LAPORAN PENDAHULUAN ENEMA TRILOIMM MAM

LAPORAN PENDAHULUAN ENEMA

A. PENGERTIAN
Enema/huknah/klisma adalah suatu tindakan memasukkan cairan secara
perlahan-lahan ke dalam rektum dan kolon sigmoid melalui anus dengan
menggunakan kanul rektal. Terdapat tiga jenis enema; enema rendah, enema tinggi,
dan enema gliserin. Enema rendah adalah memasukkan cairan melalui anus sampai
ke kolon desenden. Enema tinggi adalah memasukkan cairan melalui anus (rektum)
sampai ke kolon asenden. Enema gliserin adalah memasukkan cairan melalui anus ke
dalam kolon sigmoid dengan menggunakan spuit gliserin.

B. TUJUAN
1. Merangsang peristaltik usus dan defekasi untuk mengatasi konstipasi dan
impaksi.
2. Membersihkan kolon untuk persiapan operasi atau pemeriksaan diagnostic.
3. Melunakkan feses yang telah mengeras atau mengosongkan rectum dan kolon
bawah untuk prosedur diagnostic atau pembedahan.
4. Membantu defekasi yang normal sebagai bagian dari program latihan defekasi
(bowel training program)
5. Memberikan terapi seperti: mengurangi kadar kalium yang tinggi dengan
enema Natrium Polystyrene Sulfonate (Kayexalate) dan mengurangi bakteri

kolon dengan enema Neomycin.

C. KOMPETENSI DASAR LAIN YANG HARUS DIMILIKI UNTUK
MELAKUKAN TINDAKAN TERSEBUT
Volume maksimum yang dianjurkan untuk pemberian enema:
Bayi

150-250 ml

Toddler

250-350 ml

Anak usia sekolah

300-500 ml

Remaja

500-750 ml


Dewasa

750-1000 ml

Suhu volume larutan hangat untuk dewasa 40,5 oC-43 oC. suhu cairan yang
digunakan untuk anak-anak adalah 37,7oC
Enema dapat diklasifikasikan ke dalam 4 golongan menurut cara kerjanya:
cleansing (membersihkan), carminative (untuk mengobati flatulence), retensi
(menahan), dan mengembalikan aliran.
1. Enema cleansing, meningkatkan evakuasi feses secara lengkap dari kolon.
Enema ini bekerja dengan cara menstimulasi peristaltik melalui pemasukan
sejumlah besar larutan atau melaui iritasi lokal mukosa kolon. Ada dua jenis:
high enema dan low enema. High enema diberikan untuk membersihkan
keseluruhan kolon. Cairan diberikan pada tekanan yang tinggi dengan menaikkan
wadah enema 30-45 cm atau sedikit lebih tinggi di atas pinggul klien. Posisi
klien berubah dari posisi lateral kiri ke posisi rekumben dorsal dan kemudian ke
posisi lateral kanan, agar cairan dapat turun ke usus besar. Low enema diberikan
hanya untuk membersihkan rektum dan kolon sigmoid. Perawat memegang
kantung enema 7,5 cm atau lebih rendah dari atas pinggul klien. Enema

pembersih paling efektif jika diberikan dalam waktu 5-10 menit.
2. Enema carminative, menghilangkan distensi gas. Enema ini meningkatkan
kemampuan untuk mengeluarkan flatus. Larutan dimasukkan ke dalam rektum
untuk mengeluarkan gas dengan merenggangkan rektum dan kolon, kemudian
merangsang peristaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60-180ml.
3. Enema retensi-minyak melumasi rektum dan kolon. Feses mengabsorpsi minyak
sehingga feses menjadi lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan. Untuk
meningkatkan kerja minyak, klien mempertahankan enema selama 1-3 jam.

