Efektifitas Penggunaan Gunting (Curved Blade Scissors) Dibandingkan dengan Elektrodesikasi pada Pengobatan Skin Tag

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Skin Tag Skin tag merupakan suatu tumor jinak pada jaringan konektif epidermis yang merupakan tumor jinak yang paling sering dijumpai. Tumor yang mempunyai warna yang sama dengan warna kulit, lunak, filiform sering tumbuh

  2,3,4,5, bertangkai dan sering dijumpai pada daerah intertriginosa. 8,9,18,19

  Skin tag sering dihubungan dengan obesitas. Skin tag ini juga sering dihubungan dengan gangguan sindrom metabolik yang terlihat dengan adanya gejala kutaneus terhadap gangguan karbohidrat atau metabolisme lipid,

  

20

  abnormalitas enzim hati dan hipertensi. Sehingga ini dapat membantu untuk menyeleksi penderita dengan melakukan skreening kesehatan dan skin tag juga

  21 dapat sebagai indikator resiko tinggi dari penyakit kardiovaskular.

  2.1.1 Epidemiologi Skin tag mempunyai beberapa nama yang sama yaitu acrochordon,

  8 fibroepitelial polip , cutaneus papiloma, soft endotelial, cutaneus tag.

  Merupakan tumor yang paling sering dijumpai, 46% dari populasi umum

  3

  menderita skin tag. lebih sering dijumpai pada usia yang lebih tua, pada wanita yang telah menopause skin tag ini sering dijumpai bersama sama dengan keratosis

  3

  seboroik, melanocytic nevus dan neurofibromatosis. Pada suatu penelitian

  7 mengatakan setidaknya setiap 2 penderita skin tag merupakan karier skin tag. Lesi skin tag ini sering ditemukan pada populasi dewasa diatas umur 40

  5,7,14 tahun dan peningkatan insiden dijumpai pada umur yang lebih tua. 14,15 Perbandingan skin tag antara wanita dan pria adalah sama.

  2.1.2 Etiologi Etiologi dari skin tag belum diketahui secara pasti. Lebih sering terjadi pada daerah garukan dan sering berhubungan dengan beberapa kondisi, termasuk acromegali, chron disease, aging, transplantasi organ, polip kolon, kehamilan, infeksi human papilloma virus (HPV), peningkatan jumlah sel mast, dan juga

  19 peningkatan reseptor androgen dan estrogen serta kadar leptin.

  Skin tag juga diduga mempunyai hubungan dengan penyakit diabetes mellitus, gangguan toleransi glukosa, obesitas, dislipidemia dan resistensi

  2,4,8,9,13,14,16,19 insulin.

   Skin tag juga diduga dapat terjadi akibat faktor genetik. Pada sindrom birt-

  hogg- dube merupakan suatu genodermatosis yang merupakan penyakit autosomal dominan, ditandai dengan munculnya tumor-tumor kulit meliputi multipel

  

fibrofolikuloma , trichosdiscomas dan achrocordon, yang diduga mutasi terhadap

  15 suatu gen supresor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kelainan genetik ini.

  Adanya iritasi kulit yang sering dan lama diduga merupakan faktor pencetus, terutama pada pasien obesitas. Ketidakseimbangan hormonal juga dapat memudahkan untuk terjadinya skin tag, misalnya tingginya kadar estrogen dan progesterone pada saat hamil, atau terganggunya kadar growth hormone pada penderita akromegali. Para ahli mendapatkan bahwa epidermal growth factor

  (EGF) dalam transforming growth factor (TGF) mempunyai peranan dalam hal

  1,15,17 pertumbuhan Skin tag.

  2.1.3 Patogenesis Ada beberapa pendapat mengenai patogenesis dari skin tag. Terdapatnya beberapa teori yang menyebutkan skin tag terjadi sebagai akibat tekanan yang persisten ataupun dari gesekan yang terus menerus pada daerah permukaan kulit,

  20

  terutama pada penderita obesitas, yang menyebabkan gangguan jaringan elastik

  4 kulit.

  Pada penelitian Omar S menyatakan bahwa etiopatogenesis skin tag juga disebabkan adanya inisiasi perlakuan yang sama dan terus menerus yang merupakan bentuk lain dari trauma kulit dimana garukan pada kulit dapat menstimulasi peningkatan sel mast pada epidermis, adanya sel mast pada skin tag ini berperan penting pada proliferasi fibroblas dan deposisi kolagen yang

  8 merupakan gambaran patologik yang telah diobservasi pada penderita skin tag.

