Makalah Kemiskinan Sebagai Masalah Sosia

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Masalah kemiskinan merupakan isu sentral di Tanah Air,
terutama setelah Indonesia dilanda krisis multidimensional
yang memuncak pada periode 1997-1999. Setelah dalam kurun
waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun secara
spektakuler dari 40,1 persen menjadi 11,3 persen, jumlah
orang miskin meningkat kembali dengan tajam, terutama
selama krisis ekonomi. Studi yang dilakukan BPS, UNDP dan
UNSFIR menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada
periode 1996-1998, meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa
(11,3%) menjadi 49,5 juta jiwa (24,2%) atau bertambah
sebanyak 27,0 juta jiwa (BPS, 1999).
Sementara itu, menurut INDEF tahun 2009 yang
memproyeksikan jumlah penduduk miskin mencapai 40 juta
(16,8%) sedangkan data BPS pada Maret 2008 menyatakan
bahwa penduduk miskin sebanyak 35 juta jiwa (15,4%)
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru tahun 2006,
mencapai 60 juta jiwa dari total penduduk atau sekitar 25
persen. Dengan asumsi pendapatan perbulan hanya RP 150

ribu perbulan. Padahal standar Bank Dunia orang miskin
memiliki pendapatan US$2 perkapita per hari. Maka jika
standar ini digunakan maka jumlah keluarga miskin di
Indonesia lebih fantastik lagi. Kemiskinan sebuah kondisi
kekurangan yang dialami seseorang atau suatu keluarga.
Kemiskinan telah menjadi masalah yang kronis karena
berkaitan dengan kesenjangan dan pengangguran. Walaupun
kemiskinan dapat dikategorikan sebagai persoalan klasik,
tetapi sampai saat ini belum ditemukan strategi yang tepat
untuk menanggulangi masalah kemiskinan, sementara jumlah
penduduk miskin tiap tahunnya meningkat.
Walaupun kemiskinan dapat dikategorikan sebagai
persoalan klasik, tetapi sampai saat ini belum ditemukan
strategi yang tepat untuk menanggulangi masalah kemiskinan
1

dan merumuskan kebijakan anti kemiskinan, sementara jumlah
penduduk miskin tiap tahunnya meningkat. Ketidakberhasilan
itu
kiranya

bersumber
dari
cara
pemahaman
dan
penanggulangan kemiskinan yang selalu diartikan sebagai
sebuah kondisi ekonomi semata-mata.
Mengatasi kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya
memberdayakan orang miskin untuk dapat mandiri, baik dalam
pengertian ekonomi, budaya dan politik. Penanggulangan
kemiskinan tidak hanya dengan pemberdayaan ekonomi, akan
tetapi juga dengan pemberdayaan politik bagi lapisan miskin
merupakan sesuatu yang tidak dapat terelakkan kalau
pemerataan
ekonomi
dan
terwujudnya
kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan sosial seperti yang dikehendaki.
Permasalahan

Makalah ini akan membahas tentang masalah-masalah :
Kemiskinan Di Indonesia
Definisi Kemiskinan
Penyebab Terjadinya Kemiskinan
Identifikasi Pelayanan Pekerjaan Sosial yang berhubungan
dengan kemiskinan
Identifikasi Potensi dan Sistem Sumber di Indonesia Pemecahan
Kemiskinan
Melalui
Pendekatan-Pendekatan
Pemecahan
Masalah
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui
pengetahuan mengenai masalah-masalah kemiskinan dan
memberi informasi tentang kemiskinan, selain itu makalah ini
juga digunakan sebagai salah satu syarat memperoleh nilai
pada mata kuliah Analisis Masalah Sosial.

2


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi
masalahnya
sebagai berikut:
Tingkat Kemiskinan Di Indonesia cukup tinggi yakni 25% dari
jumlah penduduk Indonesia
Pemecahan masalah Kemiskinan bukan hanya melalui
pendekatan ekonomi saja
2.2 Definisi Masalah
Kemiskinan memiliki defenisi berbeda bergantung pada
cara pandang dan indikatornya. Secara tradisional kemiskinan
sering dipandang sebagai ketidakmampuan orang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang paling mendasar.
Kemiskinan merupakan konsep yang berwayuh wajah,
bermatra multidimensional. Ellis (1984:242-245), misalnya,
menunjukkan bahwa dimensi kemiskinan menyangkut aspek
ekonomi, politik dan sosial-psikologis.

