Library Research Hukum internasional Rom

Kepatuhan Indonesia Terhadap Hukum Internasional Dilihat Dari
Prinsip Reputatior, Reciprocity, Dan Retaliation
(Studi Kasus: Sengketa Internasional Indonesia Dengan Timor Leste)
Dosen Pengampu :
Ridwan Arifin , S.h.,Ll.m
Di susun oleh :
Nama

: 1. YULIANA FARIDA (8111416067)
2. LULUK RAHAYU (8111416090)

Mata Kuliah : Hukum Internasional
Rombel

:5

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang
diberikannya sehingga tugas makalah yang berjudul “Kepatuhan Indonesia
Terhadap Hukum Internasional Dilihat Dari Prinsip Reputatior, Reciprocity, Dan
Retaliation” ini dapat kami selesaikan. Makalah ini kami buat sebagai
kewajiban untuk memenuhi tugas dan untuk mengetahui.
Makalah “Kepatuhan Indonesia Terhadap Hukum Internasional Dilihat Dari
Prinsip Reputatior, Reciprocity, Dan Retaliation” ini dalah rangkaian tugas yang
harus diselesaikan dalam memenuhi mata kuliah Hukum Internasional di
Program Studi Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang.
Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan terimakasih yang dalam kepada
semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka
demi terwujudnya makalah ini.
Melalui makalah ini, penulis berusaha memberikanpembahasan tentang segala
sesuatu mengenai Kepatuhan Indonesia Terhadap Hukum Internasional Dilihat
Dari Prinsip Reputatior, Reciprocity, Dan Retaliation.
Akhir kata kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari dari
kata sempurna dan banyak kekurangannya, oleh karena itu kami
mengharapkan saran, kritik dan petunjuk bagi beberapa pihak untuk
pembuatan makalah ini menjadi lebih baik dikemudian hari.
Semarang, 10 Oktober 2017


Penyusun

1

DAFTAR ISI
Halaman Sampul............................................................................................
Kata Pengantar..............................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................
Daftar Gambar.............................................................................................iii
Daftar Tabel.................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B.Rumusan Masalah.............................................................................2
1. Apa penyebab terjadinya sengketa
internasional ?....................................2
2. Bagaimana peran mahkamah internasional dalam
menyelesaikan sengketa
internasional ?.............................................................................
.............2

C.Metode Penulisan..............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................4
2.1 Penyebab terjadinya sengketa internasional..................................4
2.2 Peran mahkamah internasional dalam menyelesaikan sengketa
internasional................................................................................................8
BAB III KESIMPULAN............................................................................14
3.1 Kesimpulan...................................................................................14
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….15

2

ii

DAFTAR GAMBAR

3

DAFTAR TABEL
Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao, melakukan kunjungan resmi
dan menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melakukan diskusi

terkait sengketa batas. Berdasarkan perjanjian perbatasan darat 2012, kedua
negara telah menyepakati 907 koordinat titik-titik batas darat atau sekitar 96%
dari panjang total garis batas. Garis batas darat tersebut ada di sektor Timur
(Kabupaten Belu) yang berbatasan langsung dengan Distrik Covalima dan
Distrik Bobonaro sepanjang 149,1 km dan di sektor Barat (Kabupaten Kupang
dan Kabupaten Timor Tengah Utara) yang berbatasan langsung dengan
wilayah enclave Oecussi sepanjang 119,7 km. Dalam upaya diplomasi untuk
menyelesaikan sisa segmen yang belum disepakati, hambatan yang perlu
diantisipasi adalah perbedaan pola pendekatan penyelesaian yang digunakan
oleh masing-masing pihak. Pihak Timor Leste dengan dipandu oleh ahli
perbatasan UNTEA menekankan bahwa penyelesaian perbatasan hanya
mengacu kepada traktat antara Belanda-Portugis Tahun 1904 dan sama sekali
tidak berkenan memperhatikan dinamika adat-istiadat yang berkembang di
wilayah tersebut. Sementara itu, pihak Indonesia mengusulkan agar pendapat
masyarakat adat ikut dipertimbangkan. Upaya diplomasi yang dilakukan kedua
memang perlu dilakukan, hal ini setidaknya penggunaan kekuata structural
mampu mengatasi konflik di perbatasan tersebut. Namun perbedaan pendapat
antara kedua negara tentang refrensi pembagian batas wilayah juga harus
diselesaikan. Apabila sengketa perbatasan ini belum final bisa jadi konflik
tersebut akan terulang kembali. Menurut penulis tidak perlu ada campur

tangan asing dalam kasus ini, lebih baik Indonesia melakukan kebijakan
domestic seperti pengembangan perbatasan diwilayah tersebut begitu juga
dengan pihak Timor-Leste.