4. Enema bolak-balik, digunakan untuk mengurangi flatus dan meningkatkan
gerakan peristaltik. Pertama-tama larutan (100-200 ml untuk orang dewasa)
dimasukkan ke rektum dan kolon sigmoid klien, kemudian wadah larutan
direndahkan sehingga cairan turun kembali keluar melalui selang rektum ke
dalam wadah. Pertukaran aliran cairan ke dalam dan keluar ini berulang 5-6 kali,
sampai perut gembung hilang atau abdomen merenggang dan rasa tidak nyaman
berkurang atau hilang.
5. Enema medikasi (enema untuk tujuan medis) mengandung obat-obatan. Contoh
enema medikasi adalah Natrium Polisitren Sulfonat (Kayexalate), digunakan
untuk mengobati klien yang memiliki kadar kalium serum tinggi. Obat ini
mengandung suatu resin yang menukar ion-ion natrium dengan ion-ion kalium

didalam usus besar. Jenis enema medikasi lain ialah larutan Neomysin, yang
merupakan suatu antibiotik yang digunakan untuk mengurangi bakteri di kolon
sebelum klien menjalani bedah usus.
Larutan khusus mungkin diminta oleh dokter atau agen praktek. Larutan yang
digunakan untuk enema pembersih ada beberapa macam, yaitu:
1. Air kran, bersifat hipotonik dan mempunyai tekanan osmotik yang lebih rendah
daripada cairan di dalam ruang interstisial. Setelah dimasukkan ke dalam kolon,
air kran keluar dari lumen usus menuju ke ruang interstisial. Volume yang
dimasukan menstimulasi defekasi sebelum air dalam jumlah besar meninggalkan
usus.
2. Salin normal, secara fisiologis merupakan larutan terbaik untuk digunakan
karena larutan ini mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan cairan yang
ada di ruang interstisial. Larutan ini dapat menstimulasi peristaltik. Dapat dibuat
dengan mencampur 500 ml air kran dengan 1 sendok the garam dapur.
3. Larutan hipertonik, seperti larutan fosfat, yang dimasukkan kedalam usus
memberikan tekanan osmotik yang menarik cairan keluar dari ruang interstisial.
Kolon terisi oleh cairaan dan akibaatnya terjadi distensi yang menimbulkan
defekasi. Enema ini menggunakan cairan dengan volume kecil.

4. Busa sabun, dapat ditambahkan ke dalam salin normal atau air kran untuk

menciptakan efek iritasi usus guna menstimulasi peristaltik. Hanya sabun castile
(sabun dari minyak zaitun dan natrium hidroksida) murni yang aman. Rasio yang
direkomendasikan tentang pencampuran sabun dengan larutan ialah 5 ml (1
sendok teh) sabun castile ke dalam 1000 ml air hangat atau salin.
D. INDIKASI, KONTRA INDIKASI, DAN KOMPLIKASI
1. INDIKASI
a. Klien yang mengalami konstipasi.
b. Klien yang mengalami impaksi.
c. Pemeriksaan radiologi seperti kolonoskopi, endoskopi membutuhkan
pengosongan usus supaya hasil pembacaan yang diperoleh maksimal.
d. Anastesia umum (GA) dalam pembedahan bisa diberikan melalui enema
dengan tujuan untuk mengurangi efek muntah selama dan setelah operasi,
juga mencegah terjadinya aspirasi.
2. KONTRAINDIKASI
a. Klien yang mengalami dehidrasi dan bayi yang masih muda, bila
diberikan enema dengan tipe larutan hipertonik.
b. Keadaan patologi klinis pada rektum dan kolon seperti hemoroid bagian
dalam atau hemoroid besar.
c. Tumor rektum dan kolon.
d. Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal.

e. Pasien post operasi.
3. KOMPLIKASI
a. Kerusakan reflek defekasi normal, bila terlalu sering enema.
b. Iritasi mukosa kolon, bila cairan sabun terlalu banyak.
c. Inflamasi usus yang serius, terjadi bila diberikan sabun atau deterjen yang
keras ke dalam salin normal atau air kran.
d. Terjadi keracunan air atau beban sirkulasi berlebih, jika air kran diabsorpsi
dalam jumlah besar, sehingga enema air kran tidak boleh berulang.

E. ALAT DAN BAHAN
1. 1 set enema berisi:
a. wadah untuk tempat larutan.
b. pipa untuk menghubungkan wadah ke selang rektum.
c.

klem untuk menjepit pipa,

untuk mengontrol aliran larutan ke
pasien.
d.


Kanul rektal ukuran: 22-30 G Fr

(dewasa), 12-18 G Fr (anak) atau paket
enema dengan rektal tip.
e.

pelumas yang digunakan untuk

rectal tube sebelum dimasukkan.
f.

termometer untuk mengukur

suhu larutan.
g. sabun/jelly/garam
h. sejumlah larutan yang dibutuhkan dengan suhu yang tepat. Larutan
ditempatkan di wadahnya, diperiksa suhunya, kemudian ditambahkan
sabun/garam.
2. selimut mandi untuk menutupi klien

3. perlak agar tempat tidur tidak basah
4. kertas toilet
5. baskom, waslap dan handuk serta sabun
6. bedpan.

