BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Kitosan - Penggunaan Kitosan Molekul Tinggi dari Cangkang Belangkas (Tachypleus gigas) dan Gelatin sebagai Membran untuk Menurunkan Kadar Logam Timbal (Pb) dengan Metode Solid Phase Extraction (SPE)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitin dan Kitosan

  Kitin berasal dari kata “Chiton” yang berarti mantel atau lapisan luar dan pertama kali ditemukan oleh Braconot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan

  . Pada tahun 1823 Odins mengisolasi suatu senyawa kutikula serangga jenis

  fungiue

  ekstra yang disebut dengan nama kitin (Neely dan William, 1969). Kitin merupakan konstituen organik yang sangat penting pada hewan golongan orthopoda, annelid, molusca, corlengterfa dan nematoda. Kitin biasanya berkonyugasi dengan protein dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi terdapat pada trachea, insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit pada cumi

  • – cumi (Neely dan William, 1969). Kitin mempunyai rumus molekul C

  18 H

  26 N

  2 O 10 (Hirano, 1976),

  merupakan zat padat yang tidak berbentuk (amorphous) tak larut dalam air, asam organik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam

  • – asam mineral yang pekat. Kitin kurang larut dibandingkan dengan selulosa dan merupakan N-glukosamin yang terdeatilasi sedikit, sedangkan kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin. Kitosan yang disebut juga dengan β-1, 4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa, merupakan turunan dari kitin melalui proses deasetilase. Kitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan sekunder. Adanya gugus fungsi ini menyebabkan kitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi. (Tokura, 1995).

  Kitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larut dalam basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO dan H PO dan tidak larut dalam H SO , tidak

  3

  

3

  4

  2

  4 beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik (Hirano, 1986).

  Disamping itu kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat – zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, kitosan relatif lebih banyak digunakan pada

  2.1.1. Isolasi Kitin dan Kitosan

  Isolasi kitin dari limbah kulit belangkas dilakukan secara bertahap yaitu tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa, demineralisasi, tahap pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium hipoklorit, sedangkan transformasi kitin menjadi kitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi (Arreneus, 1996 dan Fahmi, 1997)

  Derajat deasetilasi pada pembuatan kitosan bervariasi dengan jumlah larutan alkali yang digunakan, tergantung waktu reaksi dan suhu reaksi. Biasanya kualitas produk kitosan dinyatakan dengan besarnya nilai derajat deasetilasi. Semakin besar derajat deasetilasi kitosan berarti semakin besar jumlah gugus amina dalam rantai polimernya, dan semakin besar pula rantai polimer tersebut untuk bereaksi dengan agen ikat silang (Santoso, 2010).

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan adsorpsi kitosan terhadap logam berat sangat dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia kitosan. Kitosan tak berikat silang mempunyai kapasitas adsorpsi lebih besar dari pada kitosan berikat silang, tetapi kitosan berikat silang mempunyai ketahanan fisik, serbuk kitosan dengan ukuran partikel yang lebih kecil mempunyai kapasitas absorpsi yang lebih besar dari pada serbuk dengan ukuran partikel yang lebih besar (Karthikeyan dkk., 2004)

  2.1.2. Struktur Molekul Kitosan

  Kitosan adalah padatan amorf putih kekuningan, tidak beracun dan baik sebagai flokulan dan koagulan serta mudah membentuk membran atau film (Meiratna, 2008), merupakan polimer rantai panjang yang disusun oleh monomer-monomer glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glikosa). Biopolimer ini disusun oleh 2 jenis amino yaitu glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa, 70-80%) dan N-asetilglukosamin (2-

  6

  asetamino-2-deoksi-D-glukosa, 20-30%). Berat molekul kitosan adalah 1,036 x 10 Dalton. Berat molekul tergantung dari degradasi yang terjadi pada saat proses pembuatannya (Astuti, 2008).

