PERANCANGAN INFOGRAFIK FENOMENA NOMOPHOB Masalah Masalah Sosial

PERANCANGAN INFOGRAFIK FENOMENA NOMOPHOBIA
SEBAGAI MASALAH INTERAKSI SOSIAL

Laporan Objek Penelitian
diajukan untuk mengikuti
Ujian Tengah Semester
Mata Perkuliahan
Proyek Desain Komunikasi Visual

NAMA : RAKHMAT RIYANDI
NPM

: 201346500123

PROGRAM STUDI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI


A. Tinjauan Pustaka dan Tinjauan Karya
1. Tinjauan Pustaka
Setelah melakukan tinjauan terhadap beberapa penelitian, ada
beberapa sumber pustaka yang memiliki keterkaitan dengan objek
yang sedang peneliti tekuni, diantaranya yaitu:

a. Buku berjudul "Cracking Zone" (2010) yang ditulis oleh Rhenald
Kasali, diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta.
Buku yang peneliti pilih sebagai referensi ini memuat tentang
perkembangan teknologi internet dan ponsel serta pengaruhnya
terhadap generasi muda di era digital sekarang ini.
Manfaat yang peneliti dapatkan dari buku ini adalah sebagai
sumber referensi data yang memberikan informasi kepada peneliti
tentang

hal-hal

yang


berkaitan

dengan

smartphone

dan

permasalahan interaksi sosial yang terjadi pada generasi native
digital disekitar kita.

b. Laporan Penelitian berupa Skripsi, karya Ina Astari Utaminingsih
yang ditulis pada 2006 dengan judul “Pengaruh Penggunaan
Ponsel pada Remaja Terhadap Interaksi Sosial Remaja”. Program

1

2

Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas

Pertanian - Institut Pertanian Bogor, di Bogor
Laporan penelitian ini menjelaskan tentang dampak apa saja
yang disebabkan perkembangan teknologi pada ponsel dan analisis
penulis tentang pengaruh ponsel terhadap interaksi sosial remaja.
Adapun manfaat yang didapatkan peneliti dari karya tulis ini
adalah untuk mengetahui seperti apa pengaruh penggunaan ponsel
pada

remaja

terhadap

interaksi

sosial

mereka.

Serta


mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
intensitas penggunaan ponsel dikalangan remaja.

c. Laporan Penelitian berupa Thesis, karya Caglar Yildirim, yang
ditulis pada 2014 dengan judul “Exploring the Dimensions of
Nomophobia”. Pada Universitas Iowa State, Amerika Serikat
Laporan penelitian ini menjelaskan tentang nomophobia
menurut sudut pandang penulis. Serta hasil riset yang dilakukan
oleh penulis untuk mengetahui seperti dampak nomophobia dan
seperti apa pengaruhnya terhadap para remaja di Amerika.
Adapun manfaat yang didapatkan peneliti dari karya tulis ini
adalah

untuk

mengetahui

lebih

dalam


tentang

fenomena

nomophobia di luar Indonesia. Serta menganalisis faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi intensitas penggunaan ponsel dikalangan
remaja di Amerika dan Inggris.

3

Peneliti mengambil kesimpulan berdasarkan penelitian yang
diterapkan oleh Yildirim, bahwa fenomena nomophobia tak hanya
di dalam negeri saja. Bisa dikatakan perkembangan fenomena
nomophobia

di

luar


negeri

jauh

lebih

masif

daripada

perkembangan di dalam negeri.

2. Tinjauan Karya
a. Video Grafis 'NO-MOBILE-PHONE-BIA: NOMOPHOBIA'
Tinjauan karya pertama yang peneliti pilih sebagai bahan
referensi dan perbandingan media dari proyek penelitian yang
sedang penulis kerjakan adalah video grafis dengan judul 'NOMOBILE-PHONE-BIA: NOMOPHOBIA' hasil browsing dari situs
youtube yang diunggah oleh akun Grazpp edtech, Mei 2017.
Alasan penulis memilih video grafis ini sebagai salah satu
karya yang akan ditinjau adalah objek yang dibahas memiliki

kesamaan objek dengan penelitian yang sedang penulis kerjakan.
Hanya saja penulis menilai video grafis ini terlihat terlalu tekstual.
Data-data yang ditampilkan dalam video grafis ini kurang diolah
dengan baik. Padahal banyak sekali nilai informasi menarik yang
masih bisa diolah agar menjadi lebih menarik.
Dari sisi visual yang ditampilkan, latar belakang yang
digunakan sangat monoton. Selain itu, ilustrasi yang digunakan
kebanyakan merupakan hasil unduhan dari internet sehingga tidak
didapati keseragaman visual dari video grafis ini sejak awal

4

dimulai hingga ke bagian akhir. Selain itu penggunaan jenis huruf
yang

digunakan

juga

membuat


video

grafis

ini

terlihat

membosankan.
Berikut beberapa tampilan video dari infografis tersebut:

