

kehidupannya. Sesungguhnya PKPU adalah cara untuk menghindari kepailitan
yang lazimnya bermuara ada likuidasi harta kekayaan debitur. Bagi perusahaan,
PKPU bertujuan memperbaiki keadaan ekonomis dan kemampuan debitur
membuat laba12.
PKPU atau dikenal juga dengan istilah moratorium adalah suatu istilah

hukum yang digunakan untuk menunjukkan keadaan seorang debitur yang tidak
mampu melakukan pembayaran utangnya.
Dalam putusan PKPU terdapat dua tahap yaitu:
9

Sri Redjeki Hartono, Ibid.
Misahardi Wilamarta, Prosedur dan Akibat Hukum Penundaan Pembayaran Hutang Perseroan
Terbatas, Dosen Universitas Bhayangkara, Bahan Ajar Kuliah Fakultas Hukum, hlm.3-4
11
Misahardi Wilamarta, Ibid.
12
Andi Setiawan, 2009, Penetapan PKPU, Tugas Akhir Sarjana Strata 1 Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, hlm. 20
10

 PKPU sementara
Pengadilan Niaga harus mengabulkan. Diberikan untuk jangka waktu
maksimum 45 hari
 PKPU tetap
PKPU tetap diberikan untuk jangka waktu maksimum 270hari, apabila

hari ke 45 atau hari rapat kreditur tersebut belum dapat memberikan
suara mereka terhadap rencana tersebut.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Prosedur Pengajuan Permohonan Sampai Berakhirnya Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 peraturan kepailitan sudah
lebih lengkap mengatur masalah penundaan kewajiban debitur untuk membayar
utang-utangnya dengan maksud debitur yang memiliki itikad baik untuk
menyelesaikan seluruh atau sebagian utang-utangnya dengan cara damai. Keadaan
tersebut disebut “keadaan surseance”, yaitu dimana yang pailit dapat mengajukan
permohonan kepada pengadilan (niaga atau komersial) untuk suatu pengunduran
umum dari kewajibannya untuk membayar utang-utangnya dengan maksud untuk
mengajukan rencana perdamaian, baik seluruh atau sebagian utang kepada
kreditur, keadaan surseance dapat diajukan:13
a. Harus persetujuan lebih setengah kreditur konkuren yang haknya
diakuinya atau sementara diakui. Hal ini diatur dalam pasal 229 UUK.
b. Hadir dan mewakili paling sedikit dua pertiga dari tagihan yang diakui

atau sementara diakui.
c. Persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditur yang piutangnya dijamin
dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak
anggunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit
dua pertiga bagian seluruh tagihan kreditur atau kuasanya yang hadir
dalam sidang.
d. Diumumkan di dua Koran dan Berita Negara RI.
e. Apabila PKPU tetap disetujui, penundaan trsebut berikut perpanjangannya
tidak boleh melebihi 270 hari setelah putusan penundaan kewajiban
pembayaran hutang sementara diucapkan. Hal ini diatur dalam pasal 228
ayat 6 UUK.
Sedangkan “keadaan insolventie”, seperti dimaksud pasal 290 UU No.37
tahun 2004 adalah suatu keadaan debiur sudah sungguh-sungguh pailit atau tidak
mampu lagi untuk membayar utang-utangnya. Untuk hal ini kreditur diberi waktu
dua bulan untuk menggunakan hak khususnya terhadap keadaan insolventie
tersebut.

13

Abdul, R. Saliman, 2010, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh Kasus, Cetakan
ke-V, Kencana Prenadana Media Group: Jakarta, hlm.138-139.

