Pengaruh Pemberian Jus Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus Musculus) Yang Dipapar Parasetamol

PENGARUH PEMBERIAN JUS PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL MENCIT (Mus musculus) YANG DIPAPAR PARASETAMOL

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

MONIKA SITIO G0007106

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

commit to user

Skripsi dengan judul : Pengaruh Pemberian Jus Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang Dipapar

Parasetamol

Monika Sitio, NIM/Semester : G0007106/VII, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Rabu, Tanggal 9 November 2010

Pembimbing Utama

Nama

: Muthmainah, dr., M. Kes

Pembimbing Pendamping

Nama

: Riza Novierta Pesik, dr., MKes

Penguji Utama

Nama

: E. Listyaningsih S., dr., M.Kes

Anggota Penguji

Nama

: Bambang W., dr., PHK, M.Pd

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., MKes. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS. NIP. 19660702 199802 2 001

NIP. 19481107 197310 1 003

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 9 November 2010

Monika Sitio G0007106

commit to user

Monika Sitio, G0007106, 2010, Pengaruh Pemberian Jus Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang Dipapar Parasetamol, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jus pepaya terhadap kerusakan sel ginjal mencit yang diinduksi parasetamol dan untuk membuktikan bahwa peningkatan dosis jus pepaya dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal mencit yang diinduksi parasetamol.

Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post test only controlled group design . Sampel berupa mencit jantan, galur Swiss webster berumur 2-3 bulan dengan berat badan + 20 g. Sampel diambil dengan teknik incidental sampling. Sampel sebanyak 28 mencit dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7 mencit. Mencit pada kelompok kontrol

(KK) dan kelompok perlakuan 1 (KP 1 ) diberi aquades, sedangkan kelompok perlakuan 2 (KP 2 ) dan kelompok perlakuan 3 (KP 3 ) diberi jus pepaya . Parasetamol diberikan pada kelompok KP 1 , KP 2 , dan KP 3 pada hari ke-12, 13, dan

14. Hari ke-15, mencit dikorbankan dengan cara neck dislocation kemudian ginjal mencit dibuat preparat dengan metode blok parafin dan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Gambaran histologis ginjal diamati dan dinilai berdasarkan jumlah kerusakan histologis yang berupa penjumlahan inti piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Data dianalisis dengan menggunakan uji One-Way ANOVA ( α = 0,05) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons (LSD) ( α = 0,05).

Hasil Penelitian: Hasil uji One-Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok. Hasil uji LSD menunjukkan adanya

perbedaan yang bermakna antara KK-KP 1 , KK-KP 2 , KK-KP 3 , KP 1 -KP 2 , KP 1 -KP 3 ,

dan KP 2 -KP 3.

Simpulan Penelitian: Jus pepaya dapat mengurangi kerusakan sel ginjal mencit yang diinduksi parasetamol dan peningkatan dosis jus pepaya dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan sel ginjal mencit.

Kata kunci: jus pepaya, parasetamol, kerusakan sel ginjal mencit

iv

commit to user

ABSTRACT

Monika Sitio, G0007106, 2010, The Influence of Papaya (Carica papaya L.) Juice to Renal Cell Damaging of Mice (Mus musculus) that be Induced by Paracetamol, Faculty of Medicine Sebelas Maret University Surakarta.

Objective: Papaya has antioxidant as a protection of free radicals and reducing NAPQI which produced by paracetamol metabolism. The objective are to know the influence of papaya to the renal cell damaging of mice which is induced by paracetamol and the increase of papaya dose can be also increase protection effect to the renal cell damaging of mice which is induced by paracetamol.

Methods: This was laboratory experimental research with post test only controlled group design. Samples in this research were twenty eight male mices (Mus musculus), Swiss webster type, 2-3 months old age and + 20 g of each weight. Samples divided into 4 groups, each group has seven mice. Mice for control group (KK) will not be given paracetamol and papaya, it was only given aquades 0,1 ml/20 g weight of mice for 14 days in a row. The first treatment

group (KP 1 ) will be given paracetamol with dose 0,1 ml/20 g weight of mice on the day 12, 13 and 14. The second treatment group (KP 2 ) will be given papaya

dose I which consist of 0,12 ml/20 g weight of mice for 14 days in a row and also paracetamol dose 0,1 ml/ 20 g weight of mice on day 12, 13 and 14. The third

treatment group (KP 3 ) will be given papaya dose II which consist of 0.24 ml/20 g

weight of mice for 14 days in a row and also paracetamol dose 0,1 ml/ 20 g weight of mice on day 12, 13 and 14. Finally on day 15 th , mice are sacrificed with neck dislocation. After that, we made preparation from the renal that stained by Hematoxillin Eosin (HE). Renal histological is observed and scored base on quantifying of renal histological damaging on pyknosis, karyorrhexis, and karyolysis. Data were analized by One-Way ANOVA test ( α= 0,05), and continued by Post Hoc Multiple Comparisons test (LSD) ( α= 0,05).

Results: Result of One-Way ANOVA showed that there was a significant of

degree between 4 groups. Result of LSD method showed that there were a significant of degree between KK-KP 1 , KK-KP 2 , KK-KP 3 , KP 1 -KP 2 , KP 1 -KP 3 and KP 2 -KP 3 groups.

Conclusion: The feeding of papaya was able to decrease the renal cell damaging of mice (Mus musculus) and the increase of papaya dose was followed by the increase of protection effect to the renal cell damaging of mice which was induced by paracetamol.

Keywords : papaya, paracetamol, renal cell damaging

commit to user

Segala puji syukur bagi Allah atas berkat dan anugrah kehidupan yang diberikanNya kepada penulis. Oleh Karena pertolonganNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Jus Pepaya (Carica papaya L. ) terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang Dipapar Parasetamol”. Biarlah segala yang bernafas memuji dan memuliakan namaNya melalui penyelesaian skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan bantuan oleh berbagai pihak, hingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan indah pada waktuNya. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus hati kepada:

1. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan sebagai Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran, dan arahan dalam penelitian serta penyusunan skripsi ini.

