MITIGASI BENCANA ALAM BANJIR MELALUI PRO

MITIGASI BENCANA ALAM BANJIR MELALUI PROGRAM “TAJIR
TABURI” SEBAGAI LANDASAN UNTUK PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
Oleh : Helena Aprilia Icha Umami
Widad Saputra
“Setiap kenikmatan adalah musibah jika kita menyikapinya dengan buruk.
Setiap musibah adalah kenikmatan jika kita menyikapinya dengan baik.” Indonesia
merupakan salah satu negara yang terletak di kawasan Asia, tepatnya Asia Tenggara
dan salah satu negara yang terletak di kawasan pertemuan 3 lempeng tektonik besar,
yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasifik. Maka dari itu, Indonesia
termasuk dalam kategori rawan bencana baik bencana alam, bencana akibat ulah
manusia, maupun faktor penyebab bencana lainnya. Bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan faktor non alam sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis (PB BPBD, 2014). Kata bencana, dalam bahasa Inggris
“disaster” berasal dari bahasa Latin yaitu “dis” yang bermakna buruk atau
kemalangan dan “aster” yang bermakna dari bintang-bintang (Analisa, 2016).
Dari Laporan Bencana Asia Pasifik 2010, Indonesia mendapat peringkat 4
sebagai salah satu negara yang paling rentan terkena dampak bencana alam di Asia
Pasifik dari tahun 1980-2009 (Gandawesi, 2014). Salah satu bencana yang tergolong

paling sering terjadi adalah bencana banjir. Banjir adalah bencana alam yang sering
terjadi di banyak kota dalam skala yang berbeda dimana air dengan jumlah yang
berlebih berada di daratan yang biasanya kering (Anonim, 2015). Penyebab utama
banjir yaitu curah hujan yang cukup tinggi sehingga apabila hal tersebut tidak
disikapi dengan baik dapat menyebabkan timbulnya banjir apabila kapasitas sungai
tidak dapat menampung jumlah air yang ada di dalamnya. Selain itu, banjir juga dapat
disebabkan oleh air sungai yang meluap. Meluapnya air sungai ini bisa saja
disebabkan karena adanya pengendapan di dasar sungai (Anonim, 2015). Peristiwa
banjir yang terjadi tentunya bermacam-macam tergantung pada penyebabnya. Oleh
karena itu, terjadinya banjir dilihat dari penyebabnya terbagi menjadi beberapa jenis,
1

antara lain banjir air, banjir cileuncang, banjir laut pasang atau rob, banjir bandang,
banjir lahar, dan banjir lumpur (Anonim, 2015).
Peristiwa banjir yang identik dengan sebutan bencana tentunya memerlukan
perhatian serius untuk bisa diantisipasi dan diatasi apabila telah terjadi. Beberapa
kegiatan dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan mengatasi terjadinya banjir
sehingga mampu meminimalisir kejadian ataupun dampak yang ditimbulkan,
misalnya seperti penanaman dan pengubahan mindset atau pola pikir, sikap atau
tingkah laku serta aspek spiritual manusia untuk lebih menghargai alam. Namun,

antisipasi tersebut terkadang diacuhkan oleh masyarakat Indonesia karena merubah
mindset atau pola pikir seseorang tidak semudah membalikkan telapak tangan
terkecuali adanya program yang ditetapkan serta dijalankan secara mandiri dari pihak
pemerintah mengenai bencana alam ini. Program yang dapat diterapkan yaitu
“Mitigasi Bencana Alam Banjir Melalui Program TAJIR (Tanjakan Bebas Banjir) dan
TABURI (Pembuatan Lubang Biopori) sebagai Landasan untuk Perencanaan
Pembangunan”. Kegiatan ini memberikan solusi bagaimana upaya serta antisipasi
masyarakat khususnya Indonesia terhadap bencana alam banjir.
Mitigasi bencana alam banjir perlu dilakukan, terlebih lagi Indonesia
tergolong kawasan rawan banjir. Maka dari itu, penulis memiliki inspirasi untuk
menanggulangi banjir melalui program “TAJIR (Tanjakan Bebas Banjir) dan
TABURI (Pembuatan Lubang Biopori) ”. Dalam pengembangan penerapan ini, dapat
dengan usaha pemerintah untuk menciptakan terobosan baru yaitu membuat peraturan
baru di setiap wilayah mengenai ketentuan pembuatan rumah selanjutnya. Ketentuan
pembuatan rumah yang sekarang diterapkan seperti mengajukan surat Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) yang lebih menitikberatkan kepada identitas penghuni,
bukti pembayaran, dan surat kepemilikan tanah (Lamudi, 2016). Hal-hal tersebut
tidak mencakup pada pembuatan rumah yang sepatutnya dibuat sebagai syarat IMB,
karena dalam proses pembuatan rumah masyarakat tidak mementingkan dampak
denah bangunan yang dibuat sesuai keinginan mereka. Pemerintah saat ini kurang

menegaskan bahwa pembuatan rumah juga sangat berpengaruh besar pada tingkat
bencana alam banjir. Hal pembangunan yang menjadi salah satu faktor dalam

2

terjadinya banjir, yaitu biasanya bangunan berada di bawah ketinggian rata-rata banjir
30 cm seperti di wilayah Jakarta Pusat.
Program “TAJIR (Tanjakan Bebas Banjir) dan TABURI (Pembuatan Lubang
Biopori)”

merupakan

upaya

penanggulangan

banjir

dengan


cara

mengimplementasikan syarat ketentuan pembuatan rumah mutakhir yang belum
dipikirkan oleh pemerintah dahulu. Program ini, penulis aplikasikan dengan tindakan
pembuatan batas minimal dasar permukaan rumah yang diukur sesuai dari rata-rata
ketinggian banjir di setiap wilayah. Rata-rata banjir di setiap wilayah tentu berbeda
hal tersebut disebabkan karena kondisi geografis di setiap wilayah bergantung pada
iklim yang dipengaruhi oleh curah hujan tinggi ataupun sedang. Penetapan batas
minimal dasar permukaan rumah yang perlu pemerintah tegaskan dalam
pembangunan selanjutnya yaitu sekitar 60 cm dari rata-rata ketinggian banjir di setiap
wilayah. Pembuatan batas minimal dasar permukaan rumah diawali dengan urugan
tanah. Urugan tanah adalah suatu jenis pekerjaan yang bertujuan untuk memindahkan
tanah dari satu tempat lokasi ke tempat lokasi lain yang diinginkan sebanyak yang
dibutuhkan agar tercapai bentuk dan ketinggian tanah yang diinginkan. Tujuan urugan
tanah ini adalah sebagai peninggian lantai. Ini artinya, penambahan ketinggian
dilakukan secara menyeluruh. Ketinggiannya bervariasi, tergantung dari kondisi
banjir di perumahan. Upaya yang dapat ditambahkan dalam pencegahan banjir dapat
dilakukan dari peran pemerintah yang mewajibkan setiap rumah untuk memiliki
tanjakan. Tanjakan yang dimaksud adalah tanjakan untuk mempertemukan dua
bidang tanah yang memiliki kerataan yang berbeda dengan menyesuaikan permukaan

tanah di rumah tersebut. Jika konsep ini menjadi pilihan, yang patut diperhatikan
adalah saat lantai rumah ditinggikan, ketinggian plafon dan atap harus ditinggikan
juga sehingga ketinggian rumah tetap ideal dan tidak terkesan sempit.
Pemerintah perlu menuntaskan syarat ketentuan pembangunan rumah
mutakhir ini. Tidak hanya memikirkan rumah selanjutnya, melainkan bagaimana
rumah yang telah permanen dibangun sebelum dibentuknya peraturan pemerintah
untuk penetapan batas minimal dasar permukaan rumah? Program ini juga mencakup
untuk memberikan solusi kepada rumah lama agar meminimalisi tingkat terjadinya
banjir, solusi tersebut adalah kewajiban untuk menggarap lubang biopori di halaman
3

rumah. Lubang biopori adalah lubang-lubang kecil pada tanah yang dapat terbentuk
secara alami ataupun buatan, biopori dapat dibuat dengan menggunakan suatu alat
dengan kedalaman antara 80 cm – 100 cm dan diameter 10 cm – 30 cm. Hal tersebut
dimaksudkan agar organisme pengurai atau mikroorganisme dapat bekerja dengan
optimal dalam menguraikan sampah organik atau dedaunan agar tidak menghambat
mengalirnya air hujan. Tujuan dibuatnya lubang biopori adalah untuk menjadi lubang
resapan air hujan sehingga air hujan dapat meresap kembali ke dalam tanah. Selain
itu, dengan adanya biopori maka tanah mampu memperbesar daya tampungnya
terhadap air hujan yang masuk ke dalam tanah, mengurangi genangan air di

permukaan tanah, dan pada akhirnya mengurangi volume limpahan dan aliran air
hujan ke saluran atau sungai.
Banyak orang biasanya merasa sungkan untuk membuat lubang biopori di
pekarangan rumahnya dikarenakan banyak pertanyaan yang muncul pada mereka,
contohnya apakah biopori dapat digarap pada lahan yang sempit?. Jenis tanah apa
saja yang dapat digarap dalam pembuatan lubang biopori ini?. Sebagaimana
pertanyaan tersebut, biopori dapat digarap dimana saja baik di lahan yang luas
maupun di lahan yang sempit serta dapat pula digarap di berbagai jenis tanah tidak
bergantung pada tanah tertentu. Bahkan, di tempat yang tanahnya tertutup oleh
semen, seperti di depan garasi mobilpun dapat dibuatkan lubang biopori (Ria, 2015)
Penempatan lubang biopori yang sudah jelas tidak menjadi penghalang untuk
penggarapan biopori secara pasti. Namun, pemilik rumah terkadang merasa khawatir
akan terjadinya hujan terlebih lagi apabila di sekitar rumahnya benar-benar rawan
terhadap banjir, walaupun rumah tersebut telah menggunakan prinsip tanjakan dan
penetapan batas minimal dasar permukaan rumah sebagaimana program pemerintah
yang diharapkan untuk ditegaskan. Untuk mengatasi hal tersebut, sang pemilik rumah
dapat pula sekaligus menerapkan 2 prinsip yakni pemberian tanjakan dan pembuatan
lubang biopori, sehingga tingkat keselamatan rumah serta harta benda lebih tinggi.
Terdapat peraturan yang harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat Indonesia
apabila program ini benar-benar ditegaskan dan ditindak lanjuti. Konsep ini