BAGAN PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN PKPU MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004
Permohonan PKPU ditujukan kepada ketua PN didaerah tempat kedudukan hokum debitur
Pemohon PKPU:
Debitur
Kreditur
Jaksa
BI (Bak Indonesia)
BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal)
Menteri Keuangan

n yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tang
at 3,4,5 maka panitera wajib menolak permohonan PKPU)

menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan

dilan mengabulkan PKPU sementara, dengan ketentuan jangka waktu:
dilan harus mengabulkan PKPU sementara dalam waktu paling lambat 3 hari, apabila pemohon debitur (pasal 225 ayat 2)
dilan harus mengabulkan PKPU sementara dalam waktu paling lambat 20 hari, apabila permohonan diajukan kreditur (pasal 225 ayat 3)
Mengenai pengurus, bertugas;
Dalam waktu 21 hari sebelum sidang pengurus mengumumkan putusan di berita negara dan minimal 2 sura
Undangan untuk para pihak menghadiri sidang
Tanggal. Tempat, dan waktu sidang
Nama hakim pengawas
Nama alamat penguirus
an demikian Pengadilan akan:
Rencana perdamaian dan lampiran (jika ada)
njuk Hakim Pengawas
angkat satu atau lebih pengurus (pasal 225 ayat 2 dan 3)
nggil debitur dan kreditur ke depan persidangan (dilakukan paling lambat hari ke 45 setelah putusan PKPU sementara) pasal 224 ayat 4

Pada hari sidang:
Sesuai dengan pasal 226 ayat 1, pengadilan harus mendengar debitur, hakim pengawas, pengurus dan kreditur
Pemungutan suara dulakukan apabila lampiran rencana perdamaian dicantumkan (pasal 228 ayat 3)
Menyatakan debitur pailit apabila tidak menghadiri persidangan (pasal 225 ayat 5)

PKPU tetap dengan maksud untuk memungkinkan debitur, pengurus dan kreditur untuk mempertimbangkan dan menyetujui renana perdamaian pa

Dapat berupa :
Apabila rencana perdamaian ditolak: Debitur dinyatakan pailit
Pengajuan PKPU tetap atau perpanjangan waku ditolak: Debitur dinyatakan pailit
Dalam waktu 270 hari terhitung PKPU sementara diucapkan, tetapi belum tercapai perdamaian: Debitur dinyatakan pailit

Keterangan bagan:
1. Pengajuan permohonan PKPU dapat dilakukan oleh :
a. Debitur yang memiliki dua atau lebih kreditur dan memiliki setidaknya
satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih ;

b. Kreditur ;
c. Bank Indonesia dalam hal debitur adalah bank ;

d. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), dalam hal debitur adalah
perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian ;

e. Menteri Keuangan, dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang bergerak di bidang kepentingan publik.

2. Permohonan PKPU diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga di daerah
tempat kedudukan hukum Debitur dengan ketentuan :
a. Apabila

debitur

meninggalkan

Negara

Kesatuan

Republik

Indonesia, maka pengadilan yang berhak untuk menjatuhkan
putusan atas permohonan PKPU adalah pengadilan tempat
kedudukan hukum debitur terakhir menetap.
b. Apabila debitur merupakan persero suatu firma, maka yang dapat
menjatuhkan putusan atas permohonan PKPU adalah pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi kedudukan persero suatu firma
tersebut.
c. Apabila debitur tidak berkedudukan di Negara Kesatuan Republik
Indonesia, tetapi bekerja dalam lingkup Negara Kesatuan Republik
Indonesia maka pengadilan yang berwenang adalah pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor
pusat debitur bekerja.
d. Apabila debitur merupakan badan hukum, maka mennetukan
kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam
anggaran dasarnya sehingga dapat menentukan pengadilan yang
berwenang untuk menjatuhakn putusan atas permohonan PKPU.
3.

Permohonan PKPU ditandatangani oleh pemohon dan kuasa hukumnya
dengan memperhatikan ketentuan, sebagai berikut :
a. Apabila pemohon adalah debitur, maka permohonan harus disertai
daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur
beserta surat bukti yang cukup.
b. Apabila pemohonan adalah kreditur, maka Pengadilan Niaga
wajib memanggil debitur melalui juru sita dengan surat kilat
tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum siding. Pada siding

tersbut, debitur wajib mengajukan daftar yang memuat sifat,
jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti yang cukup
serta rencana perdamaian jika ada.
c. Pada surat permohonan tersebut dapat dilampirkan rencana
perdamaian14.
Pemohonan PKPU dapat diajukan debitur, pada saat sebelum atau sesudah
adanya permohonan kepailitan terhadap debitur ke Pengadilan Niaga. Sehubungan
dengan hal ini ada kemungkinan bahwa permohonan kepailitan telag diterima oleh
PN namun belum diperiksa atau sedang dalam tahap diperiksa, muncul
permohonan untuk PKPU yang artinya Pengadilan Niaga menerima dua
permohonan untuk debitur yang sama. Untuk hal demikian, maka permohonan
PKPU harus diputus terlebih dahulu.
Apabila situasi diatas terjadi, maka proses pemeriksaan permohonan
kepailitan harus ditunda oleh Hakim Pengadilan Negeri. Sehingga permohonan
PKPU yang diajukan setelah adanya permohonan kepailitan hanya bisa diputus
apabila belum ada putusan kepailitan yang diucapkan oleh Pengadilan Niaga.
Sehingga apabila PKPU diputuskan ditolak, sidang pemeriksaan permohonan
Kepailitan tidak perlu diteruskan dan debitur langsung dinyatakan pailit.
Masa jangka waktu PKPU sementara berakhir karena hal-hal berikut:
1. Kreditor konkuren tidak menyetujui pemberian PKPU tetap;
2. Pada saat batas waktu tiba, belum terjadi persetujuan tentang Rencana
Perdamaian antara debitur dan kreditur, dan bila ketentuan pasal 216
dikaitkan dengan pasal 217, maka diketahui bahwa selama
berlangsungnya sidang untuk memperoleh putusan PKPU tetap, PKPU
sementara terus berlaku (Sutan Remi Sjahdeini, 2002:333)
Pemberian PKPU dapat ditetapkan oleh pengadilan apabila:
1. Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang hadir dan
mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari tagihan kreditur konkuren yang
hadir tersebut.
14

Jono, 2010, Hukum Kepailitan, sinar grafika : Jakarta, hlm :170-171

2. Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor dengan jaminan hak
kebendaan (gadai, fidusia, hak tanggungan, atau hipotik) yang hadir,
dan mewakili 2/3 bagian tagihan kreditur yang hadir tersebut.
Pada hakikatnya, PKPU Tetap disetujui atau tidak, bukan tergantung pada
Pengadilan Niaga, melainkan berdasarkan kesepakatan antara debitur dan kreditur
mengenai rencana perdamaian. Pengadilan Niaga hanyalah memberikan
keputusan untuk mengesahkan dan mengkonfirmasi kesepakatan tersebut.

Berakhirnya PKPU
PKPU dapat berakhir, atas permintaan Hakim Pengawas, satu atau lebih
Kreditur, atau atas prakarsa Pengadilan15 dalam hal :
1. Debitur, selama waktu PKPU bertindak dengan itikad buruk dalam
melakukan pengurusan terhadap hartanya ;
2. Debitur telah merugikan atau mencoba merugikan krediturnya ;
3. Debitur melakukan pelanggaran ketentuan pasal 240 ayat (1) yaitu selama
PKPU,

debitur

tanpa

persetujuan

pengurus

melakukan

tindakan

pengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya ;
4. Debitur lalai dalam melakasnakan tindakan-tindakan yang diwajibkan
kepadanya oleh Pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban
pembayaran utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan
yang disyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta debitur ;
5. Selama waktu PKPU keadaan harta debitur ternyata tidak lagi
memungkinkan dilanjutkannya PKPU atau merosot ;
6. Keadaan debitur tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya
terhadap para kreditur pada waktunya.
Dalam hal PKPU diakhiri berdasarkan alasan-alasan tersebut maka demi
hukum debitur harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama. Dengan
demikian pasal 11, 12, 13, dan pasal 14 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
berlaku mutatis mutandis terhadap putusan pernyataan pailit sebagai akibat
15

