Paper Hukum Acara Perdata Current Issue

Paper Hukum Acara Perdata Current Issue

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017

1. Class Action
Class actions merupakan sinonim dari class suit atau representative action
(RA).1 Class actions berasal dari bahasa Inggris, yakni gabungan kata “class” dan
“action”. Pengertian dari frasa Class adalah sekumpulan orang, benda, kualitas, atau
kegiatan yang mempunya kesamaan sifat atau ciri, sedangkan pengertian Action dalam
istilah hukum berarti tuntutan yang dapat diajukan ke pengadilan. 2 Sedangkan menurut
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Tata Cara Penerapan
Gugatan perwakilan kelompok, class actions didefinisikan sebagai suatu tata cara atau
prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok
mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang
yang jumlahnya sangat banyak, yang emiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar
hukum dan kesamaan tuntutan antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.3
Tujuan dari pengajuan gugatan secara class actions adalah agar proses
berperkara menjadi lebih ekonomis dan biaya jadi lebih efisien (Judicial Economy).4
Tidaklah ekonomis secara waktu dan tenaga bagi pengadilan jika harus melayani
gugatan yang sejenis secara satu per satu. Manfaat ekonomis gugatan class actions ini

tidak saja dirasakan secara langsung oleh penggugat, akan tetapi juga oleh tergugat,
sebab dengan pengajuan gugatan secara class actions, tergugat hanya satu kali
mengeluarkan biaya untuk melayani gugatan pihak-pihak yang merasa dirugikan. Biaya
pengacara melalui mekanisme gugatan class actions-pun akan lebih murah daripada
gugatan masing-masing individu secara satu persatu. Mekanisme pengajuan secara
class actions ini juga untuk mencegah putusan-putusan yang berbeda antara Majelis
Hakim yang satu dengan Majelis Hakim yang lain.5.
Kasus 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo yang diajukan oleh Kelompok Tani 16 dan
Kelompok Tani 23 kepada Pengadilan Negeri Meulaboh karena merasa tanah miliknya
diambil secara melawan hukum oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan Yayasan
1 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hlm. 139
2 E.Sundari, Pengajuan Gugatan Secara Class actions, (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya,
2002), hlm. 8
3 Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penerapan Gugatan
Perwakilan Kelompok, Perma No.1 Tahun 2002, Ps.1.
4 T. Kamello, “Penerapan Gugatan Class actions,” (skripsi Sarjana Universitas Sumatra Utara,
Medan, 2013), hlm.46.
5 Ibid., hlm. 40


Pendidikan Universitas Teuku Umar. Mengacu pada gugatan yang diajukan oleh
Kelompok Tani 16 dan 23 yang sangat tidak komprehensif, tampaknya kebutuhan akan
informasi tentang gugatan class actions yang bersifat praktis adalah prioritas utama
pengetahuan hukum masyarakat Indonesia.
Setelah 20 Tahun berlalu, akhirnya pada 2 Januari 2002 telah mulai berdiri
bangunan-bangunan di atas tanah Kelompok Tani Serikat 16. Hingga tahun 2011 Ketua
Kelompok Tani Serikat 16 meng-claim belum pernah ada musyawarah dengan
masyarakat setempat untuk membahas mengenai ganti kerugian atas tanah yang dipakai.
Bahkan pada tanggal 20 Januari 2009, Bupati Ramli memberitahukan kepada Rektor
Universitas Teuku Umar bahwa tanah yang telah dibangun seluas 342 Hektar sudah sah
dan tidak ada masalah lagi dengan pihak manapun.
Kelompok Tani 16 mencoba mencari keadilan melalui jalur hukum. Demi
merealisasikan niatnya, akhirnya pada 1 November 2011 penggugat sepakat untuk
memasukan perkara ini ke Pengadilan Negeri Meulaboh secara class actions. Dalam
gugatannya, penggugat mendalikan bahwa tergugat telah menguasai tanah yang
diperkarakan secara melawan hukum dan penggugat meminta ganti rugi sebesar 90
Milyar atas tanah yang telah di ambil (Rp.100.000 x 90 Hektar)
Dalam persidangan yang digelar sekitar Januari 2012 Majelis Hakim yang terdiri
dari Mukhtar, S.H., sebagai Hakim Ketua Majelis, Ferry Hardiansyah, S.H., M.H, dan
Muhamad Iman,S.H telah memberikan nasihat kepada penggugat untuk menggunakan

jasa penasehat hukum, akan tetapi penggugat dengan tegas tidak membutuhkan bantuan
pengacara dalam perkara ini.
Akibatnya gugatan yang diajukan oleh penggugat menjadi tidak jelas, dan sudah
ditolak sebelum masuk ke pembahasan pokok perkara. Akhirnya Majelis Hakim
menolak gugatan penggugat karena tidak memenuhi kualifikasi syarat sebagai gugatan
perwakilan kelompok (Class actions) pada hari Kamis tanggal 2 Ferbuari 2012 dalam
sidang yang terbuka untuk umum.
Dasar Hukum dan Analisis Yuridis