Gambar 2.1.
NO-MOBILE-PHONE-BIA: NOMOPHOBIA
(Sumber: https://youtu.be/06Ftyja9ADc, diakses 1 Oktober 2017)

b. Video Grafis 'Fact About Nomophobia #part2'
Tinjauan karya selanjutnya yang peneliti jadikan bahan
referensi dan perbandingan adalah video grafis berjudul 'Fact
About Nomophobia #part2'. Video ini juga merupakan hasil


5

browsing dari situs youtube yang diunggah oleh akun Aris Sujoko,
April 2014.
Alasan penulis tertarik menjadikan video ini sebagai acuan
adalah dari sisi pengolahan konten yang sudah cukup baik menurut
penulis. Perpaduan teks dan ilustrasi yang ditampilkan sudah
berusaha diatur semenarik mungkin. Hanya saja hal yang masih
perlu diperhatikan adalah penggunaan ilustrasi yang diunduh dari
internet serta proporsi dari tiap-tiap elemen visual yang
ditampilkan.
Sementara itu untuk sisi latar belakang yang digunakan dari
video grafis ini boleh dikatakan sama-sama monoton dengan video
grafis yang dibahas sebelumnya. Kali ini latar yang digunakan
berwarna biru. Sedikit lebih kontras dan enak dilihat jika dibanding
video grafis sebelumnya. Namun pertimbangan terhadap daya tarik
audiens sebagai target utama penyampaian informasi juga perlu
diperhatikan dan diterapkan dengan baik agar audiens tetap
nyaman menikmati setiap panel ditampilkan.

Berikut beberapa tampilan video yang peneliti jadikan
referensi karya:

6

Gambar 2.2.
Fact About Nomophobia #part2
(Sumber: https://youtu.be/uVI7VrbQrjA, diakses 1 Oktober 2017)

c. Video Grafis 'nomophobia'
Pada Tinjauan karya kali ini penulis memilih video grafis
dengan judul 'nomophobia' yang merupakan hasil browsing dari
situs youtube yang diunggah oleh akun Lim Eunice, Maret 2015.
Menurut penulis, video ini jauh lebih baik untuk dijadikan
acuan dari beberapa video grafis sebelumnya. Pengolahan konten
mulai dari tipografi, data, latar belakang hingga ilustrasi yang
ditampilkan bisa dikatakan menarik dan orisinil.
Selain hal-hal diatas, pengaturan proporsi yang ditampilkan di
setiap elemen visual juga sudah ditata dengan cukup baik. Hanya
saja data yang ditampilkan masih kurang informatif dan sangat

sedikit. hal tersebut membuat durasi dari video grafis ini terasa
sangat singkat.

7

Berikut beberapa tampilan video dari karya video grafis yang
penulis maksud:

Gambar 2.3.
nomophobia
(Sumber: https://youtu.be/8Jf-MHi0NDg, diakses 10 Oktober 2017)

B. Landasan Teori
1. Desain Komunikasi Visual
Desain komunikasi visual adalah suatu disiplin ilmu yang
bertujuan mempelajari konsep-konsep komunikasi serta ungkapan
kreatif melalui berbagai media untuk menyampaikan pesan dan
gagasan secara visual dengan mengelola elemen-elemen grafis yang
berupa bentuk dan gambar, tatanan huruf, serta komposisi warna serta
layout (tata letak atau perwajahan). Dengan demikian, gagasan bisa

8

diterima oleh orang atau kelompok yang menjadi sasaran penerima
pesan (Kusrianto, 2007:2).
Desain komunikasi visual memiliki peran atau informasi kepada
pembaca dengan berbagai kekuatan visual (Supriyono, 2010:9).
Menurut Tinarbuko (2015:5) desain komunikasi visual merupakan
salah satu bagian dari seni terapan yang mempelajari perencanaan dan
perancangan berbagai bentuk informasi komunikasi visual.
Akar utama ilmu desain komunikasi visual bila diibaratkan sebuah
pohon adalah ilmu seni dan ilmu komunikasi. Sedangkan ilmu sosial
dan budaya, ilmu ekonomi, dan ilmu psikologi adalah akar ilmu
pendukungnya. Cabang-cabang dari ilmu desain komunikasi visual
diantaranya meliputi ilustrasi, fotografi, tipografi, 3 dimensi,
multimedia, AVI/elektronik media, computer graphic, animasi,
periklanan, percetakan/ penerbitan, dan lain-lain (Kusrianto, 2007:1213).
Lain hal menurut pandangan Anggraini dan Nathalia (2014:15),
yang menyatakan bahwa desain komunikasi visual adalah seni yang
dalam penyampaian sebuah informasi atau pesan dengan menggunakan
visual melalui media desain. Sementara itu, Safanayong (2006:3)
dalam bukunya yang berjudul Desain Komunikasi Visual Terpadu juga
menjelaskan fungsi dari Desain Komunikasi Visual yang terdiri dari
beberapa poin yaitu:

9

a. To Inform, memberi informasi, menjelaskan, menerangkan, dan
mengenalkan.
b. To Enlighten, memberi penerangan, membuka pikiran dan
menguraikan.
c. To

Persuade,

membujuk

atau

menganjurkan.

