Kerangka Materi Simulasi Matakuliah Huku

Kerangka Materi Simulasi

Sengketa Pembangunan
P
Ruko dii Wilayah
W
Sempadan Pantai

Kerangka materi simu
mulasi ini ditulis sebagai bahan Ujian Akhir Sem
emester dan untuk
memenuhi tugas matakuliah
ma
Hukum dan Pengembangan Sumber
ber Daya Pantai
Dosen Pengampu:
Pe
Prof Dra Indah Susilowati, MSc,, P
PhD

oleh


Aditria Langla
glang Buana, SH (1)
Ahmad Porwo Edi
E Atmaja, SH (2)
Azz
zza Azka N, SH (4)
Fanny Agustya Nat
atadiwijaya, SH (5)

Fika Mafda Mutiara, SH (8)
Nindya Dhisa, SH (13)
Nurmansyah Dwi Sury,, SH (14)
Rosalia Agustin Shella
la H
H, SH (21)

Fenny Tri Purnamasari,
Pu
SH (6)


PROGRA
AM MAGISTER ILMU HUK
UKUM
UNI
NIVERSITAS DIPONEGORO
RO
2013

Kerangka Materi Simulasi
Matakuliah Hukum dan Pengembangan Sumber Daya Pantai

Sengketa Pembangunan Ruko di Wilayah
Sempadan Pantai
Oleh

Aditria Langlang Buana (1) sebagai I Made Swastika
Ahmad Porwo Edi Atmaja (2) sebagai Prof Dr I Gede Pasek Suardika
Azza Azka N (4) sebagai John Ceres alias Mr Ceres
Fanny Agustya Natadiwijaya (5) sebagai Lasti

Fenny Tri Purnamasari (6) sebagai Peni Teri, SH, MHum
Fika Mafda Mutiara (8) sebagai Fika Masda Ceres alias Mrs Ceres
Nindya Dhisa (13) sebagai Ir Nindya Pisang
Nurmansyah Dwi Surya (14) sebagai Nurmansyah, SH, MH, LLM
Rosalia Agustin Shella H (21) sebagai Rosalia A Shella H, SH, MH, PhD

A. Kasus Posisi
Sengketa terjadi karena rencana pembangunan ruko di Jalan Denpasar-Gilimanuk,
tepatnya di tepi laut Pengragoan, Banjar Batubarak, Desa Pengragoan, Pekutatan, Kabupaten
Jembrana, Provinsi Bali, diketahui telah melanggar sempadan pantai.
Lahan tersebut adalah milik warga negara asing (WNA) yang bernama John Ceres (40
tahun)—lebih dikenal sebagai Mr Ceres—yang menikah dengan warga pribumi, Fika Masda
Ceres (35 tahun)—lebih dikenal sebagai Mrs Ceres.
Rencana pembangunan ruko tersebut mendatangkan protes dari sejumlah warga, antara
lain:
2

I Made Swastika (50 tahun), pemuka adat



Menurut peraturan daerah, kawasan berjarak 50 meter dari pura terlarang untuk
mendirikan bangunan.



Bangunan tersebut, selain menghambat akses untuk masuk ke pura, juga mengganggu
ketenangan beribadah di pura.



Warga sekitar yang hendak beribadah ke pura merasa terganggu karena akses jalan
menuju pura sering dilewati truk-truk pengangkut bahan bangunan.



Banyaknya debu yang beterbangan mengganggu kesehatan dan pernapasan warga
sekitar pura.

Lasti (33 tahun), masyarakat nelayan



Sejumlah pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang Pantai Pengragoan telah
digusur oleh aparat ketertiban dua tahun lalu dengan alasan melanggar wilayah
sempadan pantai.



Penggusuran tersebut dinilai tidak adil.



Pembangunan ruko yang dilaksanakan baru-baru ini menghalangi akses para nelayan
untuk melaut.

Peni Teri, SH, MHum (35 tahun), aktivis LSM “Pecinta Lingkungan”


Merasa keberatan dengan penggusuran pedagang kaki lima yang dilakukan secara
anarkis oleh aparat ketertiban pemerintah daerah dua tahun yang lalu. Penggusuran itu
dilakukan tanpa adanya pemberitahuan dan penggantian kerugian yang setimpal.




Pendirian ruko yang termasuk dalam wilayah sempadan pantai menghambat akses
melaut para nelayan dan melanggar peraturan mengenai wilayah sempadan pantai.



Pembangunan ruko telah merusak kawasan konservasi pantai.



Pembangunan

ruko

telah

melanggar


Putusan

Mahkamah

Agung

Nomor

30P/HUM/2010 tentang Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil terhadap Peraturan
Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Bali.