3. Riza Novierta Pesik, dr., M.Kes, selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan,masukan, saran, serta arahan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. E. Listyaningsih S., dr., MKes, selaku Penguji I yang telah berkenan menjadi penguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.

4.5. Bambang Widjokongko, dr., PHK., M.Pd, selaku Penguji II yang telah berkenan menjadi penguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.

5.6. Segenap keluarga tercinta, Bapak, Mama, Kakak, dan Abang atas segala doa, dukungan, dan motivasi dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

6.7. Teman-temanku, Tiur E.Situmorang, Tarida Dorothy, Sanny Kusuma Sari, Venny Yulianti Gana, Afifah Nur Rasyidah, Aldila Ayudia Amelia, Samuel H. Sinaga atas segala doa, bantuan, motivasi, serta dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.

7.8. Keluarga seperjuangan VAGUS JAYA, keluarga PMK, serta teman- teman komedian 2007 yang terkasih.

8.9. Seluruh staf bagian skripsi dan staf Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

9.10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu penulis dalam segala hal. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan, dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Surakarta, 9 November 2010

commit to user

E. Desain Penelitian ....................................................................... ...... 21

F. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................ 23

G. Definisi Operasional Variabel ......................................................... 23

H. Alat dan Bahan Penelitian ................................................. .............. 26

I. Cara Kerja......................................................................... ................ 27 J. Teknik Analisis Data ........................................................................... 33

BAB IV. HASIL PENELITIAN .......................................................................... 34

A. Hasil Penelitian ............................................................................... 34

B. Analisis Data ...................................................................................35

BAB V. PEMBAHASAN ......................................................................... ..... 38 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ......................................................................................... 42

B. Saran .......................................................................................... ..... 42

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................43 LAMPIRAN

viii

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Gizi Buah Pepaya Matang per 100 gram Tabel 2. Rata-Rata Skor Kerusakan Histologis Sel Epitel Tubulus Proksimal

Ginjal pada Masing-Masing Kelompok Mencit

Tabel 3. Tabel Konversi Dosis untuk Manusia dan Hewan Tabel 4. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Secara Oral Tabel 5. Jumlah Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal yang Mengalami

Kerusakan dari Tiap 100 Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal pada Masing-Masing Kelompok

Tabel 6. Hasil Tes Normalitas Sebaran Data 4 Kelompok Tabel 7. Sebaran Data Secara Deskriptif Tabel 8. Hasil Uji Homogeneity of Variances Tabel 9. Hasil Uji One-Way ANOVA Tabel 10. Hasil Uji Post Hoc Multiple Comparisons Menggunakan Uji LSD

DAFTAR GAMBAR

commit to user

Gambar 1. Foto Buah Pepaya Gambar 2. Histogram Perbandingan Skor Kerusakan Ginjal Antarkelompok

Gambar 3. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Mencit Kelompok Kontrol (KK)

Gambar 4. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Mencit Kelompok Perlakuan 1 (KP 1 )

Gambar 5. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal Mencit Kelompok Perlakuan 2 (KP 2 ) Gambar 6. Fotomikrograf Tubulus Proksimal Pars Konvulata Korteks Ginjal

Mencit Kelompok Perlakuan 3 (KP 3 )

Gambar 7. Mencit yang Digunakan dalam Penelitian Gambar 8. Pembuatan Jus Pepaya

Gambar 9. Pengukuran Dosis Jus Pepaya Gambar 10. Mikroskop dan Slide Preparat yang Digunakan dalam Pengambilan

Data

DAFTAR LAMPIRAN

xi

commit to user

Lampiran 3. Tabel Hasil Hitung Inti Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal yang

Mengalami Kerusakan pada Masing-Masing Kelompok

Lampiran 4. Hasil Uji s=Statistik One-Way Anova dengan Program SPSS 16 Lampiran 5. Foto Preparat

Lampiran 6. Gambar Alat dan Bahan Penelitian Lampiran 7. Ethical Clearence

xi i

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah. Pepaya (Carica papaya L.) dikenal sebagai tanaman multiguna, karena hampir seluruh bagian tanaman mulai dari akar hingga daun bermanfaat bagi manusia maupun hewan. Selain itu, buah pepaya kaya akan sumber gizi dan harganya relatif murah. Tanaman pepaya sudah dimanfaatkan sebagai bahan makanan, minuman berupa jus pepaya, bahan untuk perawatan, pakan ternak, dan obat-obatan secara empiris, yang murah dan mudah didapat (Basa, 2008). Beberapa penelitian tentang kandungan pepaya menunjukkan manfaatnya sebagai antioksidan (Astawan, 2010). Namun, sejauh ini pengaruh pemberian jus pepaya sebagai antioksidan (Carica papaya L.) dalam melindungi ginjal belum diketahui.

Buah pepaya matang mengandung beta-karoten, beta-cryptoxanthin, lutein dan zeaxanthin. Vitamin yang diperoleh dari pepaya juga cukup tinggi. Kandungan vitamin A lebih banyak daripada wortel, vitamin C lebih tinggi daripada jeruk. Selain itu, buah pepaya juga mengandung vitamin B kompleks dan vitamin E. Komposisi mineral pada buah pepaya matang juga tinggi, yaitu dominan potasium (257 mg/100 g) dan sangat sedikit sodium (3 mg/100 g) (Harmanto, 2009).

