PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Perbedaan Kecemasan antara Istri Anggota Polisi Yang Tinggal di Kesatrian dengan Yang Tinggal di Rumah Sendiri

  PERBEDAAN KECEMASAN ANTARA ISTRI ANGGOTA POLISI YANG TINGGAL DI KESATRIAN DENGAN YANG TINGGAL DI RUMAH SENDIRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan

  Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran MUNA AMALIA G.0006122 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

  2010

  PERSETUJUAN Proposal Penelitian / Skripsi dengan judul

   : Perbedaan Kecemasan

antara Istri Anggota Polisi Yang Tinggal di Kesatrian dengan Yang

Tinggal di Rumah Sendiri

  Muna Amalia, G0006122, Tahun 2010 Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi

  Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Selasa, Tanggal 11 Mei 2010

  Pembimbing Utama Penguji Utama

  Yusvick M Hadin, dr. SpKJ Mardiatmi Susilohati, dr. SpKJ

  NIP : 19490422 197609 1 001 NIP : 19490212 197609 2 001

  Pembimbing Pendamping Anggota Penguji

  Bagus Wicaksono, Drs. MSi

  IGB Indro Nugroho, dr. SpKJ

  NIP : 19620901 198903 1 003 NIP : 19731003 200501 1 001 Tim Skripsi

  Sudarman, dr. SpTHT - KL

  NIP : 19450712 197610 1 001

  PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul

   : Perbedaan Kecemasan antara Istri Anggota Polisi

Yang Tinggal di Kesatrian dengan Yang Tinggal di Rumah Sendiri

  Muna Amalia, NIM : G.0006122, Tahun : 2010 Telah diuji dan disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

  Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Selasa, Tanggal 11 Mei 2010

  Pembimbing Utama

  Nama : Yusvick M Hadin, dr., SpKJ NIP : 19490422 197609 1 001 ..............................

  Pembimbing Pendamping

  Nama : Bagus Wicaksono, Drs., MSi NIP : 19620901 198903 1 003 ..............................

  Penguji Utama

  Nama : Mardiatmi Susilohati, dr., SpKJ NIP : 19490212 197609 2 001 ..............................

  Anggota Penguji

  Nama : IGB Indro Nugroho, dr., SpKJ NIP : 19731003 200501 1 001 ..............................

  Surakarta, Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

  

Sri Wahjono, dr., MKes Prof. Dr. AA Subijanto, dr., MS

  NIP : 19450824 197310 1 001 NIP : 19481107 197310 1 003

  

PERNYATAAN

  Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

  Surakarta, 11 Mei 2010 Muna Amalia

  NIM. G0006122 ABSTRAK Muna Amalia, G0006122, 2010. Perbedaan Kecemasan antara Istri Anggota Polisi Yang Tinggal di Kesatrian dengan Yang Tinggal di Rumah Sendiri. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

  Telah dilakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Kecemasan antara Istri Anggota Polisi yang Tinggal di Kesatrian dengan yang Tinggal di Rumah Sendiri”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecemasan antara istri anggota Polisi yang tinggal di kesatrian dengan yang tinggal di rumah sendiri.

  Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner biodata, kuesioner L-MMPI dan kuesioner T-MAS. Dengan menggunakan uji hipotesis

  chi-square .

  Subjek penelitian adalah 60 sampel yaitu istri anggota polisi, terdiri dari 30 orang istri polisi yang tinggal di kesatrian dan 30 orang istri polisi yang tinggal di rumah sendiri. Dari hasil penelitian ini didapatkan istri polisi yang tinggal di kesatrian yang cemas sejumlah 15 orang dan yang tidak cemas sejumlah 15 orang, sedangkan istri polisi yang tinggal di rumah sendiri yang cemas sejumlah 6 orang dan yang

  2

  tidak cemas sejumlah 24 orang. Dari uji statistik didapatkan hasil X hitung

  2

  2

  sebesar 5,934, sementara X tabel (db = 1, @ = 0.05 sebesar 3,841). Karena X

  2 hitung lebih besar daripada X tabel maka hasil yang didapatkan signifikan.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan kecemasan yang bermakna antara istri polisi yang tinggal di kesatrian dengan yang tinggal di rumah sendiri.

  Kata kunci : kecemasan, istri polisi, kesatrian

  ABSTRACT Muna Amalia, G0006122, 2010. The Differences of Anxiety between The Police’s Wife who Lives in a Dormitory and The Police’s Wife who Lives in Their Own House. Medical Faculty of Sebelas Maret University.

  The research entitied “The differences of anxiety between the police’s wife who lives in a dormitory and the police’s wife who live’s in their own house” was done. The aim of this research is to know whether any difference about anxiety level between the police’s wife who lives in a dormitory and the police’s wife who live’s in their own house or not. It is descriptively analitycal research with cross sectional approach. It used questionnaire of biodata, questionnaire by L-MMPI and TMAS scale. Then hypothesid test by chi-square. This research involved 60 samples, they are the police’s wife with 30 live in a dormitory and 30 live in their own house.

