BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi - Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2012-2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

  Persalinan prematur dapat diartikan sebagai dimulainnya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan/atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259

  16 hari) sejak pertama haid terakhir.

  Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20

  • –37 minggu) atau dengan berat janin

  18

  kurang dari 2.500 gram. Persalinan prematur menggambarkan individu yang mengalami atau berisiko tinggi mengalami pengeluaran janin viabel sebelum gestasi

  19 37 minggu.

2.2. Kelainan Lama Kehamilan

  Lamanya kehamilan yang normal adalah 280 hari atau 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Berakhirnya kehamilan menurut lamanya kehamilan

  20

  dapat dibagi menjadi: 2.2.1.

  Abortus adalah lamanya kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat anak kurang dari 500 gram.

  2.2.2. Partus prematur adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500

  • – 2499 gram.

2.2.3. Persalinan lewat waktu (postterm) adalah persalinan pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu.

2.3. Kategori Kelahiran Prematur

  21 Ibu dengan kelahiran prematur dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok: 2.3.1.

  Kelahiran Mendesak Komplikasi kehamilan sangat sering mendorong keputusan klinis untuk mempengaruhi kelahiran prematur, bukan melanjukan kehamilan. Sumber gangguan kehamilan mendesak keputusan tersebut. Sebagian besar komplikasi kehamilan tersebut mengancam kesehatan janin sehingga melanjutkan kehamilan cenderung mengakibatkan kematian janin. Banyak contoh kematian janin, namun penyebab paling lazim adalah hipertensi maternal, diabetes melitus berat, janin gagal bertumbuh, dan abrupsio plasenta.

  2.3.2. Ruptur Prematur Membran Preterm Istilah ini digunakan untuk mendefinisikan ruptur spontan membran janin sebelum waktu awal persalinan dan sebelum term. Patogenesis ruptur prematur membran tidak diketahui pasti, namun munculnya infeksi telah diidentifikasi.

  2.3.3. Persalinan Prematur Spontan dengan Membran Utuh Kehamilan disertai persalinan spontan dan membran janin utuh sebelum term harus dibedakan dengan kehamilan yang disertai ruptur prematur membran preterm.

  Bermacam-macam faktor telah terlibat dalam kelahiran prematur akibat ruptur membran atau persalinan spontan dengan membran utuh yaitu faktor gaya hidup, genetik, infeksi cairan amnion, dan cario-amnion.

2.4. Diagnosis Persalinan Prematur

  Seringkali terjadi kesulitan untuk menentukan diagnosis ancaman persalinan prematur, karena tidak jarang seseorang dengan hamil prematur yang disertai dengan timbulnya kontraksi tidak benar-benar dalam ancaman terjadinya proses persalinan di mana bila hal ini dibiarkan saja persalinan tak akan terjadi. Akhirnya timbul beberapa

  16

  kriteria untuk menegakkan diagnosis ancaman persalinan prematur yaitu: 2.4.1.

  Serviks sedikitnya sudah terbuka 2 cm atau sudah mendatar 75%.

  2.4.2. Adanya perubahan yang progresif pada serviks selama periode observasi.

  2.4.3. Terjadinya kontraksi yang terasa nyeri, teratur dan intervalnya kurang dari 10 menit menunjukkan bahwa pasien tersebut berada dalam proses persalian.

2.5. Dampak Persalinan Prematur

  Persalinan prematur tentunya akan mengakibatkan lahirnya bayi prematur yakni bayi yang lahir pada masa kehamilan kurang dari 37 minggu (dihitung dari hari pertama haid terakhir) tanpa memandang berat lahirnya. Prematuritas merupakan masalah besar karena dengan berat badan janin yang kurang dan belum cukup umur maka organ-organ vital belum sempurna sehingga mengalami kesulitan untuk tumbuh

  18 dan berkembang dengan baik.

  Angka kejadian persalinan prematur pada umumnya adalah sekitar 6-10%. Hanya 1,5% persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan 0,5% pada kehamilan kuarng dari 28 minggu. Namun kelompok ini merupakan duapertiga dari kematian neonatal. Kesulitan utama dalam persalinan prematur ialah perawatan bayi prematur, yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitas. Penelitian lain menunjukkan bahwa umur kehamilan dan berat bayi lahir saling berkaitan dengan risiko kematian perinatal. Pada kehamilan umur 32 minggu dengan berat > 1.500 gram keberhasilan hidup sekitar 85%, sedangkan pada umur kehamilan sama dengan berta janin < 1.500 gram angka keberhasilan sebesar 80%. Pada umur kehamilan < 32 dengan berat lahir < 1.500 gram angka keberhasilan hanya sekitar 59%. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan persalinan prematur tidak hanya tergantung umur kehamilan, tetapi juga berat bayi lahir.

  Permasalahan yang terjadi pada persalinan prematur bukan saja pada kematian perinatal, melainkan bayi prematur ini sering pula disertai dengan kelainan, baik kelainan jangka pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi adalah: RDS (Repository Distress Syndrome), perdarahan intra/periventrikular, NEC (Necrotizing Entero Cilitis),displasi bronko-pulmonar, sepsis, dan paten duktus arterious. Adapun kelainan jangka panjang sering berupa kelainan neurologik seperti serebral palsi, retinopati, retardasi mental, juga dapat terjadi disfungsi neurobehavioural dan prestasi sekolah yang kurang baik. Dengan melihat permasalahan yang dapat terjadi pada bayi prematur, maka menunda persalinan

  22 prematur, bila mungkin, masih memberi suatu keuntungan.

  2.6. Gambaran Epidemiologi Kelahiran Bayi Prematur

2.6.1. Distribusi Frekuensi

  13 Sekitar 75% kematian perinatal disebabkan oleh prematuritas. Kelahiran

  prematur merupakan masalah global. Lebih dari 60% dari kelahiran prematur terjadi di Afrika dan Asia Selatan. Di negara-negara berpenghasilan rendah, rata-rata 12% bayi lahir prematur dan 9% di negara-negara berpenghasilan tinggi . Dimana keluarga miskin berada pada risiko yang lebih tinggi.

  Menurut WHO dari 65 negara yang memiliki data yang reliabel, sebanyak 62 negara menunjukkan peningkatan angka kelahiran prematur selama 20 tahun terakhir. Alasan yang mungkin menyebabkan peningkatan ini adalah pengukuran yang lebih baik, peningkatan usia ibu yang mendasari masalah kesehatan ibu seperti diabetes dan tekanan darah tinggi, peningkatan penggunaan perawatan kesuburan yang mengarah ke peningkatan tingkat kehamilan kembar, dan perubahan dalam praktek kebidanan seperti kelahiran sesar sebelum waktunya.

  Ada perbedaan dramatis dalam kelangsungan hidup bayi prematur tergantung di mana bayi dilahirkan. Sebagai contoh, lebih dari 90% dari bayi yang sangat prematur (< 28 minggu) di negara-negara berpenghasilan rendah meninggal dalam beberapa hari pertama kehidupan, sedangkan di negara-negara berpenghasilan

  7 tinggi kurang dari 10%.

  Di Indonesia angka kejadian berat badan lahir rendah dan prematur sebesar

  11 11,1% pada tahun 2010 menjadi 10,2% pada tahun 2013 Di Rumah Sakit St.

  Elisabeth Medan pada tahun 2004-2008 kejadian kelahiran prematur sebesar 8,4%

  12 dari seluruh persalinan.

2.6.2. Faktor Risiko Pesalinan Prematur

  Faktor risiko adalah pengalaman, perilaku, tindakan, atau aspek-aspek pada gaya hidup, yang dapat memperbesar peluang terkena atau terbentuknya suatu

  23

  penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuan, atau kematian. Dalam hal ini, faktor risiko adalah kondisi atau keadaan pada ibu hamil yang dapat menyebabkan kemungkinan risiko atau bahaya terjadinya komplikasi pada persalinan yang mengakibatkan terjadinya persalinan prematur.

  a. Pendidikan

  Latar belakang pendidikan ibu yang rendah menyulitkan berlangsungnya suatu penyuluhan terhadap ibu. Mereka kurang menyadari pentingnya informasi- informasi tentang kesehatan ibu hamil sehingga tidak mengetahui cara memelihara

  

24

  kesehatan terutama pada saat hamil. Menurut penelitian Irmawati, ibu berpendidikan SD lebih berisiko 3,33 kali mengalami persalinan prematur

  25 dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi (CI:1,29-9,16 nilai p=0,0025).

  b. Pekerjaan

  Pekerjaan fisik yang berat, tekanan mental (stress), kecemasan yang tinggi

  20

  dapat meningkatkan kejadian prematur. Pekerjaan fisik yang berat, yang mengkondisikan ibu hamil untuk berdiri lama, seperti Sales Promotion Girl (SGP), perjalanan panjang dan pekerjaan yang mengangkat beban berat berisiko melahirkan

  24

  prematur. Sebuah studi di University College Dublin, Irlandia mengatakan bahwa wanita hamil yang pekerjaannya menuntut kekuatan fisik lebih beresiko melahirkan secara prematur atau lahir dengan berat badan di bawah normal. Selain itu tingkat

  25 stres serta waktu kerja yang panjang juga akan berdampak buruk bagi si calon bayi.

c. Umur

  Umur merupakan faktor penting dalam menentukan waktu yang ideal untuk hamil. Umur yang paling aman untuk hamil dan melahirkan adalah sekitar 20

  • – 35 tahun. Pada usia ini wanita dalam keadaan optimal dengan kata lain risiko angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) ibu dan bayi yang terjadi akibat kehamilan dan persalinan dalam kelompok usia tersebut paling rendah dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Risiko ini akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada ibu yang berusia 35 tahun dan lebih tua adanya risiko mengalami masalah seperti tekanan darah tinggi, diabetes selama hamil (diabetes

  26 yang terjadi selama kehamilan), dan komplikasi selama persalinan.

  Anak yang dilahirkan oleh ibu remaja mengalami berbagai masalah di antaranya; perkembangan yang terhambat, prematur, dan BBLR. Hal ini biasanya disebabkan karena gizi ibu remaja yang buruk. Bayi yang baru lahir dari ibu yang remaja cenderung untuk lahir prematur, BBLR, dan menderita gangguan pertumbuhan dan kecacatan. Sehingga risiko kematian bayi juga lebih tinggi bila ibunya berusia kurang dari 20 tahun.

  Ibu yang hamil dengan usia di bawah 18 tahun dan lebih 35 tahun, mempunyai risiko tinggi untuk melahirkan bayi prematur dan persalinan prematur dengan tindakan akan meningkatkan 2-4 kali lipat atau meningkatkan sekitar 40%

  27 pada ibu di atas 40 tahun.

d. Paritas

  Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami oleh ibu sebelum kehamilan atau persalinan.

  Paritas dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu:

  18 d.1.

  Nullipara Golongan ibu dengan paritas 0 (ibu yang telah pernah melahiran bayi) d.2. Primipara

  Golongan ibu dengan paritas 1 (wanita yang belum pernah melahiran bayi sebanyak satu kali) d.3.

  Multipara Golongan ibu dengan paritas 2-5 (wanita yang belum pernah melahiran bayi sebanyak dua hingga lima kali) d.4.

  Grande Multipara Golongan ibu dengan paritas >5 (wanita yang belum pernah melahiran bayi sebanyak lebih dari lima kali) Berdasarkan hasil penelitian Irmawati tahun 2010, ibu yang melahirkan anak pertama akan mengurangi risiko terjadinya persalinan prematur (OR 0,56), jadi primipara merupakan faktor proteksi terhadap kejadian persalinan prematur.

  25 Ibu dengan paritas tinggi (melahirkan lebih dari 3 kali) cenderung mengalami komplikasi dalam kehamilan yang akhirnya berpengaruh pada hasil persalinan.

  Paritas tinggi meupakan paritas rawan karena banyak kejadian obstetri patologi. Hal ini disebabkan pada ibu yang lebih dari satu kali mengalami kehamilan dan persalianan fungsi reproduksi telah mengalami penurunan.

  20

  e. Riwayat Abortus

  Menurut definisi WHO, abortus adalah hilangnya janin atau embrio dengan berat kurang dari 500 gram atau setara dengan sekitar 20-22 minggu kehamilan.

  Aborsi bisa meningkatkan risiko infeksi yang bisa mempengaruhi kehamilan selanjutnya. Aborsi dapat merusak dinding rahim, tempat janin tumbuh dan berkembang. Dinding rahim merupakan tempat melekatnya plasenta, salah satu fungsi plasenta ialah tempat pembuatan hormon-hormon dan jika plasenta tidak bekerja dengan baik maka pembuatan hormon terganggu. Jika kadar progesteron

  24 turun akan timbul kontraksi pada rahim.

  Kejadian abortus diduga mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri.

  Wanita dengan riwayat abortus mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya

  21 persalinan prematur, abortus berulang, dan BBLR.

  Penelitian Rahmawati (2006) di Rumah Sakit Dr.Sardjito Yogyakarta pada periode waktu 2003-2005 mendapatkan bahwa ibu yang mengalami persalinan prematur memiliki peluang 2,5 kali memiliki riwayat abortus dibandingkan dengan

  28 ibu yang mengalami persalinan matur.

  f. Jarak Kehamilan

  Jarak kehamilan yang terlalu dekat yaitu kurang dari 24 bulan merupakan jarak kehamilan yang berisiko tinggi sewaktu melahirkan. Jarak kehamilan yang dekat mengakibatkan rahim ibu belum pulih sempurna sehingga mengakibatkan

  29

  gangguan pertumbuhan janin. Berdasarkan hasil penelitian Irmawati tahun 2010, ibu yang jarak kehamilan saat ini dengan sebelumnya antara 18-24 bulan berisiko 3,07 kali untuk melahirkan prematur dibandingkan ibu yang jarak kehamilannya >24

  25 bulan.

  g. Antenatal Care (ANC)

  Antenatal care merupakan pengawasan sebelum persalian terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI, dan kembalinya

  18 kesehatan reproduksi secara wajar.

  Pelayanan ANC yang sesuai standar meliputi timbang berat badan, pengukuran tinggi badan, tekanan darah, nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas), tinggi fundus uteri, menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, skrining status imunisasi tetanus dan memberikan imunisasi TT (Tetanus Toksoid) bila diperlukan, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan, test laboratorium (rutin dan khusus), termasuk P4K (Program Perencanaan Persalinan dan

  30 Pencegahan Komplikasi ) serta KB pasca persalinan.

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung diperoleh hasil bahwa ibu yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) mempunyai risiko mengalami persalinan prematur sebanyak 3,1 kali (95%CI:2,38-

  31 4,07) dibandingkan ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC).

  h. Anemia Kehamilan

  Anemia adalah suatu keadaan di mana jumlah eritrosit yang beredar atau konsentrasi hemoglobin yang menurun. Kategori anemia yaitu jika HB <11gr/dl. Selama kehamilan, anemia lazim terjadi dan biasanya disebabakan oleh defisiensi besi, sekunder terhadap kehilangan darah sebelumnya atau masukan besi yang tidak adekuat.Anemia jarang menciptakan krisis kedaruratan akut selama kehamilan, namun pada hakekatnya setiap masalah kedaruratan dapat diperberat oleh anemia yang telah ada.

  Pada kehamilan 36 minggu, volume darah ibu meningkat rata-rata 40 sampai 50 persen di atas keadaan tidak hamil. Walaupun eritropoesis diperkuat oleh volume eritrosit meningkat, namun lebih banya plasma ditambahkan ke dalam sirkulasi ibu,

  32 akibatnya konsentrasi hemoglobin maupun hematokrit menurun selama kehamilan.

  Semakin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahiran akan semakin banyak kehilangan zat besi dan semakin anemis. Pengaruh anemia pada masa kehamilan terutama pada janin dapat mengurangi kemampuan metabolisme tubuh ibu sehingga menganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, akibatnya terjadi abortus, kematian intrauterin, persalinan prematur, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapat infeksi

  18 dan inteligensi rendah.

  Pada ibu yang mengalami anemia kehamilan mempunyai risiko untuk mengalami komplikasi persalinan 1,42 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang

  33 tidak mengidap anemia.

i. Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg.

  Pengukuran tekanan darah dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali selama 4 jam. Hipertensi kronis adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan. Wanita yang mengalami

  22,32 hipertensi kronis berisiko mengalami pre-eklmapsia.

  Pada hipertensi atau preeklamsia, penolong persalinan cenderung untuk

  22

  mengahiri kehamilan. Hal ini menimbulkan prevalensi prematur meningkat. Pasien

  32 dengan hipertensi harus selalu dicurigai mengalami pelepasan plasenta prematur.

2.7. Pencegahan Prematur

  2.7.1. Pencegahan Primordial

  Pencegahan primordial adalah strategi pencegahan penyakit dengan menciptakan lingkungan yang dapat mengeliminasi faktor risiko, sehingga tidak diperlukan intervensi preventif lainnya. Dalam hal ini upaya untuk mencegah wanita yang belum hamil untuk tidak melahirkan prematur adalah dengan mempersiapkan kondisi tubuh baik dari status gizi, kadar Hb, tekanan darah, melakukan pemeriksaan kesehatan reproduks dan vaksinasi TORCH.

  2.7.2. Pencegahan Primer

  Pencegahan primer adalah upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau untuk mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Dalam hal ini

  34,35

  upaya untuk mencegah ibu hamil tidak melahirkan bayi prematur, yaitu: a. Mendapatkan perawatan sejak awal kehamilan.

  b. Mengetahui risiko diri sendiri seperti merokok, tekanan darah tinggi, usia saat hamil, dan komplikasi kehamilan sebelumnya.

  c. Melakukan pemeriksaan terhadap infeksi saluran kemih.

  d. Mengunjungi dokter gigi secara teratur. e. Memperhatikan berat badan.

  f. Memiliki pola makan yang benar dan olahraga.

  g. Mencegah stres dan depresi.

  2.7.3. Pencegahan sekunder

  Pencegahan sekunder yaitu pada tahap gejala klinis belum tampak nyata, tetapi proses secara patologis sudah berjalan, upaya pencegahan pada tahap ini dapat menghambat atau menghentikan proses patologis supaya tidak berkembang.

  36 Upaya yang dapat dilakukan: 37,38

  a. Pembatasan aktivitas kerja (kerja, perjalanan, dan coitus) pada ibu dengan riwayat persalinan prematur dan mengurangi pekerjaan yang menimbulkan stress.

  b. Ibu dengan kehamilan kembar harus lebih banyak istirahat di tempat tidur sejak minggu ke

  • – 28 hingga minggu ke-37.

  c. Melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk memeriksa kondisi janin.

  d. Melakukan pemeriksaan cairan ketuban (amniosintesis).

  Dengan demikian keputusan tindakan selanjtnya pada ibu yang berisiko untuk melahirkan bayi prematur dapat dipertimbangakan secara matang.

  2.7.4. Pencegahan Tersier

  Pencegahan tersier yaitu upaya pencegahan persalinan prematur pada saat gejala secara klinis sudah nyata didapatkan. Tahap ini ditujukan untuk memperpanjang masa kehamilan dengan maksud memberikan kesempatan untuk memperbaiki kualitas janin dan mempersiapkan persalinan yang memadai.

  36 Beberapa intervensi yang dapat dilakukan sebagai pencegahan tersier diantaranya ialah pengiriman ibu dengan persalinan prematur ke rumah sakit yang dilengkapi perawatan bayi prematur dalam sistem regionalisasi, yang memberikan pelatihan dan pengembangan keterampilan dan perawatan fasilitas, pemberian terapi tokolisis, kortikosteroid antenatal, antibiotik dan persalinan prematur atas indikasi

  14 pada waktu yang tepat.

2.8. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat

  Pendidikan Pekerjaan Paritas Riwayat Abortus

  Persalinan Prematur Jarak Kehamilan Kelengkapan ANC Anemia Hipertensi Status Gizi

Dokumen yang terkait

Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2012-2013

4 98 92

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Komitmen Afektif Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 1 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu - Penilaian Kinerja RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard

0 0 38

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Gizi Lebih - Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013

0 1 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi OA. - Gambaran Gaya Hidup Pada Penderita Osteoartritis Yang Berobat Jalan Di Poliklinik Reumatologi Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Osteoartritis - Gambaran Pengetahuan dan Faktor Risiko Pada Pasien Osteoartritis Yang Berobat Jalan di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stroke 2.1.1. Definisi Stroke - Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 0 35

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Infark Miokard Akut - Karakteristik Penderita Infark Miokard Akut Rawat Inap Di Rsu Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

0 0 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Infark Miokard Akut - Karakteristik Penderita Infark Miokard Akut Rawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

0 0 22

Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2012-2013

0 0 16