  Pada tahun 2000, Crook merupakan peneliti utama yang melaporkan mengenai serial kasus yang mendapati koinsidensi skin tag dengan adanya abnormalitas tampilan profil lemak. Pada studi lanjut ditemukan adanya peningkatan (IMT), kadar hormon insulin, sekresi insulin dan kadar kolesterol, yang dibandingkan dengan orang tidak menderita skin tag. Pada penelitian terbaru oleh Sari (2010) dan Garpelioglu (2010) juga menyimpulkan bahwa pada penderita skin tag didapati adanya peningkatan kadar kolesterol total, LDL, HDL,

  2,4,8,9,1318-21 Trigliserida, hormon insulin dan asam lemak bebas.

  7 Saat ini leptin juga berperan penting pada patogenesis dari skin tag. Frank

  et al menemukan adanya efek leptin pada proliferasi keratinosit kutaneus pada tikus. Terdapatnya pengaruh yang kuat bahwa leptin sebagai faktor mitogenik

  15

  pada perbaikan kulit telah diteliti secara intensif. reseptor leptin diekspresikan secara primer pada hipotalamus, tetapi leptin juga diekspresikan oleh sel sel darah mononuklear perifer, sel endotel vaskuler, sel otot lunak, osteoblast dan fibroblast, leptin juga dapat sebagai mediator proliferasi dan anti apoptotik dari beberapa sel,

  18 termasuk sel T, makrofag dan eosinofil.

  Mekanisme dasar yang dapat menjelaskan sekelompok kelainan metabolik pada pasien skin tag adalah keadaan resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu keadaan respon yang terganggu terhadap dampak fisiologis insulin, yang mencakup metabolisme glukosa, lemak dan protein serta

  5,18

  terhadap faal endotel pembuluh darah. Adanya korelasi positif antara insulin dan jumlah dari skin tag dimana insulin merupakan hormon yang dapat meningkatkan pertumbuhan jaringan dan stimulasi pengambilan glukosa pada jaringan, dan ketika terjadi resistensi insulin, akan mengakibatkan sel ini kurang responsif terhadap hormon sehingga pankreas akan melakukan kompensasi dengan memulai pembentukan insulin dalam jumlah yang banyak. Adanya suatu keadaan hiperinsulinemia ini akan mengakibatkan peningkatan pembentukan

  insulin growth factor 1 (IGF 1) dan penurunan insulin-like growth factor- binding

Protein3 ( IGFBP 3) yang bertanggung jawab terhadap gen transkripsi anti

  proliferatif. Adanya hiperinsulinemia dan peningkatan IGF 1 secara langsung akan menginduksi epitel dan pertumbuhan fibroblas dengan melalui aktivasi reseptor yang selanjutnya dapat mengakibatkan hiperplasia epidermal, perubahan endokrin yang dapat mengakibatkan proliferasi dan pertumbuhan sel inilah

  13,16 mungkin dapat mendasari pembentukan skin tag.

  Pada pendapat lain ditemukan insulin dapat memediasi penurunan dari

  IGFBP-3 yang merupakan ikatan untuk retinoid X reseptor alpha, dimana ini dapat mengurangi transkripsi dari gen proliferasi yang secara normal dapat mengaktivasi retinoid endogen. Perubahan endokrin ini dapat menyebabkan proliferasi selular dan pertumbuhan yang dapat bermanifestasi sebagai papiloma kutaneus ( skin tag) sebagai konsekuensi skin tag dapat dikatakan secara khusus berhubungan dengan sindroma X ( hipertensi, diabetes melitus tipe 2,

  13 dislipidemia, penyakit arteri koroner, obesitas dan toleransi glukosa abnormal ).

  Pada otot skeletal resistensi insulin berakibat gangguan ambilan glukosa serta gangguan pembentukan glikogen. Resistensi insulin di hati mengakibatkan kegagalan insulin untuk menekan produksi glukosa di hati, sedangkan di jaringan lemak resistensi insulin akan menyebabkan meningkatnya lipolisis , Ambilan glukosa di jaringan lemak menurun sebaliknya terjadi peningkatan pelepasan gliserol dan asam lemak bebas. Hal ini ada kaitannya dengan timbunan lemak abdomen pada obesitas. Timbunan lemak abdomen akan memasuki aliran darah vena porta dalam jumlah besar membuat hati akan terpapar dengan jumlah besar asam lemak bebas mengakibatkan di hati terjadi peningkatan proses glukoneogenesis serta meningkatnya produksi VLDL. Peningkatan asam lemak bebas juga mengganggu insulin di hati dan lebih memperhebat hiperinsulinemia dan berpengaruh terhadap mekanisme pensinyalan di otot skeletal serta menurunkan ambilan glukosa dan peningkatan asam lemak bebas di peredaran darah portal (menuju hati) akan meningkatkan produksi trigliserida , apoprotein B

  22,23

  100 dan VLDL dari hati. Lipid yang disintesis di hati dan usus harus ditransportasikan ke berbagai jaringan untuk menyelesaikan fungsi metabolik, oleh karena sifatnya yang tidak mudah larut, lipid diangkut di dalam plasma dalam bentuk makromolekul kompleks yang disebut lipoprotein. lipoprotein dikategorikan sebagai kilomikron, very low density lipoproteins (VLDL),

  intermediate density lipoproteins (IDL), low density lipoproteins (LDL), high 24,19 density lipoproteins (HDL) dan lipoprotein A .

  Adanya peningkatan asam lemak juga berperan penting dalam patogenesis

  

skin tag yang menyatakan bahwa peningkatan asam lemak yang tidak

  diesterifikasi yang disebabkan oleh karena adanya hiperinsulinemia akan menghasilkan ekspresi epidermal growth factor (EGF) dan berkontribusi terjadinya skin tag, selain itu peningkatan produksi EGF dan tumor necrosis

  

factor (TNF) beta sebagai akibat keadaan hiperinsulinemia akan mengakibatkan

  keadaan yang sinergis yaitu meningkatkan insulin growth factor (IGF) 1 bebas

  13 dan penurunan IGFBP 3 sebagai efek mitogenik pada keratinosit.

  Pada tahun 1998 Diazany et al telah dapat mendeteksi human papilloma virus ( HPV) DNA pada skin tag yang dianggap sebagai faktor penyebab yang

  25,26

  berperan pada patogenesis skin tag. ditemukannya DNA tipe 6 dan 11 dengan

  27 persentasi yang cukup besar pada sampel biopsi pada penderita kulit putih.

  Peran faktor infeksi pada skin tag masih kontroversial. Pada banyak penyakit kulit ditemukan adanya peningkatan sel mast termasuk pada tumor jinak atau ganas, telah diketahui sebelumnya bahwa sel mast manusia dapat menstimulasi proliferasi setelah sel sel tersebut kontak secara invitro melalui IL4 (interleukin 4). IL4 berperan sebagai signal kedua untuk fibroblast yang dapat memperkuat dosis rendah fibroblast growth factor (FGF) ataupun derivat derivat

  growth factor (GF) lainnya. Beberapa kemokin dan juga growth factor lain dapat

  21 merubah proliferasi fibroblast dibawah pengaruh dari sel mast.

  2.1.4 Gejala Klinis Skin tag merupakan tumor jinak pada jaringan konektif epidermis yang terlihat sebagai tumor yang lunak, pedunkulasi, berwarna seperti warna kulit ataupun hiperpigmentasi yang terjadi pada daerah pergesekan dan terutama

  20 dijumpai pada penderita obesitas.

  Tumor ini biasanya bersifat asimptomatis, tidak menimbulkan rasa nyeri jika tidak disertai adanya peradangan dan iritasi. Penderita dapat merasakan gatal atau perasaan tidak nyaman bila skin tag ini terkena kalung perhiasan atau pakaian. Skin tag dapat terjadi dengan lesi tunggal atau multipel dan terutama terjadi pada daerah intertriginosa ( aksila, colli anterior, palpebra ) juga sering

  14,26,28

  ditemukan pada tubuh, perut, punggung, paha. Ada 3 tipe dari skin tag

  14

  yang dijumpai :

  1.Multiple, 1-2 mm merupakan papul yang berkerut dan terutama pada daerah leher dan ketiak.

  2.Lesi tunggal atau filiform yang multipel , pertumbuhan yang lunak yang terdapat di berbagai tempat, sampai dengan 5 mm.

  3.Soliter, pedunkulasi atau pertumbuhan seperti “baglike”biasanya berdiameter sekitar 10 mm tetapi bisa lebih besar, lebih sering pada tubuh bagian bawah.

  2.1.5 Gambaran Histopatologi Pada gambaran histopatologi menunjukkan adanya gambaran papul yang berkerut yang memperlihatkan adanya gambaran papilomatosis,

  hiperkeratosis dan akantosis yang reguler. Epidermis menunjukkan bentuk filiform , gambaran pertumbuhan yang lunak menunjukkan adanya

  akantosis yang ringan sampai sedang dan kadang kadang dijumpai

  papilomatosis . Pada tangkai jaringan konektif terdiri dari jaringan kolagen

  longgar dan sering mengandung kapiler yang berdilatasi yang berisi eritrosit. Pada bentuk pendukulasi yang lebih besar secara umum menunjukkan epidermis yang rata yang mendasari serabut kolagen longgar dan adanya sel yang matur pada bagian tengah. Pada beberapa keadaan dijumpai adanya sel lemak, mengindiksikan adanya pembentukan

  28

  lipofibroma. Diagnosis skin tag ditegakkan terutama secara klinis,

  28 pemeriksaan hisopatologi hanya digunakan sebagai konfirmasi.