Parasetamol termasuk obat bebas yang dapat diperoleh di apotek atau toko obat tanpa harus menyerahkan resep dokter, sehingga penggunaannya

commit to user

Gilman, 2006). Walaupun parasetamol relatif aman digunakan pada dosis terapi, namun bila penggunaannya overdosis dapat menimbulkan peningkatan Radical Oxygen Species (ROS) dan menimbulkan kerusakan hepar dan ginjal berupa nekrosis sentrilobular dan tubulus proksimalis pada manusia dan hewan coba (Lucas et al., 2000).

Parasetamol diaktifkan oleh enzim sitokrom P450 menjadi bahan metabolit bernama N-acetyl-p-benzoquinon imine (NAPQI) yang reaktif sehingga menekan glutation hepar kemudian berikatan kovalen dengan protein. Ikatan kovalen ini berhubungan dengan toksisitas parasetamol yang mengakibatkan kerusakan ginjal (James et al., 2003). Kerusakan ginjal yang berat dapat berupa nekrosis yang menyebabkan gangguan fungsi pada ginjal (Wilmana dan Gunawan, 2007).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian jus pepaya (Carica papaya, L.) terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang dipapar parasetamol.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah pemberian jus pepaya (Carica papaya L.) dapat memberikan efek proteksi terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) yang dipapar parasetamol?

commit to user

terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol?

C. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek proteksi pemberian jus pepaya (Carica papaya L.) terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) akibat pemberian parasetamol.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah peningkatan dosis jus pepaya (Carica papaya L.) dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) akibat pemberian parasetamol.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan informasi ilmiah serta bahan kajian mengenai pengaruh jus pepaya (Carica papaya L.) sebagai nefroprotektor dan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut dengan subjek manusia.

2. Manfaat Aplikatif Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk menggunakan jus pepaya (Carica papaya L.) sebagai salah satu alternatif protektor untuk kerusakan sel ginjal yang mudah, murah, dan terjangkau.

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

A. Pepaya (Carica papaya L.)

1. Taksonomi Kerajaan

: Caricaceae Genus : Carica

Spesies

: Carica papaya L.

(Wikipedia Indonesia, 2006)

2. Deskripsi Tumbuhan

Gambar 1. Foto Buah Pepaya (David H., 2008)

commit to user

Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Meksiko dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daerah tropis maupun sub- tropis, di daerah-daerah basah dan kering, atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah yang bermutu dan bergizi tinggi (Prihatman, 2000).

Tanaman pepaya dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 100 m dpl. Tanaman ini lebih senang tumbuh di lokasi yang banyak hujan (cukup tersedia air), curah hujan 1000-2000 mm per-tahun dan merata sepanjang tahun. Di daerah yang beriklim kering, musim hujannya 2-5 bulan, dan musim kemaraunya 6-8 bulan, tanaman pepaya masih mampu berbuah, asalkan kedalaman air tanahnya 50-150cm (Sunarjono, 2004). Pohon pepaya umumnya tidak bercabang, tumbuh hingga setinggi 5-10m dengan daun-daunan yang berbentuk serupa spiral pada batang pohon bagian atasnya (Wikipedia Indonesia, 2006).

3. Kandungan Kimia

Adapun kandungan kimia buah pepaya masak (100 gr) adalah: kalori 46 kal, kalsium 23 mg , hidrat arang 12,2 gram, fosfor 12 mg, besi 1,7 mg, protein 0,5 mg, dan air 86,7 gram. Sedangkan kandungan buah pepaya muda (100 gr): kalori 26

commit to user

kalsium 50 mg, fosfor 16 mg, besi 0,4 mg, dan air 92,4 gram (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2005).

Tabel 1. Komposisi Gizi Buah Pepaya Matang per 100 gram

Komponen nutrisi

Kandungan gizi

Vitamin C

187,87 mg

Vitamin A

863,36 IU

Vitamin E

3,40 mg Sumber: World's Healthiest Foods, 2004 Di samping itu, buah pepaya juga mengandung unsur antibiotik, yang dapat digunakan untuk pengobatan. Buah pepaya juga mengandung unsur yang dapat membuat pencernaan makanan lebih sempurna (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2005). Pepaya mengandung papain yaitu sejenis enzim yang dapat membantu dalam pencernaan protein (enzim protease) (Clickwok, 2000).

Buah pepaya matang sangat unggul dalam hal beta-karoten (276 mikrogram/100 g), beta-cryptoxanthin (761 mikrogram/100 g), serta lutein dan zeaxanthin (75 mikrogram/100 g). Beta-karoten merupakan provitamin A dan antioksidan yang sangat ampuh untuk menangkal serangan radikal bebas. Sementara beta- cryptoxanthin, lutein, dan zeaxanthin lebih banyak berperan sebagai antioksidan untuk mencegah timbulnya kanker dan

commit to user

Teknologi, 2005).

4. Manfaat

Pepaya (Carica papaya L.) dikenal sebagai tanaman multiguna, karena hampir seluruh bagian tanaman mulai dari akar hingga daun bermanfaat bagi manusia maupun hewan. Tanaman pepaya sudah dimanfaatkan sebagai bahan makanan, minuman berupa jus pepaya, bahan untuk perawatan, pakan ternak, dan obat- obatan secara empiris, yang murah dan mudah didapat (Basa, 2008).

Buah pepaya kaya akan antioksidan beta-karoten, vitamin A, vitamin C, dan vitamin E yang berperan sebagai zat antikanker (Wijayakusuma, 2005). Selain itu, pepaya juga mengandung sejumlah mineral seperti kalium dan magnesium, yang dibutuhkan tubuh, terutama untuk menetralisir asam lambung (Wirakusumah, 1999).