Sri Redjeki Hartono, 2012, Hukum Kepailitan cetakan.3, Malang, UMMPress, hlm.199

putusan pengakhiran PKPU. Putusan pernyataan pailit sebagai akibat putusan
pengakhiran PKPU harus diumumkan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur
dalam pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.16

BAGAN PROSEDUR PENGAJUAN BERAKHIRNYA PKPU MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004
Apabila debitur melakukan hal-hal sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 255 ayat (1) huruf a sampai huruf e,
maka pengurus wajib unutk mengajukan permohonan
pengakhiran PKPU

16

Pengadilan kemudian memanggil pemohon, debitur, dan
pengurus untuk didengar pada tanggal yang telah ditetapkan

Jono, 2010, Hukum Kepailitan, sinar grafika : Jakarta, hlm :181

Pemeriksaan permohonan pengakhiran PKPU harus telah
selesai dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari

Putusan permohonan pengakhiran PKPU harus diucapkan
dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari

Apabila pengadilan memutuskan untuk mengakhiri PKPU
maka debitur akan dinyatakan pailit dalam putusan tersebut

Terhadap putusan pengakhiran PKPU ini terdapat upaya
hukum berupa kasasi ke Mahkamah Agung

3.2 Perbedaan antara Putusan Pengadilan atas PKPU dan Putusan
Kepailitan
Tabel perbedaan putusan PKPU dan Kepailitan 17:
PERBEDAAN
Upaya hukum
17

PKPU
KEPAILITAN
Terhadap putusan PKPU Terhadap putusan atas

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c3529a6061f/perbedaan-antara-kepailitandengan-pkpu, diakses pada tanggal 23 April 2014 pukul 15.00 WIB

tidak

dapat

diajukan permohonan pernyataan

upaya

hukum

apapun pailit, dapat diajukan

(Pasal 235 ayat [1] UU kasasi ke Mahkamah
Kepailitan).

Agung (Pasal 11 ayat
[1] UU Kepailitan).

Putusan

berakhirnya

PKPU dapat diajukan Selain

itu

terhadap

kasasi pada MA. (pasal putusan
256)

atas

permohonan pernyataan
pailit

yang

memperoleh

telah
kekuatan

hukum tetap,
dapat

diajukan

peninjauan kembali ke
Mahkamah
(Pasal

Agung
14

UU

Kepailitan).
Hasil Putusan

Debitur akan diberikan Debitur diputus PAILIT
PKPU

tetap:

apabila Debitur

permohonan

dapat

PKPU memberikan tangkisan

diterima.

berupa:

Debitur akan diputuskan

1. Tidak ada utang

PAILIT :

2. Utang

apabila

PKPU

tetap

jatuh tempo

ditolak, jangka waktu

3. Tidak

270hr selesai dan belum

K lain

tercapai

perdamaian,

rencana

perdamaian

belum
terdapat

ditolak.
Yang melakukan

Pengurus

(Pasal

225 Kurator (Pasal 1 angka

pengurusan harta

ayat [2] dan ayat [3] UU 5, Pasal 15 ayat [1], dan

debitur

Kepailitan)

Pasal

16

UU

Kepailitan)
Jangka
penyelesaian

waktu Dalam
dan

PKPU,

PKPU Dalam

kepailitan,

perpanjangannya setelah

diputuskannya

tidak boleh melebihi 270 pailit oleh Pengadilan
(dua ratus tujuh puluh) Niaga, tidak ada batas
hari

setelah

PKPU

putusan waktu tertentu untuk
sementara penyelesaian

diucapkan

(Pasal

seluruh

228 proses kepailitan.

ayat [6] UU Kepailitan).

BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengaturan

mengenai Pengunduran dan Pembayaran atau Penundaan Pembayaran
diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998.
2. Didalam undang-undang yang baru, PKPU diatur dalam Bab III yang
terdapat dua bagian, yaitu:
a. Bagian pertama tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
dan Akibatnya
b.