4

5

1
BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Keberadaan hukum internasional dalam tata pergaulan internasional,

sesungguhnya merupakan konsekuensi dari adanya hubungan internasional
yang telah dipraktikan oleh negara-negara selama ini. Hubungan internasional
yang merupakan hubungan antar negara, pada dasarnya adalah ”hubungan
hukum”. Ini berarti dalam hubungan internasional telah melahirkan hak dan

kewajiban antar subyek hukum (negara) yang saling berhubungan baik dalam
bentuk hubungan bilateral, regional maupun multilateral. Hukum internasional
mutlak diperlukan dalam rangka menjamin kelancaran tata pergaulan
internasional. Hukum internasional menjadi pedoman dalam menciptakan
suasana kerukunan dan kerjasama yang saling menguntungkan. Hukum
internasional bertujuan untuk mengatur masalah-masalah bersama yang
penting dalam hubungan antara subjek-subjek hukum internasional.
Perkembangan dunia global yang sudah melintasi batas-batas wilayah teritorial
negara lain, sangat membutuhkan aturan yang jelas dan tegas. Aturan
tersebut, bertujuan agar tercipta suasana kerukunan dan kerja sama yang
saling menguntungkan. Kerja sama dalam hubungan antar bangsa,
memerlukan aturan hukum yang bersifat internasional. 1
Sumber hukum internatsional berupa perjanjian internasional, kebiasaan
internasional dan sebagainya, mempunyai peranan penting dalam mengatur
masalah-masalah bersama antara subyek-subyek hukum internasional. Istilah
lain untuk hukum internasional adalah “hukum bangsa-bangsa”. Munculnya
sengketa-sengketa internasional yang banyak terjadi, lebih sering disebabkan
oleh ulah segelintir negara (terutama yang memiliki kekuatan tertentu) yang
mengabaikan aturan-aturan internasional yang telah disepakati bersama. Oleh
sebab itu, dihormati atau tidaknya hukum internasional sangat tergantung dari

komitmen setiap negara dalam memandang dan menghargai bangsa atau
negara-negara lain.
Dan tidak kalah pentingnya adalah bagaimana peranan Perserikatan
Bangsa Bangsa melalui Dewan Keamanan yang sesuai tugasnya adalah
memelihara perdamaian dan keamanan internasional di atas kepentingan
1 Phartiana I Wayan,Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju, Bandung,2003,hlm
34

2
negara-negara tertentu. Karena sampai dengan sekarang masalah-masalah
sengketa internasional masih sulit untuk diselesaikan melalui Pengadilan
Internasional, manakala sudah melibatkan negara-negara adikuasa.2
Di era modern ini banyak sekali negara yang melakukan hubungan
dengan negara lain untuk memenuhi kebutuhan negaranya. Hubungan yang
dijalin tersebut terikat dengan hukum internasional. Tentu kita mengetahui
dengan adanya hukum internasional sangat berdampak positif dalam menjaga
ketertiban hubungan internasional. Namun, belum tentu suatu hubungan
hukum yang terjadi antara para pihak tidak selalu berjalan lancar. Adakalanya
timbul ketidakserasian yang kemudian menimbulkan sengketa diantara kedua
belah pihak. Wilayah merupakan hal yang sering disangkut pautkan dengan

kedaulatan. Saat wilayah suatu negara dilanggar oleh negara lain, sama
dengan mengganggu kedaulatan suatu negara.3
Sama halnya dengan negara Indonesia dan Timor Leste, karena suatu
wilayah kedua negara tersebut bersengketa. Timor leste merupakan suatu
negara yang dulunya termasuk kedalam wilayah Indonesia. Setelah merdeka
pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Leste resmi memisahkan diri dan membentuk
negara baru yaitu Republic Rakyat Demokratik Timor Leste. Persoalan
kemerdekaan Timor Leste tentunya menjadi cabuk tersendiri bagi pemerintah
Indonesia yang tidak mampu menjaga wilayah kedaulatan dan malah memilih
opsi untuk memerdekaan Timor Leste.
Persoalan disintegrasi Timor Leste dari Indonesia tidak selesai sampai
disitu saja, masalah pelik yang sering muncul yakni masalah perbatasan. Ada
beberapa wilayah perbatasan antara Indonesia – Timor Leste yang masih
belum disepakati dan masih menjadi klaim antar dua negara tersebut. Oleh
karena itu, makalah ini disusun untuk mengupas lebih jauh lagi konflik antara
Indonesia dan Timor Leste atas perebutan wilayah perbatasan tersebut juga
dan mengupas penyebab dan berbagai cara yang ditempuh untuk
menyelesaikan sengketa tersebut.