Dasar hukum beracara menggunakan gugatan perwakilan kelompok (class
actions) terdapat dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun
2002. Selebihnya diatur secara mandiri di dalam ketentuan perundang-undangan,
setidaknya ada 6 peraturan yang mengakomodir ketentuan mengenai class actions yaitu
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah No.57 Tahun
2001 tentang Badang Perlindungan Konsumen Nasional, Peraturan Pemerintah No. 58
Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen, dan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2001 tentang Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya masyarakat.6 Secara substansial Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2002 lebih menitikberatkan

mengenai ketentuan formil dari class actions yang terdiri dari acara
memeriksa,

mengadili,

dan

memutus

gugatan

yang

diajukan,

sedangkan 6 peraturan lainnya lebih fokus mengenai adanya peluang
mekanisme gugatan secara berkelompok di bidang masing-masing
sengketa.
Terhadap


Putusan

Pengadilan

Negeri

Meulaboh

Nomor

:

21/Pdt.G/2011/PN.Mbo ada beberapa poin yang perlu ditinjau lebih
komprehensif

dengan

menggunakan

kajian


teoritis

yang

ada,

diantaranya yaitu :
1. Syarat Formil Class actions
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2002
terdapat beberapa syarat formil yang merupakan conditio sine qua
non untuk mengajukan gugatan secara Class actions, diantaranya
adalah sebagai berikut :
A. Adanya Kelompok (Class)

6 Aa Dani Saliswijaya, Himpunan Peraturan Tentang Class Action, (Jakarta : Gramedia, 2004),
hlm.vii.

Berdasarkan Pasal 2 huruf a dan c Peraturan Mahkamah Agung
No. 1 tahun 2002 syarat pertama untuk mengajukan gugatan class

actions adalah adanya kelompok atau class. Secara garis besar
kelompok tersebut terdiri atas dua komponen utama, yaitu
Perwakilan

Kelompok

(Class

Representative)

dan

Anggota

Kelompok (Class Members).
Perwakilan Kelompok adalah orang yang berinisiatif tampil
untuk bertindak melakukan tindakan berupa mengajukan gugatan,
yang mana gugatan tersebut untuk dan atas nama sendiri dan
sekaligus atas nama anggota kelompok (one or more of the as
representing


all).7

Wakil

kelompok

memiliki

kedudukan

dan

kapasitas sebagai kuasa menurut hukum (Legal Mandatory) atau
wettelijke vertegenwoordig yaitu peraturan perundang-undangan
sendiri

(dalam

hal


ini

PERMA)

yang

memberikan

hak

dan

kewenangan bagi wakil kelompok sebagai kuasa kelompok demi
hukum.8 Dengan demikian, tanpa memerlukan surat kuasa khusus
dari anggota kelompok, dan tanpa memerlukan persetujuan dari
anggota

kelompok,


demi

hukum

dapat

bertindak

mewakili

kelompok.
B. Adanya Anggota Kelompok (Class Members)
Berdasarkan Pasal 2 huruf A Peraturan Mahkamah Agung
dikatakan bahwa Jumlah anggota kelompok sedemikian banyaknya
sehingga tidak efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara
sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam gugatan.
Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata,
dikatakan bahwa makna sedemikian banyaknya adalah apabila ketika
penyelesaian perkara melalui proses kumulasi objektif, kumulasi
subjekif, proses intervensi dalam bentuk voeging menjadi tidak efektif

7 Stuart Sime, A Practical Approach to Civil Procedure, (London : Blackstone, 2001), hlm.70.
8 Harahap, op.cit., hlm.145

dan tidak efisien karena sedemikian rupa banyak konstituennya.
Menurutnya, apabila anggota hanya terdiri dari 5 atau 10 orang,
dianggap tidak memenuhi syarat berperkara melalui sistem class
actions karena masih lebih efektif dan efisien melalui gugatan
kumulasi. Ternyata apabila hal tersebut terjadi Majelis Hakim memiliki
wewenang untuk menyatakan bahwa permohonan tidak memenuhi
syarat, dan dinyatakan tidak dapat diterima yang kemudian harus
diajukan melalui gugatan perdata biasa.