  Result of research showed that the police’s wife who lives in a dormitory, 15 respondents are having anxiety and 15 respondents are not having anxiety. Whether the police’s wife who live’s in their own house, 6 respondents are having anxiety and 24 respondents are not having anxiety. From statistical analysis, we

  2

  2

  obtained the result from X count is 5,934, whereas X from chi-square table is

  2

  2

  3,841. Because the X count is bigger than X from table, then the result is significant. From the research, we conclude that there are any difference about anxiety level between the police’s wife who lives in a dormitory and the police’s wife who live’s in their own house.

  Key words : anxiety, police’s wife, dormitory

KATA PENGANTAR

  Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh

  Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Perbedaan Kecemasan antara Istri Anggota Polisi Yang Tinggal di Kesatrian dengan Yang Tinggal di Rumah Sendiri”.

  Dalam pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya laporan penelitian ini, penulis tidak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan, tetapi berkat bimbingan dan bantuan dari banyak pihak, dan atas ridha Allah SWT penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Untuk itu, sudah selayaknya jika dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

  2. Yusvick M. Hadin, dr., Sp.KJ, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat.

  3. Drs. Bagus Wicaksono, MSi, selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat.

  4. Mardiatmi Susilohati, dr., Sp.KJ, selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan nasehat.

  5. IGB Indro Nugroho, dr., Sp.KJ, selaku Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan dan nasehat.

  6. Sudarman, dr., Sp.THT-KL, selaku Tim Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan nasehat.

  7. Sri Wahjono, dr., MKes, selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS beserta Bagian Skripsi FK UNS yang telah membantu pelaksanaan skripsi.

  8. Bapak Dyamala selaku Komandan Kompi C SAT BRIMOBDA JATIM beserta ibu yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian.

  9. Bapak, Ibu, adik-adik, keluarga tercinta atas dukungan, semangat, kasih sayang, do’a, dan segala yang telah diberikan. Juga mas Ardi, dan semua teman-teman Tikara, Deka, SKI FK, PBL A5, serta angkatan 2006.

  Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan sehingga penulis sangat mengharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulis di masa datang. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

  Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

  Surakarta, 7 Mei 2010 Muna Amalia

  

DAFTAR ISI

  PRAKATA …………………………………………………………i DAFTAR ISI ………………………………………………………ii DAFTAR TABEL ………………………………………………….iii DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………iv

  BAB I PENDAHULUAN ………………………………………… 1 A. Latar Belakang Masalah ………………………………... 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………….4 C. Tujuan Penelitian ………………………………………..4 D. Manfaat Penelitian ……………………………………... 4 BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………. 5 A. Tinjauan Pustaka ………………………………………. 5 B. Kerangka Pemikiran …………………………………… 14 C. Hipotesis ………………………………………….......... 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………16 A. Jenis Penelitian ………………………………………..16 B. Lokasi Penelitian ……………………………………... 16 C. Subjek Penelitian ……………………………………... 16 D. Teknik Sampling ……………………………………... 17 E. Identifikasi Variabel Penelitian ………………………. 17 F. Definisi Operasional Variabel ………………………... 18 G. Rancangan Penelitian ……………………………........ 19 H. Instrumen Penelitian …………………………………. 20 I. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data …………… 20 J. Teknik Analisis Data ………………………………….. 20 BAB IV HASIL PENELITIAN…………………………………… 22 BAB V PEMBAHASAN………………………………………….. 26 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN …………………………….. 30 A. Simpulan ……………………………………………... 30 B. Saran ………………..……………………………….... 30 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasar tempat tinggal di kesatrian dan di rumah sendiri Tabel 2. Perbedaan kecemasan pada istri polisi yang tinggal di kesatrian dan di rumah sendiri

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Biodata Responden Lampiran 2. Kuesioner Skala L-MMPI Lampiran 3. Kuesioner Skala TMAS Lampiran 4. Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran UNS Lampiran 5. Data Responden Istri Polisi Lampiran 6. Perhitungan Chi-square dengan rumus Lampiran 7. Hasil Analisis Chi-square dengan SPSS 16.00 Lampiran 8. Daftar Chi-square

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kecemasan merupakan ketegangan, rasa tak aman, dan

  kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Kecemasan bisa normal bisa patologis. Kecemasan normal apabila mendapatkan ketegangan hidup kemudian dapat segera menyesuaikan diri dalam waktu yang lebih singkat, apabila terus menerus terjadi kecemasan dimana fungsi homeostasis gagal mengadaptasi maka menjadi kecemasan yang patologis (Maramis, 2005). Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stress atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut untuk mampu beradaptasi (Solomon, 1974).

  Kecemasan merupakan pengalaman emosional yang berlangsung singkat dan merupakan respon yang wajar, pada saat individu menghadapi tekanan atau peristiwa yang mengecam kehidupannya. Dalam ilmu kedokteran, kecemasan disebut dengan istilah Ansietas. Ada dua macam bentuk ansietas yaitu ansietas normal ansietas patologik. Ansietas yang normal, merupakan kecemasan yang dapat ditelusuri sumbernya dan merupakan suatu yang akrab dalam kehidupan manusia. Ansietas patologik merupakan kecemasan yang penyebabnya tidak dapat ditelusuri dan tidak dapat diusut (Ibrahim, 2002).