2Adolf, Huala,Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional,Sinar Grafika,Bandung,2004,hlm 45

3 Wiraatmadja, Suwardi, Pengantar Hubungan Internasional , Bhratara,Jakarta,2006,hlm 89

3
B.
1.

Rumusan Masalah
Apa penyebab terjadinya sengketa internasional?
2.
Bagaimana peran mahkamah internasional dalam menyelesaikan
sengketa internasional?

C. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian hukum merupakan suatu keharusan untuk
mengunakan suatu metode penelitian agar lebih mudah dalam hal
penyusunannya. Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahanbahan pustaka atau data-data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian
hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.
Penelitian ini bersifat Yuridis Normatif, oleh karena didasarkan pada metode,
sistematika dan pemikiran tertentu dengan tujuan mempelajari suatu atau
beberapa gejala hukum tertentu dan menganalisisnya. Dalam penulisan

makalah tentang “Kepatuhan Indonesia Terhadap Hukum Internasional Dilihat
Dari Prinsip Reputatior, Reciprocity, Dan Retaliation” makalah ini menggunakan
metode pengumpulan data atau kepustakaan (library research).
Menurut Koentjaraningrat teknik kepustakaan merupakan carapengumpulan
data bermacam-macam material yang terdapat diruang kepustakaan, seperti
koran, buku-buku, jurnal, majalah, naskah, dokumen dan sebagainya yang
relevan dengan penelitian ( Koentjaraningrat, 1983 : 420).
Menurut Sugiyono, studi kepustakaan berkaitan dengan kajian teoritis dan
referensi lain yang berkaitan dengan nilai, budaya dan norma yang
berkembang pada situasi sosial yang diteliti, selain itu studi kepustakaan
sangat penting dalam melakukan penelitian, hal ini dikarenakan penelitian
tidak akan lepas dari literatur-literatur Ilmiah ( Sugiyono, 2012 : 291 ).
Berdasarakan pengertian tersebut, maka penelitian tentang “Kepatuhan
Indonesia Terhadap Hukum Internasional Dilihat Dari Prinsip Reputatior,
Reciprocity, Dan Retaliation”
menggunakan bermacam buku seperti buku, jurnal , koran, skripsi, dan
sebagainya.

4


BAB II
PEMBAHASAN
2. 1

Penyebab Terjadinya Sengketa Internasional

Sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi
antar negara baik yang berupa masalah wilayah, warganegara, hak asasi
manusia, maupun masalah yang bersifat pelik, yaitu masalah terorisme. Dalam
mengatasi perselisihan atau sengketa antar bangsa, keberadaan hukum
internasional dapat berperan untuk mengatur batas negara, mengatur
hubungan diplomasi, membuat, melaksanakan dan menghapus traktat. Selain
itu mengatur masalah kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial,
budaya, hukum dan hankam. Selain hukum internasional peran hukum damai
pun tidak dapat diabaikan. Hukum damai mengatur cara memecahkan
perselisihan dengan jalan damai, seperti perundingan diplomatik dan mediasi
dengan meminta pihak ketiga menjadi perantara atau penengah dalam
menyelesaikan sengketa internasional yang terjadi. 4Faktor-faktor penyebab

4 Suwardi, Sri Setianingsih, Penyelesaian Sengketa Internasional,UI-Press,Jakarta,2006,hlm
124

5
timbulnya sengketa internasional sangat kompleks. Namun demikian, dapat
disebutkan antara lain :
No

Faktor

Uraian

Keterangan

Segi

Pasca perang

Krisis Kuba dan krisis

Politis (Adan

dunia kedua

semenanjung Indocina

ya Pakta

(1945) muncul

yang berakibat Korea

Pertahanan

dua blok kekuatan

terbagi menjadi Korea

atau Pakta

besar, barat

Utara (komunis) dan Korea

Perdamaian)

(liberal

Selatan (liberal), Kamboja,

membentuk pakta

Vietnam, dan sebagainya.

Penyebab
1.

pertahanan NATO)
di bawah
pimpinan Amerika
dan timur
(komunis
membentuk pakta
pertahanan
Warsawa)
dipimpin Uni
Soviet. Kedua blok
tersebut, saling
berebut pengaruh
dibidang idielogi
dan ekonomi serta
saling berlomba
memperkuat
senjata. Akibatnya
sering terjadi
konflik (sengketa)
diberbagai negara
yang menjadi
korban

6
2.

Hak Atas

Wilayah teritorial

Masalah

Suatu

menjadi sangat

kepulauan Sipadan – Ligita

Wilayah

kompleks,

n an-tara pemerintah

Teritorial

manakala wilayah

Indo-nesia dengan

tersebut menjadi

Malaysia. Yang akhirnya

sengketa ”saling

berda-sarkan penetapan

mengklaim” antar

Mahkamah Interna-sional

negara yang

kedua pulau tersebut

berbeda

menjadi milik Malaysia.
Konflik Palestina – Israel
yang merupakan konflik
klasik antara bangsa Arab
dan bangsa Yahudi.