  Rumus umum kitosan adalah (C H NO )n atau disebut sebagai (1,4)-2-Amino-2-

  6

  11

  

4 Deoksi-beta-D-Glukosa. Struktur kitosan dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Struktur Molekul Kitosan (Kumar, 2000)

2.1.3. Sifat dan Karakteristik Kitosan

  Sifat dari kitosan adalah tidak larut dalam air, memiliki ketahanan kimia cukup baik, larut dalam larutan asam tetapi tidak larut dalam basa dan ikatan silang kitosan memiliki sifat tidak larut dalam media campuran asam dan basa, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi karena mengandung gugus -OH dan gugus -NH

  2

  (Muzzarelli, 1997). Tetapi menurut (Kumar et al., 2000) kitosan mempunyai sifat yang lebih spesifik yaitu dengan adanya sifat bioaktif, biokomposit, pengkelat, antibakteria dan dapat terdegradasi.

  Sandford dan Hutchins menyatakan sifat kationik, biologi, dan sifat kimia kitosan sebagaimana dikutip Meriatna (2008) adalah sebagai berikut :

  1. Sifat kationik Jumlah muatan positif tinggi: suatu muatan per unit gugus glukosamin, jika banyak material bermuatan negatif (seperti protein) maka muatan positif kitosan berinteraksi

  • kuat dengan muatan negatif lain (polimer), flokulan yang baik:gugus NH

  3 berinteraksi dengan muatan negatif dari polimer lain.

  2. Sifat biologi Dapat terdegradasi secara alami, polimer alami, non toksik.

  3. Sifat kimia Linier poliamin (poli D-glukosamin) yang memiliki gugus amino yang baik untuk reaksi kimia dan pembentukan garam dengan asam, gugus amino yang reaktif, gugus hidroksil yang reaktif (CH

  3 -OH, C 6 -OH) yang dapat membentuk senyawa turunannya.

  Keberadaan gugus amina bebas dan hidroksil menjadikan kitosan sebagai polisakarida yang reaktif untuk adsorpsi dan dapat berinteraksi dengan molekul yang bermuatan negatif. Kitosan telah digunakan di berbagai bidang industri seperti industri makanan aditif, kosmetik, material pertanian dan untuk anti bakterial. Kitosan juga disebabkan oleh adanya gugus amina dan gugus hidroksil dari rantai kitosan yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk berkoordinasi dan bereaksi (Lee, dkk., 2009). Atom nitrogen pada gugus amina menyediakan pasangan elektron bebas yang dapat bereaksi dengan kation logam. Pada pH asam, gugus amina terprotonasi sehingga meningkatkan kelarutan kitosan yang bersifat tidak larut dalam pelarut alkali dan pada pH netral (Bernkop, dkk., 2004).

  Adapun karakteristik kitosan ditunjukkan pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Karakteristik Kitosan

  No Karakteristik Ukuran 1.

  2.

  3.

  4.

  5.

  6.

  7. Bentuk partikel Massa air Massa abu Persen deasetilasi Warna larutan Viskositas: Rendah Medium Tinggi Ekstra tinggi Berat molekul

  Serpihan bubuk < 10% < 2% > 70% Jernih < 200 200-799 800-2000 >2000

  <10

  6 Sumber: (Robert dalam Meiratna, 2008)

2.1.4. Kegunaan Kitosan

  Menurut Robert (1992), kitosan mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun dan baik sebagai flokulan dan koagulan serta mudah membentuk membran

  atau film. Kitosan merupakan suatu biopolymer alam yang reaktif yang dapat melakukan perubahan-perubahan kimia.

  Menurut Robert (1992) kitosan digunakan dalam berbagai bidang, misalnya (1) dalam industri kertas, kaca, kain, pewarna (2) dalam industri kosmetik (3) dalam bidang pertanian dan makanan (4) dalam industri semen (5) dalam bidang kesehatan (6) untuk penyerapan ion logam. Kitosan juga memiliki kegunaan yang beragam seperti: bahan perekat, adiktif untuk kertas dan tekstil, penjernihan air minum, serta untuk mempercepat penyembuhan luka, memperbaiki sifat pengikatan warna.