7.

ANATOMI TARGET TINDAKAN
Rektum, kolon, dan anus

Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus.
Memiliki panjang 1,5 meter dan penampang 5-6 cm. Usus besar mempunyai struktur
sebagai berikut:
1.

Sekum: Kantong lebar yang terletak pada fossa iliaka dekstra. Pada bagian
bawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang kita sebut umbai cacing yang
mempunyai panjang 6 cm. Sekum seluruhnya ditutupi oleh peritoneum agar
mudah bergerak dan dapat diraba melalui dinding abdomen.


2.

Kolon asendens: Bagian yang memanjang dari sekum ke fossa iliaka kanan
sampai kanan abdomen. Panjangnya 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah
kanan. Lengkung ini disebut fleksura hepatika.

3.

Kolon transversum: Panjangnya 38 cm membujur dari kolon asendens sampai ke
kolon desendens. Berada di bawah abdomen sebelah kanan tepat pada lekukan
yang disebut fleksura lienalis.

4.

Kolon sigmoid: Bagian ini merupakan kelanjutan dari kolon desendens, terletak
miring dalam rongga pelvis. Panjangnya 40 cm dalam rongga pelvis sebelah kiri
yang berujung pada rektum. Kolon sigmoid ditunjang oleh mesentrium yang
disebut mesokolon sigmoideum.
Rektum adalah bagian saluran pencernaan dengan panjang 12-13 cm. Rektum


berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Rektum dibangun oleh
lipatan-lipatan jaringan vertikal yang berisi sebuah arteri dan lebih dari satu vena.
Apabila vena menjadi distensi akibat tekanan selama mengedan, maka terbentuk
hemoroid, yang dapat membuat proses defekasi terasa nyeri. Biasanya rektum ini
kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Dalam kondisi normal, rektum tidak berisi feses sampai defekasi. Ketika
gas atau masa feses bergerak ke dalam rektum untuk membuat dindingnya
berdistensi, maka proses defekasi dimulai. Saat rektum mengalami distensi, saraf
sensorik distimulasi dan membawa impuls-impuls sehingga menyebabkan relaksasi
sfingter interna, memungkinkan lebih banyak feses yang masuk ke rektum. Pada saat
yang sama, impuls bergerak ke otak untuk menciptakan suatu kesadaran bahwa

individu perlu melakukan defekasi. Pada saat defekasi, sfingter eksterna berelaksasi.
Tekanan untuk mengeluarkan feses dapat dilakukan dengan meningkatkan tekanan
intra abdomen atau melakukan Valsava Manufer. Valsava Manufer adalah kontraksi
volunteer otot-otot abdomen saat individu mengeluarkan napas secara paksa,
sementara glotis menutup (menahan napas saat mengedan).
Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus. Mukosa
saluran anal tersusun dari kolumna rektal (anal), yaitu lipatan-lipatan vertikal yang
masing-masing berisi arteri dan vena. Sfingter anal internal otot polos (involunter)

dan sfingter anal eksternal otot rangka (volunter) mengitari anus. Anus merupakan
lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sfingter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar-BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

8.

PROTOKOL/PROSEDUR


Cuci tangan.



Kaji status klien.



Siapkan alat dan tempatkan di dekat tempat tidur klien.



Jelaskan alasan/tujuan dan prosedur.



Pertahankan privasi klien: tutup pintu/pasang gorden, buka area rektal yang
diperlukan.



Berikan posisi yang nyaman: tinggikan tempat tidur yang sesuai dan pasang
pengaman tempat tidur pada sisi yang berlawanan, atur posisi klien: miring ke
kiri atau posisi Sim’s dengan lutut kanan fleksi.



Pasang perlak dan alasnya serta dekatkan bedpen.



Pasang sarung tangan, siapkan set enema, lumasi ujung kanul dengan jelly
7,5-10 cm.



Tentukan letak anus dengan tangan non-dominan.



Masukkan ujung kanul perlahan-lahan 7,5-10 cm (dewasa); 5-7,5 cm (anak);
2,5-3,75 cm (anak). Anjurkan klien rileks & napas dalam.