3.

Pengembang

Negara-negara

Korea Utara dan Iran yang

an Senjata

selain yang

sampai hari ini masih

Nuklir atau

memiliki hak veto

dicurigai Ame-rika dan

Senjata

di PBB dan

sekutunya, karena

Biologi

pemenang Perang

kepemilikan teknologi

Dunia II, sulit

”senjata nuklir”.

untuk mendapat

Amerika dan sekutu-nya

kepercayaan

menuduh Irak mengemba

dunia

ngkan sen-jata pemusnah

internasional

masal.

dalam
mengembangkan
berbagai senjata
yang berbasis
teknologi nuklir
dan biologi.
Mereka akan
selalu dicurigai
dan dianggap
sebagai

7
”destabilitas”
untuk kawasan
sekitarnya.
4.

Permasalaha

Kasus Amerika –

Dampak peristiwa ini

n Terorisme

Afganistan, kasus

adalah serangan/invasi

ini diawali

Amerika dan sekutunya

peristiwa 11

terhadap negara Afganis-

November 2001

tan, Irak dan Somalia

atau peristiwa

(negara-negara yang di-

serangan teroris

anggap sarang teroris).

terhadap
gedung World
Trade Center dan
gedung Pentagon
di Amerika.
Amerika menduga
serangan tersebut
dilakukan oleh
kelompok Islam Al
Qaeda
(Afganistan)
pimpinan Osama
bin Laden.
5.

Ketidakpuas

Pemerintah dalam

Kasus kelompok mi-noritas

an Terhadap

melaksanakan

muslim Moro di Filipina

Rezim Yang

kekua-saannya,

yang me-nuntut

Berkuasa.

dirasakan kurang

pemerintahan otonomi.

adil oleh sebagian

Kasus Gerakan Aceh

masyarakat atau

Merdeka (GAM) di

daerah sehingga

Indonesia yang me-nuntut

menuntut adanya

kemerdekaan.

otonomi lebih luas
atau separatis

8
(pemisahan untuk
merdeka).
6.

Adanya

Pasca perang

Penyerarangan terhadap

Hegemoni

dingin, kekuatan

negara Afghanistan, Irak,

(pengaruh

dunia telah

dan Somalia yang tanpa

kekuatan)

menjadi

minta restu Dewan

Amerika.

monopolar (satu

Keamanan PBB.

kekuatan) yaitu

Amerika hampir sela-lu

Amerika dan

menutup mata ter-hadap

sekutunya. Hal ini

apa yang dila-kukan Israel

berakibat

di kawa-san Timur Tengah

dominasi Amerika

dalam konflik dengan

di berbagai

Palestina.

wilayah negara
sering melakukan
tindakan unilateral
(sepihak) yang
sering melanggar
kaidah-kaidah
hukum
internasional.
Dan faktor lain yang menyebabkan terjadinya sengketa internasional sebagai
berikut:
1. kesalah pahaman (Misalnya : perbedaan dlm menafsirkan isi suatu
2.
3.
4.
5.
6.

perjanjian yang dibuat)
Salah satu pihak mengingkari isi perjanjian
Penghinaan terhadap harga diri negara lain
Intervensi yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain
Perebutan sumber- sumber ekonomi
Perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan

internasional
7. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian
Internasional.
8. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian Internasional.
9. Perebutan sumber-sumber ekonomi
10.
Penghina terhadap harga diri bangsa

9
11.

Ketidaksepahaman mengenai garis perbatas-an antar negara yang

banyak yang
12.
Peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer baik oleh
negara-negara yang ada di kawa-san ini, maupun dari luar kawasan.

BAB II
PEMBAHASAN
2. 2

Peran Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan

Sengketa Internasional
Mahkamah internasional adalah badan PBB yang berkedudukan di Den
Haag (Belanda) Mahkamah dapat bersidang di tempat lain kalau dianggap
perlu. Masa bersidang diadakan setiap tahun kecuali waktu-waktu libur. Sidangsidang lengkap pada prinsipnya dihadiri oleh 15 anggota, tetapi quorum
dengan 9 anggota sudah cukup untuk mengadili suatu perkara. Biasanya
mahkamah bersidang dengan 11 anggota tidak termasuk hakim-hakim .
Mahkamah memilih ketua dan wakil ketua untuk masa jabatan tiga tahun dan
dapat dipilih kembali.
Internasional Wewenang mahkamah diatur oleh Bab II statuta yang khusus
mengenai wewenang mahkamah dengan ruang lingkup masalah-masalah
mengenai sengketa. Untuk mempelajari wewenang ini harus dibedakan antara
wewenang ratione personae, yaitu siapa-siapa saja yang dapat mengajukan
perkara ke mahkamah dan wewenang ratione materiae, yaitu mengenai jenis
sengketa-sengketa yang dapat diajukan.
No

Wewenan
g

Uraian

Keterangan

10
1.