Pembangunan ruko telah melanggar Pasal 1 ayat (6), Pasal 5, Pasal 9, dan Pasal 10
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 9/Prt/M/2010 tentang

Pedoman

Pengamanan Pantai.


3

Protes masyarakat tersebut telah dilayangkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten
Jembrana. Namun, tidak jua diperoleh pelayanan dan tanggapan yang memuaskan dari
Pemerintah Daerah. Kemudian, masyarakat pun mengadukan sengketa ini kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jembrana.
DPRD Kabupaten Jembrana lantas menggelar forum yang mempertemukan masyarakat
dengan pemilik ruko dan instansi Pemerintah Daerah terkait. Berikut ini sejumlah pernyataan
yang dikemukakan oleh kedua belah pihak.

Mr Ceres (40 tahun) dan Mrs Ceres (35 tahun), pemilik ruko dan lahan


Ruko yang hendak dibangun telah disurvei secara saksama.



Dijamin, setelah didirikan, tidak akan mengganggu peribadatan umat.




Berdasarkan data yang dihimpun, ruko itu memiliki izin pendirian bangunan (IMB),
yang telah memenuhi dan sesuai dengan peraturan yang ada.



Ruko itu hanya berukuran 9 x 12 m2 dengan lebar jalan kurang lebih 1,5 m yang
cukup buat nelayan untuk mengakses wilayah pantai.



Berdasarkan sertipikat tanah dan data yang terhimpun, tanah tersebut tidak termasuk
dalam wilayah sempadan pantai.



Sebenarnya, tidak ada permasalahan, baik yuridis maupun soal lain, dalam hal ini.

Ir Nindya Pisang (38 tahun) dan Nurmansyah, SH, MH, LLM (43 tahun),
pejabat Kabupaten Jembrana



Tujuan pemerintah daerah memberikan izin pendirian bangunan untuk beberapa
kawasan di Kabupaten Jembrana adalah untuk mendorong perekonomian rakyat.



Untuk mendukung pembangunan kawasan wisata di Kabupaten Jembrana, pemerintah
daerah berusaha membuka akses seluas-luasnya kepada siapa saja yang ingin
berinvestasi.



Mr dan Mrs Seres sudah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sehingga, secara
perizinan, bangunan sudah tidak ada masalah.



Berdasarkan data yang dimiliki, jarak bangunan yang ingin dibangun oleh Mr dan Mrs
Ceres adalah sejauh 52 meter dari pagar terluar pura. Dengan demikian, ruko tidak

melanggar Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009.

4



Jarak bangunan sesuai dengan yang didaftarkan untuk pemberian IMB, berada sejauh
108 meter dari pasang tertinggi air laut. Hal ini tentu tidak melanggar peraturan
mengenai kawasan sempadan pantai.



Penggusuran pedagang kaki lima di kawasan tersebut dua tahun lalu dilakukan
lantaran mereka mengganggu ketertiban dan keindahan kawasan wisata.

B. Kronologi


12 November 2012. Masyarakat melayangkan protes atas rencana pembangunan ruko
di tepi laut Pengragoan, Banjar Batubarak, Desa Pengragoan, Pekutatan, Kabupaten
Jembrana, kepada Pemerintahan Daerah Kabupaten Jembrana.



Tidak ada tanggapan dari pemerintah daerah.



20 Desember 2012. Warga mengadukan persoalan kepada DPRD Kabupaten
Jembrana secara tertulis.



2 Januari 2013. Aduan diterima oleh Komisi A DPRD Kabupaten Jembrana secara
langsung di ruang sidang komisi.



12 Januari 2013. Ketua DPRD Kabupaten Jembrana mempertemukan pihak-pihak
yang bersengketa dalam sebuah forum mediasi.

C. Jalannya Mediasi
Dipresentasikan dalam sebuah simulasi yang menghadirkan pihak-pihak sebagai berikut.


Ketua DPRD Kabupaten Jembrana, Rosalia A Shella H, SH, MH, PhD (39 tahun)



Masyarakat, yang diwakili oleh I Made Swastika (50 tahun), Lasti (33 tahun), dan
Peni Teri, SH, MHum (35 tahun).



Pemilik ruko: John Ceres (40 tahun) dan Fika Masda Ceres (35 tahun).



Pemerintah Kabupaten Jembrana, yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kabupaten
Jembrana, Nurmansyah, SH, MH, LLM (43 tahun) dan Kepala Dinas Perizinan
Kabupaten Jembrana, Ir Nindya Pisang (38 tahun).