Alirkan cairan enema dengan buka klem dan tinggikan kontainer perlahan:
30-45 cm (high enema) dan 7,5 cm (low enema).



Bila sudah selesai, tarik kanul perlahan.



Anjurkan klien menahan 5-10 menit atau sesuai kemampuan klien (untuk
anak, rapatkan gluteus beberapa menit).



Bantu klien defekasi dan bersihkan.



Rapikan klien dan beri posisi nyaman.



Kumpulkan dan bersihkan alat-alat.



Cuci tangan.

Prosedur Huknah Gliserin:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
2. Pasang sampiran
3. Pasang selimut mandi dan tarik selimut tidur
4. Lepaskan pakaian bagian bawah
5. Atur posisi klien:


Dewasa: miring ke kiri dengan lutut kanan fleksi



Bayi dan anak: rekumben dorsal di bawahnya diberi pispot

6. Pasang alas dan perlaknya
7. Teteskan gliserin pada punggung tangan untuk memeriksa kehangatan
kemudian tuangkan ke mangkok kecil
8. Isi spuit gliserin 10-20 cc dan keluarkan udara

9. Setelah pasien berada pada posisi miring, tangan kiri dan tangan kanan
mendorong bokong ke atas sambil memasukkan spuit perlahan-lahan hingga
ke rectum, lalu pasang bengkok
10. Masukkan spuit gliserin 7-10cm untuk orang dewasa dan 5-7,5 cm untuk
anak serta 2,5-3,75 cm untuk bayi
11. Masukkan gliserin perlahan-lahan sambil menganjurkan pasien untuk
menarik napas panjang dan dalam
12. Cabut spuit dan letakkan dalam bengkok
13. Bantu pasien BAB


Bantu pasien ke toilet untuk pasien yang bias ke toilet



Untuk pasien dengan keadaan umum yang lemah dan tirah baring,
pasang pispot

14. Ambil pispot
15. Bersihkan daerah perianal pada pasien yang buang air besar pada pispot.


Bersihkan dengan tisu



Ambil waslap dan bersihkan dengan air sabun pada daerah perianal



Bilas dengan air bersih



Keringkan dengan handuk

16. Tarik alas dan perlak
17. Ganti selimut mandi dan selimut tidur
18. Bantu pasien mengenakan pakaian bawah
19. Buka sampiran
20. Rapikan alat kemudian cuci tangan
21. Dokumentasikan warna dan konsistensi feses, adanya distensi abdomen

9.

ASPEK KESELAMATAN DAN KEAMANAN YANG HARUS
DIPERHATIKAN

Perawat sebaiknya selalu menjaga kebersihan kanul yang akan dipasang ke klien,
dengan steril. Selain itu, untuk menghindari infeksi kepada perawat, perawat harus
memakai sarung tangan, masker, sebagai perlindungan diri, serta mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan prosedur tindakan (universal precaution).

10. HAL-HAL PENTING YANG HARUS DIPERHATIKAN PERAWAT
DALAM MELAKUKAN TINDAKAN
1. Jumlah cairan enema yang diberikan tergantung macam enema, tujuan enema,
usia dan kemampuan klien.
2. Enema diberikan pada suhu cukup hangat 40,5-43 0C (dewasa), 370C (anak).
3. Frekuensi enema yang terlalu sering dapat merusak reflek defekasi normal.
4. Cairan sabun yang terlalu banyak dapat mengiritasi mukosa kolon.
5. Lumasi ujung kanul rektal untuk memudahkan pemasukannya dan
mengurangi iritasi pada mukosa rektum.

11. DOKUMENTASI
1. Catat hasil dari kegiatan enema, meliputi tipe dan volume enema yang
diberikan, warna-jumlah-konsistensi fekal.
2. Catat instruksi dari dokter.

REFERENSI:

Black, J. M. & Hawks, J. H. (2005). Medical-Surgical Nursing: Clinical Management
for Positive Outcomes. 7th Ed. Philapdelphia: Elsevier Saunders.
Kusyati, E. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: EGC
Noviestari, E, et all. Editor Handiyani, H. (2006). Panduan praktikum keperawatan
dasar I. Ed ke-4. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Fundamentals of nursing: Concepts, process, and
practice. 6 th Ed. St. Louis, Ml: Elsevier Mosby.
Sherwood, L. (2003). Human physiology: From cells to systems. 3rd ed. New York:
Thompson Learning.