Dengan

menggunakan unsur kepercayaan, logika, dan daya tarik.
d. To Protect, melindungi objek lain seperti desain kemasan dan
kantong belanja.

Pendekatan visual yang akan dilakukan dalam perancangan media
infografis ini adalah menampilkan penjelasan tentang dampak negatif
fenomena nomophobia terhadap interaksi sosial serta potensi bahaya
apa saja yang dapat disebabkannya. Penyampaian akan didominasi
oleh kombinasi foto-foto ilustratif dengan visualisasi data yang
disajikan dengan unik dan seinformatif mungkin agar dapat menarik
perhatian audiens yang dituju.
2. Infografis
a. Pengertian Infografis
Infografis singkatan dari informasi dan grafis yang merupakan
representasi visual dari informasi, data atau pengetahuan.
Infografis menggabungkan data dengan desain menjadi satu
sehingga memungkinkan audiens untuk dapat mengingat informasi
dengan lebih baik dan mudah, Lee (2014: 129).

10

Menurut Saptodewo (2014:194) menyatakan bahwa, Infografis
berasal dari kata Infographics yang dalam Bahasa Inggris merupakan
singkatan dari Information + Graphics merupakan bentuk visualisasi
data yang menyampaikan informasi kompleks kepada pembaca agar
dapat dipahami dengan lebih mudah dan cepat.
Grafik informasi atau lebih dikenal dengan istilah infografis
adalah salah satu bidang yang berkembang pesat dalam media massa
setelah desainer mengkombinasikan informasi dari ranah berita ke
piranti lunak komputer yang mutakhir untuk menjelaskan cerita yang
tidak dapat diceritakan oleh sekedar teks dan foto (Saptodewo,
2014:194). Hal serupa juga dinyatakan oleh Lankow, dkk (2014:

20) bahwa infografis merupakan singkatan dari ‘grafis informasi’.
Infografis sendiri dalam definisinya diartikan sebagai bentuk
visualisasi data yang menyampaikan informasi kompleks kepada
pembaca agar dapat dipahami dengan lebih mudah dan cepat. Dari
definisi ini saja jelas terkandung makna bahwa infografis dapat
menjadi perangkat yang mendukung penyampaian pesan melalui
bentuk visual, baik itu berupa data-data maupun informasiinformasi

lainnya.

(http://yogasdesign.com/2017/10/desain-

infografis-eksplorasi-elemen-visual-adalah-kuncinya/, diakses 2
Oktober 2017)

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa infografis
merupakan media yang memanfaatkan kombinasi dari beragam

11

elemen visual yang berfungsi untuk menyampaikan data-data yang
bersifat informatif terhadap target audience-nya.

b. Poin Penting Dalam Infografis
Ketentuan dasar dalam metode komunikasi verbal ataupun visual
yang dapat digunakan sebagai pondasi untuk menetapkan nilai visualisasi
dan pembagian kategori dalam sebuah infografis menurut Lankow, dkk
(2014:30) terbagi menjadi tiga poin penting yaitu:
1) Daya Pikat

Komunikasi harus terjalin dengan audiens secara sukarela.
2) Komprehensif

Komunikasi harus dengan efektif menyediakan pengetahuan
yang memungkinkan pemahaman yang jelas atas informasi.
3) Retensi

Komunikasi harus dengan efektif menyediakan pengetahuan
yang memungkinkan pemahaman yang jelas atas informasi.

c. Jenis-jenis Infografis
Menurut pembagian jenisnya, Lankow, dkk (2014:59),
mengklasifikasikan infografis menjadi tiga yaitu:
1) Statis
Infografis yang menampilkan informasi tetap. Interaksi
audiens hanya sebatas melihat dan membaca nilai informasi

12

yang disampaikan karena data visual yang ditampilkan ialah
citra diam.
2) Bergerak
Infografis yang menampilkan informasi bergerak. Interaksi
audiens terdiri dari melihat, membaca, dan mendengarkan nilai
informasi

yang

ditampilkan.

Lankow

dkk

(2014:74)

mengemukakan, infografis ini memiliki kemampuan menarik
emosional audiens melalui musik sambil mendapatkan
informasi melalui suara latar belakang. Keistimewaan dari
infografis bergerak adalah dapat lebih menarik perhatian
audiens melalui perpaduan antara efek visual dengan audio.
3) Interaktif
Menurut Lankow dkk, (2014:59), infografis ini berisi
informasi yang dinamis. Audiens diajak berinteraksi secara
aktif dengan meng-klik untuk mencari data-data spesifik.
Infografis ini membentuk konten yang ingin disajikan lebih
personal sehingga memungkinkan audiens untuk memilih
informasi mana yang akan diakses dan divisualisasikan.
Selain paparan diatas, Lankow, dkk (2014:21) juga membagi
infografis menjadi dua yaitu:
1) Infografis Kuantitatif/Digerakan Oleh Data
Merupakan infografis yang menampilkan informasi yang
meliputi pengukuran. Lankow, dkk. (2014:134) mengemukakan

13

bahwa data-data yang disajikan pada infografis ini umumnya hadir
dalam bentuk numeris atau angka-angka (minim narasi). Infografis
ini digerakkan oleh data, sehingga memungkinkan audiens
mengambil makna dari visualisasinya berdasarkan persepsinya
masing-masing.

2) Infografis Kualitatif/Menghibur
Merupakan infografis yang dibuat tidak terlalu mengandalkan
data atau angka-angka. Menurut Lankow, dkk (2014:134)
infografis ini menampilkan informasi yang disajikan sekreatif
mungkin dengan memanfaatkan ilustrasi visual yang bertujuan
untuk menarik perhatian audiens, namun tetap menyampaikan
pesan yang berhubungan dengan niai informasi yang ingin
disampaikan.

Perancangan infografis fenomena nomophobia ini merupakan
kombinasi dari infografis kuantitatif dan kualitatif. Karena pada
penerapannya infografis ini akan menampilkan data-data yang bersifat
ilustratif, numeris, dan naratif (menggunakan narasi voice over).

3. Komponen Dalam Infografis
Lankow dkk (2014:19-21) berpendapat bahwa ada beberapa
komponen yang krusial dalam perancangan infografis, yaitu:
a) Informasi

14

Pengetahuan dalam bentuk kata-kata, angka-angka, atau konsep
yang dapat dikomunikasikan (Lankow dkk, 2014:19).
b) Ilustrasi
Dalam infografis, ilustrasi dapat digunakan untuk menyajikan
anatomi sebuah benda atau untuk menambahkan daya tarik estetis
(Lankow, 2014:19).
c) Desain (rancangan)
Konsep, fungsionalitas dan keluaran grafis yang dimaksudkan
untuk memecahkan suatu masalah (Lankow, 2014:19).
d) Narasi
Informasi yang bertujuan untuk mengarahkan audience melalui
sekumpulan informasi pilihan yang membentuk sebuah cerita.
Untuk mengkomunikasikan nilai-nilai yang dirancang untuk
meninggalkan pesan tertentu bagi audience (Lankow, 2014:21).
e) Visualisasi Data
Menurut Lankow dkk (2014:20) mengemukakan bahwa
visualisasi data adalah menyajikan data secara visual dengan
bentuk-bentuk yang lazim. Informasi dalam infografis sangat erat
hubungannya dengan data.

4. Elemen Visual Dalam Infografis
a. Warna
Pengertian warna menurut Supriyono (2010:70-74) adalah
salah satu elemen visual yang dapat dengan mudah menarik

15

perhatian

pembaca

atau

yang

melihatnya.

Warna

dapat

menciptakan mood dan membuat teks lebih berbicara. Secara
visual warna dibagi menjadi dua golongan, yaitu warna dingin dan
warna panas. Warna-warna dingin, seperti hijau, biru, hijau-biru,
biru-ungu, dan ungu dapat member kesan pasif, statis, kalem,
damai dan secara umum kurang mencolok. Sebaliknya, warnawarna panas, seperti merah, merah-oranye, oranye, kuning-oranye,
kuning, kuning hijau, dan merah-ungu memiliki kesan hangat,
dinamis, aktif dan mengundang perhatian.
Menurut Soewignjo (2013:2), warna dapat didefinisikan secara
subyektif, (psikologis) atau secara obyektif (fisik). Secara
subyektif, warna adalah bagian dari pengalaman indra penglihatan.
Dan secara obyektif, warna merupakan hasil dari panjang
gelombang cahaya yang dipancarkan. Kombinasi atau harmoni
warna yang dimanfaatkan atau digunakan dengan baik akan
memberi dampak yang baik pula. Dalam harmoni warna terdapat
beberapa macam rumusan warna (Soewignjo, 2013:41-43).
Menurut Sadjiman (2009) dalam Buku Nirmana terdapat lima
klasifikasi warna, yaitu :
1) Warna Primer
Warna Primer, atau warna pertama, atau warna pokok.
Disebut warna primer karena warna tersebut tidak dapat
dibentuk dari warna lain.

16

2) Warna Sekunder
Warna Sekunder, atau disebut warna kedua adalah warna
yang terbentuk dari pencampuran dua warna primer.