Ratione
Personae

Yaitu akses ke Mahkamah

Keputusan mahkamah adalah

In-ternasional yang hanya

keputusan organ hukum

terbuka untuk negara,

tertinggi di dunia. Penolakan

individu dan organisasi-

suatu negara terhadap

organisasi internasi-onal

keputusan lembaga tersebut,

tidak dapat menjadi pihak

akan dapat merusak citranya

dari suatu sengketa di

dalam pergaulan antar

depan mahkamah. Pada

bangsa apalagi jika

prinsipnya, mahkamah

sebelumnya jika negara-

hanya terbuka bagi negara-

negara tersebut telah

negara anggota dari statuta. wewenang wajib mahkamah.
Negara-negara ini teru-tama Oleh karena itu, dengan
semua anggota PBB (189

menga-dakan pengecualian

negara). Namun selain

terhadap ketentuan tersebut,

anggota PBB, negara yang

juga diberi-kan kemungkinan

bukan ang-gota PBB dapat

kepada negara-negara lain

menjadi pihak pada statuta

yang bukan pihak pada

mahkamah dengan syarat-

statuta untuk dapat

syarat yang akan diten-

mengajukan suatu perkara ke

tukan oleh Majelis

mahkamah (Pasal 35 ayat 2

Umum atas rekomendasi

statuta). Dalam hal ini, dewan

Dewan Keamanan.

keamanan dapat menentukan
syarat-syaratnya.

2.

Ratione
Materiae

Menurut pasal 36 ayat 1

Wewenang mahkamah pada

wewenang Mahkamah Inter-

prinsipnya bersifat fakultatif.

nasional meliputi semua

Ini berari jika terjadi suatu

perkara yang diajukan

sengketa antar dua negara,

pihak-pihak yang

mahkamah baru dengan

bersengketa kepadanya,

persetujuan bersama dapat

teruta-ma yang terdapat

membawa perkara mereka ke

dalam piagam PBB atau

mahkamah. Akan tetapi

dalam perjanjian-perjanjian

adanya persetujuan antara

dan konvesi-konvensi yang

pihak-pihak yang

11
berlaku. Walaupun Pasal 36

bersengketa, wewenang

ayat 1 ini tidak tidak

mahkamah tidak akan

mengadakan pembedaan

berlaku terhadap sengketa

antara sengketa hukum dan

tersebut.

politik yang boleh dibawa ke
mahka-mah, dalam
praktiknya mahka-mah
selalu menolak memeriksa
perkara-perkara yang tidak
ber-sifat hukum.
Selain kedua wewenang tersebut, Mahkamah Internasional memiliki
wewenang wajib (Compulsory Jurisdiction). Wewenang wajib dari mahkamah
hanya dapat terjadi jika negara-negara sebelumnya dalam suatu persetujuan
menerima wewenang tersebut. 1) Wewenang Wajib Berdasarkan Ketentuan
Konvensional Seperti juga halnya dengan arbitrasi, dalam praktiknya
wewenang wajib ini dapat diterima dalam bentuk klausula khusus atau dalam
bentuk perjanjian-perjanjian umum.5
Klausula khusus ini terdapat dalam suatu perjanjian sebagai tambahan
dari perjanjian itu sendiri. Klausula bertujuan menyelesaikan sengketasengketa yang mungkin lahir di masa yang akan datang mengenai
pelaksanaan dan interpretasi perjanjian tersebut di depan mahkamah.
Klausula-klausula khusus dijumpai dalam perjanjian-perjanjian perdamaian
tahun 1919, perjanjian-perjanjian wilayah mandat, dan perjanjian-perjanjian
mengenai minoritas.
Setelah perang dunia II, klausula-klausula yang demikian juga terdapat dalam
piagam-piagam konstitutif organisasi-organisasi internasional. Klausulaklausula tersebut terdapat dalam konvensi-konvensi kodifikasi yang baru,
misalnya konvensi-konvensi mengenai hubungan diplomatik tahun 1961 dan
mengenai hukum perjanjian 1969. Di samping itu, ada pula perjanjianperjanjian umum bilateral dan multilateral, yaitu perjanjian-perjanjian yang
dibuat oleh negara-negara yang khusus bertujuan menyelesaikan secara damai
5 Merrills, J.G. Penyelesaian Sengketa Internasional. Terjemahan Achmad Fauzan (Internasional
Dispute Settlement). Bandung:Trasito.2000.