Pakar lingkungan hidup dari Universitas Ujung Dunia (Unud), Prof Dr I Gede Pasek
(59 tahun).

5

D. Hasil Mediasi
KESEPAKATAN PERDAMAIAN

Pada hari ini, Sabtu, tanggal dua puluh enam bulan Januari tahun dua ribu tiga belas (261-2013) dalam proses investigasi sengketa pembangunan ruko di Jalan Denpasar-Gilimanuk,
tepatnya di tepi laut Pengragoan, Banjar Batubarak, Desa Pengragoan, Pekutatan, Kabupaten
Jembrana, di Kantor DPRD Kabupaten Jembrana, yang melibatkan pihak-pihak sebagai
berikut.
1. Masyarakat, yang diwakili oleh I Made Swastika (50 tahun), Lasti (33 tahun), dan
Peni Teri, SH, MHum (35 tahun);
2. Pemilik ruko: John Ceres (40 tahun) dan Fika Masda Ceres (35 tahun); dan
3. Pemerintah Kabupaten Jembrana, yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kabupaten
Jembrana, Nurmansyah, SH, MH, LLM (43 tahun) dan Kepala Dinas Perizinan
Kabupaten Jembrana, Ir Nindya Pisang (38 tahun);
untuk mengakhiri sengketa para pihak, telah mencapai kesepakatan bersama dengan ketentuan
sebagai berikut.
Pasal 1
Setelah dilakukan investigasi bersama dengan DPRD, ternyata memang ada beberapa
kekeliruan, yaitu:
1. Beberapa dokumen sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, terutama mengenai
batas wilayah sempadan pantai. Setelah dilakukan pengukuran yang saksama, ternyata
ditemukan bahwa jarak ruko menuju wilayah sempadan pantai mencapai 92 m dari pasang
tertinggi air laut. Sementara itu, data pada tahun 2008 menunjukkan bahwa posisi lahan yang
dibangun John Ceres saat ini berada sejauh 108 m dari pasang tertinggi ke arah darat.
2. Setelah dilakukan pengukuran ulang sebanyak tiga kali, ternyata memang ada kesalahan
dalam pengukuran, sehingga jarak sebenarnya adalah 45,8 m. Di samping itu, ruko tersebut
adalah bangunan bertingkat yang tingginya melebihi ketinggian pohon kelapa. Jarak ruko
yang akan dibangun oleh John Ceres tersebut dengan pura terhitung kurang dari 50 m,
sehingga melanggar ketentuan Pasal 50 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16
Tahun 2009.
6

3. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, segala kewenangan melakukan
eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan mengatur sumber daya alam, seperti melakukan
penyusunan rencana tata ruang, menjadi tanggung jawab dan kewenangan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Saat ini, segala peraturan yang disyaratkan oleh Undang-Undang masih dalam
proses pembahasan dan penyusunan.
Pasal 2
(1) Pembangunan ruko terlarang untuk dilanjutkan.
(2) Pemilik ruko memperoleh biaya ganti kerugian yang besarnya dua per tiga dari biaya yang
telah dikeluarkan untuk mendirikan ruko.
(3) Kompensasi dibayarkan paling lama tiga bulan setelah ditandatanganinya Kesepakatan
Perdamaian ini.
(4) Biaya kompensasi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten
Jembrana.
Pihak I

Pihak II

(....................................)

(....................................)

I Made Swastika

John Ceres

(....................................)

(....................................)

Lasti

Fika Masda Ceres

(....................................)
Peni Teri, SH, MHum

Ketua DPRD

Sekretaris Daerah

Kabupaten Jembrana

Kabupaten Jembrana

Rosalia A Shella H, SH, MH, PhD

Nurmansyah, SH, MH, LLM

NIP. 00808008088800888880

NIP. 732749326530625806

7

E. Bukti-bukti Pendukung
1. Laporan Jurnalistik dari harian Metro Bali (7/11/2012) bertajuk “Rencana Pembangunan
Ruko, Langgar Sempadan Pantai”




Stay Connected
/ Wednesday, December 19, 2012

Search in site.














Home
Metro Politika
Metro Hukum
Metro Bisnis
Bali Region
Metro Wisata
Seni & Budaya
Opini
Metro Tekno
Metro Health
RAPBN 2012
Perda





Redaksi
Wariga Bali
Pengadaan Elektronik

8

Rencana Pem
embangunan Ruko, Lan
anggar
Sempadan Pa
Pantai
Jembrana (Metrobali.com
om)Meski sering kali dilakukan
an penertiban terhadap bangunan yang melangg
nggar sempadan pantai.
Ternyata hingga kini masih
ih saja ada bangunan yang membandel. Seperti
rti rencana
pembangunan ruko di pingg
ggir jalan Denpasar-Gilimanuk, tepatnya di tepi
tep laut Pengeragoan,
Banjar Batubarak, Desa Pen
engragoan, Pekutatan, diketahui melanggar sepadan
sep
pantai.
Pasalnya pengurugan lahan
an berdinding bis itu rencananya akan dibangun
un ruko.
Dikatakan warga setempat
at kalau lahan tersebut adalah milik orang asing
ing yang tinggal
mengontrak di daerah Slabi
bih, Slemadeg Barat, Tabanan, hanya berjarak
ak 30 meter dari bibir
pantai. Bahkan lahan yangg telah
t
selesai di urug tersebut dipasangi papan
an bertuliskan
dikontrakan.
R
(7/11) di lokasi, nampak pondasi berukur
kuran 9 X 12 meter
Pantauan Bali Metrobali Rabu
dan setinggi tiga meter telah
lah selesai diurug, namun sampai saat Rabu kem
kemarin belum ada
tanda-tanda lanjutan pemba
bangunannnya oleh pemilik. Warga sekitar men
engatakan, awalnya
pemilik lahan tersebut beren
rencana untuk membangun ruko, namun kenapa
apa rencana tersebut
hingga kini belum terwujud
ud.
Malahan belakangan diketah
etahui pondasi tersebut dikontrakan oleh pemilik
iliknya. “ Saya tidak
tahu apakah pondasi tersebu
ebut akan dilanjutkan oleh pemiliknya atau dibia
ibiarkan begitu saja
karena saya tidak pernah menanyakan
me
kepada pemiliknya padahal setiap
iap hari dia ke sini,”
terang Ibu Dede, salah seora
orang warga Pengeragoan yang kebetulan temp
mpat tinggalnya
berdekatan dengan banguna
nan pondasi tersebut.
Rencana pembangunan ruko
uko tersebut juga mendatangkan protes dari beb
eberapa warga,
pasalnya, menurut warga di sekitar lokasi tersebut dilarang untuk memba
bangun, terbukti
bangunan warung di sebelah
lah timur Pura Dalem Pengragoan telah di bong
ongkar aparat Pol PP
beberapa waktu lalu.
“ Saya tidak tahu kenapa pembangunan
pe
pondasi tersebut dibiarkan olehh petugas,
p
mungkin
karena pemiliknya orang asing
as
yang banyak uang, sedangkan warga loka
okal tidak diberikan
membangun,” protes Komaang Sumerta yang mengaku berasal dari Slabih
bih, Tabanan Rabu
kemarin saat sedang meman
ancing di sekitar lokasi pembangunan pondasi.
si.
Menurutnya selama pemban
bangunan dan pengurugan tersebut belum perna
rnah ada aparat terkait
melakukan pengecekan kee lokasi.
l
Sementara Kepala Kantorr P
Pol PP Jembrana, I Putu Widarta dikonfirmasi
asi sebelumnya
mengatakan akan segera melakukan
me
pengecekan ke lokasi tersebut dann jika
ji benar
pembangunan pondasi terse
rsebut melanggar sepadan pantai, pihaknya akan
kan melakukan tindakan
tegas terhadap pelanggar. DEW-MB
D
Short URL: http://metrobali.com
om/?p=16710

9

Posted by Sutiawan on
o Nov 8 2012. Filed under Bali Region, Jem
embrana, Metro Politika.
You can follow any respons
onses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or
trackback to this entry

Leave a Reply

Name (required)
(re

Mail (wil
ill not be published) (required)

Website

Recent Entries


Numpang Tinggal,
l, Kuras
K
ATM Korban
10

2. Presentasi Keilmuan dari Pakar Lingkungan Hidup Universitas Ujung Dunia (Unud), Prof
Dr I Gede Pasek Suardika bertajuk “Wilayah Sempadan Pantai dan Kerusakan Lingkungan
Pantai”

I GEDE PASEK SUARDIKA, Universitas Ujung Dunia

Lahan terbatas, merambah ke wilayah pantai
Pemanfaatan wilayah pantai meliputi
kegiatan berbasis ekonomi: lahan industri,
rekreasi/wisata, bangunan hotel dan resort,
permukiman, pertanian
Wilayah pantai rentan akan perubahan, baik
oleh alam maupun manusia

Sekitar 80% wilayah pantai telah dikuasai
oleh swasta, termasuk pengusaha
Para pengusaha leluasa mengubah pantai,
termasuk mendirikan bangunan di wilayah
pantai dengan cara mereklamasi pantai
(Afrika dan Triana, 2002)