Gambar 1.2 Histopatologi SkinTag : a. Skin tag yang berbatasan dengan kulit normal, b. Adanya hiperplasia epidermis dan inflamasi kronis pada dermis atas c. Skin tag dengan adanya hiperplasia epidermis.d. Skin tag

  dengan sejumlah sel mast.

  2.1.6 Diagnosis Banding Beberapa diagnosis banding skin tag adalah neurofibromatosis,

  14 keratosis seboroika dan veruka.

  • Dikutip dari kepustakaan no 29

  Neurofibromatosis adalah suatu tumor yang disebabkan adanya kelainan genetik pada sistem syaraf, mempunyai karakteristik dengan adanya pembentukan tumor yang bersifat jinak, multipel yang tumbuh pada syaraf, merupakan suatu tumor dengan kelainan autosomal dominan yang mempunyai 2 tipe, yaitu neurofibromatosis tipe 1 dan tipe 2. Gambaran klinis dari neurofibromatosis yaitu adanya bercak pigmentasi pada kulit ( cafe au lait spots). Keratosis seboroika merupakan suatu lesi hiperkeratotik pada epidermis yang sering terlihat pada permukaan kulit, mempunyai banyak variasi bentuk yang berwarna coklat sampai hitam. Lesi mempunyai permukaan yang kasar, dengan diameter 2 mm- 3 cm dan dapat lebih besar, merupakan suatu makula hiperpigmentasi sampai bentuk plak, sering

  1 dijumapi pada tubuh tetapi juga pada wajah, ekstermitas dan skalp.

  Verucca merupakan suatu proliferasi jaringan kulit dan mukosa yang

  disebabkan oleh human papilloma virus (HPV), merupakan suatu lesi papul hiperkeratotik dengan permukaan yang kasar dan irreguler yang mempunyai diamter 1 mm sampai 1 cm dan dapat mengenai seluruh

  1 bagian tubuh tetapi lesi ini lebih sering mengenai tangan dan kaki.

  2.1.7 Pengobatan Pengobatan untuk skin tag ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, tumor dengan ukuran lebih kecil dengan memakai gunting (curved blade

  scissors) dan dengan ukuran yang lebih besar biasanya dilakukan eksisi

  dengan tindakan bedah kulit yang sederhana. Untuk skin tag ukuran yang lebih kecil dapat mengaplikasikan ammonium chlorida sehingga dapat

  14 mengurangi perdarahan.

  Pengobatan seperti eksisi sederhana, elektrodesikasi dan krioterapi

  30 merupakan pilihan pengobatan yang menunjukkan kesuksesan.

  2.2. Menggunakan Gunting ( Curved Blade Scissors) Tehnik dengan menggunakan gunting dindikasikan untuk lesi pendukulasi dan juga semua jenis pertumbuhan jaringan kulit superfisial seperti skin tag, keratosis seboroik papular, nevus serta verucca dengan diameter lesi yang kecil.

  Tindakan dengan menggunakan gunting ini dapat dilakukan pada kelopak mata, leher, ketiak dan paha selain itu juga tergantung pada ukuran dan morfologi bentuk dari lesi. Dengan menggunakan gunting ini, pengangkatan lesi pada skin tag dengan jumlah yang banyak dapat dilakukan dengan cepat dengan efek ketidaknyamanan yang kecil, tehnik dengan menggunakan gunting ini dapat dilakukan tanpa anastesi, tetapi pada lesi yang lebih besar dan dengan dasar yang lebar diperlukan anastesi lokal.Tehnik dengan menggunakan gunting ini

  35 merupakan salah satu cara mengangkat skin tag dengan cepat dan mudah.

  Keuntungan dari tindakan dengan eksisi gunting ini pada dokter adalah tidak memerlukan penjahitan, prosedurnya lebih mudah untuk dilakukan, dapat dilakukan sekaligus untuk lesi yang banyak, tidak memerlukan suatu prosedur sterilisasi yang ketat. Tidak memerlukan persiapan khusus, tidak memerlukan tenaga listrik. Sedangkan keuntungan pada pasien adalah tidak memerlukan pelepasan benang jahitan, perawatan luka biasanya lebih mudah, tidak diperlukan pengurangan aktivitas pada tindakan sehari hari, pengurangan resiko infeksi dan perdarahan, memberikan hasil kosmetik yang lebih baik, jika terjadi lesi yang

  36 pigmentasi dapat dengan mudah ditutupi secara kosmetik.