  Beberapa aplikasi dan kegunaan kitosan di berbagai bidang ditunjukkan pada

tabel 2.2 sebagai berikut:Tabel 2.2 Aplikasi dan Kegunaan Kitosan di Berbagai Bidang

  No. Bidang Aplikasi Kegunaan 1.

  • Bahan Koagolasi/Flokulasi untuk limbah cair
  • Penghilangan ion-ion metal dari limbah cair
  • Dapat menurunkan kadar asam sayur, buah dan ekstrak kopi

  2.

  • Sebagai pupuk
  • Bahan antimikrobial
  • Serat tekstil
  • Meningkatkan ketahanan warna
  • Bahan-bahan immobilisasi enzim

  3.

  • Koagulasi/flokulasi,Flokulan pektin/protein
  • Koagulasi ,Flokulan mikroba
  • Pembentuk komplek

  4. Pengelohan limbah Pertanian Industri Kecil Bioteknologi

  • 5. Klarifikasi/Penjernihan menurunkan kolesterol
  • Limbah industri pangan,-

  Mempercepat penyembuhan luka,

  • Limbah sari buah
  • Penjernihan air minum, kolam renang ,zat warna, tanin

  Melindungi film dari kerusakan

  6. Kosmetik

  7. Biomedis

  8. Fotografi Sumber: Robert (1992)

2.1.5. Kemampuan Kitosan Untuk Menyerap Logam

  Kemampuan kitosan untuk mengikat logam dengan cara pengkhelat adalah dihubungan dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Kitosan mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai sepasang electron yang dapat berkoordinat atau membentuk ikatan-ikatan aktif dengan kation-kation logam. Unsur nitrogen pada setiap monomer kitosan dikatakan sebagai gugus yang aktif berkoordinat dengan kation logam (Hutahahean, 2001).

  Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan berlangsung. Ketiga proses tersebut tergantung dari ion logam masing-masing seperti penukaran ion logam Ca. Kitosan menunjukkan afinitas yang tinggi pada logam transisi golongan 3, begitu pula pada logam yang bukan golongan alkali dengan konsentrasi rendah (Muzzarelli, 1973).

  Menurut Mc Kay (1987), kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat logam dan membentuk kompleks kitosan dengan logam. Contoh mekanismenya adalah sebagai berikut:

  • 2+

  2R-NH + Cu + 2 Cl (RNH )CuCl

  3

  2

  2

2.2 Gelatin

  Gelatin merupakan bahan alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen. Gelatin bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Gelatin merupakan protein konversi bersifat larut air yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang bersifat tidak larut air. Tulang sapi, kulit sapi, dan kulit babi adalah bahan yang biasa digunakan untuk memperoleh gelatin (Sobral, 2001). Gelatin adalah protein dengan berbagai sifat fungsional dan aplikasi, termasuk kemampuannya membentuk film. Sumber bahan baku gelatin dapat berasal dari sapi dan babi, namun ditemukan sumber lain yang lebih relevan untuk mendapatkan gelatin, yaitu gelatin dari tulang dan kulit ikan (Gomez, 2002).

  Dalam produk pangan, gelatin dimanfaatkan sebagai bahan penstabil, pembentuk gel, pengikat, pengental, pengemulsi dan lain sebagainya. Selain itu, gelatin digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapsul. Permintaan akan gelatin telah meningkat selama bertahun-tahun. Laporan terkini mengindikasikan produksi gelatin dunia mendekati angka 326.000 ton per tahun, dimana gelatin dari kulit babi sebesar 46%, dari kulit sapi sebesar 29,4%, dari tulang sapi sebesar 23,1%, dan dari sumber lain sebesar 1,5% (Karim, 2009).

