LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK TEKNIK PEWARNA

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK TEKNIK PEWARNAAN
PENGUJIAN pH CAT DASAR KULIT DAN PENGUJIAN KETAHANAN CAT
DASAR TERHADAP ASAM, BASA DAN AIR SADAH
I. DASAR TEORI
Zat Warna
Pada tahun 1876 Otto Witt mengusulkan teori tentang zat warna, bahwa dalam suatu
struktur molekul zat warna akan mengandung gugus tidak jenuh yang disebut kromofor
(Contoh : -N=N-, >C=O, -NO2) dan gugus pembentuk garam yang disebut auksokrom
Contoh : -OH, -NH2, -SO3H.
Bila kromofor berikatan dengan sistem aromatik akan diperoleh senyawa yang
berwarna, contohnya azo bensena berwarna orange, antrakwinon berwarna kuning muda.
Gabungan sistem aromatik dan kromofor tersebut disebut kromogen.
Kromogen seperti azobensena belum bisa dipakai sebagai zat warna karena intensitas
warnanya rendah dan belum mempunyai daya celup. Tetapi bila dimasukkan satu atau
lebih gugus auksokrom maka akan menjadi zat warna. Dilthey dan Wizinger
mengemukakan bahwa auksokrom ada yang bersifat donor elelktron dan ada juga yang
bersifat penarik elektron. Bila auksokrom pemberi elektron diletakan pada arah
berlawanan dengan auksokrom penarik elektron dalam struktur molekul zat warna maka
akan memperbesar sistem konyugasi zat warna, sehingga selain meningkatkan intensitas
warna juga akan menimbulkan efek bathokromik, yaitu panjang gelombang maksimum ( λ
maks) zat warnanya akan semakin besar, contohnya dari kuning menjadi merah.

Pada tahun 1900 Gomberg menemukan radikal trifenil metan yang ternyata berwarna
padahal pada strukturnya tidak ada kromofor maupun auksokrom.
Pada tahun 1907 Hewitt dan Mitchel menyatakan pentingnya sistem konyugasi dalam
struktur zat warna, bahwa penuaan warna akan semakin besar dengan semakin panjangnya
sistem konyugasi dalam struktur zat warna. Seiring dengan ditemukannya konsep
resonansi elektron dalam struktur yang terkonyugasi diperoleh bahwa penyebab timbulnya
warna adalah karena dalam struktur zat warna yang terkonyugasi akan ada resonansi
electron π.
Dyes.
Dyes adalah komponen molekul organik yang memiliki kumpulan senyawa inti tak
jenuh, disebut kromofore yang bergabung dengan komponen lain dimana gabungan ini
1

disebut kromogen serta gugus substantive yang berfungsi sebagai penguat /
mengintensifkan warna dan memperbaiki substantifitas ikatan dengan substratnya (serat
kulit, kertas, poliamida, katun, sutera dll) yang disebut ausokrome. (ON Witt, 1876)
Penggolongan Dyestuff Berdasarkan muatan.
Auksokrome dapat menyebabkan intensifikasi ikatan cat dasar dengan substrat
meningkat, disamping itu auksokrom juga berfungsi meningkatkan kelarutan cat dalam
air. Auksokrom juga merupakan komponen pembawa muatan dimana pada saat terjadi

disosiasi terbentuk muatan anionik atau kationik, sehingga pewarna dyes juga dapat
dikategorikan sebagai cat dasar anionik atau kationik.
Anionic Dyestuff.
Adalah pewarna dyes yang memiliki satu atau lebih gugus auksokrom SO 3Na atau
SO3H yang juga berfungsi sebagai gugus penentu tingkat kelarutan dyes, dimana semakin
banyak gugus sulfon, maka tingkat kelarutan cat dasar akan semakin tinggi, selain akan
semakin anionik dan reaktif terhadap kulit wet blue yang bersifat kationik. Hampir 90 %
pewarna kulit merupakan kelompok ini. Berikut ini contoh salah satu gambar struktur
kimia cat anionik CI acid red 301 ( The Analytical Synteytic Dyes ).
Cationic Dyestuff.
Adalah pewarna dyes yang memiliki satu atau lebih gugus auksokrom

yang

merupakan garam dari ammonium, sulfonium atau oxonium. Kelarutannya lebih rendah
dibandingkan dengan cat anionik sehingga perlu penambahan sedikit asam asetat. Pewarna
kationik jarang digunakan apabila digunakan hanya dalam kasus tertentu, sebagai aditiv
dalam jumlah yang kecil karena sifat ketahanan cahaya dan kimia yang rendah.
Klasifikasi Dyestuff Berdasarkan Aplikasi.
Klasifikasi dyestuff menurut aplikasinya dapat dikelompokan menjadi:

1. Acid Dyes ( cat asam).
2. Direct/Catton/ Substabtive Dyes ( cat direk).
3. Metal complex/Pre-metal dyes ( cat matal kompleks )
4. Reaktive Dyes
5. Dispersed Dyes
6. Solvent Dyes
7. Vat Dyes.
8. Fur Dyes.
2

9. Mordant Dyes.
10. Silk Dyes dll.
Dari sekian banyak tipe dyes diatas, semuanya termasuk anionic dyes,

dewasa ini

yang paling banyak digunakan untuk mewarnai kulit adalah cat asam, cat direk, cat metal
kompleks. Dyes lainnya sangat jarang digunakan kecuali pewarna reaktiv untuk kulit
warna muda dan umumnya yang disamak formalin walaupun kini dengan pertimbangan
lingkungan dan kesehatan yang lebih baik penggunaan cat dasar reaktiv mulai

diperkenalkan untuk kulit yang disamak krom.
1.