Adapun cara penggunaan pepaya sebagai obat, untuk pemakaian luar, yaitu pepaya direbus lalu airnya digunakan untuk mencuci bagian yang sakit, atau getah dioleskan pada bagian yang sakit. Sedangkan untuk pemakaian dalam, gunakan 30-60 gram bahan segar yang direbus atau dihaluskan menjadi jus (Wijayakusuma, 2005).

commit to user

Antioksidan secara kimia merupakan senyawa yang mampu memberikan elektron, berperan mengikat berbagai jenis oksidan. Secara biologi, antioksidan adalah senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan, yaitu bersifat mencegah pembentukan radikal bebas dan memperbaiki kerusakannya (Widjaja, 1997). Kandungan antioksidan yang dikandung oleh buah pepaya adalah beta-karoten, vitamin A, vitamin C, dan vitamin E (Astawan, 2010).

B. Parasetamol

Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik. Di Indonesia, asetaminofen lebih dikenal dengan nama parasetamol (Wilmana, 2007; Katzung, 2002). Obat ini adalah penghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek antiinflamasi yang bermakna (Katzung, 2002). Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen (Wilmana, 2007). Obat ini cukup aman pada dosis terapi (1,2 gr/hari untuk dewasa) (Katzung, 2002).

Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Absorbsinya tergantung kecepatan pengosongan lambung (Katzung, 2002). Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat protein plasma dan sebagian

commit to user

60% dikonjugasi dengan asam glukoronat, 35% asam sulfat dan 3% asam sistein (Goodman dan Gilman, 2006). Secara normal, 90% parasetamol mengalami glukoronidasi dan sulfasi menjadi konjugat yang sesuai sedangkan sisanya 3-8% dimetabolisme melalui jalur sitokrom P 450 . Jalur glukuronidasi dan sulfasi tidak dapat digunakan lagi ketika asupan parasetamol jauh melebihi dosis terapi dan akan beralih ke jalur sitokrom P 450 . Konjugasi melalui jalur sitokrom P 450 menghasilkan senyawa N-asetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI) yang merupakan metabolit intermediet parasetamol yang sangat aktif, elektrofilik, dan bersifat toksik bagi hati dan ginjal (Goodman dan Gilman, 2006). Hepatotoksisitas tidak akan terjadi selama glutathione tersedia untuk konjugasi parasetamol tersebut. Glutathione yang terpakai akan lebih cepat dari regenerasinya dengan berjalannya waktu dan akhirnya akan terjadi pengosongan glutathione dan terjadi penimbunan NAPQI. Metabolit ini akan berikatan kovalen dengan gugusan nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel seperti protein, DNA, dan mitokondria yang dapat menyebabkan toksisitas pada ginjal. Reaksi antara NAPQI dengan makromolekul memacu terbentuknya Radical Oxygen Specie) (ROS). Selain itu, NAPQI dapat menimbulkan stres oksidatif, yang berarti bahwa NAPQI dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan bagian dari proses atau rantai reaksi terbentuknya radikal bebas (Rubin et al., 2005).

commit to user

yang merupakan oksidan bagi sel dan melalui reaksi Fenton dan Haber Weiss terbentuklah Radikal hidroksil (OH - ). Radikal hidroksil sangat reaktif dan toksik terhadap sel tubuh karena merusak senyawa-senyawa penting tubuh yaitu asam lemak tak jenuh, DNA, dan protein (Tjokroprawiro, 1993).

Radikal hidroksil juga dapat berikatan dengan asam lemak tak jenuh (komponen glikolipid, fosfolipid, dan kolesterol) yang merupakan penyusun membran sel, sehingga asam lemak tak jenuh akan mengalami peroksidasi membentuk lipid peroxide. Lipid peroxide akhirnya akan terpecah-pecah menjadi beberapa Malondialdehid (MDA). MDA tersebut sangat toksik dan merusak dengan akibat kematian sel (Tjokroprawiro, 1993).

Efek samping paling serius dari kelebihan dosis akut parasetamol adalah nekrosis hati yang fatal. Nekrosis tubulus renalis dan hipoglikemia juga dapat terjadi setelah menelan dosis tunggal 10-15 gr (150-250 mg/kg BB). Dosis 20-25 gr atau lebih dapat menyebabkan akibat fatal. Sekitar 10% pasien keracunan yang tidak mendapatkan pengobatan yang spesifik berkembang menjadi kerusakan hati yang hebat dan 10-20% akhirnya meninggal karena kegagalan fungsi hati. Kegagalan ginjal akut juga terjadi pada beberapa pasien (Goodman dan Gilman, 2006). LD-50 mencit adalah 338 mg/kg BB mencit (Alberta, 2006). Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa ketika

commit to user

sitokrom P 450 sehingga dapat menyebabkan kerusakan tubulus proksimal ginjal (Zlatkovic et al., 1998).

C. Struktur Histologis Ginjal

Ginjal merupakan organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh, termasuk toksin dan zat asing lainnya seperti metabolit obat-obatan dan makanan tambahan (Guyton dan Hall, 2007).

Ginjal rentan terhadap efek toksik obat-obatan dan bahan-bahan kimia karena:

a. Ginjal menerima 25 persen dari curah jantung, sehingga sering dan mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar.

b. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskuler.

c. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan peningkatan konsentrasi dalam cairan tubulus (Price dan Wilson, 2004).

Struktur mikroskopik ginjal terdiri dari korteks dan medula. Korteks ginjal terdiri dari pars konvulata dan pars radiata. Pars konvulata tersusun dari korpuskuli ginjal dan tubuli yang membentuk labirin kortikal. Pars radiata tersusun dari bagian-bagian lurus (segmen lurus tubulus proksimal dan segmen lurus tubulus distal)

commit to user

tubuli bagian lurus dan segmen-segmen tipis nefron (Lengkung Henle) (Junqueira et al.,2005).

Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap ginjal mempunyai sekitar satu juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal (Price dan Wilson, 2004).

