Laporan Praktikum Ekologi Hewan (1)
(Menentukan Kisaran Preferensi terhadap Kondisi Suhu Lingkungan dan
Kecenderungan Makanan)
LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI HEWAN
2015-2016
Asisten Koordinator : Rusnia J. Robo
Disusun Oleh :
Nama : Rynda Dismayana
NIM :201310070311117
Kelas : Biologi 4C
LABORATORIUM BIOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
A. PENDAHULUAN
a) Latar Belakang
Hewan merupakan mahkluk hidup heterotrof yang sumber makanannya
sangat tergantung dengan organisme lain sebagai sumber pakannya. Pakan hewan
dapat berupa tumbuhan atau disebut hewan herbivora, atau dapat berupa hewan
atau yang disebut karnivora, serta dapat pula memakan tumbuhan juga hewan atau
yang dikenal dengan omivora (pemakan segala).
Kesukaan hewan terhadap pakannya sangat tergantung kepada jenis dan
jumlah pakan yang tersedia. Bila jumlah pakan yang tersedia tidak sebanding
dengan jumlah pakan yang dibutuhkan, perpindahan kesukaan terhadap jenis
pakan dapat terjadi (Rahman, 2010).
Persaingan dapat terjadi apabila sejumlah organisme dari spesies yang
sama atau yang berbeda menggunakan sumber pakan yang sama yang
ketersediaannya kurang, atau walaupun ketersediaannyya cukup. Namun
persaingan juga dapat terjadi apabila organisme-organisme itu ketika
memanfaatkan sumber pakan tersebut saling menyerang antara konsumen satu
dengan konsumen lainnya. (Sugiyarto, 2007)
Preferensi makanan dapat diamati melalui percobaan-percobaan dengan
kondisi terkontrol seperti di laboratorium, faktor biotik dan abiotik dilingkungan
alam tersebut dapat mengubah aspek kualitatif dan kuantitatif makanan yang
dikonsumsihewan (Hasanah, 2014).
b) Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana efek membatasi dari faktor suhu terhadap
sebaran individu-individu sejenis hewan aquatik yang mobil serta menentukan
kisaran suhu prefendumnya. Selain itu, kita pun ingin mengettahui ada tidaknya
pengaruh aklimasi terhadap pola sebaran individu dan preferensi itu.
c) Dasar Teori
Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi
mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variabel
lingkungan yang dihadapi organisme tersebut Artinya bahwa setiap organisme
harus mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya. Adaptasi
tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dantingkah laku. Pada lingkungan
perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam
pengaturan
homeostatis yang diperlukan. bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan
(Campbell, 2004).
Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas
tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan
sekelilingnya. Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis
yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan
perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Secara
kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa species
mampu hidup pada suhu air mencapai 29oC, sedangkan jenis lain dapat hidup
pada suhu airyang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap
suhu umumnya terbatas. Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu
relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Otto, 1926).
Salah satu faktor yang dominan mempengaruhi kehidupan hewan adalah
suhu. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada individu
hewan. Variasi suhu lingkungan alami dan dampak yang ditimbulkan mempunyai
peranan potensial dalam menentukan proses kehidupan, penyebaran serta
kelimpahan populasi hewan. Oleh sebab itu, suhu akan menjadi faktor pembatas
bagi kehidupan hewan. (Sukarsono, 2012)
Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas,
mudah diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang
penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun
tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi
kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metaboli, misalnya
dalam hal respirasi. Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu
mempunyai rentang yang dapat ditolerir oleh setiap jenis organisme. Masalah ini
dijelaskan dalam kajian ekologi yaitu, “Hukum Toleransi Shelford”. Dengan alat
yang relatif sederhana, percobaan tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas
respirasi organisme tidak sulit dilakukan, misalnya dengan menggunakan
respirometer sederhana. (Starr, 2013)
Kehadiran dan keberhasilan suatu organisme tergantung pada lengkapnya
keadaan, ketiadaan atau kegagalan suatu organisme dapat dikendalikan oleh
kekurangan maupun kelebihan baik secar kualitatif maupun secara kuantitatif dari
salah satu dari beberapa faktor yang mungkin mendekati batas-batas toleransi
organisme tersebut. Faktor-faktor yang mendekati batas biotik tersebut meliputi
komponen biotik dan komponen abiotik yang berpengaruh terhadap kehidupan
organisme tersebut. Komponen biotik yang dimaksud tidak terbatas pada
tersedianya unsur-unsur yang dibutuhkan, tetapi mencakup pula temperatur, sinar
matahari, air dan sebagainya. Tiap organisme mempunyai batas maksimum dan
minimum terhadap faktor-faktor tersebut, dengan kisaran diantaranya batas-batas
toleransi. (Nelly, 2012)
Ikan mas koki dapat beradaptasi pada suhu kisaran (20-25oC) yang mana
pada suhu tersebut merupakan syarat hidup dari ikan mas koki. Dan tidak
diharapkan untuk tidak melakukan perubahan atau perubahan kualitas air secara
drastis karena itu dapat membahayakan kehidupan dari ikan itu sendiri.