  Serupa dengan semua prosedur pembedahan, pencahayaan yang baik diperlukan untuk tehnik pengguntingan ini dan merupakan hal yang paling utama untuk mendapatkan lapangan pandang yang jelas untuk melihat dasar dari lesi

  37

  yang bertangkai. Pada tehnik ini gunting dipegang pada tangan yang lebih dominan dan kemudian lesi digunting dan dibebaskan dari jaringan subkutaneus, pengguntingan lesi dilakukan pada jaringan dibawah dermis. Pada lesi yang lebih kecil biasanya tidak memerlukan tindakan penjahitan, sedangkan pada lesi yang lebih besar 4-5 mm harus ditutup dengan jahitan untuk mengurangi lamanya

  37 penyembuhan luka dan skar.

  Tehnik dengan menggunakan gunting ini dapat dilakukan dengan memakai gunting iris yang tajam bentuk melengkung atau lurus. Sebelum dilakukan pengguntingan lebih dahulu dilakukan injeksi anastesi pada lesi dengan menggunakan lidokain 1 % dengan atau tanpa efinefrin 1 : 100000. Setelah tindakan pengguntingan ini dilakukan, maka dipertimbangan untuk memberikan antibiotika topikal yang berfungsi untuk memberikan keadaan yang lembab dan untuk mempercepat penyembuhan luka. Penyembuhan luka dengan tehnik ini

  36 biasanya berlangsung 1-3 minggu tergantung dari besarnya lesi.

  Tehnik dengan menggunakan gunting ini juga akan menghasilkan pengambilan jaringan yang lebih dalam dibandingkan dengan menggunakan skalpel sehingga penggunaan gunting ini akan lebih efektif untuk mengangkat

  

skin tag atau pertumbuhan jaringan kulit dengan lesi yang kecil lainnya. Pada

  penatalaksanaanya lesi lebih dahulu ditarik dengan pinset kemudian pengguntingan dilakukan dengan cepat pada dasar lesi. Gunting yang digunakan

  37 merupakan gunting iris yang tajam baik bentuk lurus ataupun melengkung. 36,37 Hemostasis tambahan dapat dilakukan dengan pemakaian ammonium klorida.

  

Gambar 2 a.Tarik dengan lembut dengan forsep untuk melihat dasar dari lesi dan untuk

menunjukkan daerah yang dilakukan pengguntingan. b. Gunting diletakkan pada dasar posisi lesi yang dilakukan pemotongan c. Pada dasar dilakukan pembersihan dengan perdarahan minimal. d. Gambaran yang terlihat setelah dilakukan pengguntingan.

  Elektrodesikasi adalah merupakan suatu tindakan yang menggunakan

  9,38 frekuensi elektrik tinggi yang melalui jaringan untuk mendapatkan efek klinis.

  William Clark (1910) memberikan kemajuan pada peralatan bedah listrik sebelumnya yaitu dengan meningkatkan ampere dan menurunkan voltase yang akan membentuk suatu cetusan api listrik yang panas dengan adanya gelombang pendek yang dapat berpenetrasi kedalam kulit, dan dengan menggunakan mikroskop, tindakan ini dapat mengobservasi jaringan tersebut dimana jaringan akan mengalami pengkerutan oleh karena terjadinya dehidrasi.

  • Dikutip dari kepustakaan no 35

  Pada tahun 1914 Amerika telah menggunakan kalimat desikasi untuk mengambarkan efek saat jaringan akan hancur, pemendekan karboksilasi dengan adanya dehidrasi jaringan. Ini merupakan pertama kalinya Amerika menggunakan tindakan ini untuk melakukan pengangkatan pertumbuhan jaringan pada kulit, kepala, leher, dan dada. Perubahan Clark ini nantinya akan merupakan dasar dari

  38 Bovie dan Cushing menghasilkan instrumen modern pembedahan pada saat ini.

  Bovie, berdasarkan alat pembedahannya terdahulu menemukan adanya pembentukan diatermi yang akan memproduksi gelombang listik dengan frekuensi tinggi yang dapat digunakan untuk pemotongan, koagulasi dan desikasi. Harvey Cushing (1926) menggunakan alat ini untuk melakukan pemotongan

  

38

terhadap pembesaran vaskular myeloma.

  Elektrodesikasi merupakan salah satu tehnik bedah listrik yang bekerja dengan cara memanaskan sel untuk menghilangkan air sehingga akan mengakibatkan penghancuran jaringan. Tindakan ini dapat dilakukan dengan tepat ( yaitu melalui percikan kecil elektroda ). Banyak ahli dermatologi yang menggunakan cara ini untuk menghancurkan lesi lesi yang kecil seperti skin tag,

  9,38,39 chery angioma, keratosis seboroika dan verucca vulgaris.

  Efek jaringan terhadap bedah listrik dapat dibedakan melalui 3 kelompok dasar yaitu adalah pemotongan, fulgurasi dan desikasi. Pemotongan pada bedah listrik ini adalah dengan terjadinya pemisahan jaringan melalui cetusan api listrik melalui panas yang terus menerus yang melalui area permukaan yang sempit dengan produksi densitas yang maksimum dan menghantarkan panas dalam jumlah yang besar dan dalam jangka waktu yang pendek, ini akan mengakibatkan peningkatan panas yang cepat 100

  ˚C yang akan menguapkan komponen jarin gan intraselular. Fulgurasi sering dikatakan sebagai kerusakan jaringan yang disebabkan cetusan listrik pada jaringan. Karena cetusan listrik terputus ini akan mengasilkan 6 % energi panas pada saat aktivasi, sedikit panas ini akan menghasilkan koagulasi dari cetusan listrik yang mengakibatkan penguapan jaringan. Elektrodesikasi pada bedah listrik terjadi ketika elektoda aktif secara langsung menyentuh dengan permukaan jaringan. Pemanasan pada jaringan ini akan menghasilkan peningkatan produksi panas ini akan menghasilkan jaringan

  39 yang kering sehingga terjadi koagulasi.

  Elektrodesikasi merupakan suatu tindakan yang berdasarkan perubahan dari energi listrik yang tinggi menjadi panas, yang mempunyai efek pemotongan atau koagulasi jaringan dengan adanya pengaplikasian pemakaian. Pada saat melewati jaringan, elektron akan menyatu dengan komponen jaringan, pada saat penyatuan ini, sejumlah energi akan dihamburkan yang akan mengakibatkan peningkatan tempratur. Efek dari elektrodesikasi ini akan mengakibatkan 2 efek pada jaringan, yaitu koagulasi ( tempratur meningkat didalam sel yang kemudian mengalami dehidrasi dan menyusut ) atau efek pemotongan ( pemanasan air pada

  41 sel yang akan menyebabkan pemecahan dengan cepat).

  Adanya efek pemanasan yang diproduksi merupakan dasar dari instrumen pembedahan lsitrik, peningkatan pemanasan pada kulit merupakan peranan penting untuk mendapatkan efek klinis. Ketika osilasi diaplikasikan pada jaringan, pergerakan yang cepat dari elektron melalui sitoplasma sel akan meningkatkan tempratur intraseluler sel. Jumlah dari suhu energi yang dikirimkan akan menghasilkan efek pada jaringan kulit. Secara umum tempratur dibawah suhu

  45 ˚C akan merusak jaringan. Pada suhu 45˚ C protein jaringan akan mengalami denaturasi, sehingga akan kehilangan integritas struktural. Dibawah 90

  ˚C cairan pada jaringan akan mengalami evaporasi, akan menghasilkan keadaan desikasi bila jaringan dipanaskan dengan perlahan. Saat tempratur mencapai 200 ˚C ini akan menghasikan kehancuran komponen dari jaringan yang solid dengan adanya

  38,39,40 penurunan karbon.

  • a b

Gambar 3.2.2 : 2 tehnik bedah listrik a. Fulgurasi yaitu dengan cahaya elektroda pada jaringan, diberikan untuk pengobatan yang lebih superfisial dibanding elektrodesikasi b.

  elektrodesikasi dengan elektroda aktif yang menyentuh kulit dan menunjukkan penetrasi dari jaringan yang akan dihancurkan.

  Ada beberapa keuntungan untuk pemakaian elektrodesikasi ini, yang pertama adalah penggunaan elektrodesikasi ini dapat mengurangi perdarahan yang terjadi pada saat pengaplikasian, lesi lebih kering dan pengangkatan dapat dilakukan

  39

  dengan cepat . Penting dilakukan pada elektrodesikasi ini adalah penggunaan tenaga listrik yang tidak terlalu besar karena dapat mengakibatkan kerusakan

  38 jaringan sekitarnya yang akan menghasilkan skar.

  • Dikutip dari kepustakaan no 38

  2.4 Tehnik Krioterapi Tehnik krioterapi telah digunakan sejak 100 tahun yang lalu, cairan nitrogen pertama sekali digunakan pada tahun 1940, dan sekarang telah luas digunakan sebagai cryogen. Sampai saat ini krioterapi merupakan metode yang sering digunakan untuk penatalaksanaan lesi kulit yang jinak. Cairan nitrogen ini merupakan alat semprot yang mudah digunakan dan dengan tehnik yang sama banyak digunakan untuk penatalaksanaan lesi jinak, premaligna ataupun maligna.

  Dosis dari pemakaian krioterapi ini tergantung dari besarnya lesi, jenis kulit dan

  42 kedalaman lesi.

  Pada tehnik ini terjadinya pembekuan yg ringan akan mengakibatkan pemisahan dermoepidermal, inilah yang penting untuk pengobatan untuk lesi les yang jinak. Komplikasi pengobatan dengan cara ini adalah terjadinya hipopigmentasi, tetapi pada beberapa penelitian dan pengalaman klinis menyatakan repigmentasi dapat terjadi beberapa bulan karena adanya migrasi dari

  42 melanosit pada daerah yang dilakukan pengobatan.

  2.5 Tehnik Eksisi Tehnik eksisi ini adalah suatu cara untuk membuang jaringan yang digunakan untuk lesi yang superfisial , tehnik ini memerlukan anastesi lokal dan jarang mengakibatkan perdarahan yang berlebihan. Tehnik eksisi ini memerlukan keahlian yang baik dan juga waktu tindakan yang lebih lama. Pada eksisi sederhana biasanya tidak memerlukan anastesi yang banyak pada saat tindakan. Sebelum dilakukan tehnik eksisi ini harus di dokumentasikan terlebih dahulu kondisi yang dapat menganggu penyembuhan luka ( misalnya penyakit vaskular kolagen, merokok dan diabetes) dan juga penggunaan obat obatan yang menganggu perdarahan intraoperatif misalnya aspirin, AINS , vitamin E dan

  43 warfarin.

  Setelah dilakukan eksisi diberikan antibiotika topikal yang gunanya adalah untuk memberikan kelembaban dan secara simultan akan membersihkan debris dan

  43 krusta yang akan memberikan reepitelialisasi yang optimal.

  2.6 Penyembuhan Luka Mekanisme biologi yang mendasari penyembuhan luka sangatlah kompleks dan belum dapat dipahami. Meskipun banyaknya yang harus dipelajari proses yang terlibat didalamnya, beberapa konsep umum telah dipahami. Penelitian pada luka akut terjadi dalam 4 fase penyembuhan luka. Ini juga dipercayai bahwa luka kronis juga terjadi pada fase yang sama. Beberapa peneliti mengambungkan fase pertama dan kedua. Fase penyembuhan luka adalah :

  44 hemostasis, inflamasi, proliferasi atau granulasi, remodelling atau maturasi.

  Fase hemostatis : ini dimulai segera setelah terjadi luka, dengan adanya konstriksi vaskular dan pembentukan pembekuan darah fibrin. Kemudian bekuan darah dan jaringan sekitarnya akan melepaskan sitokin proinflamasi dan growth factor seperti misalnya transforming growth factor (TGF) ß, platelet derived growth factor (PDGF), fibroblast growth factor (FGF) dan epidermal growth factor (EGF). Pada penyembuhan luka platelet adalah sel yang bertindak sebagai penutup dari pembuluh darah yang rusak. Saat perdarahan telah dikontrol, sel inflamasi akan bermigrasi ke luka ( kemotaksis) dan akan membentuk fase

  44,45 inflamasi. Fase inflamasi : Stadium ini ditandai dengan adanya infiltrasi dari neutrofil, makrofag dan limposit. Makrofag berperan penting pada penyembuhan luka. Pada awal luka makrofag akan melepaskan sitokin yang akan mengakibatkan respon inflamasi dengan penarikan dan aktivasi leukosit. Selain itu makrofag juga berfungsi meng induksi dan membersihkan sel apoptotik, yang berperan dalam transisi phenotipik dalam fase penyembuhan yang akan menstimulasi pembentukan keratinosit, fibroblast dan angiogenesis untuk

  43

  menghasilkan regenerasi jaringan. secara klinis fase kedua dari peyembuhan luka terlihat adanya edema, pembengkakan dan hangat dan sering disertai adanya nyeri, atau hal klasik “rubor et tumorcum calore et dolore” stadium ini biasanya

  44 berakhir pada hari ke 4.

  Fase Proliferatif (proliferasi, granulasi dan kontraksi) : Stadium granulasi dimulai sekitar 4 hari setelah terjadinya luka dan biasanya berakhir sampai 21 hari, dengan karakteristik adanya proliferasi epitel dan migrasi matriks sementara didalam luka ( reepitalisasi) . Didalam dermis yang perbaikan, fibroblas dan sel endotel merupakan sel yang paling dominan yang mendukung pertumbuhan kapiler, pembentukan kolagen dan pembentukan jaringan granulasi pada tempat luka. Didalam luka tersebut fibroblas akan memproduksi kolagen dan glikosaminoglikans serta proteoglikans, yang merupakan komponen utama dari matriks ektraselular. Pada luka akut mempunyai karakteristik secara klinis dengan adanya gumpalan kecil pada jaringan dasar luka dan meliputi pergantian dari

  44,45 jaringan dermis dan terkadang pada subdermis. Fase remodeling atau maturasi : terjadi ketika struktur dari interior komplit yang pertama selesai, maka akan dimulai penyempurnaan lapisan penutup sama dengan penyembuhan luka, termasuk remodeling jaringan dermis untuk memproduksi tensile strengh. Pada fase ini terjadinya regresi dari kapiler yang banyak terbentuk, sehingga densitas kapiler akan kembali normal. Remodeling dapat terjadi sampai 2 tahun setelah penyembuhan luka dan ini menerangkan

  45,46 mengapa penyembuhan luka dapat terlihat terjadi secara dramatis dan cepat.

  Proses penyembuhan menunjukkan adanya diregulasi oleh sitokin dan

  

growth factor , dan penelitian terbaru telah menyatakan bahwa lingkungan sitokin

  pada penyembuhan luka kronis berbeda dengan luka yang sembuh, bagaimanapun perlu dicari penyebab utama defek yang menyebabkan luka tidak menyembuh.

  Luka kronis adalah salah satu luka yang tidak responsif terhadap terapi utama atau

  46 persisten dengan perawatan yang baik.

  Menurut Gosain dan DiPietro Pada orang dewasa penyembuhan luka

  44

  meliputi beberapa peristiwa : 1.

  Pembentukan hemostatis yang cepat.

  2. Inflamasi yang baik 3.

  Diferensiasi, proliferasi dan migrasi pada tempat luka 4. Terjadinya angiogenesis yang baik 5. Reepitelialisasi yang cepat ( pertumbuhan jaringan epitel pada permukaan luka

  6. Sintesis yang baik, crosslinking dan ikatan kolagen yang baik yang menjadikan jalinan yang kuat pada tempat luka.

  Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka yaitu adalah faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal adalah faktor yang secara langsung mempengaruhi luka itu sendiri dan faktor sistemik adalah keadaan keseluruhan individu yang mempengaruhi luka untuk sembuh. Faktor lokal yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka yaitu oksigenasi dan infeksi. Sedangkan faktor sistemik yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka adalah umur, hormon seks, stress, diabetes mellitus, makanan dan obat obatan ( glukokortikoid, anti

  44,45

  inflamasi non steroid dan obat kemoterapi), perokok dan peminum alkohol Luka yang disebabkan bedah listrik, bedah krio dan bedah laser akan menunjukkan lebih lamanya penyembuhan luka dibandingkan dengan luka eksisi

  46 ataupun kuretase.

  Penyembuhan luka pada bedah listik akan terjadi lebih lama dibandingkan dengan luka yang disebabkan luka eksisi ini disebabkan oleh karena adanya kerusakan jaringan pada luka eksisi lebih sedikit dibandingkan dengan luka yang

  47

  disebabkan bedah listrik Pada bedah listrik akan terjadi peningkatan temperatur yang tinggi dalam jangka waktu yang pendek dan ini akan mengakibatkan ekspansi komponen ekstraselular dan penguapan yang berlebihan yang akan mengakibatkan jaringan

  38

  akan menjadi kering dan terbentuk koagulum. Pemanasan jaringan ini akan mengakibatkan adanya destruksi jaringan akibat pendidihan pada jaringan ataupun terjadinya koagulasi, pemanasan ini merupakan mekanisme yang dasar yang bertanggung jawab akan luasnya daerah berdekatan yang terkena dibandingkan

  47 dengan luka pada bedah insisi.

  Selain itu adanya arus listrik yang tinggi ini akan mengakibatkan destruksi atau penghancuran jaringan dan gangguan hemostatis dan terjadi perlengketan kolagen pembuluh darah dan serabut elastik sehingga menganggu penyembuhan luka ( reepitalisasi dan tingkat inhibitor inflamasi).

  48

  2.7 Gambar Kerangka Teori

  Iritasi dan tekanan Gangguan hormonal

SKIN TAG

  Eksisi Infeksi HPV

  krioterapi Diabetes Mellitus obesitas

  Dengan menggunakan gunting Modalitas terapi dislipidemia

  Dengan elektrodesikasi panas Jaringan kehilangan air

  Mengalami dekarboksilasi Penyembuhan luka ( fase hemostatis, inflamasi, proliferasi dan remodelling)

  Jaringan diangkat pada dasar lesi Jaringan mati diangkat Penyembuhan luka ( fase hemostatis, inflamasi, proliferasi dan remodelling) Tehnik menggunakan Penyembuhan luka gunting ( curved blade scissor)

  Skin tag elektrodesikasi Penyembuhan luka

  2.8 Gambar Kerangka Konsep

  2.7 Hipotesis Penggunaan gunting lebih efektif dibanding dengan elektrodesikasi pada penatalaksanaan skin tag