2. Kesamaan Fakta atau Dasar Hukum
3. Kesamaan Jenis Tuntutan
Syarat ini memiliki kaitan yang erat dengan syarat kesamaan fakta
atau dasar hukum.9 Syarat kesamaan jenis tuntutan secara implisit
disebut dalam Pasal 1 huruf b yang menyatakan bahwa Wakil
Kelompok adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang
mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang
lebih banyak jumlahnya. Jika ditafsirkan dari ketentuan dalam Pasal
tersebut dapat kita simpulkan dua hal yaitu yang pertama adalah
timbul jenis kerugian yang sama yang dialami wakil kelompok dan
anggota kelompok, dan yang kedua adalah pada dasarnya bentuk
kerugian itu nyata (actual loss), atau kerugian material, tetapi bejuga
bersifat kerugian imateriil.10 Kesimpulannya adalah kesamaan jenis
tuntutan atau Typicality artinya harus terdapat kesamaan tuntutan
hukum maupun pembelaan dari seluruh anggota yang diwakili (class
members)..
2. Syarat Formulasi Gugatan

9 Harahap, op.cit., hlm.151
10 Ibid., hlm.152.

Menurut ketentuan Pasal 3 dan pasal 10 Peraturan Mahkamah
Agung, hal pertama yang perlu di garis bawahi mengenai syarat
pengajuan gugatan dengan cara class actions adalah ketentuannya
tetap tunduk pada hal-hal yang diatur dalam Hukum Acara Perdata,
dalam hal ini adalah HIR dan RBG, namun harus juga memenuhi
ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 10 Peraturan
Mahkamah Agung.
Secara ringkas syarat-syarat mengajukan gugatan dengan cara
class actions adalah sebagai berikut :11
a. Mencantumkan

dan

mengalamatkan

gugatan

berdasarkan

kompetensi absolut dan relatif sesuai dengan sistem dan patokan
yang diatur dalam Pasal 118 HIR.
b. Mencantumkan tanggal pada gugatan
c. Gugatan ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya
d. Menyebutkan identitas para pihak yang minimal terdiri atas nama
lengkap dan alias, serta alamat atau tempat tinggal.
e. Mencantumkan fundamentum pretendi yang terdiri dari dasar hukum
gugatan (rechtelijke gronds) dan dasar fakta gugatan (feitelijke
gronds).
f. Memuat petitum gugatan.

3. Proses Pemeriksaan Awal (Verifikasi/Sertifikasi)
Dasar hukum dari proses pemeriksaan awal terdapat dalam
ketentuan Pasal 5 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002.
Proses ini lazim dinamakan sebagai preliminary certificate test, atau
11 Ibid., hlm.153.

preliminary

hearing.12

Tujuan

dari

adanya

proses

ini

adalah

memeriksa tentang sah atatu tidaknya persyaratan class actions yang
diajukan sesuai dengan kriteria yang terdapat dalam Pasal 2
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Secara garis besar
hal-hal yang wajib diperiksa dalam tahap ini adalah :


Definisi dan deskripsi kelompok, apakah memenuhi syarat spesifik.



Wakil kelompok apakah jujur dan benar-benar mengurus kepentingan
kelompok.



Apakah jumlah kelompok memenuhi syarat numerousity sehingga
tidak efektif dan efisien penyelesaian perkara melalui gugatan biasa.



Menilai dan mempertimbangkan apakah terdapat \kesamaan fakta atau
kesamaan dasar hukum dan kesamaan tuntutan antara wakil kelompok dan anggota
kelompoknya.13

4. Perdamaian
Proses selanjutnya adalah perdamaian. Dasar hukum proses perdamaian dalam
sengketa class actions diatur berdasarkan Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2002. Pasal ini berisi perintah kepada Hakim untuk wajib mendamaikan para
pihak.14 Menurut Yahya Harahap Pasal ini merupakan hiasan formal belaka tanpa daya
karena dalam penerapannya seperti Pasal 130 HIR sangat jarang Hakim berdedikasi
untuk menyelesaikan perkara melalui perdamaian.
5. Pemberitahuan Anggota Kelompok (Notifikasi)
Proses selanjutnya adalah pemberitahuan (notifikasi), dan proses ini bersifat
imperatif atau wajib dilakukan. Berdasarkan Pasal 1 huruf e Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2002 Pemberitahuan dilakukan oleh Panitera atas perintah dari
Hakim kepada anggota kelompok. Proses notifikasi dilakukan ketika keluarnya
12 Harahap, op.cit., hlm.155
13 Ibid., hlm.156.
14 Ibid., hlm.159.