  Prevalensi (angka kesakitan) gangguan ansietas berkisar pada angka 6-7% dari populasi umum. Kelompok perempuan lebih banyak dibandingkan prevalensi kelompok laki-laki. Beberapa tahun yang lalu hasil penelitian yang pernah dilakukan pada kelompok perempuan yang tinggal di rumah susun Klender Jakarta Timur, menunjukkan prevalensi gangguan ansietas sebesar 9,8%. Penelitian lainnya yang dilakukan pada sejumlah karyawan pada tingkat eksekutif di beberapa Instansi Pemerintah maupun Instansi Swasta di Jakarta, menunjukkan prevalensi phobia sosial, (satu di antara gangguan ansietas) sebesar 10-16%. Penelitian yang dilakukan pada kelompok laki-laki dan kelompok perempuan pada murid SLA di kawasan Jakarta Selatan dan Jakarta Utara, prevalensi gangguan ansietas sebesar 8-12%. Penelitian yang sama dengan menggunakan

  

Hamilton Anxiety Rating Scale , telah dilakukan pada kelompok

  perempuan di dua kelurahan, yaitu di Tanjung Duren Utara dan Tanjung Duren Selatan (Kecamatan Grogol Petamburan), ternyata prevalensi ansietas sebesar 9,4% (Ibrahim, 2002).

  Memasuki abad ke XXII, masyarakat Indonesia langsung berhadapan dengan berbagai masalah, terutama masalah sosial, moneter dan ekonomi. Pemerintah hingga saat ini belum berhasil menanggulangi berbagai kesulitan yang datang secara beruntun. Kondisi yang semakin bertambah jelek, akan berakibat semakin mempersulit kehidupan masyarakat luas.

  Asrama atau kesatrian anggota polisi terdapat pada satu wilayah yang cukup luas. Dihuni oleh para anggota kesatrian beserta keluarganya.

  Kondisi rumah yang satu dan lainnya sangat berdekatan, bahkan satu dinding. Keluarga yang satu bisa saja mengetahui atau bahkan ikut merasakan apa yang terjadi pada tetangga dekatnya. Kondisi ini dapat dirasakan sebagai stresor yang mengakibatkan kecemasan. Meskipun semua fasilitas yang ada di kesatrian itu gratis dan hanya membayar tiga ribu rupiah per bulan, namun tidak dapat dinikmati selamanya. Masa diperbolehkan tinggal di kesatrian itu adalah selama sang suami masih bertugas di kesatrian itu (Brimob, 2009). Jadi, ketika suami sudah tidak bertugas di kesatrian itu baik karena pensiun, pindah tugas, maupun meninggal maka keluarga harus meninggalkan kesatrian. Kondisi ini juga dapat dirasakan sebagai stresor yang menyebabkan kecemasan, karena mereka harus berpikir ke depan seandainya sudah tidak lagi diperkenankan tinggal di kesatrian.

  Dengan melihat latar belakang tersebut di atas, peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan kecemasan pada istri anggota polisi yang tinggal di kesatrian dengan yang tinggal di rumah sendiri. B. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan kecemasan antara istri anggota Polisi yang tinggal di kesatrian dengan yang tinggal di rumah sendiri ?

  C. Tujuan Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecemasan antara istri anggota Polisi yang tinggal di kesatrian dengan yang tinggal di rumah sendiri.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang psikiatri dan dapat dipakai sebagai pedoman di dalam penelitian lebih lanjut.

  2. Manfaat Aplikatif Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat dan pemerintah terkait pencegahan dan penatalaksanaan kecemasan sehingga dapat membawa hasil yang optimal. Serta dapat digunakan untuk mengetahui kecemasan pada istri anggota Polisi yang tinggal di kesatrian, sehingga dapat digunakan untuk upaya meningkatkan kesehatan mental anggota Polisi dan keluarganya.

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

  1. Kecemasan

  a. Pengertian Taylor (1953) dalam Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu ini pada umumnya tidak menyenangkan dan menimbulkan atau disertai disertasi perubahan fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis (misal panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi).

  Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik. Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat (Trismiati, 2004).

  Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan dan memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Freud mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis seperti perubahan detak jantung dan pernapasan, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya (Kaplan dan Sadock, 1997). Kecemasan juga merupakan perasaan tidak mampu mengatasi problem yang muncul (Setiawan, 1999).

  b. Epidemiologi Perkiraan yang diterima untuk prevalensi gangguan kecemasan umum satu tahun terentang antara 3% sampai 8%. Kemungkinan 50% pasien dengan gangguan kecemasan umum memiliki gangguan mental lainnya. Rasio wanita dan laki-laki yang mendapat perawatan inap untuk gangguan tersebut adalah sama (Kaplan dan Sadock, 1997).

  Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, wanita lebih cemas dengan ketidakmampuannya dibanding laki-laki, laki-laki lebih aktif dan eksploratif, sedangkan wanita lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding wanita.