Acid Dyes.
Cat ini umumnya merupakan garam natrium (Na), dimana dalam susunan molekulnya

mengandung satu atau lebih gugus sulfonat (-SO3-), hanya ada beberapa yang mengandung
gugus karboksilat (-COO- ). Untuk berikatan dengan substrat kulit secara sempurna (clear/
exhausted) dan mencapai warna yang full shade perlu lingkungan yang asam (2,5-3),
sehingga pada akhir proses pewarnaan kulit, ditambah asam ( asam format/ asetat ) untuk
mencapai pH tersebut.
Beberapa Contoh Cat Asam.
a. Orange G ( Ethonic Fast G ).
b. Levelling Red (Acetyl Red J.).
c. Acid Bordeaux.
d. Recorcine Dark Brown.
e. Acid Black (Buffalow Black
f. Acid Yellow AJ.( Tartrazine ).
g. Acid Green.
Keuntungan Menggunakan Acid Dyes.

Dewasa ini dapat dikatakan hampir semua pewarna kulit menggunakan acid dyes
karena ada beberapa kelebihan yang dimilik oleh pewarna ini.
a. Ketahanan terhadap air sadah tinggi ( tidak mengendap).
b. Tidak menmbulkan efek bronzing walau penggunaannya berlebihan.
c. Mempunyai ketahanan gosok, cahaya, keringat yang relative baik dengan nilai 3-5.
d. Mempunyai penetrasi yang baik terhadap kulit.

3

2.

Direct Dyes.
Cat asam cat direk merupakan garam Na (natrium) dari asam sulpho yang

mengandung dua atau lebih gugus azo, sehingga sering juga disebut sebagai diamina atau
poliamina. Disamping itu cat direk paling sedikit memiliki 3 inti aromatis terikat bersama
dalam dua azo dan dua aromatis yang terikat dalam 1 azo.
Kelebihan
1. Harganya relative murah.
2. Mudah larut dala suasana alkali

Kekurangan.
1. Hampir semua cat direct mengandung benzidine
2. Warnanya lebih tampak buram dibandingkan dengan cat asam.
3. Sensitive terhadap perubaan npH terutama dalam suasana asam.
4. Ketahanan cahaya rendah
5. Tidak tahan terhadap air sadah.
3.

Metal Complex Dyes.
Cat dasar metal kompleks adalah dyes yang mengandung komponen metal didalam

struktur kimianya. Fungsi metal sebagai koordinative dari dua atau lebih molekul dyes.
Jenis metal yang sering digunakan adalah krom (Cr), besi (Fe), kobalt (Co), tembaga (Ag).
Ada beberapa kelebihan pewarna ini dibandingkan degan perwarna acid atau direct
diantaranya adalah :
1. Sangat stabil terhadap perubahan pH walaupun pada pH=3, dimana biasanya
merupakan titik krusial bagi dyes terutama jenis direct.
2. Warna sangat rata.
3. Warna lebih tajam dibandingkan pewarna direk tetapi lebih rendah dibandingkan
dengan cat asam.

4. Ketahanan terhadap cahaya, fatliquor, sintan sangat baik.
Contoh cat metal komleks adalah :
Lowapel Black Ex – 1 ( Jos. H. Lowenstein & Sons, Inc.)
Lowapel Black Ex – 1 adalah salah satu dyes yang sering digunakan dalam proses
dyeing pada kulit. Cat ini merupakan cat jenis metal complex yang memberikan warna
hitam pada kulit. Cat ini adalah produksi Jos. H. Lowenstein & Sons, Inc. sebuah
perusahaan kimia yang memproduksi bahan – bahan kimia dan pewarna untuk industry
kulit. Perusahaan ini berdiri tahun 1897 dan berpusat di Brooklyn, New York.
4

Karakteristik Dyes
Selain sifat bawaan karena perbedaan struktur molekul internal yang berbeda untuk
setiap warna, karakteristik dyes juga dipengaruhi oleh factor external terutama oleh:
a. Temperatur.
b. Konsentrasi.
c. pH larutan.
d. TIE.
Temperatur.
Naik turunnya tempaeratur larutan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada
secondary valency forse dan ionic force. Sperti kita ketahui susunan atau struktur molekul

dyes merupakan garam atau asam yang berikatan melalui ikatan ionic sehingga akan
mudah mengalami ionisasi dalam larutan. Demikian pula struktur molekul dyes banyak
yang bersifat polar ( COOH, OH, SO3Na dll) sehingga dapat membentuk secondary force.
Pada saat temperature meningkat. SVF (secondary valence force) akan putus sehingga
menyebabkan:
 Kelarutan meningkat.
 Penetrasi pada kulit semakin dalam.
 Molekul dyes mengecil
 Sebaran cat semakin merata.
IF (ionic force) akan semakin melemah sehingga menyebabkan:
 Disosiasi dan ionisasi akan semakin cepat.
 Reaksi terhadap kulit wet-blue yang (+) meningkat /cepat (reaktivitas naik)
 Kemampuan penetrasi menurun.
 Sebaran cat cenderung kurang rata.
Kenaikan temperature memberikan efek yang bertolak belakang terhadap SVF dan IF,
namun karena pengaruh IF lebih besar dari SVF maka untuk menaikan temperatur lebih
cenderung pada pertimbangan IF dan kondisi kulitnya. Contoh awal pewarnaan untuk kulit
yang memerlukan penetrasi tinggi lebih baik menggunakan air dingin dan pada akhir
proses baru dinaikan tempertarnya. Sebaliknya pada untuk kulit yang dinginkan surface
dyeing maka awal penyamakan dilakukan dengan temperature tinggi.


5

Konsentrasi.
Konsentrasi tinggi berhubungan dengan penggunaan jumlah air dalam proses.
Semakin banyak persentase air digunakan maka konsentrasi akan semakin rendah begitu
pula sebaliknya.
Konsentrasi meningkat / tinggi menyebabkan molekul dyes semakin mendekat
akibatnya SVF antar molekul meningkat.
 Molekul mengalami pembesaran.
 Proses ionisasi akan terganggu akibatnya reativitas terhadap kulit kan menurun.
 Penetrasi dalam kulit akan meningkat.
 Aksi mekanik flexing dan squeezing meningkat, difusi tinggi.
pH Larutan.
Dapat dikatakan dari tiga factor diatas pH merukan factor eksternal yang paling
berpengaruh. pH merupakan factor fungsional terikatnya dyes pada serat kulit. Penurunan
pH pada larutan dyes (sebagai garam Na) akan menyebabkan proses disosiasi berjalan
lebih cepat karena terbentuk garam baru dari sisa asam dengan Na dan membentuk
molekul dyes dengan muatan negative yang segera berikatan secara ionic dengan serat
kulit yang bermuatan positive. Penurunan pH menyebabkan:

 Meningkatnya afinitas dyes.
 Menurunnya penetrasi atau difusi dyes.
 Kenaikan pH menyebabkan efek sebaliknya
 Menurunnya afinitas dyes.
 Meningkatnya kemampuan penetrasi/difusi.
pH sebagai fungsi afinitas dyes.
Penurunan pH menyebabkan jumlah mgrek terikat pada serat / protein kulit akan
meningkat. Contoh atas penelitian menggunakan dyes 3 turunan kromofore azo untuk
setiap 100 gr protein kulit.
Tabel 1.1 Jumlah mgrek dyes terikat / 100 gr kolagen kulit
Dyes

pH 1

pH 1.5

pH 2

pH 2.5


pH 3

pH 3.5

Dyes I
Dyes II
Dyes III

99.45
98.97
96.39

82.76
80.13
79.91

65.39
65.09
64.26

50.83
50.00
49.25

45.29
44.75
42.21

40.51
39.34
38.61

6

Dari data diatas tampak terjadinya penuruan afinitas tiga dyes terhadap protein kulit
bersamaan dengan naiknya pH larutan . Semakin tinggi pH larutan maka jumlah dyes
terikat pada serat kolagen semakin rendah tampak terjadi penurunan afinitas dari ketiga
dyes diatas. Hal lain yang perlu diperhatikan berkaitan dengan nilai pH larutan adalah
efeknya terhadap difusi / penetrasi dan afinitas.
pH rendah  akan meningkatkan afinitas tetapi menurunkan difusi
pH tinggi

 akan meningkatkan difusi tetapi menurunkan afinitas.

Sebagai catatan difusi dan afinitas cat dasar juga sangat tergantung dari jenis media
kulitnya. Cat dasar yang sama akan mempunyai afintas berbeda bila medianya berbeda,
atau dapat dikatakan afinitas cat dasar tergantung dari jenis kulitnya apakah kulit wet-blue
yang positip (+++++), nabati yang negative (−−−−−), crust (−−−), atau kombinasi krom
nabati/nabati krom. Selain itu sifat dasar cat sebagai garam yang mempunyai tetapan
disosiasi (Kdiss) berbeda juga mempengaruhi difusi dari cat dasar. Sebagai contoh hasil
penelitian terkait dengan difusi dan tetapan disosiasi garam pewarna dapat dilihat dibawah
ini.
Tabel 1.2 Difusi dan tetapan disosiasi garam pewarna
Dye’s

Difusi

Kdiss

Orange GG

10

4,7.10-1

Amida Yellow E

5

2,9.10-2

Orange II

5

5,6.10-2

Brown RHE

4

3,9.10-3

4

1,6.10-3

Fast Brown GB
10= difusi sempurna

Semakin kecil nilai tetapan diisosiasi menunjukan difusi semakin kecil dan
sebaliknya. Garam dengan Kdiss yang besar akan terion lebih baik dan sempurna. Untuk
kulit yang memliki muatan yang sangat beroreintasi positif kondisi ini akan meningkatkan
reaktivitas terjadinya ikatan, tetapi apabila kulit memliki sifat yang lebih negative
reaktivitas akan berkurang dan justrunakan membantu terjadinya penetrasi kedalam kulit.
Disini dapat diartikan prilaku cat terutama yang berhubungan dengan difusi akan selalu
berubah tergantung pada sifat kulitnya, seperti telah diuraikan diatas.

TIE (IP).
7

Titik Iso Elektrik atau Iso Elektric Point merupakan nilai pH dimana terjadi
keseimbangan muatan positif dan negatif dalam kulit. Permasalahan muncul ketika TIE
selalu berubah-ubah tergantung kepada zat penyamak yang digunakan akibatnya kulit
selalu berubah TIE nya tergantung zat penyamak yang digunakan. Berikut ini gambaran
perubahan TIE akibat penggunaan zat samak yang berbeda.
Tabel 1.3 Perubahan TIE Kulit.
PeltCollagen

pH I.P

Tanned by Mean of

Shift of IP Produced

Volt Surface

by Tanned pH

Potential at pH =6,5

Untanned

5,2

-

-0,031

Formaldehida

4,6

-0,6

-0,041

Cathechine

3,8

-1,4

-0,076

Mimosa

4,0

-1,2

-0,085

Syntan

3,2

-2,0

-0,119

Masked Chrome

3,8-4,8

(-0,2)-(-1,4)

(-0,01)-(0,05)

Basic Crome Sulfat

6,7

+1,5

0,025

Apabila Volt Surface Potential bersifat positif seperti kulit yang disamak dengan
basic chrome sulfat maka difusi akan terganggu, penetrasi rendah, reaktif terhadap acid
atau acid dyes yang anionik, namun sebaliknya apabila Volt Surface Potential negative
difusi akan lebih baik penetrasi tinggi. Dalam contoh diatas dyes yang paling cepat
penetrasi apabila di implementasikan pada kulit yang di retanning dengan synan. Semakin
banyak jumlah syntan yang digunakan maka sifat kulit akan semakin negative, sehingga
reakttifitasnya terhadap pewarna anionik akan semakin rendah, sulit terikat, bahkan dapat
menyebabkan tingkat ketahanan kelunturannya menurun.
Mekanisme Ikatan Dyes dengan Kulit.
Pada dasarnya, pada saat kulit bersentuhan dengan pewarna akan segera terjadi reaksi
parsial antara gugus muatan berlawana antara pewarna yang ter-ion dan bermuatan
negative dengan bagian kulit yang bermuatan positif seperti komponen amina. Kecepatan
reaksi tergantung pada VSF. Semakin negative reaksi semakin lambat ikatan ionik terjadi
juga sangat lemah. Kulit wet-blue yang telah mengalami netralisasi, penyamakan ualng
dan peminyakan VSFnya sangat tinggi sehingga sulit bagi pewarna untuk terikat kecuali

8

dipercepat dengan penambahan asam yang dapat mempercepat proses disosiasi garam
pewarna dan gugus amina pada kulit. Proses ini disebut fiksasi atau pengikatan.
Fiksasi.
Fiksasi juga disebut pengikatan, proses yang dilakukan setelah waktu pewarnaan atau
proses dyeing dianggap cukup. Fiksasi yang menggunakan pewarna asam, direk atau
metal-kompleks umumnya dengan asam dalam hal ini asam formiat (HCOOH) atau asetat
(CH3COOH). Mekanisme fiksasi terjadi dalam tiga tahapan.
Tahap1: Merupakan tahap penetrasi/difusi pewarna dalam kulit. Kecepatan penetrasi
tergantung beberapa factor selain dari kulitnya juga sifat dyestufnya. Waktu penetrasi
biasanya antara 45-90 menit.
Tahap2: Setelah penetrasi tercapai mulai dilakukan fiksasi dengan menambahkan
asam secara bertahap dalam drum perwarnaan. Terjadi penurunan pH cairan dan kulit. pH
yang lebih rendah dari TIE kulit akan menyebabkan kulit bermuatan positif dan reaktif
terhadap muatan anionik.
Tahap3: Bersamaan dengan penurunan pH cairan, dye’s yang merupakan garam akan
terdisosiasi dengan sempurna dan membentuk ion negative yang segera bereaksi dengan
gugus amina kulit, seperti contoh dyes yang terion dibawah ini.
Selain terjadi ikatan ionic yang merupakan representasi ikatan seluruhnya terjadi pula
ikatan karena polaritas dyestuff. Disini gugus polar pada pewarna seperti (OH) atau NO 2
potential untuk membentuk ikatan secondary valency dengan kulit. Ikatan ini signifikan
terhadap kekuatan ikatan pewarna dengan kulit sehingga terbentuk mutual binding yang
mempengaruhi tingkat kelunturan kulit secara keseluruhan.
Dari ilustrasi diatas dapat disimpulkan semakin besar molekul dyestuff maka
potensial ikatan co-ordinat valency ( dipoles dan forming hydrogen bond ) semakin besar
yang akan menyebabkan meningkatnya ketahan warna kulit
Fiksasi dilakukan dengan penambahan asam, namun tidak jarang ditambahankan
bahan pembantu fixing atau disebut sebagai fixing agent yang merupakan resin kationik,
garam aluminium, garam chrome, emulsi minyak bermuatan kationik untuk meningkatkan
derajat exhaustion cat dasar, meningkatkan ketahanan gosok, kelunturan warna.
Penggunaannya tidak lebih dari 0,75 % karena bila terlalu banyak memberikan efek
pegangan yang berbeda.