(Rudiyanti, 2009)
Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan
mengalami kenaikan kecepatan respirasi. Hal tersebut dapat diamati dari
perubahan gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan
satu dengan lainnya berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah yang
dapat menyebabkan kematian berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi
dapat menyebabkan gangguan fisiologis. Telah diketahui diatas bahwa suhu
merupakan faktor abiotik yang paling berpengaruh pada lingkungan perairan,
maka perlu diketahui bagaimana suhu mempengaruhi aktifitas biologis spesies
ikan tertentu melalui gerakan operculum Ikan Mas Komet (Carassius auratus).
(Kanisius, 1992)
B. METODE PRAKTIKUM
Alat:
Box Prefendum Suhu
Box Prefendum Makanan
Termometer
Bahan:
Cyprinus carpio 15 ekor
Dolichoderus thoracicus 15 ekor
Air
Air Panas
Es Batu
Makanan: Roti Kukus, Kue sus, Sari Roti Coklat, Permen
Cara Kerja:
NO
GAMBAR
KETERANGAN
1.
Menyiapkan alat dan bahan
2.
Mengisi box prefendum suhu dengan air
biasa pada tengah-tengah, dan mengisi air
hangat pada sebelah kiri, dan air dingin di
sebelah kanan.
3.
Mengukur suhu masing-masing sisi agar sisi
kiri 30 derajat, dan sisi kanan 18 derajat
menggunakan termometer. Apabila kurang
dingin diberi air biasa lagi.
4.
Menaruh ikan ke dalam box prefendum
suhu dan mengamatinya pada menit ke 3, 6,
9
5.
Mengamati dan menghitung jumlah ikan
yang ada di zona 1, 2 dan tiga pada menit ke
3,6,9
6.
Mengukur suhu masing-masing zona
7.
Menyiapkan box prefendum makanan
8.
Memberi makanan pada keempat sisi box
prefendum makanan, lalu meletakkan 15
ekor semut serta mengamatinya pada menit
ke 5, 10, dan 15
9.
Menghitung jumlah semut pada masingmasing sisi pada menit ke 5, 10, 15
C. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas tentang preferensi suhu dan makanan.
Ada dua pengamatan pada praktikum kali ini, yaitu tentang preferensi suhu
dengan bahan-bahan yang digunakan seperti Cyprinus carpio dan alat-alat seperti
box prefendum suhu. Dan yang satunya lagi yaitu pengamatan tentang preferensi
makanan, dengan bahan-bahan seperti semut hitam dan beberapa makanan
kesukaan semut seperti kue sus, kue coklat, permen dan roti kukus.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pada preferensi suhu
Cyprinus carpio lebih cenderung ke zona 3 dengan suhu sekitar 30 derajat, hal ini
dapat menunjukan bahwa kondisi lingkungan tersebut disukai oleh Cyprinus
carpio, yaitu dalam kondisi sedikit hangat. Hal ini berkaitan dengan dasar teori
yang menyatakan bahwa, Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan
bereproduksi mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan
variabel lingkungan yang dihadapi organisme tersebut Artinya bahwa setiap
organisme harus mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya.
Adaptasi tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dan tingkah laku. Pada
lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam
pengaturan homeostatis yang diperlukan. bagi pertumbuhan dan reproduksi biota
perairan (Campbell, 2004).
Sedangkan pada pengamatan preferensi makanan, semut hitam lebih
cenderung menyukai kue sus, hal ini menunjukan kisaran kondisi kue sus paling
cocok bagi semut, dan mungkin kue sus berbahan dasar gula asli tanpa pemanis
sintetis, sehingga semut cenderung menyukai kue sus. Hal ini berkaitan dengan,
Kesukaan hewan terhadap pakannya sangat tergantung kepada jenis dan jumlah
pakan yang tersedia. Bila jumlah pakan yang tersedia tidak sebanding dengan
jumlah pakan yang dibutuhkan, perpindahan kesukaan terhadap jenis pakan dapat
terjadi (Rahman, 2010).