  Wanita lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan daripada laki-laki. Wanita juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah mengeluarkan air mata. Lebih jauh lagi, dalam berbagai studi kecemasan secara umum, menyatakan bahwa perempuan lebih cemas daripada laki-laki (Trismiati, 2004). c. Etiologi Menurut Horney, sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan tersebut bersifat lebih umum. Dapat berasal dari berbagai kejadian di dalam kehidupan atau dapat terletak di dalam diri seseorang (Trismiati, 2004).

  Kartini (2000) menjelaskan bahwa kecemasan timbul dari rangsangan-rangsangan sebagai berikut : 1) Ketakutan yang terus menerus disebabkan oleh kesusahan dan kegagalan yang bertubi-tubi 2) Represi terhadap berbagai masalah emosional 3) Kecenderungan harga diri yang terhalang 4) Dorongan-dorongan seksual yang terhambat Rangsangan-rangsangan tersebut akan menimbulkan respon dari sistem saraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibatnya muncul perangsangan pada organ seperti lambung, jantung, pembuluh darah, maupun ekstremitas.

  Banyak bukti menunjukkan bahwa manusia mewarisi kecenderungan untuk tegang atau gelisah. Kontribusi-kontribusi kecil dari banyak gen di wilayah-wilayah kromosom yang berbeda secara kolektif membuat seseorang rentan mengalami kecemasan jika ada faktor-faktor psikologis dan sosial tertentu yang mendukungnya (Barlow dan Durand, 2007).

  Menurut Salan (dalam Huda, 2000), kecemasan dapat timbul karena beberapa faktor, tetapi secara umum disebabkan oleh bahaya yang terdapat pada diri manusia itu sendiri, yaitu stimuli intern atau bahaya dari luar yang tidak nyata oleh yang bersangkutan ditafsirkan lain karena adanya distorsi persepsi dan realita lingkungan. Tingkat kecemasan dibagi menjadi dua, yaitu :

  a. Tingkat psikologis

  b. Tingkat fisiologis

  d. Patofisiologi Kehidupan manusia selalu dipengaruhi oleh rangsangan dari luar dan dari dalam berupa pengalaman masa lalu dan faktor genetik.

  Rangsangan tersebut diterima oleh panca indera, diteruskan dan direspon oleh sistem saraf pusat. Bila rangsangannya berupa ancaman, maka responnya adalah suatu kecemasan. Di dalam sistem saraf pusat, proses tersebut melibatkan jalur Cortex cerebri – Limbic sistem RAS (Reticular Activating System) – Hypotalamus yang memberikan impuls kepada kelenjar hipofise untuk mensekresikan mediator hormonal terhadap target organ yaitu kelenjar adrenal, yaitu memacu sistem saraf otonom melalui mediator hormonal yang lain (catecholamine).

  Hiperaktifitas sistem saraf otonom menyebabkan timbulnya kecemasan. Keluhannya sangat beraneka ragam seperti sakit kepala, pusing, serasa mabuk, cenderung untuk pingsan, banyak berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, gangguan pada lambung dan usus, diare, anoreksia, kaki dan tangan dingin, kesemutan, merasa dingin/panas di seluruh tubuh, dan lain sebagainya (Mujaddid, 2006).

  Pada ansietas Generalized Anxiety Disorder (GAD) misalnya terdapat petunjuk adanya gangguan pada reseptor serotonin tertentu yaitu 5HT-IA, sedangkan pada ansietas Panic Disorder (PD) lebih jelas berhubungan dengan gangguan noradrenalin pada locus ceruleus (Mujaddid, 2006).

  e. Gejala Klinis Gejala kecemasan dibagi menjadi dua (Maramis, 2005), yaitu :

  1) Gejala - gejala Somatik Gejala-gejala ini dapat berupa sesak napas, dada tertekan, kepala enteng seperti mengambang, linu-linu, nyeri epigastrium, cepat lelah, palpitasi, keringat dingin. Macam gejala lain mungkin mengenai motorik, pencernaan, pernapasan, sistem kardiovaskuler, genito-urinaria, atau susunan saraf pusat. 2) Gejala – gejala Psikologik

  Gejala ini mugkin timbul sebagai rasa was-was, khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, khawatir dengan pemikiran orang mengenai dirinya. Penderita tegang terus menerus dan tak mampu berlaku santai. Pemikirannya penuh dengan kekhawatiran, kadang bicaranya cepat tapi terputus-putus. Kecemasan dan kekhawatiran biasanya sering diikuti dengan gejala-gejala umum seperti mudah lelah, kesulitan konsentrasi, iritabilitas, ketegangan otot, dan gangguan tidur (Gorini dan Riva, 2008).