penetapan bahwa gugatan perwakilan tersebut sah setelah diteliti dan memenuhi syarat.
Cara pemberitahuan dilakukan dengan prinsip mudah dijangkau oleh anggota
kelompok, seperti dengan media cetak dan/atau elektronik, pemberitahuan di kantor
pemerintah dan lain lain. Tujuan dari adanya pemberitahuan adalah agar semua anggota
kelas mengetahui akan adanya gugatan class actions dan untuk memberikan kesempatan
bagi anggota kelas yang ingin menyatakan keluar (Opt out) .15
6. Pernyataan Keluar (Opt Out)
Setelah adanya pemberitahuan (notifikasi) maka proses selanjutnya adalah
pernyataan keluar, dan proses ini bersifat fakultatif atau tidak wajib dilakukan (pilihan).
Berdasarkan Pasal 1 huruf f dan Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002
yang dimaksud dengan pernyataan keluar adalah suatu bentuk pernyataan tertulis yang
ditandatangi dan diajukan kepada pengadilan dan/atau pihak penggugat, oleh anggota
kelompok. Itu artinya, proses ini memberikan kesempatan dalam jangka waktu tertentu
untuk menyatakan keluar dari kasus gugatan class actions apabila tidak ingin dilibatkan
dalam gugatan class actions, sehingga putusan mengadilan tidak memihak dirinya.16
Akibat dari anggota kelompok yang mempergunakan hak keluar (option out right)
adalah tidak mengikat dan berkekuatan kepadanya. Artinya, anggota tersebut tidak
melekat ne bis in idem, sehingga dia dapat mengajukan gugatan yang sama kepada
tergugat.

2. Gugatan Actio Popularis
Setiap orang tidak bebas mengajukan gugatan dengan cara yang dikehendakinya.
Hakimlah yang berkuasa dalam menerima, memeriksa dan memutus perkara dengan
tunduk pada peraturan hukum acara yang ada dan tidak menuruti justiciabelen (pencari
keadilan/penggugat) yang memilih sendiri caranya berperkara yang tidak/belum ada
dasar hukumnya. Hukum acara perdata mengatur hak dan kewajiban beracara yang
bersifat prosedural (hak untuk naik banding, kewajiban untuk mengajukan saksi) dan

15 Disriani Latifa Soroinda, Slide Mata Kuliah Class Action, (Depok : Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2013), Slide.8
16 Ibid., Slide 10.

bukan bersifat substansial seperti pada hukum perdata matenil (hak milik, kewajiban
untuk melunasi hutang).
Pasal 28 Undang-undang No 4 Tahun 2004 mengatakan bahwa hakim wajib menggali
hukumnya di dalam masyarakat, maka yang dimaksudkan adalah hukum materiilnya
(hukum yang mengatur hak dan kewajiban substansial), bukan hukum formil (hukum
yang mengatur hak dan kewajiban formil). ltupun, dalam menggali hukumnya, dalam
menemukan hukumnya, tidak asal mengadakan "terobosan", tetapi ada metode atau
aturan permainannya. Asas dasar utama yang penting dalam hukum acara perdata kita
adalah asas point d'interet point d'action17, yang berarti bahwa barangsiapa mempunyai
kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak atau gugatan. Kepentingan di sini bukan
asal setiap kepentingan, tetapi kepentingan hukum secara langsung, yaitu kepentingan
yang dilandasi dengan adanya hubungan hukum antara penggugat dan tergugat dan
hubungan hukum itu langsung dialami sendiri secara konkrit oleh penggugat.
Kepentingan hukum secara langsung, hubungan sebab akibat, harus dialaminya sendiri.
Kalau dimungkinkan setiap orang boleh menggugat tanpa syarat adanya "kepentingan
hukum yang langsung", maka dapat dipastikan pengadilan akan kebanjiran gugatangugatan. Asas penting lainnya dalam hukum acara perdata adalah asas actori incumbit
probatio yang berarti barangsiapa mempunyai sesuatu hak atau mengemukakan suatu
peristiwa harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu (Pasal 163 HIR). Penggugat
harus membuktikan adanya hubungan antara dirinya dengan hak atau kepentingan.
Di dalam praktik dikenal suatu cara mengajukan gugatan perdata yang disebut gugatan
perwakilan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama dalam satu
perkara yang dilakukan oleh salah seorang anggota atau lebih dari kelompok tersebut
tanpa menyebut anggota kelompok satu demi satu. Gugatan semacam ini dikenal
dengan acara gugatan class action yang diadopsi dari sistem Anglosaks (Mertokusumo,
2006:71) dan diatur dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
17Sudikno, , Mertokusumo 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty hlm 53

Dari sekian banyak perkara gugatan class action, sebagian besar tidak diterima (niet
ontvankelijk verklaard) oleh pengadilan dan patut patut dipertanyakan. Diktum "tidak
dapat diterima", termasuk hukum acara perdata yang berarti bahwa putusan itu belum
menyentuh pokok perkara, baru menyentuh formalitas. Berarti bahwa syarat formal
pengajuannya tidak dipenuhi.
Akhir-akhir ini mulai marak diajukan tuntutan perdata yang dikenal dengan actio
popularis atau citizen lawsuit. Menurut Sjahdeini yang dimaksud dengan actio popularis
adalah prosedur pengajuan gugatan yang melibatkan kepentingan umum secara
perwakilan. Gugatan dapat ditempuh dengan acuan bahwa setiap warga negara tanpa
kecuali mempunyai hak membela kepentingan umum. Dengan demikian setiap anggota
warga negara atas nama kepentingan umum dapat menggugat negara atau pemerintah
atau siapa saja yang yang melakukan perbuatan melawan hukum, yang nyata-nyata
merugikan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat luas. Dalam actio
popularis, hak mengajukan gugatan bagi warga negara atas nama kepentingan umum
adalah tanpa syarat, sehingga orang yang mengambil inisiatif mengajukan gugatan tidak
harus orang yang mengalami sendiri kerugian secara langsung, dan juga tidak
memerlukansurat kuasa khusus dari anggota masyarakat yang diwakilinya.
Suatu contoh gugatan actio popularis adalah kasus demam berdarah, putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat No 251/Pdt/G/t998 PN. Jkt. Pst, hakim dalam putusannya
berpendapat bahwa actio popularis harus diatur dalam undang-undang (Komisi Hukum
Nasional, Menggagas bentuk gugatan actio polularis), sedangkan perkara divestasi PT
Indosat baik dalam putusan tingkat pertama maupun dalam putusan banding dinyatakan
tidak sah (Suara Pembaharuan, Nasib gugatan "actio popularis" privatisasi Indosat).
Dapat diinformasikan bahwa action popularis di Negeri Belanda sejak I Juli 2005 telah
dihapus (Stichting Greenpeace Nederland).
Dari apa yang diuraikan di atas dapatlah disimpulkan seperti berikut: (i) Peraturan
hukum acara perdata bersifat imperatif, yang berarti bersifat memaksa, tidak dapat
disimpangi dan hakim harus tunduk; (ii) Hakim tidak dapat menciptakan peraturan yang

mengikat setiap orang secara umum; (iii) Lembaga hukum acara perdata asing
sepanjang belum ada landasan undang-undangnya, demi kepastian hukum, tidak dapat
diterapkan. Kebebasan hakim tidaklah mutlak, tetapi dibatasi oleh undang-undang,
ketertiban umum dan kesusilaan; (iv) Penemuan hukum yang sering dikatakan sebagai
'penerobosan' tidak dapat asal saja dilakukan (menerobos), tetapi ada metode atau aturan
permainannya. Kita harus tetap taat asas.

DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Karya Ilmiah
Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata Tentang
Gugatan, Persidangan,
_______Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta : Sinar Grafika,
_______2006.
Kamello, T. “Penerapan Gugatan Class actions.” Skripsi Sarjana Universitas
_______Sumatra Utara. Medan, 2013.
Sime, Stuart. A Practical Approach to Civil Procedure. London : Blackstone,
_______2001.
Sundari, E. Pengajuan Gugatan Secara Class actions. Yogyakarta : Universitas
_______Atma Jaya, 2002..
Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata
_______dalam Teori dan Praktek. Bandung : Mandar Maju, 2005.
Mertokusumo, Sudikno-, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty
Regulasi
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, cetakan ke 23,1990, Jakarta : Pradnya Paramitha
Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penerapan
Gugatan Perwakilan Kelompok. Perma No. 1 Tahun 2002.
Website
United
States.
“Consumer
Product
Warranties,”
_______http://www.gpo.gov/fdsys/pkg/USCODE-2009-title15/html/USCODE_______2009-title15-chap50.htm. Diunduh pada 14 Desember 2014