Bagian kedua tentang Perdamaian

3. Permohonan PKPU diajukan oleh pemohon, apabila pemohon tersebut
adalah debitur maka bertujuan untuk suatu pengunduran umum dari
kewajibannya untuk membayar utang-utangnya dengan maksud untuk
mengajukan rencana perdamaian, baik seluruh atau sebagian utang kepada
kreditur.
4. Perbedaan putusan pailit dengan putusan PKPU yaitu:
a. Dalam hal melakukan upaya hukum, terhadap putusan atas
permohonan pernyataan pailit, dapat diajukan kasasi ke Mahkamah
Agung (Pasal 11 ayat [1] UU Kepailitan). Selain itu terhadap
putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung (Pasal 14 UU Kepailitan). Sedangkan terhadap
putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum apapun (Pasal
235 ayat [1] UU Kepailitan).
b. Dalam hal Kewenangan debitur, sejak tanggal putusan pernyataan
pailit diucapkan, debitur kehilangan haknya untuk menguasai dan
mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit (Pasal 24
ayat [1] UU Kepailitan). Sedangkan dalam PKPU, debitur masih
dapat

melakukan

pengurusan

terhadap

hartanya

selama

mendapatkan persetujuan dari pengurus (Pasal 240 UU Kepailitan).
c. Dalam hal jangka waktu penyelesaian, dalam kepailitan, setelah
diputuskannya pailit oleh Pengadilan Niaga, tidak ada batas waktu
tertentu untuk penyelesaian seluruh proses kepailitan. Sedangkan
dalam PKPU, PKPU dan perpanjangannya tidak boleh melebihi

270 (dua ratus tujuh puluh) hari setelah putusan PKPU sementara
diucapkan (Pasal 228 ayat [6] UU Kepailitan).
4.2 Saran
Dari kesimpulan yang disampaikan di atas, dapat disampaikan beberapa
saran sebagai berikut :
1. Permohonan PKPU diajukan oleh pemohon hendaknya dengan memiliki
itikad yang baik, sehingga dapat menimbulkan saling percaya dalam
melakukan suatu kegiatan kerjasama yang dapat menguntungkan.
2. Prosedur pengajuan permohonan PKPU dilakukan lebih sederhana lagi
agar tidak menimbulkan sengketa antar para pihak.

DAFTAR PUSTAKA
BUKU :

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang
Indonesia Jilid 8: Perwasitan, Kepailitan dan Penundaan
Pembayaran, Djambatan, Jakarta.

Jono, 2010, Hukum Kepailitan, Sinar Grafka, Jakarta.
Munir Fuady, 2002, Hukum Pailit, Bandung, Citra Aditya Bakti
Rahayu Hartini, 2012, Hukum Kepailitan edisi Revisi,Malang, UMMPress
Sri Redjeki Hartono, 2012, Hukum Kepailitan cetakan.3, Malang, UMMPress
JURNAL ONLINE :
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c3529a6061f/perbedaan-antarakepailitan-dengan-pkpu, diakses pada tanggal 23 April 2014 pukul 06:04 WIB.

ARTIKEL INTERNET :
http://notariatundip2011.blogspot.com/2012/02/pengertian-pkpu-danpelaksanaannya.html, diakses pada tanggal 20 April 2014 pukul 10.00
WIB
http://sesukakita.wordpress.com/2012/05/30/kepailitan-danpenundaan-kewajiban-pembayaran-utang-pkpu,

diakses

pada

tanggal 22 April 2014 pukul 20.00 WIB
http://click-gtg.blogspot.com/2009/12/prosedur-penundaankewajiban-pembayaran.html, diakses pada tanggal 22 April 2014
pukul 20.00 WIB

PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN DAN BERAKHIRNYA
PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

Tugas Terstruktur 2 Mata Kuliah Hukum Kepailitan

Oleh :
KELOMPOK 6
DYAH KUSUMAYANTI

115010100111065

CYNINTYA NURUL ULUM
115010101111048
ARUM DIAS PERMATASARI
115010101111054
SARAH NURAINY BOUTY
115010101111056
DIAN KARINA FITRI

115010107111038

CARINDHA MAZA

115010107111174

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2014