  Penggunaan gelatin didalam produk murni berfungsi sebagai penjernih sari buah, beer dan wine. Didalam produk buah-buahan gelatin berfungsi sebagai pelapis sedangkan untuk produk permen dan sejenisnya berfungsi konsistensi produk, daya gigit dan kekerasan serta tekstur, kelembapan, daya lengket dimulut. Dalam bidang farmasi digunakan sebagai cangkang kapsul dan di Indonesia beredar jenis kapsul keras yang terbuat dari gelatin yang diberi pewarna dan pelentur Dengan demikian gelatin merupakan interaksi dari jaringan kulit hewan mempunyai banyak fungsi diantaranya sebagai bahan pengemulsi, pengikat dan mempunyai gizi. Berdasarkan sifat bahan dasarnya pembuatan gelatin dapat dilakukan dengan cara 2 prinsip dasar yaitu cara alkali dan cara asam.

  Cara alkali atau basa dilakukan untuk memperoleh gelatin tipe B, yaitu bahan dasarnya berasal dari kulit tua (keras,liat) maupun tulang. Mula-mula bahan diperlakukan dengan proses perendaman ,melalui perendaman beberapa minggu dalam larutan kalsium hidroksida, sehingga jaringan kolagen akan mengembang dan terpisah. Kemudian bahan dinetralkan dengan asam, selanjutnya dicuci dengan air dilanjutkan dengan ekstraksi melalui pemanasan.

  Cara pengasaman dilakukan untuk menghasilkan gelatin tipe A (asam). Tipe A umumnya diperoleh dari kulit babi, dimana tidak memerlukan perendaman yang lama dengan asam, karena jaringan belum kuat terikat sehingga cukup dengan asam yang encer selama beberapa hari, dinetralkan dan dicuci berulang-ulang, untuk menghilangkan asam dan garamnya. Proses utama pembuatan gelatin dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap persiapan bahan baku, yaitu penghilangan komponen non kolagen dari bahan baku dengan atau tanpa pengurangan ikatan antara komponen kolagen. Tahap kedua merupakan konversi kolagen menjadi gelatin. Tahap ketiga adalah pemurnian dan perolehan gelatin dalam bentuk kering (Ward dan Courts, 1977).

  Gelatin bersifat seperti kaca, padat mudah rusak/dan rapuh, berwarna kuning sampai putih transparan dan hampir tidak ada rasanya serta hampir tidak berbau, berbentuk serpihan atau serbuk, mudah larut dalam air panas gliserol dan asam asetat dan tidak mudah larut dalam pelarut organik (GMIA,2006. Budavari,1996). Kandungan protein gelatin sekitar 85 – 92%, sisanya berupa garam mineral dan air

  (hampir 1 dalam 3 residu asam amino, menyusun setiap 3 residu), proline dan 4- hydroxyproline residu (Gambar 2.2). Tipe strukturnya adalah -Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-

  .

  Glu-4Hyp-Gly-Pro- (Chaplin,2006)

Gambar 2.2 Struktur Kimia Gelatin (Chaplin,2006)

  Gelatin dari sumber dan proses yang berbeda menunjukkan perbedaan komposisi asam amino (Glicksman,1969). Sumber bahan yang berbeda menunjukkan perbedaan komposisi asam amino gelatin tertera pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Asam Amino Gelatin Beberapa Jenis Hewan