12
sengketa-sengketa hukum mereka di masa datang di muka mahkamah. Perlu
diingat bahwa keharusan untuk menerima wewenang wajib mahkamah hanya
terbatas pada sengketa-sengketa hukum. 2) Klausula Opsional Pasal 36 ayat 2
statuta mengatakan bahwa negara-negara pihak statuta, dapat setiap saat
menyatakan menerima wewenang wajib mahkamah dan tanpa persetujuan
khusus dalam hubungannya dengan negara lain menerima kewajiban yang
sama dalam semua sengketa hukum megenai:
a)

penafsiran suatu perjanjian

b)

setiap persoalan hukum internasional

c) adanya suatu fakta yang bila terbukti akan merupakan pelanggaran
terhadap kewajiban internasional;
d) jenis atau besarnya ganti rugi yang harus dilaksanakan karena pelanggaran
dari suatu kewajiban internasional. Fungsi Konsultatif Mahkamah
Internasional Mahkamah juga mempunyai fungsi konsultatif, yaitu
memberikan pendapat-pendapat yang tidak mengikat atau apa yang
disebut advisory opinion. Hal ini ditulis dalam pasal 69 ayat 1 Piagam Statuta
dan aturan prosedur, mahkamahlah yang menetapkan syarat-syarat
pelaksanaan pasal tersebut yang terdapat pada Bab IV Statuta.

6

1) Natur Yuridik Pendapat Hukum (Advisory Opinion) Terdapat perbedaan dalam
penyelesaian sengketanya, keputusan-keputusan mahkamah merupakan
keputusan-keputusan hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersengketa,
sedangkan pendapat-pendapat yang dikeluarkan mahkamah bukan merupakan
keputusan hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Apalagi
pelaksanaan pendapat-pendapat tersebut sama sekali tidak bisa dipaksakan.
Jadi yang dikeluarkan mahkamah hanyalah suatu pendapat dan bukan
merupakan suatu keputusan. Pendapat ini bertujuan memberikan penjelasanpenjelasan kepada badan-badan yang mengajukan pertanyaan kepada
mahkamah atas permasalahan hukum. Sebagai contoh, konvensi 1946
mengenai hak-hak istimewa, dan kekebalan PBB, menyebutkan bahwa kalau
terjadi sengketa antara PBB dan negara-negara anggota mengenai
pelaksanaan dan intrepretasi konvensi, sengketa dapat diajukan ke mahkamah
6 Wiraatmadja, Suwardi, Pengantar Hubungan Internasional ,Bhratara,Jakarta,2006,hlm65

13
untuk meminta pendapatnya. Selain itu, pihak-pihak yang bersengketa berjanji
untuk bertindak sesuai dengan pendapat mahkamah tersebut. Mekanisme
pendapat yang menjadi wajib ini merupakan jalan keluar bagi organisasi
internasional yang diperbolehkan mengajukan sengketa ke mahkamah dengan
keputusan yang mengikat. Dengan demikian, pendapat-pendapat mahkamah
tidak mempunyai kekuatan hukum dan jika pihak-pihak yang bersengketa
menerimanya, semata-mata disebabkan kekuatan moral pendapat-pendapat
itu sendiri. Pada umumnya, organ-organ yang meminta pendapat dan negaranegara yang bersangkutan menerima pendapat-pendapat mahkamah dan
jarang sekali pendapat mahkamah itu dilaksanakan.
2) Permintaan Pendapat Mahkamah Internasional Pasal 96 dan pasal 65 statuta
menyatakan bahwa mahkamah dapat memberikan pendapat mengenai semua
persoalan hukum. Berbeda dengan mahkamah yang dulu, mahkamah yang
sekarang dapat diminta pendapatnya untuk semua persoalan hukum, baik
yang bersifat konkrit maupun yang abstrak, sedangkan mahkamah yang dulu
hanya dapat ditanya tentang sengketa-sengketa hukum yang
konkrit. a) Badan yang dapat meminta pendapat mahkamahKebalikan dari
prosedur wajib, prosedur konsultatif hanya terbuka bagi organisasi-organisasi
internasional dan bukan bagi negara-negara. Menurut pasal 96 ayat 1, Majelis
Umum dan Dewan Keamanan PBB dapat minta advisori opinion mengenai
masalah hukum ke mahkamah. Selanjutnya, menurut ayat 2 pasal tersebut,
hak untuk meminta pendapat mahkamah ini juga dapat diberikan kepada
organ-organ lain PBB dan badan-badan khusus dengan syarat bahwa semua
harus mendapat otoritas terlebih dahulu dari Majelis Umum. b) Pemberian
pendapat oleh mahkamah Secara teoritis, mahkamah tidak diwajibkan untuk
menjawab. Namun, dalam praktiknya, mahkamah tidak pernah lalai dalam
melakukan tugasnya, bahkan mahkamah harus berpegang teguh pada
pendapat mahkamah bahwa sebagai organ hukum PBB, kewajiban memberikan
pendapat-pendapat kalau diminta, untuk membantu lancarnya tugas PBB.
Sebaliknya, mahkamah dapat menolak permintaan pendapat kalau dianggap
terdapat ketidak normalan dalam permintaan tersebut. Selain itu, mahkamah
memeriksa apakah pertanyaan yang diajukan suatu organisasi internasional
betul-betul berada di bawah wewenang organisasi tersebut, serta apakah