3) Warna Tersier
Warna Tersier atau warna ketiga adalah warna hasil
pencampuran dari dua warna sekunder atau warna kedua.

4) Warna Netral
Warna Netral merupakan hasil campuran ketiga warna
dasar dalam proporsi 1:1:1 warna ini sering muncul sebagai
penyeimbang warna-warna kontras yang berada di alam.

b. Tipografi
Tipografi berasal dari bahasa Yunani,yaitu Typos (bentuk) dan
Graphein (tulisan). Dalam perkembangannya istilah tipografi lebih
dikaitkan dengan gaya atau model huruf cetak. Bahkan
pengertiannya kini sudah berkembang lebih luas dengan mengarah
kepada disiplin ilmu yang mempelajari spesifikasi dan karakteristik
huruf, bagaimana memilih dan mengelola huruf untuk tujuan
tertentu (Supriyono, 2010:19-20)
Menurut Moholy (dalam Kusrianto, 2007:191) tipografi adalah
alat

komunikasi.

Oleh

karena

itu,

tipografi

harus

bisa

berkomunikasi dalam bentuk yang paling kuat, jelas dan terbaca.

17

Sedangkan menurut Roy Brewer (dalam Kusrianto, 2010:7),
tipografi dapat memiliki pengertian luas, yang meliputi penataan
dan pola halaman, atau setiap barang cetak atau dalam pengertian
yang lebih sempitnya hanya meliputi pemilihan, penataan, dan
berbagai hal bertalian pengetahuan baris-baris susunan huruf
(typsete), tidak termasuk ilustrasi dan unsur lain bukan huruf pada
halaman cetak.
Dapat dipahami bahwa penyajian dan pemilihan jenis huruf
sangat mempengaruhi fungsi dan nilai kejelasan pesan yang akan
disampaikan oleh jenis huruf tersebut. Pemilihan jenis huruf juga
dapat mempengaruhi karakter dan daya tarik dari sebuah karya
visual.

c. Ilustrasi
Wallace Baldinger (dalam Pujiyanto, 2008:115) berpendapat
bahwa, ilustrasi adalah seni membuat gambar yang berfungsi untuk
memperjelas dan menerangkan naskah atau manuskripnya. Ilustrasi
merupakan salah satu unsur penting yang sering digunakan dalam
komunikasi yang dianggap sebagai bahasa universal yang dapat
menembus rintangan yang ditimbulkan oleh perbedaan kata-kata.
Ilustrasi dapat mengungkapkan suatu hal secara lebih cepat dan
berhasil guna dari pada teks.
Ilustrasi merupakan seni gambar yang dimanfaatkan untuk
memberi penjelasan atas suatu maksud atau tujuan secara visual.

18

Ilustrasi secara lebih lanjut ternyata tidak hanya berguna sebagai
sarana pendukung cerita, tetapi, tetapi dapat juga menghiasi ruang
kosong. Misalnya dalam majalah, koran, tabloid, dan lain-lain.
Ilustrasi bisa berbentuk macam-macam, seperti karya seni sketsa,
lukis, grafis, karikatural, dan akhir-akhir ini bahkan banyak dipakai
image bitmap hingga karya foto.
Menurut Saptodewo (2014:197), Pesan kalaupun disampaikan
melalui teks harus dipilih dan diolah secara visual agar memiliki
kekuatan pesan. Karena sifat gambar yang multi makna, maka
infografik yang menggunakan ilustrasi fotografi maupun ilustrasi
gambar tangan ternyata lebih kuat dalam hal menarik atensi
pengamat dan sekaligus dapat mempersuasinya.

d. Flat Design
Menurut tim editorial dari Pindexain.com, flat design adalah
desain dengan pendekatan minimalis yang menekankan kegunaan,
dengan desain yang bersih tanpa ada bevel, bayangan, tekstur,
berfokus pada tipografi, warna-warna cerah dan ilustrasi dua
dimensi.
Dalam Flat Design, elemen hias yang lain akan dipandang
sebagai kekacauan yang tidak perlu. Jika sebuah aspek tidak
menyajikan tujuan yang fungsional, itu akan menjadi gangguan
untuk pengalaman pengguna. Inilah merupakan alasan untuk sifat
minimalis pada flat design.

19

Namun, karena gaya ini tidak memiliki desain yang mencolok
bukan berarti gaya ini akan membosankan. Cerah, warna-warna
kontras membuat ilustrasi dan memunculkan tombol dari
background, akan dengan mudah menarik perhatian dan memandu
mata pengguna. Tujuan dari citra minimalis juga berkontribusi
terhadap

karakter

fungsional

pada

(http://www.pindexain.com/apa-itu-flat-design/.

flat

design.

Diakses

28

Oktober 2017)

e. Ikon
Menurut Danesi (2004:38-39), ikon adalah tanda yang
mewakili sumber acuan melalui sebuah bentuk replikasi, simulasi,
imitasi,

atau

persamaan.

Sebuah

tanda

dirancang

untuk

mempresentasikan sumber acuan melalui simulasi atau persamaan.
Sedangkan menurut Budiman (2004:29) Ikon merupakan
sebuah tanda yang ada, dibuat agar mirip dengan sumber acuannya
secara visual. Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan rupa
sebagaimana yang dikenali oleh pemakainya. Persepsi manusia
berpengaruh dalam penafsiran dan pembentukan ikon ini.

20

C. Kerangka Berfikir

Fenomena Nomophobia
Latar Belakang
1. Melesatnya perkembangan teknologi smartphone yang sangat
canggih dan dapat menyebabkan adiksi pada penggunanya.
2. Potensi kecanduan digital berpotensi membahayakan diri serta
mempengaruhi aktivitas interaksi sosial.
3. Banyak waktu produktif yang terbuang akibat kecanduan
smartphone.

Studi Literatur
(Buku, Skripsi,
Jurnal, dan Artikel
Media Online).

Observasi
Pengumpulan data
lapangan

Kondisi Realitas

Wawancara
1. Achmad Sanusi
2. M. Arief
Burhanuddin
Kondisi Ideal

1.

Masih banyak masyarakat yang
kurang bijak menggunakan
smartphone miliknya.

1. Interaksi sosial antar individu
tetap optimal dan tidak terganggu
dengan adanya smartphone.

2.

Media informasi masih sangat
sedikit.

2. Masyarakat lebih bijak ketika
menggunakan smartphone.

Permasalahan Utama
Penggunaan smartphone yang berlebihan dapat menimbulkan adiksi
yang berpotensi membahayakan keselamatan penggunanya serta
mempengaruhi aktifitas interaksi sosial.
Solusi
Diperlukan media informasi untuk mencegah meluasnya fenomena
nomophobia

Media:
Infografis Dinamis

21

B. Konsep Dasar Perancangan
1. Segmentasi, Targeting, dan Positioning
Media utama dalam penelitian ini adalah infografis dinamis.
Dengan membuatnya secara kreatif dan lebih inovatif dari infografis
dinamis lainnya, infografis tersebut diharapkan dapat menyampaikan
pesan kepada khalayak dengan efektif. Berikut merupakan konsep
dasar perancangan yang akan peneliti gunakan dalam pembuatan
media infografis dinamis, meliputi:
a. Segmentasi
1) Geografis
Secara Khusus, wilayah yang dipilih oleh peneliti adalah
Kota DKI Jakarta. Hal ini dilakukan karena di Jakarta banyak
tersebar pada pecandu ponsel yang berasal dari beragam
kalangan. Hampir diseluruh sudut kota, sepanjang mata
memandang pasti banyak ditemui orang yang asyik dengan
smartphone-nya.

2) Demografis
Segmentasi berdasarkan demografi meliputi:
a) Gender

: Laki-laki dan Perempuan

b) Usia

: 20 s.d. 35 tahun

c) Pendidikan

: SMP s.d. Mahasiswa

d) SES

: B (Menengah)

22

3) Psikografis
Ditujukan untuk seluruh lapisan masyarakat segala usia
yang memiliki smartphone, umumnya mereka bersifat aktif,
dinamis serta terbiasa bersentuhan dengan perkembangan
teknologi. Sejak pendidikan dasar, mereka telah berhubungan
dengan komputer, terbiasa dengan internet, uang digital (kartu
kredit dan debit), kamera digital dan sebagainya. Selain itu
mereka memiliki kecendrungan karakter yang senang asyik
sendiri dengan dunianya, narsis, multitasking serta partisipatif.

b. Targeting
Target yang peneliti tuju dalam perancangan infografis
fenomena

nomophobia

ini

adalah

masyarakat

yang

aktif

menggunakan smartphone, laki-laki dan perempuan, khususnya
yang tinggal di DKI Jakarta.

Agar dapat menggunakan

smartphone secara bijak sehingga perkembangan teknologi dapat
dimanfaatkan dengan baik dan efisien tanpa mengganggu aktivitas
interaksi sosial.

c. Positioning
Untuk mengingatkan pada masyarakat khususnya generasi
remaja dan orang tua tentang kesadaran menggunakan smartphone
dengan cara yang lebih inovatif agar mereka menjadi lebih bijak
dalam menggunakan smartphone sehingga tidak mengganggu

23

aktivitas sosial dan waktu produktif mereka dalam kehidupan
sehari-hari.