D. KESIMPULAN DAN SARAN
a) Kesimpulan
Preferensi ialah suatu kisaran/ rentangan kesukaan organisme terhadap
suatu kondisi tempat hidupnya.
Pada pengamatan preferensi suhu Cyprinus carpio lebih cenderung ke
Zona 3 yaitu dengan rata-rata 7,3
Pada pengamatan preferensi makanan semut cenderung pada kue sus yaitu
dengan jumlah 21
b) Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya waktu digunakan seefektif
mungkin, dan juga diharapkan instruktur dapat menyampaikan materi dengan
jelas.
E. DAFTAR PUSTAKA
Campbell. 2004. Biologi Jilid 3. Erlangga: Jakarta
Hasanah, Uswatun, dkk. 2014. Preferensi dan Ambang Deteksi Rasa Manis dan
Pahit: Pendekatan Multikultural dan Gender. Jurnal Mutu Pangan.
Diakses padaa 19 maret 2015.
Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius: Yogyakarta.
Nelly , Novri. 2012. Kelimpahan Populasi, Preferensi Dan Karakter Kebugaran
Menochilus Sexmaculatus (Coleoptera: Coccinellidae) Predator
Kutudaun Pada Pertanaman Cabai. Jurnal HPT Tropika. Diakses
padaa 19 maret 2015.
Rahman, Dede A. 2010. Karakteristik Habitat dan Preferensi Pohon Sarang
Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) di Taman Nasional Tanjung
Puting (Studi Kasus Camp Leakey). Jurnal Primatologi Indonesia.
Diakses padaa 19 maret 2015.
Rudiyanti, Siti, dkk. 2009. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus
Carpio Linn) Pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G.
Jurnal Saintek Perikanan. Diakses padaa 19 maret 2015.
Starr, Cecie, dkk. 2013. Biologi. Salemba Teknik: Jakarta
Sugiyarto, dkk. 2007. Preferensi Berbagai Jenis Makrofauna Tanah Terhadap
Sisa Bahan Organik Tanaman pada Intensitas Cahaya Berbeda.
Jurnal Biodiversitas. Diakses padaa 19 maret 2015.
Sukarsono. 2012. Ekologi Hewan. UMM Press: Malang
Sumarwoto, Otto. 1926. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Djambatan: Jakarta
Kecenderungan Makanan)
LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI HEWAN
2015-2016
Asisten Koordinator : Rusnia J. Robo
Disusun Oleh :
Nama : Rynda Dismayana
NIM :201310070311117
Kelas : Biologi 4C
LABORATORIUM BIOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
A. PENDAHULUAN
a) Latar Belakang
Hewan merupakan mahkluk hidup heterotrof yang sumber makanannya
sangat tergantung dengan organisme lain sebagai sumber pakannya. Pakan hewan
dapat berupa tumbuhan atau disebut hewan herbivora, atau dapat berupa hewan
atau yang disebut karnivora, serta dapat pula memakan tumbuhan juga hewan atau
yang dikenal dengan omivora (pemakan segala).
Kesukaan hewan terhadap pakannya sangat tergantung kepada jenis dan
jumlah pakan yang tersedia. Bila jumlah pakan yang tersedia tidak sebanding
dengan jumlah pakan yang dibutuhkan, perpindahan kesukaan terhadap jenis
pakan dapat terjadi (Rahman, 2010).
Persaingan dapat terjadi apabila sejumlah organisme dari spesies yang
sama atau yang berbeda menggunakan sumber pakan yang sama yang
ketersediaannya kurang, atau walaupun ketersediaannyya cukup. Namun
persaingan juga dapat terjadi apabila organisme-organisme itu ketika
memanfaatkan sumber pakan tersebut saling menyerang antara konsumen satu
dengan konsumen lainnya. (Sugiyarto, 2007)
Preferensi makanan dapat diamati melalui percobaan-percobaan dengan
kondisi terkontrol seperti di laboratorium, faktor biotik dan abiotik dilingkungan
alam tersebut dapat mengubah aspek kualitatif dan kuantitatif makanan yang
dikonsumsihewan (Hasanah, 2014).
b) Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana efek membatasi dari faktor suhu terhadap
sebaran individu-individu sejenis hewan aquatik yang mobil serta menentukan
kisaran suhu prefendumnya. Selain itu, kita pun ingin mengettahui ada tidaknya
pengaruh aklimasi terhadap pola sebaran individu dan preferensi itu.
c) Dasar Teori
Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi
mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variabel
lingkungan yang dihadapi organisme tersebut Artinya bahwa setiap organisme
harus mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya. Adaptasi
tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dantingkah laku. Pada lingkungan
perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam
pengaturan
homeostatis yang diperlukan. bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan
(Campbell, 2004).
Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas
tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan
sekelilingnya. Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis
yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan
perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Secara
kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa species
mampu hidup pada suhu air mencapai 29oC, sedangkan jenis lain dapat hidup
pada suhu airyang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap
suhu umumnya terbatas. Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu
relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Otto, 1926).
Salah satu faktor yang dominan mempengaruhi kehidupan hewan adalah
suhu. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada individu
hewan. Variasi suhu lingkungan alami dan dampak yang ditimbulkan mempunyai
peranan potensial dalam menentukan proses kehidupan, penyebaran serta
kelimpahan populasi hewan. Oleh sebab itu, suhu akan menjadi faktor pembatas
bagi kehidupan hewan. (Sukarsono, 2012)
Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas,
mudah diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang
penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun
tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi
kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metaboli, misalnya
dalam hal respirasi. Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu
mempunyai rentang yang dapat ditolerir oleh setiap jenis organisme. Masalah ini
dijelaskan dalam kajian ekologi yaitu, “Hukum Toleransi Shelford”. Dengan alat
yang relatif sederhana, percobaan tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas
respirasi organisme tidak sulit dilakukan, misalnya dengan menggunakan
respirometer sederhana. (Starr, 2013)
Kehadiran dan keberhasilan suatu organisme tergantung pada lengkapnya
keadaan, ketiadaan atau kegagalan suatu organisme dapat dikendalikan oleh
kekurangan maupun kelebihan baik secar kualitatif maupun secara kuantitatif dari
salah satu dari beberapa faktor yang mungkin mendekati batas-batas toleransi
organisme tersebut. Faktor-faktor yang mendekati batas biotik tersebut meliputi
komponen biotik dan komponen abiotik yang berpengaruh terhadap kehidupan
organisme tersebut. Komponen biotik yang dimaksud tidak terbatas pada
tersedianya unsur-unsur yang dibutuhkan, tetapi mencakup pula temperatur, sinar
matahari, air dan sebagainya. Tiap organisme mempunyai batas maksimum dan
minimum terhadap faktor-faktor tersebut, dengan kisaran diantaranya batas-batas
toleransi. (Nelly, 2012)
Ikan mas koki dapat beradaptasi pada suhu kisaran (20-25oC) yang mana
pada suhu tersebut merupakan syarat hidup dari ikan mas koki. Dan tidak
diharapkan untuk tidak melakukan perubahan atau perubahan kualitas air secara
drastis karena itu dapat membahayakan kehidupan dari ikan itu sendiri.
(Rudiyanti, 2009)
Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan
mengalami kenaikan kecepatan respirasi. Hal tersebut dapat diamati dari
perubahan gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan
satu dengan lainnya berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah yang
dapat menyebabkan kematian berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi
dapat menyebabkan gangguan fisiologis. Telah diketahui diatas bahwa suhu
merupakan faktor abiotik yang paling berpengaruh pada lingkungan perairan,
maka perlu diketahui bagaimana suhu mempengaruhi aktifitas biologis spesies
ikan tertentu melalui gerakan operculum Ikan Mas Komet (Carassius auratus).
(Kanisius, 1992)
B. METODE PRAKTIKUM
Alat:
Box Prefendum Suhu
Box Prefendum Makanan
Termometer
Bahan:
Cyprinus carpio 15 ekor
Dolichoderus thoracicus 15 ekor
Air
Air Panas
Es Batu
Makanan: Roti Kukus, Kue sus, Sari Roti Coklat, Permen
Cara Kerja:
NO
GAMBAR
KETERANGAN
1.
Menyiapkan alat dan bahan
2.
Mengisi box prefendum suhu dengan air
biasa pada tengah-tengah, dan mengisi air
hangat pada sebelah kiri, dan air dingin di
sebelah kanan.
3.
Mengukur suhu masing-masing sisi agar sisi
kiri 30 derajat, dan sisi kanan 18 derajat
menggunakan termometer. Apabila kurang
dingin diberi air biasa lagi.
4.
Menaruh ikan ke dalam box prefendum
suhu dan mengamatinya pada menit ke 3, 6,
9
5.
Mengamati dan menghitung jumlah ikan
yang ada di zona 1, 2 dan tiga pada menit ke
3,6,9
6.