9

KESADAHAN AIR
Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya
ionkalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garamkarbonat. Air sadah atau air
keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air lunak adalah air
dengan kadar mineral yang rendah. Selain ion kalsium dan magnesium, penyebab
kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garam-garam bikarbonat dan
sulfat. Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air adalah dengan sabun.
Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak. Pada air sadah, sabun tidak
akan menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit sekali busa. Cara yang lebih kompleks
adalah melalui titrasi. Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan ppmberat per volume
(w/v) dari CaCO3.
Air sadah tidak begitu berbahaya untuk diminum, namun dapat menyebabkan
beberapa masalah. Air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral, yang menyumbat
saluran pipa dan keran. Air sadah juga menyebabkan pemborosan sabun di rumah tangga,
dan air sadah yang bercampur sabun dapat membentuk gumpalan scum yang sukar
dihilangkan. Dalam industri, kesadahan air yang digunakan diawasi dengan ketat untuk
mencegah kerugian. Untuk menghilangkan kesadahan biasanya digunakan berbagai zat
kimia, ataupun dengan menggunakan resin penukar ion.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kesadahan_air)
Air untuk penyamakan kulit harus jernih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
mengandung zat-zat yang dapat menurunkan mutu kualitas kulit yang diproses, seperti
garam-garam besi, natrium Klorida yang terlalu banyak, garam-garam Ca dan Mg
(kesadahan) dan sebaiknya bereaksi netral. Air yang kesadahannya tinggi biasanya
terdapat pada air tanah di daerah yang bersifat kapur dan juga mengakibatkan konsumsi,
karena adanya hubungan kimiawi antara ion kesadahan dengan molekul sabun
menyebabkan sifat deterjen sabun hilang. Beberapa pengaruh kualitas air untuk
penyamakan kulit yang tidak memenuhi standar mutu air untuk proses penyamakan kulit
adalah sebagai berikut :
Kesadahan dapat mengganggu pada proses penyamakan antara lain :
1. Liming
Ca(HCO3)2 + Ca(OH)2 → 2CaCO3↓ + 2H2O
Flek
2. Pikel
CaCl2 + H2SO4 → CaSO4↓ + 2HCl
10

3. Penyamakan nabati
Ca2+ +Tannin → Ca Tannat (warna lebih tua)
4. Pengecatan
Cat anionik akan mengurangi jumlah cat yang dipakai, sebab bereaksi dengan kalsium
(Ca2+) dengan kulit dapat mengurangi efektifitas kerja cat.
5. Pada proses soaking dapat menyebabkan sulitnya penetrasi kemikalia kedalam kulit.
6. Bilangan permanganat
Pada bilangan permanganate banyak terdapat reduktor didalam air, zat organic dan
mikroorganisme sehingga dikawatirkan dapat terjadi pembusukan.
7. Klorida (Cl)
Dalam kondisi tertentu air dapat bereaksi dengan udara bebas membentuk
H2CO3↔H2O+CO2 + H2O, yang berfungsi menghilangkan kemungkinan endapan
putih dari karbonat
8. Besi (Fe)
FeCl3 + KCNS →

FeCl2CNS + KCl

Kadar besi yang berlebihan dapat menagkibatkan :
a. Pada proses soaking bereaksi dengan kulit sehingga warna kulit menjadi
kecoklatan.
b. Pada proses tanning dapat membentuk Feritannat sehingga warna menjadi lebih
tua.
c. Besi juga bersifat kationik sehingga pada prose pengecatan akan bereaksi dengan
zat anionic sehingga mengurangi efisiensi kerja pengecatan.
Ketahanan Cat Dasar Tehadap Air Sadah
Kestabilan cat dasar kulit terhadap air sadah adalah kemampuan cat dasar untuk tidak
mengendap bila direaksikan dengan air sadah, dimana air sadah tersebut mengandung
garam-garam karbonat.
Cat dasar yang bersifat anionic ( bermuatan negative ) jika berikatan dengan garamgaram karbonat yang bermuatan positif maka akan menimbulkan endapan ( contoh : cat
direct ). Disebabkan cat dasar tidak bisa terpenetrasi sampai kedalam kulit, karena sudah
berikatan dengan garam-garam karbonat, sehingga cat dasar hanya terdispersi di
permukaan kulit saja, selain itu cat juga tidak rata.

11

Na
SO3 +Ca++

SO3-Ca+ + Na

( Cat asam )
Ketahanan Cat Dasar Terhadap Asam
Menurut teori terjadinya perubahan warna pada molekul cat dasar disebabkan karena
perubahan panjang gelombang molekulnya. Asam akan mensuplai H + yang akan
mempengaruhi pasangan electron menyendiri/electron mobile pada cat dasar. Semakin
tinggi suplai semakin tinggi pengaruhnya.
HCOOH

H+ + HCOO-  < 1 ( derajat disosiasi rendah )

H2SO4 2H+ + SO42-  = 1 ( derajat disosiasi tinggi )
Dilihat dari jumlah H+ yang disuplai H2SO4 akan mempunyai pengaruh yang lebih
besar daripada HCOOH.
Apabila electron mobile dari cat dasar tersebut terpengaruh oleh asam ( berikatan
dengan H+ ) maka terjadi perubahan probabilitas susunan electron, energinyapun berbeda.
Hal ini menyebabkan perubahan serapan panjang gelombang dari molekul cat dasar
sehingga warna berubah.
Perubahan warna bisa menjadi lebih tua dan bisa menjadi lebih muda, tergantung dari
panjang gelombangya. Semakin tinggi panjang gelombangnya akan mengarah ke daerah
warna Red tetapi semakin pendek panjang gelombangnya akan mengarah ke warna violet.
Violet