  Akibat- akibat yang ditimbulkan oleh kecemasan (Setiawan, 1999) :

  1. Akibat subyektif

  2. Dalam bentuk perilaku

  3. Akibat kognitif

  4. Akibat fisiologis

  5. Akibat keorganisasian

  f. Diagnosis Kecemasan Dihubungkan dengan tiga (atau lebih) dari enam gejala berikut

  (dengan paling kurang beberapa gejala tadi terjadi lebih banyak dibandingkan tidak selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak. 1) Gelisah atau perasaan tegang atau cemas 2) Merasa mudah lelah 3) Sulit berkonsentrasi 4) Iritabilitas 5) Ketegangan otot 6) Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai atau tetap tidur, atau tidur yang gelisah dan tidak memuaskan) (Syamsulhadi, 2007)

  Kecemasan juga dapat didiagnosis dengan menggunakan :

  1. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi ke III (PPDGJ III)

  2. Instrumen Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRSA)

  3. Instrumen The Taylor Minnesota Anxiety Scale (TMAS) 4. dan instrumen lainnya yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya.

  g. Penatalaksanaan Penatalaksanaan gangguan kecemasan harus memperhatikan prinsip holistik (menyeluruh) dan eklitik (mendetail) yaitu meliputi aspek organo-biologik, aspek psiko-edukatif, dan aspek sosio-kultural (Mujaddid, 2006).

  Pengobatan dapat dilakukan dengan mencari dan membicarakan konflik, menjamin kembali (”reassurance”), gerak badan serta rekreasi yang baik, dan obat tranquilaizer biasanya dapat menghilangkan dengan segera gangguan cemas. Terdapat berbagai macam terapi terhadap kecemasan yaitu dengan psikoterapi analitik, psikoterapi individual maupunn kelompok, sosioterapi, terapi perilaku, terapi seni kreatif, terapi kerja, dan farmakoterapi (Maramis, 2005).

  Intervensi musik telah dilaporkan mendapat hasil yang baik pada pengurangan status kecemasan, mengurangi stress, dan meningkatkan relaksasi (Gorini dan Riva, 2008).

  2. Kesatrian BRIMOB Salah satu kesatuan dari Polri yang paling tua adalah Brigade Mobil

  (Brimob), didirikan pada akhir tahun 1945. Kesatuan ini pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibukota. Brimob turut berjuang dalam perang revolusi. Para personelnya juga mengambil bagian dalam konfrontasi militer dengan Malaysia sekitar tahun 1960an dan dalam konflik di Timor Timur di pertengahan era 1970. Di tahun 1981 Brimob membentuk sub unit baru yang disebut unit Penjinak Bahan Peledak (Jihandak).

  Semenjak tahun 1992 Brimob pada dasarnya adalah organisasi militer yang dilatih dan diorganisasikan dalam kesatuan-kesatuan militer. Brimob memiliki kekuatan sekitar 12.000 personel. Brigade ini fungsi utamanya adalah sebagai korps elite untuk menanggulangi situasi darurat, yakni membantu polisi dalam operasi yang membutuhkan aksi yang cepat. Mereka diterjunkan dalam operasi pertahanan dan keamanan domestik, dan telah dilengkapi dengan perlengkapan anti huru-hara khusus. Mereka telah dilatih khusus untuk menangani demonstrasi massa. Semenjak huru-hara yang terjadi pada bulan Mei 1998, Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) kini telah menerima latihan anti huru-hara khusus (Brimob, 2009).

  Para anggota polisi, terutama pasukan khusus seperti Brimob, mendapatkan fasilitas dari negara yaitu berupa kesatrian atau dapat disamakan dengan asrama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994, asrama adalah bangunan tempat tinggal bagi kelompok orang yang bersifat homogen. Asrama adalah rumah pemondokan (murid-murid, pegawai, dsb.) Ada asrama mahasiswa, asrama sekolah, asrama tentara.

  Asrama atau kesatrian anggota polisi terdapat pada satu wilayah yang cukup luas. Dihuni oleh para anggota kesatrian beserta keluarganya. Kondisi rumah yang satu dan lainnya sangat berdekatan, bahkan satu dinding. Semua fasilitas yang ada di kesatrian itu gratis, hanya membayar tiga ribu rupiah per bulan, namun tidak dapat dinikmati selamanya. Masa diperbolehkan tinggal di kesatrian itu adalah selama sang suami masih bertugas di kesatrian itu. Jadi, ketika suami sudah tidak bertugas di kesatrian itu baik karena pensiun, pindah tugas, maupun meninggal maka keluarga harus meninggalkan kesatrian (Brimob,2009).

  3. TMAS (The Taylor Minnesota Anxiety Scale) Kuesioner TMAS adalah instrumen pengukur kecemasan. TMAS berisi 50 butir pertanyaan, dimana responden menjawab keadaan ya atau tidak sesuai dengan keadaan dirinya dengan memberi tanda (Ö) pada kolom jawaban ya atau tidak, setiap jawaban yang sesuai diberi nilai 1. Sebagai cut off point adalah sebagai berikut :

  a. Nilai < 21 berarti tidak cemas

  b. Nilai ≥ 21 berarti cemas

  4. L-MMPI (Lie Minnesota Multiphasic Personality Inventory) Yaitu skala validitas yang berfungsi untuk mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran subyek penelitian. Bila responden menjawab tidak maka diberi nilai 1. Nilai batas skala adalah 10, artinya apabila responden mempunyai nilai >10 maka data hasil penelitian responden tersebut dinyatakan invalid.

  B. Kerangka Pemikiran Istri anggota

  POLISI Tinggal di rumah

  Tinggal di sendiri kesatrian

  · Masalah sosial dengan · Tidak banyak masalah tetangga sosial dengan tetangga · Memikirkan untuk · Tidak perlu bingung persiapan ketika harus jika harus keluar dari keluar dari kesatrian kesatrian

  Lebih cemas Kurang cemas C. Hipotesis Terdapat perbedaan kecemasan antara istri anggota polisi yang tinggal di kesatrian dengan yang tinggal di rumah sendiri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan

  pendekatan cross sectional. Yaitu peneliti mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor resiko) dengan variabel terikat (efek) yang diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Taufiqurohman, 2004).

  B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kesatrian Brimob Detasemen 2 POLDA

  JATIM di Madiun

  C. Subyek Penelitian Penelitian ini mengambil subyek penelitian istri anggota Polisi sebanyak 30 orang dan mempunyai :

  1. Kriteria inklusi : tinggal di Kesatrian Polisi dan skor L-MMPI < 10

  2. Kriteria eksklusi : skor L-MMPI > 10, dan tidak dalam keadaan- keadaan lain yang menyebabkan kecemasan, yaitu kematian mendadak anggota keluarga, perpisahan / perceraian, sakit kronis, serta masalah dalam kehidupan keluarga.

  Jumlah subyek penelitian tersebut berdasarkan sampel minimal adalah 30 orang yang diambil secara random. Kelompok kontrol yaitu istri anggota polisi yang tinggal di rumah sendiri sejumlah 30 orang.

  D. Cara Pengambilan Sampel Penelitian ini mengambil sampel dengan cara purposive random

  

sampling , yaitu pemilihan subyek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat

  tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi. Cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata dalam tingkatan tersebut dan dilakukan bila anggota populasi dianggap sejenis serta mengambil wakil dari daerah/ wilayah geografis yang ada (Ridwan, 2003).

  E. Identifikasi Variabel

  1. Variabel bebas Istri anggota Polisi

  2. Variabel terikat Kecemasan

  3. Variabel luar Keadaan lain yang dapat menyebabkan kecemasan adalah :

  a. Kematian anggota keluarga

  b. Perpisahan / perceraian c. Menderita sakit kronis

  d. Masalah keluarga

  F. Definisi Operasional Variabel

  1. Istri anggota polisi adalah seorang wanita yang bersuami polisi

  2. Kecemasan dalam penelitian ini adalah keadaan pada subyek penelitian, diukur dengan TMAS, sebagai cut off point yaitu : a. cemas : bila skor TMAS

  ≥ 21

  b. tidak cemas : bila skor TMAS < 21

  3. Tinggal di kesatrian maksudnya istri dan keluarga anggota polisi yang tinggal di kesatrian yang merupakan fassilitas dari Negara.

  4. Tinggal di rumah sendiri maksudnya istri dan keluarga anggota polisi yang tidak tinggal di kesatrian yang merupakan fasilitas dari Negara. G. Rancangan Penelitian Tinggal di kesatrian

  Tinggal di rumah sendiri · Biodata · L-MMPI

  · Biodata · L-MMPI

  Kelompok kontrol Kelompok subyek T-MAS T-MAS

  Hasil Hasil

  Chi Square Subyek H. Instrumen Penelitian

  1. Formulir Biodata

  2. Kuesioner L-MMPI

  3. Kuesioner TMAS

  I. Cara Kerja dan Teknik Pengambilan Data

  1. Dilakukan random sampling pada populasi responden untuk mengisi formulir dan kuesioner yang diperlukan

  2. Responden mengisi formulir biodata

  3. Responden mengisi kuesioner L-MMPI untuk mengetahui angka kebohongan

  4. Responden mengisi kuesioner TMAS untuk mengetahui angka kecemasan

  5. Dari sejumlah data yang diperoleh diawal, diambil jumlah tiap kelompok sebanyak 30 orang berdasarkan skor kuesioner L-MMPI yang termasuk valid

  6. Data sejumlah 30 orang tiap kelompok kemudian diolah dengan uji statistik chi-square J. Teknik Analisis Data

  Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji analisis chi-square (X

  2

  ). Chi-square adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih klas, data berbentuk nominal, dan sampelnya besar.

  ͈0 ͈

  Rumus dasar chi square adalah : 效 ∑

  ͈

2 Keterangan : x = chi square

  Fo = frekuensi diperoleh dari sampel Fh = frekuensi yang diharapkan dari populasi

2 Interpretasi nilai x sebagai berikut (Sugiono, 2005) :

  2

  1. Derajat kebebasan untuk nilai-nilai x adalah 1

  2. Taraf signifikasi yang dipakai adalah 5%, dengan ketentuan jika Xo

  2

  2

  2 (Xhitung) > Xh (Xtabel) 5%, maka nilai X kita katakan signifikan.