14
organisasi-organisasi mempunyai wewenang khusus. Juga dilihat dari
prakteknya mahkamah menolak memberikan pendapat terhadap soal-soal
politik atau soal-soal yang berada di bawah wewenang nasional suatu negara.
Mengenai kegiatan mahkamah dari tahun 1922-1940, mahkamah tetap
internasional telah mengeluarkan 31 keputusan, 27 advisory opinion, dan
5 ordonasi. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan mahkamah tetap tidak
mengecewakan, sedangkan tentang mahkamah internasional yang sekarang
dari tahun 1946-1993 telah memutuskan 44 perkara dan telah memberikan 21
pendapat (advisory opinion). Mahkamah Internasional dewasa ini bukanlah
merupakan satu-satunya peradilan tetap, tetapi terdapat pula mahkamahmahkamah lain yang mempunyai wewenang yang terbatas.7
Dalam upaya penyelesaian perkara ke Mahkamah Internasional bukanlah
merupakan kewajiban negara namun hanya bersifat fakultatif. Artinya negara
dalam memilih cara-cara penyelesaian sengketa dapat melalui berbagai cara
lain seperti saluran diplomatik, mediasi, arbitrasi, dan cara-cara lain yang
dilakukan secara damai. Meskipun Mahkamah Internasional adalah merupakan
lembaga utama PBB dan anggota PBB otomatis dapat berperkara melalui
Mahkamah Internasional, namun dalam kenyataannya bukanlah merupakan
kewajiban untuk menyelesaikan sengketa pada badan peradilan ini. Beberapa
negara tidak berkemauan untuk menyelesaikan perkaranya melalaui
Mahkamah Internasional. Prosedur Penyelesaian Sengketa oleh Mahkamah
Internasional
Pengajuan perkara ke Mahkamah Internasional, dapat menggunakan 2
cara yaitu :


Bila pihak-pihak yang berperkara telah memiliki perjanjian khusus
(special agreement) maka perkara dapat dimasukkan dengan



pemberitahuan melalui panitera Mahkamah.
Perkara dapat diajukan secara sepihak (dalam hal tidak adanya
perjanjian/persetujuan tertulis).

Surat pengajuan permohonan yang sudah ditandatangani oleh wakil negara
atau perwakilan diplomatik yang berkedudukan di tempat mahkamah
Internasional berada tersebut kemudian disahkan dan salinanya dikirim kepada
7 Suryokusumo, Sumaryo,Hukum Diplomatik Teori dan Kasus,Alumni,Bandung,1995,hlm 90

15
negara tergugat dan hakim-hakim Mahkamah. Pemberitahuan juga
disampaikan kepada anggota PBB melalui Sekretariat Jenderal. Setelah itu
dalam acara pemeriksaan dilakukan melalui sidang acara tertulis dan acar
lisan. Dalam acara tertulis maka dilakukan jawab menjawab secara tertulsi
antara pihak tergugat dan penggugat. Setelah acara tertulis ditutup maka
dimulai lagi acara lisan atau hearing.

8

Keputusan Mahkamah bersifat final dan tidak ada banding kecuali untuk halhal yang bersifat penafsiran dari keputusan itu sendiri. Dalam menghadapi
persoalan-persoalan baru yang berkembang dengan pesat nampaknya
Mahkamah Internasional dituntut mampu untuk menyesuaikan perkembangan
zaman. Hal ini ditambah lagi proses globalisasi yang nyata dimana batas-batas
negara semakin menipis dan semakin berkembanganya lembagaisasilembagaisasi yang memiliki karakter internasional yang kuat. Karena itu
sebagian ahli menuntut adanya lembaga peradilan internasional yang mampu
menangani berbagai persoalan global yang tidak terbatas pada kepentingan
negara saja.9
Mahkamah Internasional dalam tugasnya untuk memeriksa perselisihan
atau sengketa antara negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepadanya,
dapat

melakukan

perannya

untuk

menyelesaikan

sengketa-sengketa

internasional. Hal ini dapat kita lihat pada contoh-contoh berikut ini :


Runtuhnya Federasi Yugoslavia (1992) melahirkan perang saudara di
antara bekas negara anggotanya (Kroasia, Slovenia, Serbia, dan
Bosnia Herzegovina). Namun pemerintahan Yugoslavia yang dulu
dikuasai oleh Serbia, tidak membiarkan begitu saja sehingga terjadi
pembersihan etnik (ethnic cleansing) terutama kepada etnik Kroasia
dan Bosnia. Campur tangan PBB menghasilkan keputusan Mahkamah
Internasional yang didukung oleh pasukan NATO, memaksa Serbia
menghentikan langkah-langkah pembersihan etnik yang kemudian
mengadili para penjahat perang. Mahkamah Internasional sangat aktif

8 Perwita, A.A Banyu, & Yanyan Moch. Yani,Pengantar Ilmu Hubungan InternasionalPT Remaja
Rosdakarya,Bandung,2005,hlm73
9 Brierly, J. L, Hukum BangsaBangsa Suatu Pengantar Hukum Internasional, Bharatara,
Jakarta.1996,hlm28

16
mengadili perkara kejahatan perang. Hingga sekarang proses tersebut
masih terus berlangsung.10

BAB III
PENUTUP
Sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar
negara baik yang berupa masalah wilayah, warganegara, hak asasi manusia,
maupun masalah yang bersifat pelik, yaitu masalah terorisme. Dalam
mengatasi perselisihan atau sengketa antar bangsa, keberadaan hukum
internasional dapat berperan untuk mengatur batas negara, mengatur
hubungan diplomasi, membuat, melaksanakan dan menghapus traktat. Selain
itu mengatur masalah kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial,
budaya, hukum dan hankam. Selain hukum internasional peran hukum damai
pun tidak dapat diabaikan. Hukum damai mengatur cara memecahkan
perselisihan dengan jalan damai, seperti perundingan diplomatik dan mediasi
dengan meminta pihak ketiga menjadi perantara atau penengah dalam
menyelesaikan sengketa internasional yang terjadi. menyebabkan terjadinya
sengketa internasional sebagai berikut:
1. kesalah pahaman (Misalnya : perbedaan dlm menafsirkan isi suatu
2.
3.
4.
5.
6.

perjanjian yang dibuat)
Salah satu pihak mengingkari isi perjanjian
Penghinaan terhadap harga diri negara lain
Intervensi yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain
Perebutan sumber- sumber ekonomi
Perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan

internasional
7. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian
Internasional.
Negara dalam memilih cara-cara penyelesaian sengketa dapat melalui
berbagai cara lain seperti saluran diplomatik, mediasi, arbitrasi, dan cara-cara
lain yang dilakukan secara damai. Meskipun Mahkamah Internasional adalah
10Guimond, S. & Dube-Simard, L. (1983). Relative Deprivation Theory and the Quebec
Nationalist Movement: The Cognition-Emotion Distinction and Personal-Group Deprivation
Issue. Journal of Personality and Social Psychology, 44, 526-535.

17
merupakan lembaga utama PBB dan anggota PBB otomatis dapat berperkara
melalui Mahkamah Internasional, namun dalam kenyataannya bukanlah
merupakan kewajiban untuk menyelesaikan sengketa pada badan peradilan ini.
Beberapa negara tidak berkemauan untuk menyelesaikan perkaranya melalaui
Mahkamah Internasional. Prosedur Penyelesaian Sengketa oleh Mahkamah
Internasional

DAFTAR PUSTAKA
Phartiana I Wayan, 2003.Pengantar Hukum Internasional.Bandung: Penerbit
Mandar Maju
Adolf, Huala. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Bandung:
Sinar Grafika.
Suwardi, Sri Setianingsih. 2006. Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta:
UI-Press.
Wiraatmadja, Suwardi. 2006. Pengantar Hubungan Internasional Jakarta:
Bhratara.
Merrills, J.G.2000.Penyelesaian Sengketa Internasional. Terjemahan Achmad
Fauzan (Internasional Dispute Settlement). Bandung:Trasito.
Suryokusumo, Sumaryo.1995. Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Bandung:
Alumni.
Perwita, A.A Banyu, & Yanyan Moch. Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Brierly, J. L, Hukum BangsaBangsa Suatu Pengantar Hukum
Internasional,Jakarta:Bharatara.

Guimond, S. & Dube-Simard, L. (1983).Relative Deprivation Theory and the
Quebec Nationalist Movement: The Cognition-Emotion Distinction and PersonalGroup Deprivation Issue. Journal of Personality and Social Psychology, 44, 526535.