Korpuskulum ginjal terdiri dari kapsula Bowman dan rumbai kapiler glomerulus. Kapsula Bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel-sel epitel parietal berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula sedangkan sel-sel epitel viseral jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Membrana basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit di antara sel-sel endotel membentuk bagian terdalam dari rumbai kapiler. Sel endotel berkontak kontinu dengan membrana basalis. Sel-sel endotel, membrana basalis, dan sel-sel viseral merupakan tiga lapisan yang membentuk membrana filtrasi glomerulus. Sel-sel mesangial adalah sel- sel endotel yang membentuk suatu jaringan kontinu antara lengkung- lengkung kapiler glomerulus dan diduga juga berfungsi sebagai jaringan penyokong. Sel-sel mesangial ini bukan merupakan bagian dari membrana filtrasi (Price dan Wilson, 2004).

commit to user

cabang-cabang arteriol aferen glomerulus. Jaringan ikat dari arteriol aferen tidak masuk ke dalam kapsula Bowman dan digantikan oleh sel mesangial. Glomerulus merupakan daerah sentral sel-sel mesangial dan lapisan-lapisan dari kapsula Bowman dengan membran dasar yang bersangkutan (Gartner dan Hiatt, 2007).

Aparatus jukstaglomerulus merupakan kumpulan sel-sel khusus (termasuk juga beberapa sel jaringan penyambung) di dekat katub vaskuler setiap glomerulus. Aparatus ini dianggap sebagai pengatur pengeluaran renin (Price dan Wilson, 2004).

Tubulus proksimal ginjal berperan dalam mekanisme absorbsi dan ekskresi. Sel-sel tubulus proksimal mempunyai tanda-tanda sel yang bermetabolisme tinggi, mempunyai banyak mitokondria untuk menyokong proses transpor aktif yang sangat cepat dan cukup tepat (Guyton dan Hall, 2007). Tubulus proksimal adalah lokasi yang paling sering mengalami kerusakan akibat toksikan (Wilmana, 2007). Hal ini terjadi karena sebelum obat dan metabolitnya diekskresikan melalui urine, terlebih dahulu akan dikonsentrasikan dalam sel tubulus proksimal ginjal sehingga kadar toksik pada tubulus proksimal meningkat (Price dan Wilson, 2004). Selain itu, sebagian besar sitokrom P 450 juga

dapat dijumpai (Wilmana, 2007). Sebagian besar tubulus proksimal berada di korteks ginjal. Diameternya ± 60 µm dan panjangnya ± 14 mm. Tubulus proksimal

commit to user

pars rekta yang berjalan turun di medulla dan korteks, kemudian berlanjut menjadi lengkung Henle di medulla. Sel-sel tubulus proksimal berbentuk kuboid selapis dengan batas sel yang tidak jelas dengan sitoplasma eosinofilik dan bergranula dan inti sel yang besar, bulat dan berbentuk sferis di tengah sel. Puncak-puncak sel yang menghadap ke lumen tubulus mempunyai mikrovili cukup panjang yang disebut brush border . Pada bagian basal sel tampak adanya garis-garis basal yang disebut basal striation (Gartner dan Hiatt, 2007).

Dilihat dari topografi tubulus proksimal dan tubulus distal yang berdekatan, maka karakteristik masing-masing tubulus sebagai berikut:

a. Tubulus distal memiliki lebih banyak nukleus per unit daripada tubulus proksimal, sedangkan tubulus proksimal memiliki nukleus yang lebih heterokromatik daripada tubulus distal.

b. Tubulus proksimal memiliki nukleus yang kecil, bulat, dan terletak lebih ke arah basal atau parabasal dan epitel berbentuk kuboid.

c. Lumen pada tubulus proksimal mengandung semacam serabut yang disebut brush border.

d. Tubulus distal jarang ditemukan dibandingkan tubulus kontortus proksimal, jumlah sel yang membatasi lumen lebih banyak, dan lumen tubulus ini lebih lebar, nukleus lebih ke sentral sampai parabasal.

commit to user

kuboid yang lebih pipih dibanding tubulus proksimal.

f. Dari segi pewarnaan, tubulus proksimal lebih eosinofilik dibandingkan tubulus distal

(Junquiera, 2005)

D. Mikroskopis Kerusakan Ginjal Setelah Pemberian Parasetamol

Kerusakan ginjal yang berupa nekrosis dapat terjadi sebagai akibat dari pemberian parasetamol dengan dosis toksik (Goodman dan Gilman, 2006). Nekrosis adalah kematian sel dan jaringan pada tubuh yang hidup. Pada nekrosis perubahan tampak nyata pada inti sel. Perubahan inti menurut Saleh (1979) di antaranya adalah :

a. Hilangnya gambaran kromatin

b. Inti menjadi keriput, tidak vesikuler lagi

c. Inti tampak lebih padat, warnanya gelap hitam (pyknosis)

d. Inti terbagi atas fragmen-fragmen, robek (karyorrhexis)

e. Inti tidak lagi mengambil warna banyak karena itu pucat dan

tidak nyata (karyolysis). Pada nekrosis tubuler akut nefrotoksik terjadi nekrosis segmen- segmen pendek tubulus, terutama pada tubulus proksimal, dengan membrana basalis tubuli umumnya masih baik dan secara klinik terjadi supresi akut fungsi ginjal (Robbins dan Kumar, 1995). Secara histologis ditandai dengan sel-sel epitel tubulus yang semakin menipis dan datar, brush border menghilang, lumen tubulus melebar dan terisi oleh

commit to user

terhadap anoksia dan mudah rusak karena keracunan saat kontak dengan zat-zat yang diekskresi oleh ginjal. Inti pada sel yang nekrosis sama sekali menghilang dengan berjalannya waktu. Sitoplasma berubah menjadi masa asidofil suram bergranula. Apabila penderita dapat bertahan selama seminggu, regenerasi epitel akan tampak sebagai bentuk aktivitas mitosis pada sel epitel tubulus proksimal ginjal yang masih ada (Robbins dan Kumar, 1995).