sebelumnya telah menetapkan mitigasi bencana alam banjir bagi rumah mutakhir dan
rumah permanen yang sudah dibangun awalnya atau dalam kata lain rumah lama.

4

Masyarakat Indonesia harus mematuhi peraturan dari konsep bangunan yang telah
ditentukan dalam program ini. Apabila masih terdapat rumah yang belum terdapat
tanjakan ataupun lubang biopori, maka pemilik rumah akan dikenakan sanksi/denda
sampai rumah benar-benar terdapat tanjakan ataupun lubang biopori. Pengenaan
sanksi dalam hal ini dimaksudkan agar seluruh masyarakat Indonesia serentak
menggunakan tindakan ini sebagai upaya mitigasi bencana alam banjir.
Dalam upaya penerapan program ini tentu akan menghadapi banyak
permasalahan, hambatan, dan rintangan, yang harus dihadapi. Peran mitigasi bencana
banjir dalam bidang pembangunan ternyata masih belum memadai. Proses
perencanaan dan pembangunan yang ada di Indonesia masih belum begitu
memperhatikan aspek kebencanaan, sehingga dampak kerusakan yang ditimbulkan
akibat terjadinya bencana banjir cukup besar. Namun, suatu peristiwa akan dianggap
sebagai suatu bencana apabila ada kerugian yang ditimbulkannya, baik korban jiwa
maupun kerugian materil dan fisik. Sementara itu, yang membunuh dan melukai
manusia, serta merusak lingkungan bukanlah bencana itu sendiri, melainkan

pembangunan yang tidak memenuhi syarat dibentuknya bangunan yang bebas banjir
jika program ini benar-benar ditegaskan. Meskipun banyak hal dari aspek
kebencanaan dan mitigasinya yang terkait dengan program ini, hal yang harus
diperhatikan adalah pencapaian tujuan mitigasi bencana untuk kesejahteraan
Indonesia. Namun, diharapkan pula agar program “Mitigasi Bencana Alam Banjir
Melalui Program TAJIR (Tanjakan Bebas Banjir) dan TABURI (Pembuatan Lubang
Biopori) sebagai Landasan untuk Perencanaan Pembangunan”

benar-benar

ditegaskan dan ditindak lanjuti oleh pemerintah serta mampu menjadi pilar dan
tonggak untuk mendorong aspek penanggulangan bencana banjir khusunya di
kawasan rawan bencana di Indonesia.

5

REFERENSI
Analisa. 2016.

Definisi Bencana Alam dalam Bahasa Asing.


Tersedia pada :

http://harian.analisadaily.com/mobile/ilmiah-populer/news/negara-negarapaling-berisiko-bencana-alam/259545/2016/08/29.
Januari 2017.
Anonim. 2015. Definisi

Bencana

Alam

Diakses pada tanggal 7

Banjir.

Tersedia

pada

:


http://www.atikelsiana.com/2015/08/pengertian-banjir-penyebab-dampakcara.html?m=1. Diakses pada tanggal 9 Januari 2017.
Anonim. 2015. Jenis-jenis Banjir. Tersedia pada : http://ilmugeografi.com/bencanaalam/jenis-jenis-banjir. Diakses pada tanggal 9 Januari 2017.
Gandawesi. 2014. Laporan Bencana Asia Pasifik 2010. Tersedia pada :
http://www.gandawesi.or.id/2016/03/kepedulian-gandawesi-untuk-bencanaalam.html?m=1. Diakses pada tanggal 8 Januari 2017.
Lamudi. 2016. Ketentuan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan (IMB. Tersedia
pada:
PB

http://www.lamudi.co.id/journal/syarat-imb-biaya-izin-mendirikan-

bangunan/. Diakses pada tanggal 10 Januari 2017.
BPBD Prov. Kaltim. 2014. Definisi Bencana.

Tersedia

pada

:


http://bpbdkaltim.com/page/definisi-bencana. Diakses pada tanggal 7 Januari
2017.
Sanitya, Ria S. 2015. Lokasi Penempatan Lubang Biopori. Tersedia pada :
http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/planologi/article/download/1385/856.
Diakses pada tanggal 7 Februari 2017.

6