Secara ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai
kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan
sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut
tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis
kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan
3

masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan konsepsi ini, maka
kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan
persediaan sumberdaya yang dimiliki melalui penggunaan
standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan (poverty
line). Cara seperti ini sering disebut dengan metode
pengukuran kemiskinan absolut. Garis kemiskinan yang
digunakan BPS sebesar 2,100 kalori per orang per hari yang
disetarakan dengan pendapatan tertentu atau pendekatan
Bank Dunia yang menggunakan 1 dolar AS per orang per hari
adalah contoh pengukuran kemiskinan absolut.
Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses
terhadap kekuasaan (power). Kekuasaan dalam pengertian ini

mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan
kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan
menggunakan sumberdaya. Ada tiga pertanyaan mendasar
yang bekaitan dengan akses terhadap kekuasaan ini, yaitu
(a) bagaimana orang dapat memanfaatkan sumberdaya
yang ada dalam masyarakat,
(b) bagaimana orang dapat turut ambil bagian dalam
pembuatan keputusan penggunaan sumberdaya yang tersedia,
dan (c) bagaimana kemampuan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada
kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung
dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan
produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan
sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor
penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang
dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di
masyarakat.
Faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi
faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam

diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau
adanya hambatan budaya. Teori “kemiskinan budaya” (cultural
poverty)
yang
dikemukakan
Oscar
Lewis,
misalnya,
4

menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat
adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orangorang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib,
kurang memiliki etos kerja dsb.
Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang
bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi
yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan
sumberdaya. Kemiskinan model ini seringkali diistilahkan
dengan kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini,
kemiskinan terjadi bukan dikarenakan “ketidakmauan” si
misikin

untuk
bekerja
(malas),
melainkan
karena
“ketidakmampuan” sistem dan struktur sosial dalam
menydiakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si
miskin dapat bekerja. Konsepsi kemiskinan yang bersifat
multidimensional ini kiranya lebih tepat jika digunakan sebagai
pisau
analisis
dalam
mendefinisikan
kemiskinan
dan
merumuskan kebijakan penanganan kemiskinan di Indonesia.
Sebagaimana akan dikemukakan pada pembahasan
berikutnya, konsepsi kemiskinan ini juga sangat dekat dengan
perspektif pekerjaan sosial yang memfokuskan pada konsep
keberfungsian sosial dan senantiasa melihat manusia dalam

konteks lingkungan dan situasi sosialnya. (Edi Suharto, 2004).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian
Sosial (2004), kemiskinan adalah ketidakmampuan induvidu
dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup secara
layak dan mencapai kesejahteraan sosial. Sedangkan menurut
pengertian lain, Kemiskinan (poverty) adalah suatu kondisi
yang ditandai oleh berbagai keterbatasan yang mengakibatkan
rendahnya kualitas kehidupan seseorang/keluarga seperti
rendahnya penghasilan, keterbatasan kepemilikan rumah
tinggal yang layak huni, pendidikan dan keterampilan yang
rendah, serta hubunyan sosial dan akses informasi yang
terbatas (Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, 2003:145).
5

Dengan mengacu pendapat di atas, maka di peroleh
pengertian bahwa, kemiskinan merupakan kondisi individu,
keluarga ataupun kelompok masyarakat yang mengalami
hambatan dalam pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan
dasar yang lain, sehingga kualitas hidup dan tingkat

kesejahteraan sosialnya rendah.

2.3 Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor. Jarang ditemukan
kemiskinan yang hanya disebakan oleh faktor tunggal. Menurut
Suharto, (2009:17-18), secara konsep, kemiskinan bisa
diakibatkan oleh empat faktor, yaitu :
1. Faktor individual.
Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan
psikologis si miskin. Orang miskin disebabkan oleh perilaku,
pilihan, atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam
menghadapi kehidupannya.
2. Faktor sosial.
Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang
menjadi miskin. Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia,
jender, etnis yang menyebabkan seseorang menjadi miskin.
Termasuk dalam faktor ini adalah kondisi sosial dan ekonomi
keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan kemiskinan
antar generasi.
3. Faktor kultural.

Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan.
Faktor ini secara khusus sering menunjuk pada konsep
“kemiskinan kultural” atau “budaya kemiskinan” yang
menggabungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau
mentalitas. Sikap-sikap “negatif seperti malas, fatalisme atau
menyerah pada nasib, tidak memiliki jiwa wirausaha, dan
kurang menghirmati etos kerja, misalnya sering ditemukan
pada orang miskin.
4. Faktor struktural.
Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak
6

sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang
atau sekelompo orang menjadi miskin. Sebagai contoh, sisten
ekonomi neoliberalisme yang diterapkan di Indonesia telah
menyebabkan para petani, nelayan, dan pekerja sektor
informal terjerat oleh, dan sulit keluar dari kemiskinan.
Sebaliknya. Stimulus ekonomi, pajak dan ilklim investasi lebih
menhuntungkan orang kaya dan pemodal asing untuk terus
menumpuk kekayaan

2.4 Identifikasi Pelayanan Peksos yang berhubungan dengan
masalah
Secara konseptual pekerjaan sosial memandang bahwa
kemiskinan merupakan persoalan-persoalan multidimensional,
yang bermatra ekonomi-sosial dan individual-struktural.
Berdasarkan perspektif ini, ada tiga kategori kemiskinan yang
menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu:
1. Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering
didefinisikan sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara absolut
memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan (umumnya
tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta tidak
memiliki akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
2. Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan
dibawah garis kemiskinan namun secara relatif memiliki akses
terhadap pelayanan sosial dasar (misalnya, masih memiliki
sumber-sumber finansial, memiliki pendidikan dasar atau tidak
buta hurup,).
3. Kelompok rentan (vulnerable group). Kelompok ini dapat
dikategorikan bebas dari kemesikinan, karena memiliki
kehidupan yang relatif lebih baik ketimbang kelompok destitute
maupun miskin. Namun sebenarnya kelompok yang sering
disebut “near poor” (agak miskin) ini masih rentan terhadap
berbagai perubahan sosial di sekitarnya. Mereka seringkali
berpindah dari status “rentan” menjadi “miskin” dan bahhkan
7

“destitute” bila terjadi krisis ekonomi dan tidak mendapat
pertolongan sosial.
Secara tegas, memang sulit mengkategorikan bahwa sasaran
garapan pekerjaan sosial adalah salah satu kelompok dari
ketiga kelompok di atas. Pekerjaan sosial melihat bahwa
kelompok sasaran dalam menangani kemiskinan harus
mencakup tiga kelompok miskin secara simultan. Dalam kaitan
ini, maka seringkali orang mengklasifikasikan kemiskinan
berdasarkan “status” atau “profil” yang melekat padanya yang
kemudian disebut Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS). Gelandangan, pengemis, anak jalanan, suku terasing,
jompo terlantar, penyandang cacat (tubuh, mental, sosial) dll
adalah beberapa contoh PMKS yang sering diidentikan dengan
sasaran pekerjaan sosial di Indonesia. Belum ada hasil
penelitian yang komprehensif apakah mereka ini tergolong
pada kelompok destitute, poor atau vulnerable. Namun dapat
diasumsikan bahwa proporsi jumlah PMKS diantara ketiga
kategori tersebut membentuk piramida kemiskinan.
Sesuai dengan konsepsi mengenai keberfungsian sosial,
strategi penanganan kemiskinan pekerjaan sosial terfokus pada
peningkatan kemampuan orang miskin dalam menjalankan
tugas-tugas kehidupan sesuai dengan statusnya. Karena tugastugas kehidupan dan status merupakan konsepsi yang dinamis
dan multi-wajah, maka intervensi pekerjaan sosial senantiasa
melihat sasaran perubahan (orang miskin) tidak terpisah dari
lingkungan dan situasi yang dihadapinya. Prinsip ini dikenal
dengan pendekatan “person-in-environment dan person-insituation”.
Pada pendekatan pertama, pekerja sosial melihat penyebab
kemiskinan dan sumber-sumber penyelesaian kemiskinan
dalam kaitannya dengan lingkungan dimana si miskin tinggal,
baik dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan (peer
group), maupun masyarakat. Penanganan kemiskinan yang
bersifat kelembagaan (institutional) biasanya didasari oleh
pertimbangan ini. Beberapa bentuk PROKESOS yang telah dan
8

sedang dikembangkan oleh Depsos dapat disederhanakan
menjadi:
1.
Pemberian pelayanan dan rehabilitasi
diselenggarakan oleh panti-panti sosial.

sosial

yang

2. Program jaminan, perlindungan dan asuransi kesejahteraan
sosial.
Pendekatan kedua, yang melihat si miskin dalam konteks
situasinya, strategi pekerjaan sosial berpijak pada prinsipprinsip individualisation dan self-determinism yang melihat si
miskin secara individual yang memiliki masalah dan
kemampuan unik. Program anti kemiskinan dalam kacamata ini
disesuaikan dengan kejadian-kejadian dan/atau masalahmasalah yang dihadapinya.

