Dicari Pemimpin yang Sudah Terbukti

Dicari, Pemimpin yang Sudah Terbukti
Opini Jawa Pos 30 Dec 2017

Oleh Dodi Faedlulloh*
MENJELANG pilkada 2018, para calon pemimpin mulai
menampilkan diri. Mereka mulai bergandengan tangan
melakukan komunikasi, konsolidasi, dan koalisi untuk
menjaring basis suara di daerah. Pilkada serentak tahun
depan digelar di 171 daerah (17 provinsi, 39 kota, dan 115
kabupaten).
Pilkada merupakan momentum penentu masa depan rakyat.
Melalui pilkada, rakyat bisa memilih langsung siapa yang
akan menjadi pemimpin cum pelayan publik bagi mereka. Namun, situasi kemeriahan pesta
demokrasi itu dihadapkan dengan kebosanan rakyat. Problem yang menyelimuti setiap
pilkada adalah janji-janji yang tidak terealisasi ketika sang kandidat terpilih.
Skeptisme terhadap pemerintah dan politik adalah wajar, bahkan menjadi ihwal penting
menghidupkan demokrasi. Namun, kekecewaan dan keraguan tersebut tidak seharusnya
lantas menerjunkan diri pada jurang apatisme. Dalam paradigma administrasi publik baru,
warga didorong untuk aktif berpartisipasi dalam proses demokrasi.
.Melacak Jejak
Menjadi pemilih cerdas adalah opsi terbaik. Namun, menjadi cerdas di era kontemporer itu

sulit. Sebab, serangan politik iden- titas dan manipulasi informasi kerap menyerbu
perpolitikan Indonesia belakangan ini. Segala citra yang direpresentasikan kandidat
melampaui realitas. Itu mengonfirmasi apa yang sering disebut Baudrillard (1983) sebagai
hiperealitas (hyperreality). Kesadaran warga sebagai pemilih masuk dalam selubung
pencitraan yang dibangun para politikus. Hal semu dianggap nyata, palsu dianggap benar.
Karena itu, selain cerdas, pemilih harus selalu bersikap skeptis terhadap apa yang
disaksikannya.
Menjadi seorang pemimpin daerah adalah kerja yang tidak bisa biasa-biasa saja. Tantangan
terbesar justru ada pada jabatan itu sendiri. Sampai akhir 2017 ini, dari hasil operasi tangkap
tangan (OTT) KPK, setidaknya sudah ada lima kepala daerah yang terjaring kasus korupsi.
Artinya, ada masalah yang sudah begitu menubuh di daerah. Karena itu, pemimpin daerah di
masa depan adalah mereka yang mampu mengajak melakukan perubahan.
Ketika janji selalu menjadi problem yang inheren dalam politik dan pemilihan pemimpin, hal
yang bisa dikerjakan warga ialah membalikkan pandangan: dari mencari pemimpin yang
berjualan janji, menjadi mencari pemimpin yang berjualan bukti. Empat Bidang Problem
dasar yang selalu dihadapi pemimpin daerah antara lain adalah birokrasi, ekonomi,
pendidikan, dan kesehatan rakyat. Bidang-bidang itu saling berkelindan yang tidak bisa
dipisahkan. Sebagai pemilih, warga harus bisa memetakan para calon pemimpin melalui
rekam jejaknya, setidaknya di empat bidang tersebut.


Untuk memajukan daerah, dibutuhkan birokrat andal. Warga bisa melihat para calon
pemimpin yang berprestasi melakukan perubahan besar dalam tubuh birokrasi. Pemimpin
daerah adalah figur yang sudah memiliki catatan historis mampu merobohkan tembok tebal
birokrasi. Untunglah, sebagian daerah mulai melahirkan figur pemimpin yang menginisiasi
reformasi birokrasi dari bawah.
Sebagai contoh, ada sosok Ramdhan Pomanto di Kota Makassar yang baru-baru ini meraih
Innovative Government Award 2017. Atau Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi yang
mampu mengawal pemda dengan nilai akuntabilitas dan kinerja yang tinggi, memperbaiki
pelayanan publik melalui berbagai inovasi, serta membangun infrastruktur pelayanan publik
yang ramah dan mudah akses. Di antaranya pendirian tempat khusus pelayanan dalam bentuk
mal yang setiap harinya bisa dikunjungi warga.
Selanjutnya, calon kepala daerah yang laik dipilih adalah mereka yang memiliki capaian di
bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Figur yang bisa menjadi contoh adalah Bupati
Bantaeng Nurdin Abdullah dan Adi Darma saat menjadi wali kota Bontang. Bila ada di
antara para kandidat lain yang telah memberikan bukti konkret dalam proses penurunan
angka kemiskinan dan pengarusutamaan ekonomi kerakyatan, warga bisa menentukan
dukungan kepada calon pemimpin dengan rekam jejak demikian.
Begitu pula halnya dalam hal pendidikan. Calon pemimpin daerah adalah aktor yang
memiliki perhatian dan kesadaran pendidikan sebagai tulang punggung dan masa depan
kemajuan daerah. Warga berhak memilah secara kritis dari rekam jejak calon pemimpin yang

memiliki karya untuk rakyat di bidang pendidikan. Yang patut diketahui, misalnya, prioritas
anggaran pendidikan, perhatian terhadap nasib pengajar, pemerataan akses pendidikan dan
tenaga pendidik, sampai pada program penyaluran beasiswa.
Terakhir, yang perlu ditelusuri adalah rekam jejak perhatian sang calon pemimpin dalam
bidang kesehatan. Salah seorang pemimpin yang memelopori adalah Ridwan Kamil di Kota
Bandung. Dia menerapkan new public service dengan jemput bola kepada warga-warga
miskin yang sakit. Rakyat didudukkan sebagai warga negara (citizens), bukan pelanggan
yang harus selalu membeli fasilitas kesehatannya (Denhart & Denhart, 2003).
Maka, bila di antara deretan kandidat yang telah mendeklarasikan diri akan maju pada
pilkada tahun depan ada yang memiliki rekam jejak yang baik di empat bidang tersebut, bisa
mulai kita catat namanya dan menjadi pertimbangan untuk dipilih pada 2018!
*) Ketua Program Studi Administrasi Publik Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta