Kombinasi Kinin-Doksisiklin Dibandingkan dengan Kombinasi Kinin-Klindamisin sebagai Pengobatan Malaria Falsiparum pada Anak
KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN
KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM PADA ANAK
TESIS
DITHO ATHOS P. DAULAY 057103008/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(2)
KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN
KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM PADA ANAK
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi Kesehatan Anak
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
DITHO ATHOS P. DAULAY 057103008/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(3)
Judul Tesis : Kombinasi Kinin-Doksisiklin Dibandingkan dengan Kombinasi Kinin-Klindamisin sebagai Pengobatan Malaria Falsiparum pada Anak Nama Mahasiswa : Ditho Athos P. Daulay
Nomor Induk Mahasiswa : 057103008
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K)) Ketua
(dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K)) Anggota
Ketua Program Studi, Ketua TKP-PPDS,
(Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K)) (dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K))
(4)
PERNYATAAN
KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN
KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM PADA ANAK
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tes ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, Juni 2010
(5)
Telah diuji pada Tanggal:
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua: Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H,
MSc(CTM), SpA(K) ………
Anggota:
1. dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K) ………
2. ………
(6)
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama, Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
2. dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K), selaku anggota pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan dan penulisan tesis ini.
(7)
3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU dan Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi hingga tahun 2007 dan dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi periode 2007 hingga saat ini, yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
4. dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003 – 2010 yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini,
6. Rektor Universitas Sumatera Utara : Prof. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K) serta Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.
7. Kepala Sekolah beserta guru-guru dimana penelitian ini dilakukan, Ka. Dinkes Mandailing Natal, Pemda Mandailing Natal serta masyarakat
(8)
8. Teman-temanku seangkatan Ady Subrata, Syamsidah Lubis dan Fakhri Widyanto, yang tidak henti-hentinya memberikan semangat, dorongan dan bantuannya selama ini.
9. Beby Syofiani Hasibuan, Yunnie Trisnawaty, Syamsidah Lubis dan Yulia Lukita Dewanti atas kerjasamanya selama penelitian ini, teman-teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU Jaenida Maulidina, Erlina M. Napitupulu, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan tesis ini.
Kepada yang tercinta, papa dr. H. Athos P. Daulay,SpA; mama Hj. Dini Irsanye D. Siregar dan adik-adikku, terima kasih karena selalu mendoakan, memberikan dorongan, motivasi, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini hingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan. Mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan rahmat, rezeki, dan karuniaNya buat kita semua.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, Juni 2010
(9)
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan iii
Lembar Pernyataan iv
Ucapan Terima Kasih vi
Daftar Isi ix Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii Daftar Singkatan dan Lambang xiii Abstrak xiv BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 3
1.3. Hipotesis 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi 4
2.2. Sejarah 4
2.3. Epidemiologi 5
2.4. Transmisi 5
2.5. Siklus Hidup Plasmodium falciparum 6
2.5.1. Siklus hidup pada manusia 6
2.5.2. Siklus pada nyamuk Anopheles betina 7
2.6. Diagnosis Malaria Falsiparum 8
2.6.1. Manifestasi klinis malaria falsiparum tanpa komplikasi 9
2.6.2. Pemeriksaan laboratorium 10
2.7. Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi 12
2.7.1. Kinin 14
2.7.2. Doksisiklin 16
2.7.3. Klindamisin 17
(10)
BAB 3. METODELOGI PENELITIAN
3.1. Desain 20
3.2. Tempat dan Waktu 20
3.3. Populasi Penelitian 20
3.4. Perkiraan Besar Sampel 21
3.5. Kriteria Penelitian 22
3.6. Persetujuan/Informed Consent 22
3.7. Etika Penelitian 23
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 23
3.9. Identifikasi Variabel 25
3.10. Definisi Operasional 25
3.11. Pengolahan dan Analisis Data 26
BAB 4. HASIL 27
BAB 5. PEMBAHASAN 32
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 38
5.2. Saran 38
Ringkasan 39
Daftar Pustaka 43
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 48
2. Lembar Penjelasan 49
3. Lembar Kuesioner 51
4. Etika Penelitian 54
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Dosis obat pada kedua kelompok sampel penelitian 24
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 28 Tabel 4.2. Penilaian gejala awal sebelum pemberian obat 29 Tabel 4.3. Efek samping pemberian obat 29 Tabel.4.4. Perubahan parasitemia pada hari ke-2,7 dan 28 30
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Siklus hidup parasit malaria 8 Gambar 2.2. Struktur kimia Kinin 14 Gambar 2.3. Rumus bangun Doksisiklin 16 Gambar 2.4. Rumus bangun Klindamisin 17 Gambar 2.5. Kerangka konsep penelitian 19
Gambar 4.1. Profil penelitian 27
(13)
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
α : Kesalahan tipe I atau hasil positif semu
β : Kesalahan tipe II atau hasil negatif semu < : Lebih kecil dari
ACT : Artemisinin-based Combination Therapy CDC : Centers for Disease Control and Prevention
Cl : Chlorine
cm : sentimeter
EKG : Elektro Kardio Gram
H0 : Hari pertama pemberian obat H2 : 48 jam setelah pemberian obat H28 : Hari ke-28 setelah pemberian obat H7 : Hari ke-7 setelah pemberian obat kgbb : kilogram berat badan
mg : miligram
n : Jumlah subyek / sampel
NCHS : National Center for Health Statistics
P : Nilai proporsi pada perhitungan besar sampel P : Tingkat kemaknaan
P. falciparum : Plasmodium falciparum P. malariae : Plasmodium malariae P. ovale : Plasmodium ovale P. vivax : Plasmodium vivax
PCR : Polymerase Chain Reaction
Q : 1-P
RES : Reticulo Endothelial System RI : Republik Indonesia
SD : Sekolah Dasar
SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Akhir SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama WHO : World Health Organization
zα : Deviat baku normal untuk α zβ : Deviat baku normal untuk β
(14)
Latar Belakang. Telah banyak dilakukan uji klinis obat kombinasi pengobatan malaria sebagai terapi alternatif untuk mencegah resistensi di daerah endemik malaria falciparum. Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa kombinasi kinin-klindamisin dan kinin-doksisiklin memiliki efikasi tinggi untuk pengobatan malaria falciparum pada orang dewasa. Tetapi sedikit saja uji klinis yang menggunakan kombinasi ini pada anak.
ABSTRAK
Tujuan. Untuk membandingkan efikasi kombinasi kinin-doksisiklin dengan kombinasi kina-klindamisin, sebagai pengobatan untuk malaria falciparum tanpa komplikasi pada anak.
Metode. Merupakan uji klinis acak terbuka yang dilakukan dari Juli hingga Agustus 2007 di Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada anak berumur 8 - 18 tahun dengan Plasmodium falciparum positif dari hapusan darah perifer. Kedua kelompok menerima kinin 10 mg/KgBB per oral selama 4 hari dilanjutkan dengan 5 mg / KgBB untuk 3 hari berikutnya. Kemudian kelompok I dikombinasikan dengan klindamisin 10 mg/KgBB per oral selama 3 hari.Dan kelompok II dikombinasikan dengan doksisiklin 2 mg /kgBB/hari per oral sekali sehari selama 7 hari. Parasitemia dihitung pada hari ke 0, 2, 7 dan 28.
Hasil. 246 anak dengan malaria P.falciparum positif secara acak dipisahkan menjadi dua kelompok. Semua sampel pada kedua kelompok memenuhi kriteria inklusi dan menyelesaikan studi. Tingkat kesembuhan mencapai 100% dari hasil pemeriksaan hapusan darah perifer pada hari ke 2 (p = 0,0001). Kedua kelompok menunjukkan tidak ada kejadian rekrudensi pada hari ke-28 (p = 0,000). Sakit kepala dan tinnitus sebagai efek samping ditemukan pada kedua kelompok kombinasi obat.
Kesimpulan: Kedua kombinasi obat ini dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk malaria P.falciparum tanpa komplikasi pada anak.
Kata kunci-. Kina-doksisiklin, Kina-klindamisin, Falciparum Malaria, parasitemia.
(15)
ABSTRACT
Results. Randomly, 246 children with positive P.falciparum malaria, separated into two groups. All sample in the two groups fulfilled inclusion criterias and completed the study. Cure rate achieved 100% from peripheral blood smear examination at day 2nd (p=0.0001). Both groups showed no recrudescence event at day 28th (p=0.000). Headache and tinnitus as adverse events were found in both group respectively.
Background. There have been so much clinical trial of combination drugs for malaria treatment as alternative therapy for prevent resistency in endemic area of falciparum malaria. Some clinical trial shown that combination quinine-clindamycin and quinine-doxycycline had high eficacy for treatment of falciparum malaria in adult. But just few clinical trial that have been done with this combination treatment for children.
Objective. To compare the efficacy of quinine-doxycycline combination with quinine-clindamycin combination, as the treatment for uncomplicated falciparum malaria in children.
Methods. This randomized open label clinical trial was undertaken from July to August 2007 at Mandailing Natal, Sumatera Utara Province. This study was done at 8 – 18 years old children with positive Plasmodium falciparum from the peripheral blood smear. Both two group receive quinine 10 mg/KgBW orally for 4 days continued with 5 mg/KgBW for next 3 days and group I combine with clindamysin 10 mg/KgBW orally for 3 days. And group II combined with doxycycline 2 mg/kgBW/days orally once daily for 7 days. Parasitemia was counted on day 0, 2, 7 and 28.