Red
Invisible

 = 400 nm

 = 800 nm

Invisible
Efek penambahan asam adalah :
a. Membantu kulit bermuatan positif
b. Membantu cat terionisasi negative
Sehingga keduanya saling berikatan
Pengaruh asam terhadap larutan cat ada hubungannya terhadap proses fiksasi. Proses
fiksasi pada dyeing adalah proses disosiasi garam pewarna dan gugus amina pada kulit.
Fiksasi disebut juga pengikatan, proses yang dilakukan proses yang dilakukan setelah
12

pewarnaan dianggap cukup. Fiksasi yang menggunakan pewarna asam, direct atau metal
komplexs umumnya menggunakan asam, dalam hal ini asam formiat ( HCOOH) atau
asam asetat ( CH3COOH ). Mekanisme fiksasi terjadi dalam 3 tahapan:
1.

Merupakan tahap penetrasi / difusi dyes dalam kulit. Kecepatan penetrasi tergantung
beberapa factor selain dari kulitnya juga sifat dyestuffnya.

2.

Setelah penetrasi tercapaqi mulai dilakukan fiksasidengan menambahkan asam secara
bertahapdalam drum pewarnaan. Terjadi penurunan pH cairan dalam kulit. pH yang
lebih rendah dari TIE kulit akan menyebabkan kulit bermuatan positif dan reaktif
terhadap muatan anionic.

3.

Bersamaan dengan penurunan pH cairan, dyes yang merupakan garam akan
terdisosiasi dengan sempurna dan membentuk ion negative yang segera bereaksi
dengan gugus amina kulit.

Ketahanan Cat Terhadap Basa
Adapun pengaruh basa terhadap larutan cat ada hubungannya terhadap proses
netralisasi. Proses netralisasi atau disebut juga deacidifikasi adalah proses untuk
menghilangkan sebagian sisa asam bebas yang terdapat pada wet blue baik yang berasal
dari proses pengasaman atau yang terbentuk selama reaksi olasi dan oksilasi selama masa
penyimpanan. Asam asam yang dinetralisir tersebut adalah asam yang terdapat diantara
serat – serat kulit atau asam bebas lain yang belum hilang pada waktu pencucian.
Apabila asam ini tidak dihilangkan maka akan berpengaruh pada proses pengecatan
dasar maupun peminyakan. Khusus pada pengecatan dasar apabila asam yang ada dalam
kulit tidak dinetralisir maka dikhawatirkan akan menyebabkan tidak meratanya cat yang
terikat pada permukaan kulit. Basa yang digunakan untuk netralisasi harus mempunyai
kemampuan untuk tidak merubah sifat dari pewarna yang digunakan dan tidak merubah
struktur dari kulit itu sendiri sehingga dampak – dampak negative pada kulit dapat
dihindarkan.
Penggunaan Natrium Karbonat (Na2CO3) dapat menyebabkan kulit menjadi kasar, hal
ini karena timbulnya reaksi antara asam kuat dan basa kuat yang menyebabkan kontraksi
pada serat serat kulit sehingga timbul efek kerutan pada permukaan kulit. Keadaan ini
tidak akan timbul apabila menggunakan Natrium Bikarbonat ( Na 2HCO3 ), tetapi Natrium
bikarbonat mempunyai harga yang lebih mahal. Untuk dapat menghasilkan kulit seperti

13

yang diharapkan dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal biasanya penggunaannya
dicampurkan antara Natrium Bikarbonat dan Natrium Karbonat.
II. PROSEDUR KERJA
A. Pengujian pH Cat Dasar Kulit
1. Tujuan praktikum
a. Untuk mengetahui berbagai larutan cat dasar sehingga prilaku dalam proses
pewarnaan dapat ditentukan.
b. Metode ini digunakan untuk semua cat dasar kulit yang larut dalam air seperti cat
asam,direct,sulfur,reaktif dan lain-lain
2. Alat dan bahan
a. Bahan yang digunakan
1.

Metal complek ( luganil black NT )

2.

Direct red

3.

Asam ( Coriacide Red NR )

4.

Reactive ( Reactive Yellow )

5.

Nabati ( yellow nabati )

6.

aquadest

b. Alat yang digunakan
1. Gelas arloji
2. Gelas beaker 10 ml,100 ml
3. Pipet volume 10 ml
4. Tabung Reaksi
5. Pipet tetes
6. Timbangan digital
7. Sudip
8. Seker
9. pH meter
10.kertas whatman
11.propipet
3. Cara kerja
1. Dibuat larutan cat dasar Yellow Nabati dengan konsentrasi 1%,2%,3% dan 4%
2. Ditimbang cat dasar dalam timbangan digital
3. Dilarutkan cat dasar kedalam beaker gelas sebanyak 1%,2%,3%,4%, setiap
konsentrasi dibuat sebanyak 10 ml
14

4. Dilakukan pengadukan dengan seker selama 5 menit
5. Dilakukan tes pH aquades dengan perulangan 3 kali
6. Dilakukan tes pH dyestuff dengan perulangan 3 kali
7. Dilakukan drop test pada kertas whatman
B. Pengujian ketahanan Cat Dasar Kulit Terhadap Asam
1. Tujuan praktikum
a. untuk mengetahui ketahanan larutan cat dasar terhadap asam
b. Metode ini dipakai untuk semua cat dasar yang larut dalam air
2. Alat dan bahan yang digunakan
a. Bahan yang digunakan
1. Metal complek ( luganil black NT )
2. Direct red
3. Asam ( Coriacide RED NR )
4. Reactive ( Reactive Yellow )
5. Nabati ( yellow nabati )
6. Aquadest
7. Asam sulfat ( H2SO4 10% )
8. Asam formiat ( HCOOH 10%)
9. Asam oksalat 10%
10.Asam asetat ( CH3COOH 10%)
11.Kertas whatman
b. Alat yang digunakan
1. Erlenmeyer 250 ml
2. Tabung reaksi
3. Pipet tetes
4. Pipet volume 10 ml
5. Pipet volume 1 ml
6. Thermometer
7. Gelas arloji
8. Vortek mixer
9. Sudip
10. Kompor listrik
11. Grey scale
15

c. Cara kerja
1. Dilakukan test pH pada basa yang digunakan
2. Ditimbang 0,5 gram cat yellow nabati,ditambahkan 100 ml aquades, diaduk
sampai rata
3. Didihkan larutan cat dasar tersebut,setelah mendidih biarkan selama 2 menit
4. Dinginkan hingga temperature kurang lebih 600 C
5. Diambil larutan cat dasar tersebut sebanyak 10 ml dan masukkan kedalam
tabung reaksi (buat 5 kali)
6. Tabung reaksi yang berisi larutan cat dasar tersebut dimasukkan sebanyak 0,5
ml aquades, 0,5 ml H2SO4 10% ,0,5 ml HCOOH 10%, 0,5 ml asam oksalat
10%, 0,5 ml asam asetat ( CH3COOH 10% )
7. Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan vortex pada masing – masing
tabung
8. Setelah proses homogenitas selesai, diamati larutan tersebut pada menit ke 10
dan 60
9. Dilakukan drop test dan dilakukan grey scale
C. Pengujian ketahanan Cat Dasar Terhadap Basa
1. Tujuan Praktikum
a. Untuk mengetahui ketahanan larutan cat dasar terhadap basa
b. Metode ini dipakai untuk semua cat dasar yang larut dalam air
2. Alat dan Bahan
a. Bahan yang digunakan
1.

Metal complek ( luganil black NT )

2.

Direct yellow

3.

Asam ( Coriacide RED NR )

4.

Reactive ( Reactive Yellow )

5.

Nabati ( yellow nabati )

6.

Aquades

7.

Na2CO3 10%

8.

NaHCO3 10%

9.

NaCOOH 10%

10.

NaCH3COO 10%

11.

Kertas whatman
16

b. Alat yang digunakan
1. Propipet
2. Pipet volume 1ml,10 ml
3. Vortex mixer
4. thermometer
5. gelas arloji
6. gelas beaker 100 ml
7. Erlenmeyer 250 ml
8. Pengaduk
9. Pipet tetes
10. Tabung reaksi
11. Kompor listrik
12. pH meter
13. grey scale
c. cara kerja
1. Dilakukan test pH pada basa yang digunakan
2. Ditimbang 0,5 gram cat yellow nabati ,ditambahkan 100 ml aquades,diaduk
sampai rata
3. Didihkan larutan cat dasar tersebut,setelah mendidih biarkan selama 2 menit
4. Dinginkan hingga temperature kurang lebih 600 C
5. Diambil larutan cat dasar tersebut sebanyak 10 ml dan masukkan kedalam
tabung reaksi (buat 5 kali )
6. Tabung reaksi yang berisi larutan cat dasar tersebut dimasukkan sebanyak 0,5
ml aquades, 0,5 ml Na2CO3 10% ,0,5 ml NaHCO3 10%, 0,5 ml NaCOOH 10%,
0,5 ml NaCH3COO 10%
7. Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan vortex pada masing – masing
tabung
8. Setelah proses homogenitas selesai, diamati larutan tersebut pada menit ke 10
dan 60
9. Dilakukan drop test dan dilakukan grey scale
D. Pengujian cat dasar terhadap air sadah
1. Tujuan praktikum
a. Untuk mengetahui kestabilan larutan cat dasar terhadap air sadah
17

b. Metode ini dipakai untuk semua cat dasar yang larut dalam air
2. Alat dan bahan
a. Bahan yang digunakan
1. Metal complek ( luganil black NT )
2. Direct red
3. Asam ( Coriacide Red NR )
4. Reactive ( Reactive Yellow )
5. Nabati ( yellow nabati)
6. Aquadest
7. Air sadah 200 mg CaO/ lt
8. Air sadah 400 mg CaO/ lt
b. Alat yang digunakan
1. Propipet
2. Pipet volume 1ml,10 ml
3. thermometer
4. gelas arloji
5. gelas beaker 100 ml
6. Erlenmeyer 250 ml
7. Pengaduk
8. Pipet tetes
9. Tabung reaksi
10. pH meter
11. grey scale
12. kompor listrik
c. Cara kerja
1. Ditimbang 0,1 gram cat yellow nabati dilarutkan dengan 50 ml aquades pada
gelas beaker
2. Dipanaskan sampai mendidih, biarkan selama 2 menit
3. Dinginkan hingga temperature ± 20 menit
4. Diambil larutan cat dasar sebanyak 1 ml dan masukkan kedalam tabung
reaksi
5. Dari ketiga tabung reaksi ,tambahkan masing-masing tabung dengan 10 ml
aquades, 10 ml air sadah 200 mg CaO/ lt,10 ml air sadah 400 mg CaO/lt
6. Dihomogenkan selama 5 menit dengan menggunakan vortex
18

7. Diamkan larutan tersebut,diamati pada menit ke 10,dan 60
8. Dilakukan drop test dan diamati juga pergeseran warnanya dengan
menggunakan grey scale
III. PENGAMATAN
A. Pengujian pH Cat Dasar Kulit
a. Test pH
Nilai pH
NO

Jenis Cat Dasar

Aquadest

1%

2%

3%

4%

1.