Mengukur suhu masing-masing zona
7.
Menyiapkan box prefendum makanan
8.
Memberi makanan pada keempat sisi box
prefendum makanan, lalu meletakkan 15
ekor semut serta mengamatinya pada menit
ke 5, 10, dan 15
9.
Menghitung jumlah semut pada masingmasing sisi pada menit ke 5, 10, 15
C. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas tentang preferensi suhu dan makanan.
Ada dua pengamatan pada praktikum kali ini, yaitu tentang preferensi suhu
dengan bahan-bahan yang digunakan seperti Cyprinus carpio dan alat-alat seperti
box prefendum suhu. Dan yang satunya lagi yaitu pengamatan tentang preferensi
makanan, dengan bahan-bahan seperti semut hitam dan beberapa makanan
kesukaan semut seperti kue sus, kue coklat, permen dan roti kukus.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pada preferensi suhu
Cyprinus carpio lebih cenderung ke zona 3 dengan suhu sekitar 30 derajat, hal ini
dapat menunjukan bahwa kondisi lingkungan tersebut disukai oleh Cyprinus
carpio, yaitu dalam kondisi sedikit hangat. Hal ini berkaitan dengan dasar teori
yang menyatakan bahwa, Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan
bereproduksi mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan
variabel lingkungan yang dihadapi organisme tersebut Artinya bahwa setiap
organisme harus mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya.
Adaptasi tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dan tingkah laku. Pada
lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam
pengaturan homeostatis yang diperlukan. bagi pertumbuhan dan reproduksi biota
perairan (Campbell, 2004).
Sedangkan pada pengamatan preferensi makanan, semut hitam lebih
cenderung menyukai kue sus, hal ini menunjukan kisaran kondisi kue sus paling
cocok bagi semut, dan mungkin kue sus berbahan dasar gula asli tanpa pemanis
sintetis, sehingga semut cenderung menyukai kue sus. Hal ini berkaitan dengan,
Kesukaan hewan terhadap pakannya sangat tergantung kepada jenis dan jumlah
pakan yang tersedia. Bila jumlah pakan yang tersedia tidak sebanding dengan
jumlah pakan yang dibutuhkan, perpindahan kesukaan terhadap jenis pakan dapat
terjadi (Rahman, 2010).
D. KESIMPULAN DAN SARAN
a) Kesimpulan
Preferensi ialah suatu kisaran/ rentangan kesukaan organisme terhadap
suatu kondisi tempat hidupnya.
Pada pengamatan preferensi suhu Cyprinus carpio lebih cenderung ke
Zona 3 yaitu dengan rata-rata 7,3
Pada pengamatan preferensi makanan semut cenderung pada kue sus yaitu
dengan jumlah 21
b) Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya waktu digunakan seefektif
mungkin, dan juga diharapkan instruktur dapat menyampaikan materi dengan
jelas.
E. DAFTAR PUSTAKA
Campbell. 2004. Biologi Jilid 3. Erlangga: Jakarta
Hasanah, Uswatun, dkk. 2014. Preferensi dan Ambang Deteksi Rasa Manis dan
Pahit: Pendekatan Multikultural dan Gender. Jurnal Mutu Pangan.
Diakses padaa 19 maret 2015.
Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius: Yogyakarta.
Nelly , Novri. 2012. Kelimpahan Populasi, Preferensi Dan Karakter Kebugaran
Menochilus Sexmaculatus (Coleoptera: Coccinellidae) Predator
Kutudaun Pada Pertanaman Cabai. Jurnal HPT Tropika. Diakses
padaa 19 maret 2015.
Rahman, Dede A. 2010. Karakteristik Habitat dan Preferensi Pohon Sarang
Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) di Taman Nasional Tanjung
Puting (Studi Kasus Camp Leakey). Jurnal Primatologi Indonesia.
Diakses padaa 19 maret 2015.
Rudiyanti, Siti, dkk. 2009. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus
Carpio Linn) Pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G.
Jurnal Saintek Perikanan. Diakses padaa 19 maret 2015.
Starr, Cecie, dkk. 2013. Biologi. Salemba Teknik: Jakarta
Sugiyarto, dkk. 2007. Preferensi Berbagai Jenis Makrofauna Tanah Terhadap
Sisa Bahan Organik Tanaman pada Intensitas Cahaya Berbeda.
Jurnal Biodiversitas. Diakses padaa 19 maret 2015.
Sukarsono. 2012. Ekologi Hewan. UMM Press: Malang
Sumarwoto, Otto. 1926. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Djambatan: Jakarta