Conclusion: Both of drug combinations can be used as alternative treatments for uncomplicated P.falciparum malaria in children.
Keywords. Quinine-Doxycicline, Quinine-Clyndamicine, Falciparum Malaria, parasitemia.
(16)
Latar Belakang. Telah banyak dilakukan uji klinis obat kombinasi pengobatan malaria sebagai terapi alternatif untuk mencegah resistensi di daerah endemik malaria falciparum. Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa kombinasi kinin-klindamisin dan kinin-doksisiklin memiliki efikasi tinggi untuk pengobatan malaria falciparum pada orang dewasa. Tetapi sedikit saja uji klinis yang menggunakan kombinasi ini pada anak.
ABSTRAK
Tujuan. Untuk membandingkan efikasi kombinasi kinin-doksisiklin dengan kombinasi kina-klindamisin, sebagai pengobatan untuk malaria falciparum tanpa komplikasi pada anak.
Metode. Merupakan uji klinis acak terbuka yang dilakukan dari Juli hingga Agustus 2007 di Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada anak berumur 8 - 18 tahun dengan Plasmodium falciparum positif dari hapusan darah perifer. Kedua kelompok menerima kinin 10 mg/KgBB per oral selama 4 hari dilanjutkan dengan 5 mg / KgBB untuk 3 hari berikutnya. Kemudian kelompok I dikombinasikan dengan klindamisin 10 mg/KgBB per oral selama 3 hari.Dan kelompok II dikombinasikan dengan doksisiklin 2 mg /kgBB/hari per oral sekali sehari selama 7 hari. Parasitemia dihitung pada hari ke 0, 2, 7 dan 28.
Hasil. 246 anak dengan malaria P.falciparum positif secara acak dipisahkan menjadi dua kelompok. Semua sampel pada kedua kelompok memenuhi kriteria inklusi dan menyelesaikan studi. Tingkat kesembuhan mencapai 100% dari hasil pemeriksaan hapusan darah perifer pada hari ke 2 (p = 0,0001). Kedua kelompok menunjukkan tidak ada kejadian rekrudensi pada hari ke-28 (p = 0,000). Sakit kepala dan tinnitus sebagai efek samping ditemukan pada kedua kelompok kombinasi obat.
Kesimpulan: Kedua kombinasi obat ini dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk malaria P.falciparum tanpa komplikasi pada anak.
Kata kunci-. Kina-doksisiklin, Kina-klindamisin, Falciparum Malaria, parasitemia.
(17)
ABSTRACT
Results. Randomly, 246 children with positive P.falciparum malaria, separated into two groups. All sample in the two groups fulfilled inclusion criterias and completed the study. Cure rate achieved 100% from peripheral blood smear examination at day 2nd (p=0.0001). Both groups showed no recrudescence event at day 28th (p=0.000). Headache and tinnitus as adverse events were found in both group respectively.
Background. There have been so much clinical trial of combination drugs for malaria treatment as alternative therapy for prevent resistency in endemic area of falciparum malaria. Some clinical trial shown that combination quinine-clindamycin and quinine-doxycycline had high eficacy for treatment of falciparum malaria in adult. But just few clinical trial that have been done with this combination treatment for children.
Objective. To compare the efficacy of quinine-doxycycline combination with quinine-clindamycin combination, as the treatment for uncomplicated falciparum malaria in children.
Methods. This randomized open label clinical trial was undertaken from July to August 2007 at Mandailing Natal, Sumatera Utara Province. This study was done at 8 – 18 years old children with positive Plasmodium falciparum from the peripheral blood smear. Both two group receive quinine 10 mg/KgBW orally for 4 days continued with 5 mg/KgBW for next 3 days and group I combine with clindamysin 10 mg/KgBW orally for 3 days. And group II combined with doxycycline 2 mg/kgBW/days orally once daily for 7 days. Parasitemia was counted on day 0, 2, 7 and 28.
Conclusion: Both of drug combinations can be used as alternative treatments for uncomplicated P.falciparum malaria in children.
Keywords. Quinine-Doxycicline, Quinine-Clyndamicine, Falciparum Malaria, parasitemia.
(18)
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia, malaria sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan malaria masih cukup tinggi, terutama di luar Jawa dan Bali, oleh karena di daerah itu terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah endemis dan non endemis malaria. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax.1-3
Banyak obat yang dipakai sebagai anti malaria, derivat Kuinolon (kinin, klorokuin, meflokuin, primakuin, amodiakuin, dll), Antifolat (pyrimethamin, proguanil, trimetoprim), Artemisin (artemisin, artemether, astesunat), dan Antibiotik (Sulphonamid, tetrasiklin, makrolid).4 Tetapi penggunaan yang luas dan bebas menyebabkan terjadinya resisten yang tinggi. Walau klorokuin masih dapat digunakan untuk malaria falciparum, tetapi angka resistennya semakin tinggi. Sementara penggunaan multiterapi berbagai obat antimalaria membuat resisten semakin luas.
Di Asia Tenggara sendiri, termasuk Indonesia resistensi multiterapi obat anti malaria semakin meluas sehingga monoterapi saja tidak dapat digunakan pada daerah endemi malaria.5 Penelitian di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan angka resistensi yang cukup tinggi terhadap klorokuin yaitu berkisar 75-95% di Irian Jaya dan di daerah Mandailing
(19)
Natal Sumatera Utara pada tahun 2001 didapati sekitar 32% dan resisten terhadap Fansidar sekitar 29%.6
Terapi kombinasi antimalaria yang terdiri dari obat antimalaria kerja singkat, waktu paruh pendek dan obat antimalaria kerja lambat dan waktu paruh yang panjang, telah dianjurkan untuk terapi malaria falciparum. 7,8 Telah banyak penelitian kombinasi obat antimalaria sebagai alternatif terapi untuk mencegah resistensi. Kombinasi kinin-klindamisin pada berbagi penelitian telah menunjukkan efikasi yang tinggi untuk terapi malaria falciparum pada anak. Terapi alternatif lain adalah kombinasi dengan antibiotik seperti tetrasiklin atau doksisiklin.9,10 Penelitian di Thailand menunjukkan respon terapi yang baik dengan menggunakan kinin-klindamisin maupun kinin-doksisiklin pada penderita malaria falciparum dewasa.11
Tetapi penelitian sejenis yang dilakukan untuk penderita malaria falciparum anak belum pernah dilakukan. Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik tetrasiklin memiliki efek samping yang besar terhadap anak, khususnya anak di bawah usia 8 tahun.10,12 Selain memiliki efikasi terapi yang hampir sama, harga klindamisin jauh lebih mahal dibandingkan dengan tetrasiklin.11
(20)
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui apakah ada perbedaan efikasi antara kombinasi kinin-doksisiklin dengan kombinasi kinin-klindamisin sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.
1.3.Hipotesis
Kombinasi kinin-doksisiklin memberikan angka kesembuhan yang sama dengan kombinasi kinin-klindamisin pada anak dengan malaria falsiparum tanpa komplikasi.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesembuhan antara kombinasi kinin-doksisiklin dengan kombinasi kinin-klindamisin sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.
1.5.Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan terapi alternatif lain yang efektif dan murah dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.
(21)
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Malaria merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh protozoa intrasel dari genus Plasmodium. Ada empat parasit yang dapat menginfeksi manusia, yaitu P.malariae, P.vivax, P.falciparum dan P.ovale.2,13 P.falciparum paling sering didapati pada daerah tropis dan sering menyebabkan kematian pada manusia karena dapat menginvasi sel darah merah pada semua usia dan sering resisten terhadap obat-obat anti malaria.14
2.2. Sejarah
Penyakit ini pertama kali dinamakan mal air (udara busuk) oleh seseorang yang berkebangsaan Itali pada abad ke-18, namun tulisan yang pertama kali menyebutkan tentang demam periodik didapati dalam tulisan Hindu dan Cina. Terobosan besar dalam hal etiologi malaria yaitu pada tahun 1880, setelah seorang ahli bedah militer dari Algeria pertama kali menemukan gametosit P.falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi penderita malaria.13
(22)
2.3. Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat.1-3 Kini Malaria terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Sub-sahara, Timur tengah, India, Asia Selatan, Indo Cina, dan pulau-pulau di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 160-400 juta kasus pertahun.1
Di Indonesia malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38000 kematian setiap tahun dan diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria.1
2.4. Transmisi
Malaria ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi malaria, atau melalui inokulasi langsung dari sel darah yang terinfeksi.13 Seperti melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi, dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya, dan dari transplantasi organ.2
(23)
2.5. Siklus Hidup Plasmodium falciparum
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles.
2.5.1. Siklus hidup pada manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar air liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama kurang lebih ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10 000-30 000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu.15-17
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.15 Siklus eritrositer ini menyebabkan timbulnya gejala malaria.16,17
(24)
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
2.5.2.Siklus hidup pada nyamuk Anopheles betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit,15 dan bermigrasi ke kelenjar air liur nyamuk.1 Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.1,15 Siklus hidup malaria dapat dilihat pada gambar 2.1.
(25)
Gambar 2.1. Siklus hidup malaria17
2.6. Diagnosis Malaria Falsiparum
Pada daerah endemis malaria, biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis. Tetapi walaupun di daerah bukan endemis malaria, diagnosis banding malaria harus dipikirkan pada riwayat
(26)
splenomegali dan anemia. Diagnosis malaria merupakan hasil pertimbangan klinis dan tidak selalu disertai hasil laboratorium karena beberapa kendala pada pemeriksaan laboratorium.1 Anak dengan keluhan demam atau gejala sistemik yang tidak diketahui penyebabnya dan ada riwayat perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dalam setahun terakhir dapat didiagnosis menderita malaria sampai terbukti.2
2.6.1. Manifestasi klinis malaria falsiparum tanpa komplikasi
Manifestasi klinis malaria tergantung status imunitas pejamu dan spesies malaria yang menginfeksi. Secara umum, infeksi P.falciparum lebih berat dan lebih jelas gejala klinisnya dibandingkan infeksi spesies Plasmodium lainnya.16 Pada anak dan dewasa seringkali gejala bersifat asimtomatik selama fase awal, yaitu pada masa inkubasi infeksi malaria. Masa inkubasi P.falsiparum berlangsung dalam 9-14 hari, dimana masa ini dapat lebih lama pada pasien dengan imunitas parsial. Gejala prodromal berlangsung selama 2-3 hari sebelum parasit dijumpai dalam darah. Gejala prodromal berupa sakit kepala, mudah lelah, anoreksia, myalgia, demam, nyeri dada, nyeri sendi dan sakit perut.2
Gambaran klinis malaria berupa demam yang paroksismal yang merupakan gejala khas dari malaria. Demam paroksismal bersamaan dengan pecahnya skizon dan lepasnya merozoit dari eritrosit yang berlangsung setiap 48 jam pada malaria vivax dan falsifarum.13,16 Gejala
(27)
paroksismal ini ditandai dengan adanya periode menggigil hebat, diikuti dengan demam tinggi yang dapat mencetuskan kejang demam; lalu berkeringat banyak yang diikuti dengan turunnya suhu tubuh.16 Pada pemeriksaan fisik biasanya dijumpai hepatosplenomegali dan pucat. Dapat pula dijumpai takikardia. Ikterik berhubungan dengan hiperparasitemia.13 Pada anak usia < 2 bulan gejala malaria sangat bervariasi dari mulai demam yang tidak terlalu tinggi sampai demam > 40°C disertai sakit kepala, mengantuk, anoreksia, mual, muntah, diare, pucat, sianosis, splenomegali, hepatomegali, anemia, trombositopeni, leukosit yang menurun atau normal.2,13,16
2.6.2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan baku emas dalam menegakkan diagnosis malaria yaitu pemeriksaan apusan darah,13 baik apusan darah tebal maupun tipis dengan pewarnaan Giemsa.16 Pemeriksaan ini untuk menentukan : ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif); spesies dan stadium Plasmodium; dan kepadatan parasit.15
Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit sampai eritrosit yang matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik apusan maupun tetes tebal terutama dijumpai parasit muda
(28)
Bentuk seksual/gametosit muncul dalam waktu 1 minggu dan dapat bertahan sampai beberapa bulan setelah sembuh. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan tipis, gametositnya berbentuk pisang dan terdapat bintik Maurer pada sel darah merah. Pada sediaan darah tebal dapat dijumpai gametosit bentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa (star in the sky), terdapat balon merah di sisi luar gametosit.1
Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah Indirect Fluorescent Antibody test (IFA), Indirect Hemaglutination test (IHA) dan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA). Kegunaan tes serologis untuk diagnosis malaria akut sangat terbatas, karena baru akan positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. Jadi sampai saat ini tes serologi merupakan cara terbaik untuk studi epidemiologi.1
Teknik diagnostik lainnya adalah pemeriksaan Quantitative Buffy Coat (QBC), dengan menggunakan tabung kapiler dan pulasan jingga akridin kemudian diperiksa di bawah mikroskop fluoresens. Teknik mutakhir lainnya dengan menggunakan pelacak DNA probe untuk mendeteksi antigen. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu Malaquick test dan Parasight F.1
Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronis. Anemia ini disebabkan kerusakan eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan
(29)
terjadinya hemolisis oleh proses imunologis. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromatosis dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa. Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya enzim transaminase, kadar glukosa dan alkali fosfatase menurun.1,16
2.7. Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi
Pemilihan obat antimalaria berdasarkan atas spesies Plasmodium yang menginfeksi, kemungkinan terjadinya resistensi obat, dan keparahan penyakit.11 Obat antimalaria bekerja pada stadium yang berbeda dalam siklus hidup parasit. Obat skizontosid darah menyerang parasit dalam eritrosit, mencegah atau menghilangkan gejala klinis. Obat gametosid menghancurkan bentuk seksual pada manusia, menurunkan transmisi. Obat skizontosid jaringan bekerja pada fase awal perkembangan parasit di hati, sebelum lepasnya merozoit ke dalam darah. Obat hipnozoitosid membunuh hipnozoit yang bersifat dormant di hati, mencegah relaps. Obat sporontosid menginhibisi perkembangan ookista di tubuh nyamuk, menurunkan transmisi malaria.18
(30)
Oleh karena itu, World Health Organization merekomendasikan suatu kebijakan terapi bagi negara-negara yang telah didapati kasus P.falciparum resisten terhadap antimalaria monoterapi, seperti klorokuin, amodiakuin, atau sulfadoksin/pirimetamin, berupa terapi kombinasi yang mengandung derivat artemisinin atau yang disebut dengan Artemisinin-based Combination Therapies (ACT). Berikut ini merupakan beberapa ACT yang dapat dijadikan pilihan :
1. Artemeter + Lumefantrin 2. Artesunate + Amodiakuin
3. Artesunate + Sulfadoksin-Pirimetamin (pada daerah yang efikasi Sulfadoksin-Pirimetamin masih tinggi)
4. Artesunate + Meflokuin (pada daerah dengan transmisi rendah) 5. Amodiakuin + Sulfadoksin-Pirimetamin (pada daerah yang efikasi
kedua obat masih tinggi) 21
Selain itu WHO juga merekomendasikan pengobatan untuk daerah yang terbukti resistensi klorokuin dengan memberikan kombinasi berikut:
1. Kinin + Tetrasiklin 2. Kinin + Doksisiklin
(31)
2.7.1. Kinin
Kinin adalah suatu derivat alkaloid dari kulit pohon Cinchona. Ada 4 alkaloid antimalaria yang dapat diturunkan dari kulit pohon ini, yaitu : kinin, kuinidin, kinkonin dan kinkinidin. Kinin merupakan bentuk L-stereoisomer dari kuinidin.21 Rumus bangun kinin dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Struktur kimia kinin10 Farmakokinetik
Kinin diabsorbsi baik jika diberikan secara oral maupun intramuskular. Absorbsi secara oral terutama terjadi di usus halus dan mencapai 80%, walaupun pada pasien diare. Setelah pemberian secara oral, kadar kinin dalam plasma mencapai maksimum dalam waktu 3-8 jam dan, kemudian didistribusikan keseluruh tubuh. Farmakokinetik kinin dapat berubah sesuai dengan keparahan infeksi malaria.22 Waktu paruh obat pada orang sehat mencapai 11 jam, penderita malaria tanpa komplikasi mencapai 16 jam dan 18 jam pada penderita malaria berat.23
(32)
Alkaloid kinkona dieksresikan terutama melalui urin dalam bentuk metabolit hidroksi, dan sebagian kecil melalui tinja, getah lambung, empedu dan air liur. Ekskresi lengkap terjadi dalam 24 jam. Ekskresi dalam urin yang asam 2 kali lebih cepat dibandingkan dalam urin alkali.24
Farmakodinamik
Kinin beraksi terutama melawan parasit malaria bentuk eritrositik aseksual dan memiliki efek minimal terhadap parasit di hepar.22 Seperti antimalaria lainnya, kinin juga membunuh bentuk seksual P.vivax, P.malariae dan P. ovale, namun tidak membunuh bentuk gametosit dewasa P.falciparum. Kinin juga tidak membunuh parasit malaria bentuk pre eritrositik. Mekanisme aksi kinin sebagai antimalaria yaitu melalui inhibisi detoksifikasi haem parasit dalam vakuola makanan, namun mekanismenya tidak jelas diketahui.10
Pemberian kinin secara oral untuk mempertahankan konsentrasi terapeutik diberikan selama 5-7 hari. Terutama untuk pengobatan malaria falsiparum resisten banyak obat, skizontosidal kerja lambat, seperti sulfonamid atau tetrasiklin, dapat diberikan bersamaan untuk meningkatkan efikasi kinin.22
(33)
2.7.2. Doksisiklin
Doksisiklin adalah turunan dari tetrasiklin yang mempunyai aktifitas yang hampir sama. Perbedaannya dimana doksisiklin diabsorbsi lebih baik dan mempunyai waktu paruh yang lama. Rumus bangun doksisiklin dapat dilihat pada gambar 2.3
Gambar 2.3. Struktur Kimia Doksisiklin. 10
Farmakokinetik
Doksisiklin diabsorbsi sempurna melalui saluran cerna dan tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Konsentrasi puncak plasma terjadi 2 jam setelah pemberian, 80-95% berikatan dengan protein dan mempunyai waktu paruh 10-24 jam. Distribusinya keseluruh jaringan tubuh dan cairan kecuali cairan serebrospinal. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal, 40% doksisiklin diekskresikan keluar melalui urin. Akan tetapi kebanyakan diekskresikan melalui feses.10,12,25
(34)
Farmakodinamik
Doksisiklin bersifat bakteriostatik. Dimana bersifat menginhibisi síntesis protein dengan berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.10,12,25 Doksisiklin dapat digunakan sebagai profilaxis malaria di daerah yang resisten terhadap klorokuin dan atau sulfadoksin pirimetamin.10,12
2.7.3. Klindamisin
Klindamisin (7-chloro-lincomycin) merupakan derivat semisintetik dari linkomisin dan diperkenalkan pada tahun 1960-an sebagai suatu antibiotik.17 Rumus bangun klindamisin (gambar 2.4.) mirip dengan linkomisin. Perbedaannya hanya pada 1 gugus hidroksil pada linkomisin yang diganti dengan atom Cl.26
(35)
Farmakokinetik
Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberian oral. Adanya makanan dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Setelah pemberian dosis oral 150 mg tercapai kadar puncak plasma 2-3 mcg/mL dalam waktu 1 jam, dengan waktu paruh 2,7 jam.
Klindamisin didistribusikan dengan baik ke berbagai cairan tubuh, jaringan dan tulang, kecuali ke cairan serebrospinal. Sebanyak 90% klindamisin dalam serum terikat dengan albumin. Hanya 10% klindamisin diekskresikan dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan empedu.26
Farmakodinamik
Penelitian sejak 1970-an sampai dengan 1980-an telah menunjukkan efikasi, keamanan dan kepraktisan klindamisin sebagai terapi malaria falsiparum.17 In vitro, klindamisin dan ketiga metabolitnya memiliki efek inhibisi yang kuat terhadap P.falciparum. Obat ini berakumulasi di parasit.27 Klindamisin merupakan obat yang bekerja lambat, ditoleransi dengan baik dengan efek samping yang minimal. Efek samping yang
(36)
2.8. Kerangka Konseptual
: yang diamati dalam penelitian
Gambar 2.5. Kerangka konseptual
Lini Pertama : WHO: artesunate-amodiakuin
vivax ovale malariae
- bentuk cincin - gametosit
- Quantitative buffy coat method - PCR
- Malaquick test - Parasight F
Berat Tanpa komplikasi
Pengobatan Resistensi ↑ (klorokuin)
Alternatif : - artesunate - klindamisin - kinin-azitromisin
Parasitemia H-0, 2, 7, 28 MALARIA
- Apusan darah tepi
Efek samping Efikasi
- kinin-doksisiklin - kinin-klindamisin
P. falciparum
Efek samping Efikasi
(37)
BAB 3.METODELOGI PENELITIAN
3.1. Desain
Penelitian ini bersifat uji klinis acak terbuka, untuk membandingkan kesembuhan kombinasi doksisiklin (KD) dengan kombinasi kinin-klindamisin (KK) sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi.
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum di Kecamatan Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba, Adian Jior, Gunung Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae, Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara pada bulan Juli hingga Agustus 2007.
3.3. Populasi Penelitian
Populasi target adalah anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum yang berusia 5 sampai 18 tahun yang menderita malaria. Populasi terjangkau adalah anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum yang berusia 8 sampai 18 tahun yang menderita malaria falsiparum di 7 sekolah Kabupaten Mandailing Natal. Sampel adalah populasi terjangkau
(38)
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi, yaitu sebagai berikut: 28
( zα√2PQ + zβ√ P1Q1 + P2Q2 )2
n1=n2=
( P1 – P2 )2
n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II P1 = proporsi sembuh untuk kelompok I
P2 = proporsi sembuh untuk kelompok II P = proporsi = ½ (P1+P2)
Q= 1-P
Pada penelitian ini ditetapkan α = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) dan β = 0,2 (power 80%). Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,08 maka: P1 = 0,88 dan P2 = 0,98
P = ½ (0,88 + 0,98) = 0,93 Q = 1-0,93 = 0,07
Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel untuk masing-masing kelompok adalah 123 orang.
(39)
3.5. Kriteria Penelitian 3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Penderita malaria berusia antara 8 sampai 18 tahun yang bersedia mengikuti penelitian
2. Dijumpai P. falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi 3. Tidak mendapat obat anti malaria dalam satu bulan terakhir 4. Subjek penelitian tinggal di lokasi penelitian
3.5.2. Kriteria eksklusi
1. Tidak dapat mengikuti penelitian sampai akhir 2. Penderita malaria berat
3. Tidak teratur atau menolak minum obat
4. Dijumpai infeksi gabungan (mixed infection) dengan Plasmodium lainnya.
3.6. Persetujuan/Informed Consent
Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang dialami, pengobatan yang diberikan dan efek samping pengobatan.
(40)
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian
Pemeriksaan apusan darah tepi tipis dan tebal dilakukan pada siswa yang berusia 8 sampai 18 tahun yang diduga menderita malaria, yang sebelumnya telah dilakukan pengisian lembar PSP, melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan apusan darah tepi diwarnai dengan pewarnaan giemsa sesuai prosedur dan dibaca oleh tenaga laboratorium yang terlatih. Bila ditemukan P. falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi, maka anak tersebut dimasukkan dalam sampel kemudian dihitung jumlah parasit. Parasit aseksual dihitung dalam 200 sel darah putih.
Sampel yang memenuhi kriteria kemudian dibagi menjadi dua kelompok secara acak sederhana (berdasarkan no urutan daftar sampel). Kedua kelompok sampel diberikan pengobatan dengan dosis sesuai yang tertera dalam Tabel 3.1. Semua obat anti malaria diberikan sesudah makan. Jika anak muntah dalam 15 menit setelah pemberian obat, dosis yang sama diberikan kembali.
(41)
Tabel 3.1. Dosis obat pada kedua kelompok sampel penelitian Hari
Kelompok Jenis Obat
1 2 3 4 5 6 7
Kinin 10 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis
5 mg/kgbb/ hari terbagi 3 dosis I. KD
Doksisiklin 2 mg/kgbb/hari sekali sehari Kinin 10 mg/kgbb/hari
terbagi 3 dosis
5 mg/kgbb/ hari terbagi 3 dosis II. KK
Klindamisin 10 mg/kgbb/hari terbagi 2 dosis
Semua obat dimasukkan dalam sediaan kapsul yang sama bentuk dan warnanya. Selama penelitian dilakukan pencatatan rutin tanda dan gejala malaria, riwayat penggunaan obat-obatan yang lain selain malaria serta efek samping pengobatan. Pemeriksaan fisik dan apusan darah tepi ulangan dilakukan pada hari ke-2,7 dan 28.Berat badan ditimbang dengan menggunakan timbangan merek Camry (sensitivitas 0,1 kg). Penimbangan dilakukan tanpa mengenakan sepatu dan pakaian seminal mungkin.
(42)
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Jenis obat nominal
Variabel tergantung Skala
Parasitemia ordinal
Pusing nominal
Tinitus nominal
Muntah nominal
3.10. Definisi Operasional
1. Infeksi malaria falsiparum ditetapkan apabila di dalam pemeriksaan apusan darah tepi dijumpai P. falciparum.
2. Dikatakan sembuh bila dalam pemeriksaan apusan darah tepi penderita tidak ditemukan lagi parasit malaria.
3. Malaria falsiparum tanpa komplikasi adalah malaria yang tidak disertai dengan komplikasi apapun, seperti malaria serebral dengan kesadaran menurun, anemia berat (hemoglobin ≤ 5 g/dl), dehidrasi, gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit, hipoglikemia berat, gagal ginjal, edema paru akut, kegagalan sirkulasi, kecenderungan terjadinya perdarahan, hiperpireksia, hemoglobinuria, ikterus dan hiperparasitemia.
(43)
4. Efikasi adalah sejauh mana intervensi tertentu (obat) memberikan hasil yang menguntungkan pada keadaan ideal.
5. Parasitemia adalah jumlah kuantitatif parasit yang ditemukan dalam darah. Pemeriksaan dilakukan dengan apusan darah tepi diwarnai dengan pewarnaan giemsa sesuai prosedur. Pemeriksaan dengan mikroskop pada hari 0, 2, 7 dan 28. Parasit aseksual (gametosit berbentuk sabit) dihitung dalam 200 sel darah putih.
6. Rekrudensi adalah demam yang timbul kembali dalam kurun waktu delapan minggu sesudah serangan pertama hilang. Hal ini akibat kembali meningkatnya jumlah parasit dalam darah.
3.11. Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 15 (SPSS Inc, Chicago). Analisis data untuk mengetahui perubahan hasil terapi pada kelompok sebelum dan sesudah pengobatan dengan Wilcoxon signed-rank test. Data karakteristik dan efek samping pengobatan dengan kai kuadrat. Dikatakan bermakna bila P < 0,05.
(44)
BAB 4. HASIL
Dari 300 orang anak yang menjadi sampel penelitian ini, di dapatkan 246 orang anak yang memenuhi kriteria inklusi yang kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara randomisasi; kelompok pertama terdiri 123 anak yang mendapatkan kombinasi KD dan kelompok kedua mendapatkan kombinasi KK. Semua anak dalam kedua kelompok menyelesaikan penelitian sampai akhir (Gambar 4.1).
Sampel masuk ke dalam penelitian (n=246)
Kinin-Klindamisin (n=123) Kinin-Doksisiklin
(n=123)
Dianalisis lengkap (n=123)
• Infeksi gabungan (n=1)
• Mendapat obat malaria 1 bulan terakhir (n=3) Dieksklusikan:
• Negatif (n=50)
Sampel penelitian (n=300)
Dianalisis lengkap (n=123)
(45)
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian
Karakteristik Kinin-Doksisiklin n (%)
Kinin-Klindamisin n (%) Umur (tahun)
8 - 15 > 15 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Pendidikan Orang Tua SD SLTP SLTA Sarjana 111 (89,4) 13 (10,6) 55 (44,7) 68 (55,3) 80 (65.0) 12 (9.8) 28 (22.8) 3 (2.4) 120 (97,6) 3 (2,4) 54 (43,9) 69 (56,1) 88 (71,5) 18 (14,6) 15 (12,2) 2 (1,6)
Distribusi dan karakteristik sampel ditunjukkan pada Tabel 4.1. Pada kedua kelompok sampel umumnya berumur 8-15 tahun (KD=89.4% dan KK=97,6%), sementara sampel berumur >15 tahun lebih banyak pada kelompok kombinasi KD (10.6%).
Pemeriksaan fisik awal dilakukan pada kedua kelompok untuk mencari gejala klinis, seperti demam, pucat, hepatomegali, splenomegali dan parasitemia. Pucat dijumpai pada kedua kelompok, yaitu 2 anak pada kelompok kombinasi KD dan 1 anak pada kelompok kombinasi KK. Splenomegali dijumpai pada 5 orang anak (4.1%) pada kelompok kombinasi KD dan 1 anak (0.8%) mengalami hepatomegali pada
(46)
kombinasi KK (Tabel 4.2). Setelah diberikan pengobatan, dilakukan penilaian efek samping obat pada kedua kelompok (Tabel 4.3).
Tabel 4.2. Penilaian gejala awal sebelum pemberian obat Gejala Awal Kinin-Doksisiklin
n (%)
Kinin-Klindamisin n (%) Demam
Pucat
Hepatomegali Splenomegali Parasitemia < 200 / μl 200 - 400 / μl 400 – 600 / μl 600 – 800 / μl
0 2 (1.6) 3 (2.4) 5 (4.1) 51 (41.5) 40 (32.5) 30 (24.4) 2 (1.6) 0 1 (0.8) 1 (0.8) 0 50 (40.7) 54 (43.9) 16 (13.0) 3 (2.4)
Tabel 4.3. Efek samping pemberian obat
Efek Samping
Kinin-Doksisiklin n (%)
Kinin-Klindamisin n (%)
P Sakit kepala Tinitus Muntah 21 (17.1) 40 (32.5) 18 (14.6) 4 (3.3) 1 (0.8) 0 0.000* 0.000* 0.000* *P < 0,05
Terdapat perbedaan bermakna pada pengamatan efek samping obat yaitu sakit kepala, tinitus pada kedua Kelompok (P < 0.05). Pada kelompok KK, muntah tidak dijumpai. Sementara kelompok yang mendapat kombinasi KD, ada 21 anak (17.1%) sakit kepala, 40 anak (32.5%) tinitus, 18 anak (14.6%) muntah.
(47)
Tabel 4.4. Perubahan parasitemia pada hari ke-2,7 dan 28
Pemeriksaan Darah Tepi
H0 H2 H7 H28
Kinin-Doksisiklin
Positif 123 (100%) 2 (1,62%) 0 0
Negatif 0 121(98,3%) 123(100%) 123(100%) Kinin-Klindamisin
Positif 123 (100%) 0 0 0
Negatif 0 123 (100%) 123(100%) 123(100%) Hasil uji Wilcoxon signed rank pada H0 dan H2 : P = 0,000 dan H2 dan H7: p = 0,157 pada kelompok KD.
Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap parasitemia pada hari ke-2 setelah pengobatan, namun masih ditemukan pada 2 orang anak (1.62%; P=0.157) pada kelompok KD. Sedangkan pada pengamatan hari ke-7 dan 28, parasitemia negatif pada kedua kelompok (Gambar 4.3). Hal ini menunjukkan tidak dijumpainya rekrudensi pada kedua kelompok.
(48)
Gambar 4.2. Perubahan parasitemia pada hari ke-2,7 dan 28
Parasitemia (%)
100 Kelompok I (kinin-klindamisin)
90 Kelompok II (kinin-doksisiklin)
80 70
60
50
40 30 20 10
D0 D2 D7 D28 Hari Pengamatan
(49)
BAB 5. PEMBAHASAN
Efikasi dan resistensi obat masih menjadi malasah dan tantangan terapetik terbesar dalam pengobatan malaria.29 Di Asia Tenggara resistensi obat antimalaria sekarang begitu menyebar sehingga pengobatan monoterapi tidak dapat digunakan lagi.5
Konsekuensi resistensi terhadap obat antimalaria sangat memprihatinkan, dimana saat obat antimalaria yang murah tidak efektif, namun terapi alternatif lain tersedia dengan harga mahal. Ketika obat yang tersedia tidak dapat menyembuhkan, maka morbiditas meningkat, bahkan pada kasus malaria tanpa komplikasi sekalipun. Mengkombinasikan obat dapat meningkatkan efikasi, menambah daya tahan dan menurunkan risiko resistensi. Sehingga dibutuhkan obat yang dapat menyembuhkan penderita tanpa memakan waktu lebih lama dari terapi standar yang ada.29 Pada studi ini, peneliti berkeinginan menemukan terapi alternatif kombinasi antimalaria jika terapi standar tidak tersedia dan terjangkau secara ekonomi oleh masyarakat.
Alasan sederhana mengkombinasikan antimalaria adalah untuk meningkatkan efikasi obat. Disampimg itu, kombinasi obat dapat mempersingkat lama pengobatan, meningkatkan kepatuhan dan
(50)
kesembuhan terhadap penyakit malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak dengan menggunakan obat kombinasi kinin-doksisiklin (KD) dan kinin-klindmisin (KK).
Alkaloid kinkona telah digunakan sebagai antimalaria selama lebih dari 300 tahun. Kinin, merupakan alkaloid kinkona dan masih efektif sebagai pengobatan malaria falsiparum yang resisten dan digunakan secara luas. Telah diketahui kina secara efektif dapat menurunkan parasitemia, tetapi diperlukan kombinasi dengan obat lain karena pengobatan dengan kina sendiri tidak dapat menghilangkan infeksi secara sempurna.25 Di daerah seperti Thailand dapat dijumpai strain resisten banyak obat yang tinggi, pemberian kombinasi kinin-tetrasiklin tujuh hari menjadi standard terapi. Dimana angka kesembuhan masih mencapai lebih dari 98% pada penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi.30,31
Klindamisin merupakan derivat antibiotik semisintetik golongan linkomisin.5 Onset aksinya yang lambat menjadikan klindamisin sebagai obat yang berbahaya jika digunakan sebagai monoterapi dimana dibutuhkan parasite clearance yang cepat, sehingga aman untuk anak.17 Klindamisin terbukti sangat efektif ketika digunakan minimal dalam 5 hari untuk pengobatan malaria falsiparum di Brazil, Filipina dan Gabon. Tetapi pemberian monoterapi klindamisin selama 3 hari tidak memberikan kesembuhan.32 Karena klindamisin adalah obat beronset aksi lambat sehingga klindamisin menjadi kandidat untuk kombinasi dengan obat
(51)
onset aksi cepat. Biasanya dikombinasikan dengan kinin, telah digunakan secara luas di Amerika Selatan dan telah terbukti efektif pada dewasa dan anak penderita malaria akut di Afrika.33,34. Untuk mengatasi malaria falsiparum tanpa komplikasi, beberapa penelitian mengenai pemberian kombinasi KK jangka pendek telah dilakukan di beberapa daerah endemik.33,34 Penelitian ini mengkombinasikan kinin oral dengan dosis 10 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 4 hari pertama dan dilanjutkan selama 3 hari dengan dosis 5 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis dikombinasikan dengan klindamisin menggunakan dosis 5 mg/kgBB dua kali sehari selama 3 hari pertama pada anak penderita malaria tanpa komplikasi. Hasilnya, angka kesembuhan mencapai 100% dan tidak dijumpai rekrudensi selama pemantauan 28 hari.
Kombinasi klindamisin 5 mg/kgBB dengan kinin merupakan pilihan yang baik untuk terapi malaria tanpa komplikasi di Afrika dan daerah dengan derajat resistensi yang masih rendah terhadap berbagai macam obat antimalaria. Pada daerah dimana banyak terdapat resistensi obat antimalaria, seperti Thailand, maka terapi diperpanjang 5-7 hari, namun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk hal ini.35
Penelitian di Thailand menemukan bahwa klindamisin merupakan obat alternatif yang efektif dan dapat ditoleransi dengan baik dibandingkan
(52)
adanya kegagalan pengobatan pada 60 pasien yang mendapat kombinasi kinin-klindamisin selama 7 hari. Dengan estimasi efikasi 100%.11
Penelitian di Prancis yang membandingkan pengobatan kinin-klindamisin selama 3 hari dengan pengobatan Kinin saja selama 7 hari terhadap penderita malaria falciparum yang pulang dari daerah tropis, mendapatkan angka kesembuhan 100% dari kelompok kinin saja 96.3%.36 Penelitian yang di Gabon mendapatkan 97% orang dewasa sembuh setelah pemberian kombinasi klorokuin-klindmaisin.37 Penelitian lain di Gabon bagian Barat menggunakan kombinasi kinin-klindmisin selama 3 hari pada anak, mendapati angka kesembuhan mencapai lebih dari 97% pada pengamatan hari ke-20.34
Di Asia Tenggara, Tetrasiklin biasanya dikombinasikan dengan kinin untuk mengobati malaria P. Falciparum. Namun, karena efek samping antibiotik ini, kombinasi ini biasanya tidak diberikan untuk anak dan wanita hamil.38 Doksisiklin, sintetik turunan tetrasiklin, kini dianggap sebagai obat pilihan untuk penyakit infeksi anak, termasuk malaria. Doksisiklin memiliki spektrum antimikroba mirip dengan tetrasiklin, namun memiliki bioavailabilitas yang lebih besar, waktu paruh yang panjang, dan profil efek samping yang lebih ringan.5,39 Doksisiklin dapat digunakan sebagai profilaksis untuk malaria falciparum di daerah dengan resistensi klorokuin dan / atau resistensi sulfadoksin-primetamin.39
(53)
Umumnya doksisiklin ditoleransi dengan baik pada anak. 39 Informasi tentang farmakokinetika doksisiklin yang dipublikasikan sangat terbatas, karena doksisiklin tidak dianjurkan untuk anak di bawah 8 tahun.40 Kombinasi dengan kinin untuk anak usia 8 tahun atau lebih adalah alternatif pilihan kombinasi obat dimana jika terjadi resistensi terhadap klorokuin. 9,39Dosis yang direkomendasikan untuk anak adalah 2 sampai 4 mg/kgBB/hari sampai 200 mg/hari diberikan sehari sekali atau setiap 12 jam.39,41
Dalam penelitian ini, diberikan kinin 10 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 4 hari dilanjutkan 5 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 3 hari yang dikombinasikan dengan doksisiklin 2 mg/KgBB/hari sekali sehari selama 7 hari. Doksisiklin diberikan dengan dosis minimal untuk mengurangi efek samping pada anak-anak.
Di Inggris, kombinasi KD efektif untuk pengobatan malaria tanpa komplikasi pada orang dewasa, sebagai salah satu dari 3 pilihan terapi utama untuk pengobatan malaria, meskipun doksisiklin direkomendasikan untuk anak > 12 tahun.41 Penelitian yang dilakukan pada 100 anak di Gabon menunjukkan bahwa kombinasi KD dapat mengurangi parasitemia setelah 7 hari perawatan.18 Penelitian lain membandingkan tiga obat (kina, kina-klindamisin, kina-doksisiklin) dilakukan di Gabon untuk orang dewasa
(54)
oleh monoterapi kina.32 Dalam penelitian ini, tingkat kesembuhan pengobatan dengan kombinasi KD hingga 100% untuk semua sampel yang memenuhi syarat, dan tidak ada rekrudensi pada tindak lanjut hari ke-28.
Dalam penelitian ini, kombinasi KK lebih baik ditoleransi daripada kombinasi KD. Beberapa pasien mengeluh mengalami sakit kepala, muntah dan tinnitus. Selama 28 hari pengamatan, 21 anak (17.1%, P= 0.000) menderita sakit kepala, 18 anak (14.6%, P= 0.000) muntah dan 40 anak (32.5%, P= 0.000) menderita tinnitus pada kelompok KD. Sementara kelompok kombinasi KK dijumpai 4 anak (3.3%, P = 0.000) menderita sakit kepala, 1 orang anak (8.0%, P= 0.00) menderita dari tinnitus dan tidak ada keluhan muntah.
Pemberian kinin secara teratur menyebabkan gejala kompleks yang dikenal sebagai cinchonism, dengan gejala ringan seperti tinnitus, sakit kepala, mual, sakit kepala termasuk muntah, diare, sakit perut dan vertigo parah.10,35 Pada doksisiklin, efek gastrointestinal lebih sedikit dari tetrasiklin, meskipun ulkus esofagus masih bisa menjadi masalah jika diberikan tanpa minum air yang cukup.10,21 Sementara efek samping klindamisin biasanya adalah diare. Tetapi tidak terjadi dalam pengamatan dalam penelitian ini.10
(55)
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan angka kesembuhan pada pada anak yang menerima kombinasi KD maupun kombinasi KK pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi, sehingga kombinasi kedua obat ini dapat dijadikan terapi alternatif. Tetapi Kelompok kombinasi KD memiliki toleransi kurang baik, dengan efek samping yang lebih jelas dibandingkan kombinasi KK.
6.2. Saran
Bagi pemerintah Kabupaten Mandailing Natal khususnya Dinas Kesehatan setempat, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai terapi alternatif jika terdapat kendala dalam penggunaan terapi standar pada anak penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi. Dan perlu diadakannya sosialisasi kepada petugas-petugas kesehatan di kecamatan setempat mengenai manfaat pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak dikarenakan masih tingginya resistensi terhadap klorokuin.
(56)
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Malaria. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatrik tropis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI; 2008. h.408-37
2. Krause PJ. Malaria (Plasmodium). Dalam: Behrman ER, Kliegman MR, Jonson BH, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h.1139-43
3. Weinberg A, Levin JM. Infections: parasitic & myotic. Dalam: Hay WW, Hayward RA, Levin MJ, Sondheimer JM, penyunting. Current pediatric diagnosis and treatment. Edisi ke 16. Boston: Mc graw hill; 2003. h.1213-23.
4. Common protozoal and helminthic infections. Dalam: Gupta P, Paul KV, penyunting. Essential pediatrics. Edisi ke -5. New delhi: Mehta; 2001.h.213-18.
5. Whitty CJ, Rowland M, Sanderson F, Mutabingwa TK. Science, medicine, and future: Malaria. BMJ. 2002; 325:1221-4.
6. Azlin E, Batubara I, Dalimunthe W, Siregar C, Lubis B, Lubis M, dkk. The effectiveness of chloroquine compared to fansidar in treating falciparum malaria. Paediatrica Indonesiana 2004;44:17-20
7. Miller RS, Wongsrichanalai C, Buathong N, McDaniel P, Walsh DS, Knirsh, dkk. Effective treatment of uncomplicated plasmodium falciparum malaria with azithromycin-quinine combinations: A randomized, dose-ranging study. Am.J.Trop.Med.Hyg.2006;74(3): 401-6
8. Ohrt C, Willingmyre GD, Lee P, Knirsch C, Milhous W. Assessment of azithromycin in combination with other antimalarial drugs against
(57)
plasmodium falciparum in vitro. Antimicrob agents chemother. 2002; 46(8): 2518-24
9. Stauffer W, Fischer RP. Diagnosis and treatment of malaria in children. Clinical Infectious Diseases. 2003; 37: 1340-48.
10. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. Guidelines for the treatment of malaria. Geneva: WHO; 2006: 108-15
11. Pukrittayakamee S, Wanwimolruk S, Stepniewska K, Jantra A, Huyakorn S, Looareesuwan S, et al. Quinine pharmacokinetic-pharmacodynamic relationships in uncomplicated falciparum malaria. Antimicrob Agents Chemother 2003; 47:3458-63
12. Williams DN, Hermans PE. Tetracyclines and Lincosamide. Dalam: Peterson PK, Verhoef J, Penyunting. The Antimicrobial Agents Annual/1. Amsterdam: Elsevier; 1986. h. 103-12 & 188-95
13. Taylor TE, Strickland GT. Malaria. Dalam: Strickland GT, penyunting. Hunter’s tropical medicine and emerging infectious disease. Edisi ke-8. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2000. h. 614-43
14. Krogstad DJ. Plasmodium species (malaria). Dalam: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, penyunting. Mandell, douglas, and bennett’s principles and practice of infectious diseases. Edisi ke-5. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2000. h. 2817-31
15. Ditjen pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan departemen kesehatan RI. Pedoman tatalaksana kasus malaria di Indonesia: gebrak malaria. Jakarta: Bakti Husada; 2005. h. 1-38
16. Wilson CM. Plasmodium species (malaria). Dalam: Long SS, Pickering LK, Prober CG, penyunting. Principles and practice of pediatric infectious disease. Edisi ke-2. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2003. h. 1295-1301
(58)
18. World Health Organization. Roll back malaria partnership. Malaria treatment. Geneva: WHO; 2004
19. Baird JK. Drug therapy: effectiveness of antimalarial drugs. N Engl J Med. 2005; 352(15):1565-77
20. White NJ. Antimalarial drug resistance. JCI. 2004; 113(8):1084-92 21. Bosman A, Olumese P. Current trends in malaria treatment:
artemisinin-based combination therapy. WHO. 2004; 112:h.1-2
22. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton I. Goodman & gilman’s: manual of pharmacology and therapeutics. Edisi ke - 11. New York: McGraw Hill; 2008. h.661-94
23. White NJ. Quinine pharmacokinetics and toxicity in cerebral and uncomplicated falciparum malaria. Am J Med. 1982; 73:564-72
24. Sukarban S, Zunilda SB. Obat malaria. Dalam:. Sulistia GG, Setiabudi R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, penyunting. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Gaya Baru; 1995. h. 545-59
25. Chambers HF. Chlorampenicol, Tetracycline, Macrolides, Clindamycin and Streptomycins. Dalam: Katzung BG, penyunting. Basic and Clinical pharmacologi. edisi ke-7. New York: Mc Graw Hill; 1998. h.743-850
26. Setiabudy R. Antimikroba lain. Dalam:. Sulistia GG, Setiabudi R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, penyunting. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Gaya Baru; 1995. h. 675-85
27. Ramhater M, Noedl H, Winkler H, Graninger W, Wernsdorfer H, Kremsner PG, et al. In vitro activity and interaction of clindamycin combined with dihydroartemisinin against Plasmodium falciparum. Antimicrob Agents Chemother. 2003; 47(11):3494-99
28. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanti SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S.
(59)
Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2002. h. 259-86
29. Kremsner PG, Krishna S. Antimalarial combinations. Lancet. 2004; 364:285-94
30. Looareesuwan S, Vanijanonta S, Viravan C, Wilairatana P, Charoenlarp P, Lasserre R, et al. Randomised trial of mefloquinine-tetracycline and quinine-mefloquinine-tetracycline for acute uncomplicated falciparum malaria. Acta Tropica1994; 57(1):47-53
31. Nontprasert A, Pukrittayakamee S, Kyle DE, Vanijanonta S, White NJ. Antimalarial activity and interactions between quinine, dihydroquinine, and 3-hydroxyquinine against P.falciparum in vitro. Trans R Soc Trop Med Hyg 1996; 90:553-5
32. Wolfram M, Benjamin M, Wolfgang G, at al. High Efficacy of Short-Term Quinine-Antibiotic Combination for treating Adult Malaria Patients in an area in Which Malaria is Hyperendemic. American Society for Microbiology, Januari 1995 ; 39 (1): 245-46
33. Kremsner PG, Winkler S, Brandts C, Neifer S, Bienzle U, Graninger W. Clindamycin in combination with chloroquine or quinine is an effective therapy for uncomplicated Plasmodium falciparum malaria in children from Gabon. J Infect Dis 1994; 169:467-70
34. Vaillant M, Luty MA, Tshopamba P, Lekoulu F, Mayombo J, Georges AJ, et al. Therapeutic efficacy of clindamycin in combination with quinine for treating uncomplicated malaria in a village dispensary in Gabon. Trop Med Int Health 1997; 2:917-9
35. Lell B, Kremsner PG. Clindamycin as an antimalarial drug: review of clinical trials. Antimicrob Agents Chemother. 2002; 46:2315-20
(60)
Malaria Imported from the Tropics. Antimicrob Agents Chemother.2001 ; 45 (3): 932 - 35
37. Kremsner PG, Wildling E, Jenne L, Graninger W, Biennzle U. Comparison of micronized halofantrine with chloroquine-antibiotic combinations for treating Plasmodium falciparum malaria in adults from Gabon. Am. J. Trop. Med. Hyg. 1994; 50:790-5
38. Kremsner PG, Radloff P, Metzger W, Wildling E, Mordmuller B, Philipps J dkk. Quinine plus Clindamycin Improves Chemotherapy of severe Malaria in Children. Antimicrob Agents Chemother. 1995; 39(70: 1603-05
39. Buck ML. Doxycycline for Pediatric Infections. Pediatric Pharmacotherapy. 2003; 9(10): 1-4
40. Newton NP, Chaulet FJ, Brockman A, Wirongrong C, Dondrop A, Ruangveerayuth R dkk. Pharmanokinetics of Oral Doxycycline during Combination Treatment of Severe Falciparum Malaria. Antimicrob Agents Chemother. 2005; 49 (4): 1622-25
41. Lallo DG, Shingadia D, Pasvol G, Chiodini PL, Whitty CJ, Beeching NJ dkk. UK Malaria treatment guidelines. J.Inf. 2007; 54: 111-21
(61)
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
Dengan ini saya / orang tua dari :
Nama : ... Jenis kelamin: LK / PR
Umur : ...Tahun ...Bulan Alamat : ...
Desa ...Kecamatan ...
Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul ‘Kombinasi kinin-doksisiklin dibandingkan dengan kinin-klindamisin sebagai pengobatan malaria falsiparum pada anak.’
Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya risiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengijinkan dengan rela saya / anak saya menjadi subjek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.
Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.
Panyabungan, ...2007 Yang membuat pernyataan
(...)
Saksi :
(62)
Lampiran 2
LEMBAR PENJELASAN
Penjelasan kepada orang tua subyek diberikan secara lisan dan dilakukan anamnesis / wawancara dengan keterangan sebagai berikut:
” Bapak/Ibu, pertama saya akan menjelaskan tentang penyakit malaria. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan melalui nyamuk anopheles. Malaria seringkali diawali oleh demam, menggigil, berkeringat, pucat, dan gejala lainnya. Malaria sering diderita oleh penduduk di daerah endemis malaria seperti daerah bapak/ibu. Anak-anak juga dapat terjangkit malaria seperti orang dewasa, namun gejala yang ditimbulkan biasanya lebih berat dan sering menyebabkan ketidakhadiran anak di sekolah, serta mengganggu kegiatan dan perilaku anak di rumah sehari-hari. Bapak/ibu, setelah saya dapat mengetahui anak bapak/ibu menderita malaria dari pemeriksaan darah tepi, dengan persetujuan / kesediaan bapak/ibu akan kami beri obat yang dapat memusnahkan parasit malaria di dalam tubuhnya, sehingga kita harapkan anak bapak/ibu dapat melakukan kegiatan di sekolah dan di rumah dengan baik tanpa ada gangguan akibat malaria. Anak bapak/ibu akan saya beri dua jenis obat. Obat pertama dan kedua ada 2 jenis obat. Obat pertama diminum 7 hari dan pada hari ke-5 akan ditambahkan dengan obat lain yang diminum selama 3 hari. Obat kedua diberikan dua jenis obat, obat pertama diberikan selama 7 hari dan obat kedua diberikan selama 3 hari. Saya akan melakukan pemantauan jumlah parasit malaria dari pemeriksaan darah tepi anak bapak/ibu pada hari 2, 7 dan 28 setelah meminum obat untuk melihat kesembuhan. Dan saya akan mengambil data yang berhubungan dengan pemberian obat yang kami berikan dengan kesembuhan anak bapak/ibu dari malaria.”
(63)
Demikian penjelasan yang dapat saya sampaikan kepada orang tua pasien agar mengerti tindakan apa yang akan dilakukan dan apa manfaatnya.
Medan, 2007 Peneliti,
(64)
Lampiran 3
LEMBAR KUESIONER
KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA
FALCIPARUM PADA ANAK
Nomor urut pemeriksaan : ...
Puskesmas : ……….
Desa : ... Kecamatan : ... Tanggal : ... Pewawancara : ...
Nama lengkap : ... Jenis kelamin : LK / PR
Umur : ...Tahun ...Bulan Anak ke : ... dari...bersaudara Sekolah / kelas : ... Alamat : Desa ...Kecamatan
... Pekerjaan orang tua ( ) Petani
( ) Wiraswasta ( ) Pegawai Negeri
( ) Lain-lain ... Penghasilan orangtua : Rp.../bulan Tingkat pendidikan / orangtua : AYAH IBU
( ) ( ) Tidak sekolah ( ) ( ) Sekolah Dasar ( ) ( ) SLTP
( ) ( ) SLTA ( ) ( ) Perguruan Tinggi
Apakah ada makan obat anti malaria dalam 1 bulan terakhir ? ( ) Ya
(65)
KELUHAN PENDERITA
NO KELUHAN H0 H2 H7 H28
1 Demam
2 Pusing
3 Menggigil
4 Pusing
5 Mual
6 Nyeri epigastrium
7 Muntah
8 Mencret
9 Pucat
(66)
PEMERIKSAAN FISIK / LABORATORIUM
NO VARIABEL H0 H2 H7 H28
1 Berat Badan
2 Tinggi Badan
3 Frekuensi Jantung 4 Frekuensi
Pernafasan 5 Suhu Tubuh
6 Hepar ... cm bac kanan
... cm bac kanan
7 Limpa Schuffner... ... Hacket... ...
Schuffner.. ... Hacket... ...
8 Plasmodium falciparum 9 Parasitemia
(67)
Lampiran 4
(68)
Lampiran 5
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : dr. Ditho Athos P. Daulay Tanggal lahir : 4 Maret 1978
Tempat lahir : Medan
NIP : -
Alamat : Jl. Dr. Mansyur Dalam no. 51A, Medan Pendidikan
1. Sekolah Dasar di Yayasan Ani Idrus Medan (kelas 1 s/d 3) 2. Sekolah Dasar di SD Negeri 142431 P. Sidimpuan,tamat 1987 3. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 14243, tamat 1991 4. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1, tamat tahun 1994 5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, tamat
tahun 2003 Riwayat Pekerjaan : - Pendidikan Spesialis
1. Adaptasi di BIKA FK. USU : 01-04-2005 s/d 30-06-2005 2. Pendidikan Tahap I : 01-07-2005 s/d 30-06-2006 3. Pendidikan Tahap II : 01-07-2006 s/d 30-06-2007 4. Pendidikan Tahap III : 01-07-2007 s/d 30-06-2008 5. Pendidikan Tahap IV : 01-07-2008 s/d 30-06-2009 6. Penelitian : Juli sampai Agustus 2007
(69)
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
Dengan ini saya / orang tua dari :
Nama : ... Jenis kelamin: LK / PR
Umur : ...Tahun ...Bulan Alamat : ...
Desa ...Kecamatan ...
Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul ‘Kombinasi kinin-azitromisin dibandingkan dengan kinin-klindamisin pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.’
Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya risiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengijinkan dengan rela saya / anak saya menjadi subjek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.
Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.
Panyabungan, ...2007 Yang membuat pernyataan
(...)
Saksi :
(70)
Lampiran 2
LEMBAR PENJELASAN
Penjelasan kepada orang tua subyek diberikan secara lisan dan dilakukan anamnesis / wawancara dengan keterangan sebagai berikut:
” Bapak/Ibu, pertama saya akan menjelaskan tentang penyakit malaria. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan melalui nyamuk anopheles. Malaria seringkali diawali oleh demam, menggigil, berkeringat, pucat, dan gejala lainnya. Malaria sering diderita oleh penduduk di daerah endemis malaria seperti daerah bapak/ibu. Anak-anak juga dapat terjangkit malaria seperti orang dewasa, namun gejala yang ditimbulkan biasanya lebih berat dan sering menyebabkan ketidakhadiran anak di sekolah, serta mengganggu kegiatan dan perilaku anak di rumah sehari-hari. Bapak/ibu, setelah saya dapat mengetahui anak bapak/ibu menderita malaria dari pemeriksaan darah tepi, dengan persetujuan / kesediaan bapak/ibu akan kami beri obat yang dapat memusnahkan parasit malaria di dalam tubuhnya, sehingga kita harapkan anak bapak/ibu dapat melakukan kegiatan di sekolah dan di rumah dengan baik tanpa ada gangguan akibat malaria. Anak bapak/ibu akan saya beri dua jenis obat. Obat pertama dan kedua ada 2 jenis obat. Obat pertama diminum 7 hari dan pada hari ke-5 akan ditambahkan dengan obat lain yang diminum selama 3 hari. Obat kedua diberikan dua jenis obat, obat pertama diberikan selama 7 hari dan obat kedua diberikan selama 3 hari. Saya akan melakukan pemantauan jumlah parasit malaria dari pemeriksaan darah tepi anak bapak/ibu pada hari 2, 7 dan 28 setelah meminum obat untuk melihat kesembuhan. Dan saya akan mengambil data yang berhubungan dengan pemberian obat yang kami berikan dengan kesembuhan anak bapak/ibu dari malaria.”
(71)
Demikian penjelasan yang dapat saya sampaikan kepada orang tua pasien agar mengerti tindakan apa yang akan dilakukan dan apa manfaatnya.
Medan, 2007 Peneliti,
(72)
Lampiran 3
LEMBAR KUESIONER
KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA
FALCIPARUM PADA ANAK
Nomor urut pemeriksaan : ...
Puskesmas : ……….
Desa : ... Kecamatan : ... Tanggal : ... Pewawancara : ...
Nama lengkap : ... Jenis kelamin : LK / PR
Umur : ...Tahun ...Bulan Anak ke : ... dari...bersaudara Sekolah / kelas : ... Alamat : Desa ...Kecamatan
... Pekerjaan orang tua ( ) Petani
( ) Wiraswasta ( ) Pegawai Negeri
( ) Lain-lain ... Penghasilan orangtua : Rp.../bulan Tingkat pendidikan / orangtua : AYAH IBU
( ) ( ) Tidak sekolah ( ) ( ) Sekolah Dasar ( ) ( ) SLTP
( ) ( ) SLTA ( ) ( ) Perguruan Tinggi
Apakah ada makan obat anti malaria dalam 1 bulan terakhir ? ( ) Ya
(73)
KELUHAN PENDERITA
NO KELUHAN H0 H2 H7 H28
1 Demam
2 Pusing
3 Menggigil
4 Pusing
5 Mual
6 Nyeri epigastrium
7 Muntah
8 Mencret
9 Pucat
(74)
PEMERIKSAAN FISIK / LABORATORIUM
NO VARIABEL H0 H2 H7 H28
1 Berat Badan
2 Tinggi Badan
3 Frekuensi Jantung 4 Frekuensi
Pernafasan 5 Suhu Tubuh
6 Hepar ... cm bac kanan
... cm bac kanan
7 Limpa Schuffner... ... Hacket... ...
Schuffner.. ... Hacket... ...
8 Plasmodium falciparum 9 Parasitemia
(75)
Lampiran 4
(76)
Lampiran 5
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : dr. Ditho Athos P. Daulay Tanggal lahir : 4 Maret 1978
Tempat lahir : Medan
NIP : -
Alamat : Jl. Dr. Mansyur Dalam no. 51A, Medan Pendidikan
1. Sekolah Dasar di Yayasan Ani Idrus Medan 2. Sekolah Dasar di SD Negeri 142431 P. Sidimpuan
3. Sekolah Menegah Pertama di SMA Negeri 1 tamat tahun 1994 4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, tamat
tahun 2003 Riwayat Pekerjaan : - Pendidikan Spesialis
1. Adaptasi di BIKA FK. USU : 01-07-2004 s/d 30-12-2004 2. Pendidikan Tahap I : 01-01-2005 s/d 30-12-2005 3. Pendidikan Tahap II : 01-01-2006 s/d 30-12-2006 4. Pendidikan Tahap III : 01-01-2007 s/d 30-12-2007 5. Pendidikan Tahap IV : 01-01-2008 s/d 30-12-2008 6. Penelitian : Juli sampai Agustus 2007 7. Tesis : 13 November 2008
(1)
Demikian penjelasan yang dapat saya sampaikan kepada orang tua pasien agar mengerti tindakan apa yang akan dilakukan dan apa manfaatnya.
Medan, 2007 Peneliti,
(2)
Lampiran 3
LEMBAR KUESIONER
KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA
FALCIPARUM PADA ANAK
Nomor urut pemeriksaan : ...
Puskesmas : ……….
Desa : ... Kecamatan : ... Tanggal : ... Pewawancara : ...
Nama lengkap : ... Jenis kelamin : LK / PR
Umur : ...Tahun ...Bulan Anak ke : ... dari...bersaudara Sekolah / kelas : ... Alamat : Desa ...Kecamatan
... Pekerjaan orang tua ( ) Petani
( ) Wiraswasta ( ) Pegawai Negeri
( ) Lain-lain ...
Penghasilan orangtua : Rp.../bulan Tingkat pendidikan / orangtua : AYAH IBU
( ) ( ) Tidak sekolah ( ) ( ) Sekolah Dasar ( ) ( ) SLTP
( ) ( ) SLTA ( ) ( ) Perguruan Tinggi
Apakah ada makan obat anti malaria dalam 1 bulan terakhir ? ( ) Ya
(3)
KELUHAN PENDERITA
NO KELUHAN H0 H2 H7 H28
1 Demam
2 Pusing
3 Menggigil
4 Pusing
5 Mual
6 Nyeri epigastrium
7 Muntah
8 Mencret
9 Pucat
(4)
PEMERIKSAAN FISIK / LABORATORIUM
NO VARIABEL H0 H2 H7 H28
1 Berat Badan
2 Tinggi Badan
3 Frekuensi Jantung
4 Frekuensi Pernafasan
5 Suhu Tubuh
6 Hepar ... cm bac kanan
... cm bac kanan
7 Limpa Schuffner...
... Hacket... ... Schuffner.. ... Hacket... ...
8 Plasmodium falciparum 9 Parasitemia
(5)
Lampiran 4
(6)
Lampiran 5
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : dr. Ditho Athos P. Daulay Tanggal lahir : 4 Maret 1978
Tempat lahir : Medan
NIP : -
Alamat : Jl. Dr. Mansyur Dalam no. 51A, Medan
Pendidikan
1. Sekolah Dasar di Yayasan Ani Idrus Medan 2. Sekolah Dasar di SD Negeri 142431 P. Sidimpuan
3. Sekolah Menegah Pertama di SMA Negeri 1 tamat tahun 1994 4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, tamat
tahun 2003
Riwayat Pekerjaan : - Pendidikan Spesialis
1. Adaptasi di BIKA FK. USU : 01-07-2004 s/d 30-12-2004 2. Pendidikan Tahap I : 01-01-2005 s/d 30-12-2005 3. Pendidikan Tahap II : 01-01-2006 s/d 30-12-2006 4. Pendidikan Tahap III : 01-01-2007 s/d 30-12-2007 5. Pendidikan Tahap IV : 01-01-2008 s/d 30-12-2008 6. Penelitian : Juli sampai Agustus 2007