  2

  2

  2 Sebaliknya jika Xo (Xhitung) < Xh (Xtabel) 5%, maka nilai X dikatakan non signifikan.

  Dengan : Xo = chi square yang diperoleh Xh = chi square yang diharapkan

BAB IV HASIL PENELITIAN Setelah dilaksanakan penelitian terhadap 60 sampel yang telah

  memenuhi syarat, responden melakukan pengisian kuesioner dengan instrumen TMAS untuk mengetahui ada tidaknya kecemasan.

  Dari 60 sampel tersebut diperoleh data sebagai berikut :

  Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasar tempat tinggal di

  kesatrian dan di rumah sendiri No Tempat tinggal Jumlah Persentase

  1. Di kesatrian 30 50%

  2. Di rumah sendiri 30 50% Jumlah 60 100%

  Tabel 2. Perbedaan kecemasan pada istri polisi yang tinggal di kesatrian dan di rumah sendiri

  No Keterangan Cemas Tidak cemas Jumlah

  1. Istri polisi yang tinggal

  15

  15

  30 di kesatrian

  2. Istri polisi yang tinggal

  6

  24

  30 di rumah sendiri Jumlah

  21

  39

  60 Hasil penelitian menunjukkan bahwa istri polisi yang tinggal di kesatrian terdapat 15 orang yang mengalami kecemasan dan 15 orang yang tidak mengalami kecemasan. Sedangkan pada istri polisi yang tinggal di rumah sendiri terdapat 6 orang yang mengalami kecemasan dan 24 orang yang tidak mengalami kecemasan.

  Dalam penelitian ini, data yang didapat dianalisis dengan uji statistik chi-square untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kecemasan.

  Untuk mengetahui apakah hasil yang diperoleh signifikan, terlebih dahulu dihitung derajat kebebasannya (db). Data yang diperoleh disajikan dalam tabel 2 x 2 sebagai berikut :

  Keterangan Cemas Tidak Cemas Istri polisi yang tinggal a b di kesatrian Istri polisi yang tinggal c d di rumah sendiri Jadi : db = (jumlah lajur-1)(jumlah baris-1)

  = (2-1)(2-1) = 1

2 Kemudian nilai x dihitung dengan rumus :

  2

  2

  x = N (ad-bc) (a+b)(c+d)(a+c)(b+d)

  Berdasar rumus perhitungan Chi-square (terlampir), taraf signifikansi 5%

  2

  dan derajat kebebasan (db) 1, maka nilai x tabel adalah 3,841. Dari

  2

  2

  2

  penelitian diperoleh nilai x hitung adalah 5,934, jadi x hitung > x tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima yang berarti terdapat perbedaan kecemasan yang bermakna antara kelompok subyek, yaitu istri polisi yang tinggal di kesatrian dan kelompok kontrol, yaitu istri polisi yang tinggal di rumah sendiri.

  Sedangkan interpretasi uji Chi-Square berdasarkan analisis data dengan SPSS 16.00, yang digunakan adalah nilai Pearson Chi-Square pada tabel terlampir. Nilai signifikansinya adalah p< 0,05, yang artinya ada perbedaan kecemasan yang bermakna. Pada tabel tersebut, nilai

  

Pearson Chi-Square adalah 0,015, sedangkan 0.015 < 0,05. Dan pada

  kolom value didapatkan nilai 5,934 yang ternyata sama dengan hasil perhitungan dengan rumus Chi-Square yang ada. Maka dapat disimpulkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok subyek, yaitu istri polisi yang tinggal di kesatrian dan kelompok kontrol, yaitu istri polisi yang tinggal di rumah sendiri.

BAB V PEMBAHASAN Dari penelitian diperoleh hasil sama dengan landasan teori dan

  hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kecemasan yang bermakna antara istri polisi yang tinggal di kesatrian dan istri polisi yang tinggal di rumah sendiri.

  Tinggal di kesatrian mempunyai keuntungan dan kerugian. Diantara keuntungannya adalah merupakan fasilitas gratis dari Negara, hanya membayar tiga ribu rupiah per bulan. Rasa kekeluargaan yang cukup besar antar penghuni jika tidak ada masalah sosial dengan tetangga. Namun, selain keuntungan tersebut, ada pula kerugiannya antara lain masa tinggal yang terbatas, yaitu hanya selama suaminya yang anggota Polisi bertugas di kesatrian itu. Jika suami sudah tidak bertugas di kesatrian itu baik karena pensiun, pindah tugas, maupun meninggal dunia maka keluarga harus meninggalkan kesatrian. Kerugian yang lain adalah jarak antar rumah yang terlalu berdekatan, bahkan masih dalam satu dinding.

  Jadi kemungkinan tetangga terganggu dengan apa yang terjadi pada tetangga sebelahnya cukup besar (Brimob, 2009).

  Faktor-faktor yang mungkin menyebabkan kecemasan pada istri polisi yang tinggal di kesatrian antara lain :

  1. Masa tinggal di kesatrian yang tidak selamanya (Brimob, 2009), maka akan menuntut keluarga tersebut untuk mempunyai persiapan jika nantinya harus keluar dari kesatrian. Apabila tidak ada persiapan itu sangat mungkin terjadi kecemasan pada keluarga, terutama istri.