2. Konsep Media
a. Judul Infografis
Judul infografis yang akan peneliti buat adalah ‘Apakah Kamu
Nomophobia?’. Judul ini sengaja peneliti pilih karena peneliti
menganggap setiap individu harus lebih menyadari pentingnya
interaksi sosial secara tatap muka ketimbang tetap preokupasi pada
layar smartphone yang digenggamnya. Selain itu peneliti juga
ingin menumbuhkan kesadaran pada audiens agar lebih membatasi
penggunaan smartphone dan lebih meningkatkan produktivitas
jauh ketimbang membuat waktu terbuang sia-sia.
b. Deskripsi Media Tayang
Peneliti menggunakan aspect ratio dengan Resolusi HD (High
Definition) 1280x720 piksel serta menggunakan format frame size
16:9 dengan frame rate 30 frame per second.
c. Alur Infografis
1) Segmen Pembuka
Segmen

ini

berisi

penjelasan

tentang

fenomena

nomophobia, ciri-ciri nomophobia, data penguna smartphone
di Indonesia berdasarkan gender, profil dan rentang usia

24

pengguna smartphone di Indonesia, prosentase penduduk serta
durasi penggunaan smartphone di Indonesia.
2) Segmen Isi
Segmen ini berisi tentang jenis-jenis aplikasi yang sering
digunakan ketika menggunakan smartphone. Dalam segmen ini
juga dipaparkan seperti apa saja dampak negatif yang mungkin
akan timbul ketika seseorang terlalu adiksi pada smartphone
miliknya.
3) Segmen Penutup
Pada segmen terakhir berisi metode pencegahan apa saja
yang bisa dilakukan untuk mengurangi adiksi terhadap
smartphone sehingga audiens dapat terhindar dari nomophobia.
3. Konsep Visual
a. Gaya Visual
Media informasi yang akan dibuat adalah infografis animasi.
Penggayaan infografis ini sengaja dipilih karena peneliti melihat
penggayaan infografis animasi memiliki potensi besar untuk
menarik perhatian masyarakat karena terlihat lebih unik dan
berkarakter.
Gaya infografis yang saat ini beredar menurut peneliti sangat
monoton dan kurang menarik. Peneliti khawatir jika media
infografis tidak dibuat semenarik mungkin nantinya akan
berpotensi menimbulkan kejenuhan bagi masyarakat sehingga nilai

25

informasi yang ada tidak tersampaikan dengan baik Untuk itu
peneliti merasa, saat ini diperlukan sebuah inovasi agar proses
penyampaian informasi dapat terus berguna dan bermanfaat bagi
masyarakat.
Salah satu bentuk inovasi yang peneliti pilih adalah perpaduan
animasi dengan grafik yang kemudian akan peneliti kemas menjadi
infografis animasi yang menarik dan berkarakter. Diharapkan
nantinya karya yang peneliti buat dapat menjadi alternatif pilihan
baru untuk memperkaya ragam jenis infografis agar tidak terlihat
monoton dan tentunya dapat memberikan manfaat positif bagi
masyarakat.

b. Skema Warna
Peneliti menyadari warna dapat memberikan kesan serta
mempengaruhi perasaan seseorang yang melihatnya. Oleh karena
itu warna merupakan aspek penting dalam suatu proses
perancangan desain, Pewarnaan yang akan peneliti gunakan dalam
perancangan infografis ini adalah warna-warna cerah namun tetap
menarik perhatian audiens. Pemilihan warna yang peneliti maksud
dapat dilihat pada gambar berikut:

26

Gambar 4.7
Konsep Warna
Sumber: Color Picker Adobe Illustrator

c. Pemilihan Huruf
Untuk

segi

pemilihan

jenis

huruf,

peneliti

sangat

mengutamakan sisi kejelasan dalam membaca serta dapat mewakili
kesan modern. Untuk itu peneliti memilih menggunakan huruf
"GROBOLD Regular" yang dikombinasikan dengan "Gotham
Rounded Bold". Menurut peneliti, jenis huruf tersebut terlihat
sederhana namun memiliki nilai keterbacaan yang jelas sehingga
dapat memudahkan audiens menerima informasi yang disampaikan
dalam infografis animasi yang peneliti buat. Adapun contoh visual

27

dari jenis huruf yang peneliti pilih dapat dilihat pada gambar
berikut:

Gambar 4.8
Pemilihan Huruf
Sumber: Dokumentasi Pribadi

IV. DAFTAR PUSTAKA

Buku
Anggraini, S, Lia. dan Nathalia, K. 2014. Desain Komunikasi Visual: Dasardasar Panduan untuk Pemula. Bandung: Nuansa Cendekia.
Budiman, K. 2011. Semiotika Visual: Konsep, Isu dan Problem Ikonisitas.
Yogyakarta: Jalasutra
Danesi, M. 2010. Pesan Tanda dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra
Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Hartini, D. dan Kartasapoetra, G. 1992. Kamus Sosiologi dan Kependudukan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kasali, R. 2010. Cracking Zone. Jakarta: Gramedia.
Kusrianto, A. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Jakarta: Andi Offset
Lankow, J. dkk. 2014. Infografis: Kedahsyatan Cara Bercerita Visual. Jakarta:
Gramedia
Lim, F. 2008. Filsafat Teknologi. Yogyakarta: Kanisius.
Lee, C. 2014. Yuk Optimalkan Visualisasi Data dengan Chart dan Infografis.
Jakarta: Elex Media Komputindo
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.
Pujiyanto. 2008. Teknik Grafis Komunikasi Jilid 2 Untuk Sekolah Menengah
Kejuruan. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional.
Rumini, S., dan Sundari H.S. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta :
PT Rineka Cipta.
Safanayong, Y. 2006. Desain Komunikasi Visual Terpadu. Jakarta: Arte
Intermedia.

Santosa. E.T. 2015. Raising Children in Digital Era. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Soekanto, S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT RajaGrafindo.
Soewignjo,S. 2013. Seni Mengatur Komposisi Warna Digital. Yogyakarta: Taka
Publisher.
Solihin, O. 2015. Sosmed Addict, Kecanduan yang Tak Perlu. Jakarta : Gema
Insani Press.
Rustan, S. 2014. Layout: Dasar & Penerapannya. Jakarta: Gramedia.
Supriyono, R. 2010. Desain Komunikasi Visual, Teori dan Aplikasi, Yogyakarta:
Penerbit Andi Offset.

Laporan Penelitian
Anasari, T. 2014. Dampak Penggunaan Smartphone pada Remaja Terhadap
Interaksi dalam Keluarga di Kabupaten Sleman. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.
Aryani, F, Nesy. 2013. Pengaruh Penggunaan Handphone Terhadap Pola
Pemikiran Remaja di Era Globalisasi. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Astari, U, Ina. 2006. Pengaruh Penggunaan Ponsel Terhadap Interaksi Sosial
Remaja. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Yildirim, C. 2014. Exploring the Dimensions of Nomophobia. Amerika Serikat:
Iowa State University.

Jurnal Online
Bianchi, A. & James G. P. 2005. Psychological Predictors of Problem Mobile
Phone Use (MPPUS). CyberPsychology & Behavior. Vol. 8. (1).
Diambil dari http://online.liebertpub.com/doi/abs/10.1089/cpb.2005.8.39.
Diakses 23 November 2016
Bragazzi, Nicola L.. & Puente, G. D. 2014. A Proposal for Including Nomophobia
in the New DSM-V. Psychology Research and Behavior Management.
Diambil dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4036142/.
Diakses 23 November 2016

Gifary, S. dan Iis K. N. 2015. Intensitas Penggunaan Smartphone Terhadap
Perilaku Komunikasi. Jurnal Sosioteknologi Vol. 14 (2), hlm. 171.
Diambil
dari
http://journals.itb.ac.id/index.php/sostek/article/view/1472/1045. Diakses
23 November 2016
Raka, N. 2015. Bagaimana Mengatasi Kecanduan Smartphone. Diambil dari
https://www.academia.edu/13923654/15_Tips_Mengatasi_Kecanduan_S
martphone. Diakses 28 Agustus 2017
Saptodewo, F. 2014. Desain Infografik Sebagai Penyajian Data Menarik. Jurnal
Desain.
Vol.
1
(3),
hlm.
193-198.
Diambil
dari
http://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Jurnal_Desain/article/view/56
3/528. Diakses 28 Agustus 2017
Seno R. Michael. 2016. Sekilas Mengenal Nomophobia: Definisi, gejala,
intervensi.
Diambil
dari
https://www.academia.edu/27834698/Sekilas_mengenal_nomophobia_D
efinisi_and_gejala. Diakses 28 Agustus 2017
Masyarakat Telematika Indonesia dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia. 2016. Konklusi Survey Ekosistem DNA (Device, Network &
Apps). Diambil dari http://mastel.id/release-hasil-survey-mastel-apjii2016/. Diakses 17 Juni 2017.
Lazada Indonesia. 2016. Indonesia Pegang Smartphone, Fakta Kelekatan
Masyarakat Indonesia dengan Smartphone. Jakarta : Tidak diterbitkan.

Situs Online
Suleha.

Y.
2017.
5
Efek
dari
Nomophobia.
Diambil
http://rona.metrotvnews.com/kesehatan/RkjPemRN-5-efek-darinomophobia. Diakses 17 Juni 2017.

dari

Yogasdesign. 2017. Elemen Visual Sebagai Kunci Eksplorasi Desain Infografis.
Diambil
dari
http://yogasdesign.com/2017/10/desain-infografiseksplorasi-elemen-visual-adalah-kuncinya/. Diakses 2 Oktober 2017.
Editorial

Pindesain. 2014. Apa itu Flat Design? Diambil dari
http://www.pindexain.com/apa-itu-flat-design/. Diakses 28 Oktober
2017.