Penanganan kemiskinan dapat dikategorikan kedalam beberapa
strategi:
1. Strategi kedaruratan. Misalnya, bantuan uang, barang dan
tenaga bagi korban bencana alam.
2. Strategi kesementaraan atau residual. Misalnya, bantuan
stimulan untuk usaha-usaha ekonomis produktif.
3. Strategi pemberdayaan. Misalnya, program pelatihan dan
pembinaan keluarga muda mandiri, pembinaan partisipasi
sosial masyarakat, pembinaan anak dan remaja.
4. Strategi “penanganan bagian yang hilang”. Strategi yang
oleh Caroline Moser disebut sebagai “the missing piece
strategy” ini meliputi program-program yang dianggap dapat
memutuskan rantai kemiskinan melalui penanganan salah satu
aspek kunci kemiskinan yang kalau “disentuh” akan membawa

9

dampak pada aspek-aspek lainnya. Misalnya, pemberian kredit,
program KUBE atau Kelompok Usaha Bersama.

2.5 Identifikasi Potensi dan Sistem Sumber
Potensi adalah manusia, alam, dan institusi social yang belum
dikembangkan namun dapat digunakan untuk usaha dalam
menangani kemiskinan di Indonesia.
Banyak potensi yang dimiliki Indonesia, baik potensi alam
ataupun potensi manusia dalam menangani masalah
kemiskinan. Kekayaan alam misalnya saja dapat membuat
lapangan kerja baru, merekrut tenaga kerja, dan akhirnya
dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Potensi-potensi manusia
juga bisa diberdayakan, Misalnya, program pelatihan dan
pembinaan keluarga muda mandiri, pembinaan partisipasi
sosial masyarakat, pembinaan anak dan remaja.
Sumber-sumber penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya
dengan lingkungan dimana si miskin tinggal, baik dalam
konteks keluarga, kelompok pertemanan (peer group), maupun
masyarakat. Dukungan lingkungan, institusi, dan keluarga agar
keluar dari kemiskinan sangat berpengaruh.

2.6 Pemecahan Masalah
Pemecahan Masalah

Melalui

Pendekatan-Pendekatan

A. Melalui pendekatan agama
Kegiatan untuk membantu keluarga yang miskin telah
dilakukan oleh masyarakat yang secara ekonomi mampu, baik
secara pribadi maupun kelompok. Mengenai kegiatan
pemberian bantuan secara atau bersifat pribadi biasanya
merek alakukan pada ssaat tertentu dan bagi yang beragama
islam dalam bentuk sedekah ataupun pada saat menjelang hari
raya idul firti berupa zakat fitrah, ataupun zakat mal, sesuai
ketentuan agama islam. Sementara kegiatan pemberian
10

bantuan kepada keluarga miskin dilaksanakan oleh umat yng
beragama katholik ataupun Kristen disebut tabungan cinta
kasih (Tacika)yang biasanya diberikan pada saat menjelang hari
natal dan hari paskah.

B. Melalui pendekatan Jurnalistik
Dengan pendekatan jurnalistik dimaksudkan sebagai usaha
penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan masalah
sosial melalui tulisan-tulisan di media cetak. Melalui
pendekatan ini masalah sosial diusahakan untuk dikenalkan
pada masyarakat baik dalam arti masalah sosial itu sendiri
maupun sebab-akibat serta cara-cara menghadapinya. Artikelartikel di media baca, maupun media internet mengenai
kemiskinan yang terjadi di Indonesia dapat membuat
masyarakat lebih peka. Juga bisa sebagai media pengajak
masyarakat dan organisasi untuk berpartisipasi memutus rantai
kemiskinan di Indonesia.
C. Melalui Pendekatan Seni
Pendekatan seni adalah suatu upaya yang dilakukan para
seniman (seni drama, musik, tari, lukis, sastra dsb) untuk
membangun simpati kemanusiaan sehubungan dengan sistuasi
sosial yang bermasalah. Dalam adat Jawa biasanya dalam
membantu orang-orang miskin, orang-orang kaya mengundang
mereka dalam acara kesenian yang biasanya dimainkan oleh
orang-orang miskin tersebut. Pengundangan ini bukan hanya
sebagai pentas kesenian namun tujuan untuk membantu
mereka mendapat penghasilan.Melalui Pentas drama theater
yang menggambarkan situasi sosial masyarakat miskin.