  2. Saat ditinggal suaminya bertugas jauh dan lama, merupakan salah satu hal yang mungkin menyebabkan kecemasan. Karena istri mungkin was-was atas keselamatan suaminya, mungkin juga ada dorongan seksual yang terhambat yang merupakan salah satu etiologi terjadinya kecemasan (Kartini, 2000).

  3. Kesiapan adanya tempat tinggal apabila sudah tidak diperkenankan tinggal di kesatrian. Apabila kesiapan itu belum ada atau tidak ada, maka sangat mungkin menyebabkan kecemasan.

  4. Adanya penggusuran, contohnya para penghuni Asrama Brimob Medaeng, Waru, Sidoarjo yang berunjuk rasa ke DPRD Jawa Timur pada tanggal 12 September 2002 karena adanya penggusuran (Gatra.com, 2002). Adanya penggusuran di asrama yang lain juga menyebabkan rasa cemas, khawatir apabila mungkin menimpanya.

  5. Ketidak harmonisan atau masalah sosial dengan tetangga juga memungkinkan terjadinya kecemasan, misalnya saling iri, dengki, atau curiga atas kebahagiaan tetangganya.

  Penyebab kecemasan yang lain seperti kecelakaan atau kematian keluarga, perpisahan atau perceraian, menderita sakit kronis, dan masalah keluarga tidak termasuk dalam faktor penyebab kecemasan yang dihitung dan dianalisis pada penelitian ini karena telah menjadi kriteria eksklusi.

  Ada faktor lain yang mungkin mempengaruhi kecemasan pada kelompok subyek maupun kelompok kontrol, antara lain faktor tingkat pendidikan dan pekerjaan. Pada kelompok subyek, yaitu istri polisi yang tinggal di kesatrian terdapat 18 orang dengan pendidikan terakhir SMA dan 12 orang dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi. Pada kelompok kontrol, yaitu istri polisi yang tinggal di rumah sendiri terdapat 16 orang dengan pendidikan terakhir SMA dan 14 orang dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi. Berdasarkan penelitian Lutfa dan Maliya (2008), semakin meningkat tingkat pendidikan seseorang, maka ada kecenderungan tingkat kecemasan seseorang semakin menurun.

  Sedangkan faktor pekerjaan, pada kelompok subyek yaitu istri polisi yang tinggal di kesatrian terdapat 27 orang sebagai ibu rumah tangga, 1 orang PNS, 1 orang guru, dan 1 orang karyawan swasta. Pada kelompok kontrol yaitu istri polisi yang tinggal di rumah sendiri terdapat 19 orang sebagai ibu rumah tangga, 4 orang PNS, 3 orang karyawan swasta, 2 orang guru, 1 orang bidan, dan 1 orang wiraswasta.

  Pekerjaan dapat mempengaruhi kecemasan seperti pada hasil penelitian Sanne, et al. (2004) yang menyatakan bahwa petani mempunyai resiko tinggi mengalami kecemasan dan depresi karena waktu kerja yang panjang, pekerjaan fisik yang berat, pendapatan yang sedikit, serta tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini apabila dianalogikan dengan keadaan subyek penelitian yang sebagian besar hanya ibu rumah tangga, yang mungkin penghasilan sangat sedikit, maka akan lebih mudah mengalami kecemasan. Berdasar faktor-faktor tersebut diatas, dapat disimpulkan adanya kecenderungan istri polisi yang tinggal di kesatrian lebih cemas dibandingkan istri polisi yang tinggal di rumah sendiri.

  Penelitian ini masih memiliki kelemahan, yaitu sampel yang digunakan masih terbatas pada satu lokasi tertentu saja dengan jumlah subyek yang terbatas. Selain itu, beberapa hal seperti kepribadian, intensitas stresor, dan faktor yang dapat berpengaruh lainnya belum dimasukkan sebagai faktor internal ataupun eksternal yang dapat mempengaruhi variabel yang ada. Faktor tingkat pendidikan dan pekerjaan juga belum ikut dianalisis dengan statistik, hanya berdasar data yang ada dan digunakan untuk mendukung pembahasan.

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasar penelitian yang telah dilakukan, didapatkan nilai p<0,05. Maka secara statistik dapat disimpulkan terdapat perbedaan kecemasan

  yang bermakna antara istri polisi yang tinggal di kesatrian dengan istri polisi yang tinggal di rumah sendiri. Dan istri polisi yang tinggal di kesatrian lebih cemas dibandingkan istri polisi yang tinggal di rumah sendiri.

  B. Saran

  1. Kriteria inklusi dan eksklusi hendaknya diperjelas khususnya terkait kepribadian, intensitas stressor, dan tingkat pendidikan.

  2. Pihak pemerintah, dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia, dapat mengantisipasi atau mencegah terjadinya kecemasan dengan lebih memperhatikan anggotanya yang tinggal di kesatrian sebagai upaya meningkatkan kesehatan mental anggota Polisi dan keluarganya.

  3. Pihak pimpinan kesatrian dapat memotivasi anggotanya untuk bekerja keras demi mempersiapkan kehidupan mendatang seandainya sudah tidak bertugas dan tidak tinggal di kesatrian.