Luganil black NT

5,3

9,22

9,28

9,30

9,31

2.

Yellow nabati

5,91

9,92

10,03

10,19

10,22

3.

Asam

5,80

4,99

4,73

4,61

4,57

4.

( Coriacide Red NR )
Direct Red
5,23

9,43

9,83

9,88

9,94

5.

Reactive yellow

4,82

4,60

4,40

4,29

5,82

b. Drop Test
Pergeseran warna
No

1.

Jenis Cat Dasar

1%

2%

Luganil black
NT

2.

Yellow nabati

19

3%

4%

3.

Asam
( Coriacide Red
NR)

4.

Direct red

5.

Reactive yellow

B. Pengujian Cat Dasar Kulit Terhadap Asam
a. Nilai grey scale
No

Jenis cat dasar

Nilai grey scale
As.oksalat As.formiat As.sulfat
pH: 1,20
pH: 1,70
pH: 0,16
1
1
1/2

1.

Luganil Black

aquadest
pH: 5,50
1

As.asetat
pH: 2,11
1

2.

NT
Yellow nabati

3/4

4

3/4

3

4/5

3.

Direct red

5

3/4

4/5

½

4/5

4.

Asam

3/4

4

4

4

2/3

3

2/3

3

2

3

(Coreacide red
5.

NR)
Reactive
yellow

b. Drop test
No

Jenis cat dasar

Pergeseran warna
20

aquadest
1.

Luganil

As.oksalat

As.formiat

As.sulfat

As.asetat

black

NT

2.

Yellow nabati

3.

Direct Red

4.

Coreacide Red
NR

5.

Reactive yellow

c. Homogenitas test
Homogenitas test
No

Jenis cat dasar

Aquadest

As.sulfat

As.oksalat

As.formiat

As.asetat

10

60

10

60

10

60

10

60 10

60
5

1.

Luganil black NT

5

5

5

5

5

5

5

5

2

Yellow nabati

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

3

Direct Red

5

5

2

3

3

3

3

4

2

2

4.

Coreacide red NR

5

5

4

4

2

2

2

2

5

5

21

5

5.

Reactive yellow

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

C. Pengujian Cat Dasar Terhadap Basa
a. Niai grey scale
Nilai grey scale
No

Jenis cat dasar

aquadest Na.asetat Na.formiat Na.karbonat

Na.bikarbonat

pH: 5,51

pH:9,24

pH:8,82

pH:13,13

pH:10,91

1.

Luganil black NT

1/2

3

4

2

2/3

2.

Yellow nabati

3

3/4

3/4

4

4/5

3.

Direct Red

5

3

3

2

2/3

4.

Asam(Coriacide

5

3/4

4

5

4

3

4

3/4

2/3

3

Red NR)
5.

Reactive yellow

b. Drop test
Pergeseran warna
No

Jenis cat dasar

aquadest

Na.asetat

Luganil black
1.

NT

Yellow nabati
2.

3.

Direct Red

22

Na.formiat

Na.karbonat

Na.bikarbonat

4.

Asam
(Coreacide
Red NR)

5.

Reactive
yellow

c. Homogenitas test
No

Jenis cat dasar
aquadest

Na.asetat

Homogenitas test
Na.formiat
Na.karbonat

Na.bikarbonat

Luganil black
1.

NT

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

2.

Yellow nabati

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

3.

Direct Red

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

4.

Coreacide Red

5

5

5

5

5

5

4

5

5

5

5.

NR
Reactive

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

yellow

D. Pengujian Cat Dasar Terhadap Air Sadah
a. Nilai kestabilan
No

Jenis Cat Dasar

Nilai kestabilan terhadap cat

keterangan

dasar
10 menit

60 menit

1.

Luganil black NT

5

5

Tidak terjadi endapan

2.

Yellow nabati

5

5

Tidak terjadi endapan

3.

Direct Red

4

5

Ada endapan pada saat 10
menit kemudian hilang

4.

Asam ( Coriacide Red NR)

5
23

5

Tidak terjadi endapan

5.

Reactive yellow

5

5

Tidak terjadi endapan

b. Drop test
Pergeseran warna
No

Jenis Cat Dasar

1.

Luganil black NT

2.

Yellow nabati

3.

Direct red

4.

Asam

200 mg CaO/L

aquadest

400 mg CaO/ L

pH: 5,23

pH:5,48

pH: 5,73

(coreacide red NR)

5.

Reactive yellow

24

c. Grey scale
No

Jenis Cat Dasar

1.
2.
3.
4.

Luganil black NT
Yellow nabati
Direct Red
Asam

Nilai grey scale
200 mg CaO/L
3/4
4/5
3/4
4/5

5.

(coreacid Red NR)
Reactive yellow

4

25

Aquadest
4
4/5
5
5

400 mg CaO/L
3
4
4
5

¾

4