E. Mekanisme Perlindungan Jus Pepaya terhadap Kerusakan Ginjal Akibat Induksi Parasetamol

Kandungan utama jus pepaya yang berperan dalam mencegah kerusakan ginjal akibat pemberian parasetamol dosis toksik adalah antioksidan. Senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok antioksidan dan dapat ditemukan pada buah pepaya antara lain vitamin

A, vitamin C, vitamin E, dan beta-karoten (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2005). Total antioksidan tersebut mampu memberikan elektron kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas sehingga dapat mencegah terjadinya stres oksidatif (Almatsier, 2004).

Beta-karoten mempunyai peran dalam meningkatkan enzim glutation S transferase (GST). Enzim GST dapat meningkatkan kadar glutathione tubuh. Peningkatan kadar glutathione akan mengisi kembali

commit to user

NAPQI. Hal ini dapat berperan penting dalam megurangi konsentrasi radikal peroksil. Karena beta-karoten efektif pada konsentrasi rendah oksigen, beta-karoten dapat melengkapi sifat antioksidan vitamin E yang efektif pada konsentrasi tinggi oksigen (Astawan, 2010; Frank, 1995).

Vitamin E secara khusus berperan menghambat peroksidasi lipid dan pembentukan lipid peroxide oleh radikal hidroksil yang dibentuk NAPQI melalui mekanisme penangkapan radikal bebas. Sebagai antioksidan, vitamin C telah diteliti merupakan penyetabil keberadaan vitamin E (Almatsier, 2004).

commit to user

Vit. A Vit. C

Parasetamol dosis berlebih

Ikatan kovalen dgn makromolekul (nukelofilik)

Meningkatkan NAPQI (elektrofilik)

Deplesi glutathione

Bioaktivasi sitokrom P450

Kerusakan makromolekul

Lipid peroxide

Radical Oxygen

Species (ROS)

enzim GST

Nekrosis sel epitel tubulus

proksimal

Kerusakan ginjal

Vit. E

Beta-karoten

Meningkatkan Total Antioxidant Status (TAS)

Jus Pepaya

Meningkatkan kadar glutathione

tubuh

commit to user

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Jus pepaya (Carica papaya L.) memiliki efek proteksi terhadap kerusakan histologist sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.

2. Peningkatan dosis jus pepaya (Carica papaya) dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.

commit to user

METODE PENELITIAN

F. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa hewan coba di laboratorium.

G. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

H. Subyek Penelitian

Populasi : Mencit (Mus musculus) jantan dengan galur Swiss webster berusia 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gram. Sampel

: jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus Federer

yaitu : (k-1)(n-1) > 15 (4-1)(n-1) > 15

3 ( n-1) > 15 3n > 15+3 n >6

Keterangan : k

: Jumlah kelompok n : Jumlah sampel dalam tiap kelompok

commit to user

sebanyak 7 ekor mencit (n > 6), dan jumlah kelompok mencit ada 4 sehingga penelitian ini membutuhkan 28 mencit dari populasi yang ada.

I. Teknik Sampling

Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling.

J. Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah The post test only control group design (Taufiqqurohman, 2003).

Keterangan : KK =

Kelompok kontrol tanpa diberi jus pepaya maupun

parasetamol.

KP 1 =

Kelompok perlakuan I yang diberi parasetamol tanpa diberi jus pepaya.

KP 2 =

Kelompok perlakuan II yang diberi parasetamol dan jus pepaya dosis I.

KP 3 =

Kelompok perlakuan III yang diberi parasetamol dan jus pepaya dosis II.

(-) = Pemberian aquades per oral 0,2 ml/ 20 g BB mencit per hari

selama 14 hari berturut-turut.

Sampel Mencit

28 ekor

Bandingkan dengan uji statistik

commit to user

mencit per hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12, 13, dan 14 diberi parasetamol per oral 0,1 ml/ 20 g BB mencit per hari.

(X 2 ) =

Pemberian jus pepaya per oral dosis I 0,12 ml/ 20 g BB mencit per hari selama 14 hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol per oral dosis 0,1 ml/ 20 g BB mencit per hari 1 jam setelah pemberian jus pepaya.

(X 3 ) =

Pemberian jus pepaya per oral dosis II yaitu 0,24 ml/ 20 g BB mencit per hari selama 14 hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13, dan 14 diberikan juga parasetamol per oral dosis 0,1 ml/ 20 g BB mencit per hari 1 jam setelah pemberian jus pepaya.

Pengamatan jumlah inti sel ginjal piknosis, karyoreksis dan karyolisis dari 100 sel tubulus proksimal ginjal di pars konvulata korteks ginjal kelompok kontrol.

Pengamatan jumlah inti sel ginjal piknosis, karyoreksis dan karyolisis dari 100 sel tubulus proksimal ginjal di pars

konvulata korteks ginjal KP 1 .

Pengamatan jumlah inti sel ginjal piknosis, karyoreksis dan karyolisis dari 100 sel tubulus proksimal ginjal di pars

konvulata korteks ginjal KP 2 .

commit to user

karyolisis dari 100 sel tubulus proksimal ginjal di pars

konvulata korteks ginjal KP 3

Pengamatan jumlah inti sel ginjal piknosis, karyoreksis dan karyolisis dilakukan pada hari ke-15.

K. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: Pemberian jus pepaya

2. Variabel terikat: Kerusakan sel ginjal mencit

3. Variabel luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan:

Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis makanan mencit semuanya diseragamkan.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan:

Kondisi psikologis dan keadaan awal ginjal mencit.

L. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: Pemberian jus pepaya (Carica papaya L)

Yang dimaksud dengan pemberian jus pepaya pada penelitian ini adalah pemberian jus pepaya kepada mencit yang dilakukan secara per oral dengan sonde lambung dalam 2 dosis.

Dosis I: 122 mg/20 g BB mencit/hari, diberikan pada mencit KP 2 .

commit to user

Menurut penelitan yang telah dilakukan peneliti, dosis I 122 mg buah pepaya yang dihaluskan dapat disetarakan dengan 0,12 ml dan dosis II 244 mg buah pepaya yang dihaluskan setara dengan 0,24 ml.

Pemberian jus pepaya ini diberikan selama 14 hari berturut-turut. Jus pepaya dibuat dari buah pepaya yang matang dari pohon jenis pepaya bangkok. Pembuatan jus pepaya yang dihaluskan ini diambil dari seluruh daging pepaya.

Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal.

2. Variabel terikat : Kerusakan sel ginjal

Yang dimaksud dengan kerusakan sel ginjal adalah besarnya skor kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal yang diinduksi parasetamol setelah diberi pepaya. Besarnya skor kerusakan histologis dinilai dengan cara menghitung skor kerusakan yang terjadi pada sel epitel tubulus proksimal pada suatu daerah tertentu di pars konvulata korteks ginjal. Dari tiap mencit dibuat 2 irisan jaringan ginjal kanan dan

2 irisan jaringan ginjal kiri kemudian dibuat preparat dan dari tiap ginjal diambil salah satu preparat secara acak untuk dilakukan pengamatan. Pada tiap preparat irisan jaringan ginjal, diambil secara acak 1 daerah di pars konvulata korteks ginjal. Dari 100 sel epitel tubulus proksimal yang ada pada setiap daerah tersebut dihitung jumlah sel epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan. Masing-masing irisan ginjal

commit to user

piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Hasil penghitungan masing-masing pola nuklear nekrosis sel tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan nilai kerusakan histologis masing-masing ginjal.

Maka rumus besarnya skor kerusakan histologis: P + Kr + Kl Keterangan :

: Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis.

Kr

:Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti karioreksis.

Kl

: Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti kariolisis. Skala ukuran variabel ini adalah skala rasio.

3. Variabel luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat dikendalikan melalui homogenisasi.

1) Variasi genetik Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus ) dengan galur Swiss webster.

2) Jenis kelamin Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan.

3) Umur Umur mencit pada penelitian ini adalah 2-3 bulan.

4) Suhu udara

commit to user

udara berkisar antara 25-28 o C.

5) Berat badan. Berat badan hewan percobaan + 20 gram.

6) Jenis makanan. Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air PAM.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : kondisi psikologis, dan keadaan awal ginjal mencit.

1) Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antar mencit dapat mempengaruhi kondisi psikologis mencit.

2) Keadaan awal ginjal mencit tidak diperiksa pada penelitian ini sehingga mungkin saja ada mencit yang sebelum perlakuan ginjal-nya sudah mengalami kelainan.

M. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat. Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Kandang mencit 4 buah masing-masing untuk 7 ekor mencit.

b. Timbangan hewan.

c. Timbangan obat.

commit to user

meja lilin).

e. Sonde lambung.

f. Alat untuk pembuatan preparat histologi.

g. Mikroskop cahaya medan terang.

h. Gelas ukur dan pengaduk.

i. Kamera digital

2. Bahan. Bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

a. Parasetamol.

b. Makanan hewan percobaan (pellet).

c. Aquades.

d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan

HE.

e. Jus Pepaya.

N. Cara Kerja

a. Penentuan Dosis dan Pembuatan Jus Pepaya

Dalam 100 g buah pepaya matang terdapat kandungan beta- karoten sebanyak 276 µg. Dosis harian untuk manusia adalah 130 µg beta-karoten (Health Canada, 2007). Seratus tiga puluh mikrogram beta-karoten setara dengan 130µg x 100 g/276 µg = 47,10 g. Adapun konversi dosis manusia ke mencit adalah 47,10 g buah pepaya x 0,0026 = 0, 122 g ≈ 122 mg. Dosis yang akan diberikan

commit to user

Pada penelitian yang telah dilakukan peneliti, dosis I 122 mg setara dengan 0,12 ml dan dosis II 244 mg setara dengan 0,24 ml.

Jus pepaya diperoleh dari olahan daging buah pepaya jenis pepaya bangkok yang matang dari pohon. Pengolahan jus pepaya tersebut adalah dengan mengambil sebanyak daging buah pepaya yang kemudian dihaluskan. Pengambilan daging pepaya tersebut dilakukan dari berbagai sisi buah pepaya tersebut. Jus pepaya diberikan dalam bentuk sajian yang segar dan baru setiap hari selama

14 hari berturut-turut.

b. Penentuan dosis dan pengenceran parasetamol

LD-50 untuk mencit secara peroral yang telah diketahui adalah 338 mg/kg BB atau 6,76 mg/20 g BB mencit. Dosis parasetamol yang digunakan untuk menimbulkan efek kerusakan ginjal berupa nekrosis sel epitel tubulus proksimal ginjal tanpa

menyebabkan kematian mencit adalah dosis 3 / 4 LD-50 perhari (Alberta, 2006). Dosis yang digunakan adalah 338 mg/kg BB × 0,75 = 253,5 mg/kg BB = 5,07 mg/20 g BB mencit. Parasetamol 500 mg dilarutkan dalam aquades hingga 9,86 ml, sehingga dalam 0,1 ml larutan parasetamol mengandung 5,07 mg parasetamol.

Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu pada hari ke-12, 13, dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini dimaksudkan untuk menimbulkan kerusakan berupa nekrosis pada

commit to user

tanpa menimbulkan kematian pada mencit. Berdasarkan penelitian sebelumnya, pemberian parasetamol dengan dosis 5,07 mg/20 g BB mencit dapat menyebabkan kerusakan sel epitel tubulus proksimal tanpa mengakibatkan kematian pada mencit.

c. Persiapan mencit

Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Sesudah adaptasi, keesokan harinya dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan.

d. Pengelompokan Subjek

Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Selanjutnya subjek dikelompokkan menjadi empat kelompok secara random, dan masing-masing kelompok terdiri dari 7 mencit. Adapun

pengelompokan subjek adalah sebagai berikut:

a. KK = Kelompok kontrol diberi aquadest per oral sebanyak 0,2 ml/ 20 g BB mencit per hari selama 14 hari berturut- turut.

b. KP 1 = Kelompok perlakuan I diberi aquades per oral sebanyak 0,2 ml/ 20 g BB mencit per hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke 12, 13, dan 14 juga diberi parasetamol 0,1ml/ 20 g BB mencit per oral per hari.

commit to user

dengan dosis 0,12 ml/ 20 g BB mencit per hari selama

14 hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13, dan 14 diberikan juga parasetamol per oral dengan dosis 0,1ml/ 20 g BB mencit per hari setelah 1 jam pemberian jus pepaya.

d. KP 3 = Kelompok perlakuan III diberi jus pepaya dosis II per oral yaitu 0,24 ml/ 20 g BB mencit per hari selama 14 hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13, dan 14 diberikan juga parasetamol per oral dosis 0,1 ml/ 20 g BB mencit per hari setelah 1 jam pemberian jus pepaya.

Setiap sebelum pemberian parasetamol dan jus pepaya, mencit dipuasakan dahulu ± 5 jam untuk mengosongkan lambung. Pemberian parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian jus pepaya agar jus pepaya terabsorbsi terlebih dahulu. Diluar waktu puasa dan perlakuan, mencit diberi makan berupa pellet dan minum air PAM ad libitum.

commit to user

Skema Pemberian Perlakuan

A.

e. Pengukuran hasil.

Pada hari ke-15 setelah perlakuan diberikan, semua hewan percobaan dikorbankan dengan cara neck dislocation. Hal ini dilakukan pada hari ke-15 agar efek dari perlakuan masih tampak nyata. Setiap mencit diambil ginjal kanan dan ginjal kiri, kemudian

Sampel 28 ekor mencit

Kelompok Kontrol

Kelompok Perlakuan 1

Kelompok perlakuan 2

Dipuasakan selama + 5 jam

Aquades 0,1 ml

Jus pepaya 0,12

ml/ 20 g BB

Setelah + 1 jam

Parasetamol dengan dosis 0,1ml/ 20 g BB pada hari

ke- 12, 13, 14.

Perlakuan sampai hari ke-14. Pembuatan preparat pada hari ke-15.

Kelompok Perlakuan 3

Jus pepaya 0, 24 ml/ 20 g BB

Aquades 0,1 ml

commit to user

ginjal (untuk keseragaman) dengan ketebalan tiap irisan ginjal + 5–7 µm. Jarak antara irisan satu dengan yang lain adalah + 25 irisan. Preparat ginjal dibuat dengan metode blok parafin dengan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Dari masing-masing ginjal diambil salah satu preparat secara acak untuk dilakukan pengamatan.

Pengamatan preparat jaringan ginjal mula-mula dilakukan dengan perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh bagian irisan, kemudian ditentukan tubulus proksimal yang terletak pada pars konvulata korteks ginjal. Pengamatan dilanjutkan dengan perbesaran 400 kali untuk mengamati sel epitel tubulus proksimal ginjal. Selanjutnya, pengamatan dilakukan dengan perbesaran 1000 kali untuk melihat dan membedakan inti sel yang piknosis, karioreksis, dan kariolisis dengan lebih jelas.

Pengamatan dilakukan pada tubulus proksimal ginjal karena pada tubulus proksimal terjadi absorpsi dan sekresi aktif serta kadar sitokrom P 450 lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan sehingga lebih mudah untuk mengalami kerusakan.

Untuk mengetahui sel-sel epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan, maka dari tiap irisan ditentukan secara acak 1 daerah di pars konvulata korteks ginjal kemudian pada tiap daerah tersebut dihitung jumlah sel epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan dari tiap 100 sel epitel tubulus proksimal yang

commit to user

tersebut, yaitu piknosis, karioreksis, dan kariolisis diberi nilai 1. Jika pada suatu daerah di pars konvulata korteks ginjal kiri terdapat 5 sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis, 10 sel dengan inti karioreksis, dan 4 sel dengan inti kariolisis, maka skor kerusakan histologis pada daerah ginjal kiri tersebut adalah:

5 + 10 + 4 = 19

Setiap mencit diperoleh 2 nilai skor yang merupakan skor preparat ginjal kanan dan kiri. Setiap kelompok mencit mempunyai jumlah total 14 nilai skor (jumlah mencit tiap kelompok 7 ekor dan masing-masing mencit mempunyai 2 skor preparat).

H. Teknik Analisis Data Statistik

Data yang diperoleh akan diuji menggunakan uji statistik One-Way ANOVA (α = 0,05). Jika terdapat perbedaan yang bermakna, maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons . Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05 (Riwidikdo, 2007).

commit to user

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa data rasio yaitu skor kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal. Hasil pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal yang mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis untuk masing-masing kelompok dan skornya disajikan pada lampiran 3 tabel 5. Rata-rata skor kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal untuk masing-masing kelompok mencit dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Rata-Rata Skor Kerusakan Histologis Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal pada Masing-Masing Kelompok Mencit

Kelompok Rata-Rata Skor Standar Deviasi

KK

26.86 2.71 KP 1 82.00 3.46 KP 2 51.57 2.77 KP 3 40.71 1.94