Pada 2001, 20% dari 438 km panjang pantai
di Bali mengalami kerusakan
Kawasan lain, seperti Pontianak,
Bengkayang, dan Sambas kerusakannya
mencapai 14 km
Kerusakan pun terjadi di beberapa wilayah
pantai di Sumatera, Sulawesi, dan Jawa
(Teluk Jakarta, Pantai Eretan, Pantai Mauk)
(Iah, 2006)

Peruntukan wilayah sempadan pantai yang
keliru?
Eksploitasi wilayah sempadan pantai yang
kebablasan?
Kalahnya kesadaran lingkungan oleh
kepentingan ekonomi?
Jelas. Semua benar.

“Sempadan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti (1) batas (negeri, daerah, sawah, dsb); (2)
tanda batas (spt pancang, garis)
Secara yuridis, WSP dipahami sebagai wilayah laut
yang—setelah terjadi perubahan paradigma
pemerintahan selepas Reformasi—menjadi
wewenang pemerintah kabupaten/kota: selebar 1/3
mil dari lebar laut yang menjadi wewenang provinsi.
Pemerintah kabupaten/kota juga berwenang
membuat peraturan tentang penentuan WSP yang
lebarnya ditetapkan sesuai kondisi fisik pantai
masing-masing.

11

Kerusakan lingkungan pantai berasal dari dalam dan

luar wilayah pesisir.

Sebagai pedoman bagi pemda, pemerintah
pusat melalui Keppres 32/1990 menetapkan
WSP dengan jarak minimal 100 meter dari
pantai kala pasang tertinggi.

Pertama-tama, menentukan garis sempadan
pantai (GSP) dulu. GSP ditentukan lebarnya
berdasarkan garis pantai yang ada. Garis
pantai, menurut IHO Hydographic Dictionary
(1970), adalah garis pertemuan antara pantai
dan air (lautan).
Meski secara periodik permukaan laut selalu
berubah, suatu permukaan laut tertentu yang
tetap harus dipilih untuk menjelaskan garis
pantai.

Dalam hidrografi biasanya digunakan garis
air tinggi (high water line) sebagai garis
pantai.
Penentuan garis pantai, secara faktual,
memang banyak menghadapi kendala, baik
yang berkaitan dengan karakteristik pantai
maupun teknik penentuannya (Djunarsah,
2001).

Dalam: limbah yang dibuang oleh berbagai kegiatan
pembangunan (tambak, perhotelan, permukiman,
dan industri) di pantai.
Luar: kiriman dari berbagai kegiatan pembangunan di
daerah lahan atas, seperti akibat penebangan hutan
dan praktik pertanian yang tidak mengindahkan asas
konservasi lahan dan lingkungan, kemudian terangkut
aliran sungai atau air limpasan dan diendapkan di
perairan pantai.

Kerusakan lingkungan pantai berupa:
degradasi fisik, habitat pesisir (mangrove,
terumbu karang, dan padang lamun),
eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya
pesisir,
abrasi pantai,
konversi kawasan lindung, dan
bencana alam (R Dahuri, dkk, 1996).

Aktivitas manusia dapat mengganggu lingkungan
pantai, baik sengaja maupun tidak sengaja.
Gangguan yang disengaja bersifat protektif terhadap
garis pantai dan lingkungan pantai, misalnya dengan
membangun jetti, groin, pemecah gelombang atau
penimbunan pantai.
Aktivitas manusia yang tidak disengaja menimbulkan
gangguan negatif terhadap garis pantai dan
lingkungan pantai misalnya
pembabatan/penambangan hutan mangrove untuk
dialihkan fungsinya sebagai tambak, kegiatan
pariwisata, atau untuk aktivitas lainnya.

12

Perkembangan pariwisata selama ini dijalankan
cenderung memperhatikan aspek ekonomi
saja. Padahal, di samping aspek ekonomi,
masih ada aspek lain yang peranannya lebih
penting dalam perkembangan pariwisata,
seperti aspek lingkungan fisik.

Kegiatan pariwisata dan kegiatan ekonomi lainnya harus

berwawasan lingkungan, sesuai dengan ciri
pembangunan berkelanjutan:
fungsi ekosistem sumberdaya alam tetap berjalan
sebagai mana mestinya,
terkendalinya dampak negatif dan perkembangan
dampak positif bagi lingkungan,
kualitas dan kuantitas sumberdaya alam tetap
terjaga,
perubahan lingkungan berlangsung dalam jangka
waktu yang panjang (Emil Salim dalam Suwandi,
2001).

13