D. Melalui Pendekatan Interdisipliner
Pemecahan melalui aspek ekonomi ; Menciptakan iklim usaha
yang kondusif dan menyediakan lingkungan yang mampu
mendorong pengembangan umkm secara sistemik, mandiri dan
11

berkelanjutan. Menciptakan lapangan kerja yang mampu
menyerap lapangan kerja sehingga mengurangi masalah
pengangguran. Karena pengangguran merupakan masalah
terbesar di Indonesia.
Pemecahan aspek social ;
digalakkannya pembangunan
didaerah sehingga ineraksi social bisa lebih meningkat dengan
adanya pembangunan dan teknologi yang mendukung.
Pemecahan aspek struktural ; menghapuskan korupsi, sebab
korupsi adalah salah satu penyebab layanan masyarakat tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga masyarakat tidak
bisa menikmati hak nya.
Pemecahan aspek psikolgi ; menanamkan rasa percaya diri dan
mengembangkan kreatifitas didalam lingkungan social, dan
memberikan pelayanan social kepada masyarakat.
Pemecahan aspek pendidikan ; memberikan informasi-informasi
bahwa pendidikan sangat penting didalam kehidupan social,
apalagi sudah diterapkannya wajib belajar 9tahun dengan
bebas biaya.
Pemecahan aspek teologi ; menggalakkan program zakat,
didalam ajaran islam zakat diperkenalkan sebagai media untuk
menumbuhkan pemerataan kesejahteraan diantara masyarakat
dan mengurangi kesenjangan kaya dan miskin.
Pemecahan aspek kebudayaan ; mengikuti berbagai pelatihan
kursus sebagai pengembangan diri agar mempunyai
kemampuan dan keahlian.

12

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masalah kemiskinan merupakan permasalahan kesejahteraan
sosial di Indonesia dan merupakan masalah yang kompleks,
sehingga membutuhkan keterlibatan berbagai pihak dalam
penanganannya. Masalah ini dari dahulu sampai sekarang tetap
menjadi isu sentral di Indonesia.
Pekerjaan sosial merupakan profesi utama dalam bidang
kesejahteraan sosial juga mempunyai tanggung jawab dalam
penanganan permasalahan kemiskinan tersebut. Dalam
penanganan masalah kemiskinan profesi pekerjaan sosial
berfokus pada peningkatan keberfungsian sosial si miskin.
Sebagaimana halnya profesi kedokteran berkaitan dengan
konsepsi kesehatan, psikolog dengan konsepsi perilaku
adekwat, guru dengan konsepsi pendidikan, dan pengacara
dengan konsepsi keadilan, maka keberfungsian sosial
merupakan konsepsi yang penting bagi pekerjaan social.
Pemecahan masalah Kemiskinan Di Indonesia juga dapat
dilakukan dengan berbagai pendekatan. Diantaranya melalui
pendekatan Agama, Kesenian, Jurnalistik, dan Interdisipliner.

13

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Warto, 2011. Kearifan Lokal Masyarakat dalam
Penanganan Kemiskinan. B2P3KSPRESS, Yogyakarta

Upaya

Roebyantho,Haryati dkk, 2004. Faktor-Faktor Penghambat
Perkembangan Potensi Sosial Masyarakat Lokal di Daerah
Miskin. Perpustakaan Nasional Katalog Dalam terbitan, Jakarta.
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat;
Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial &
Pekerjaan Sosial. Refika Aditama, Bandung.
Edi Suharto,2004, kemiskinan dan Perlindungan Sosial di
Indonesia dalam edisi Menggagas Model Jaminan Sosial
Universal Di Bidang Kesehatan, Alfabeta, Bandung.

14