  Asam Amino Anjing laut Ikan Paus Babi Sapi Ikan cod Asam asparat

  4.5

  4.8

  4.4

  4.3

  5.2 Hidroksiprolin

  10.1

  8.5

  10.9

  9.6

  6.6 Treonin

  2.3

  2.9

  1.8

  1.7

  2.6 Sarin

  3.8

  0.5 Phenilalanin

  0.9

  0.7

  1.3 Hidroksilisine

  1.3

  1.5

  1.5

  1.4

  0.1

  0.7

  0.2

  0.5

  0.4

  2.2 Tirosin

  2.4

  2.6

  2.8

  2.5

  0.7

  0.7 Omitin

  1.2

  0.6

  4.6

  5.1

  5.3

  5.2

  0.9 Arginin

  0.5

  0.4

  0.6

  2.9 Histidin

  0.0

  2.6

  2.7

  3.0

  2.6

  0.0 Lisin

  0.6

  0.2

  0.0

  1.3 Leusin

  1.1

  4.0

  12.6

  33.3

  30.8

  30.2

  31.6

  10.8 Glisin

  12.4

  12.7

  12.0

  10.8

  8.0 Prolin

  7.4

  7.8

  8.0

  7.6

  6.3 Asam glutamate

  3.2

  3.3

  31.5 Alanin

  10.4

  1.2

  0.0

  1.0

  1.5 Isoleusin

  0.5

  0.5

  0.6

  0.5

  0.0 Metionin

  0.0

  0.0

  11.1

  0.0

  1.8 Sistein

  2.0

  2.3

  2.2

  2.3

  10.2 Valin

  11.5

  5.6 Sumber: Armesen, 2002 Sifat fisik dan kimia secara umum dan kandungan unsur-unsur mineral tertentu dalam gelatin dapat digunakan untuk menilai mutu gelatin. Sifat fisik gelatin seperti warna, bau dan rasa dapat diukur dengan menggunakan indera manusia. Sedangkan sifat kimia seperti kadar air,kadar abu, logam berat dan kandungan mineral diukur dengan menggunakan alat. Penggunaan gelatin dalam produk pangan lebih disebabkan protein. Dalam industri pangan gelatin digunakan sebagai pembentuk gel, penstabil, pengemulsi, pengental, pembentuk busa, pembentuk Kristal, pelapis, perekat, pengikat air, dan penjernih (Jones Ward and Courts,1977).

2.3 Belangkas

Gambar 2.3 Belangkas Bagian Depan

  Klasifikasi Kingdom :

  Animalia Filum :

  Arthropoda Kelas :

  Merostomata Ordo :

  Xiphosura Famili :

  Limulidae Belangkas atau mimi adalah salah satu hewan laut paling aneh yang pernah dikenal oleh manusia. Keanehan pertama jelas bisa dilihat pada bentuknya yang lain daripada makhluk-makhluk laut lain. Sekilas, tubuhnya berbentuk seperti ikan pari dengan kulit yang kaku dan keras. Bentuk dari tubuh bagian depannya juga dianggap mirip dengan bentuk tapal kuda sehingga di luar negeri, belangkas sering disebut dengan nama "kepiting tapal kuda" (horseshoe crab). Belangkas di dalam tangga klasifikasi ilmiah termasuk ke dalam filum Arthropoda (hewan beruas-ruas) di mana hewan-hewan penggolongan tersebut adalah karena belangkas memiliki 6 pasang kaki dan tubuh yang beruas-ruas. Ada 4 spesies belangkas yang diketahui oleh manusia dan masih hidup di masa kini di mana keempat spesies tersebut digolongkan ke dalam famili Limulidae. Adapun tempat-tempat yang menjadi habitat asli belangkas adalah pesisir Asia Pasifik (termasuk Indonesia), Asia Selatan, & Amerika Utara bagian tenggara.

  Anatomi dan Morfologi

  Sudah disinggung di bagian awal kalau belangkas memiliki bentuk yang mirip dengan Tubuh dari belangkas seluruhnya diselubungi oleh cangkang yang keras dan berwarna kecoklatan. Dilihat dari segi anatomis, tubuh dari belangkas terbagi menjadi 3 bagian utama yang masing-masingnya dipisahkan oleh sambungan tipis atau segmen : kepala (prosoma), perut (opisthosoma), dan ekor (telson). Di bagian kepala belangkas terdapat 9 mata yang letaknya terpecar-pencar 1 di masing-masing sisi kepala, 5 di bagian depan, dan 2 di bagian bawah kepala.

Gambar 2.4 Bagian Belakang Belangkas

  Bagian ekor dari belangkas bersifat kaku dan mengerucut di bagian ujungnya, namun bagian pangkalnya bisa digerakkan dan sanggup memberi dorongan kepada belangkas untuk bergerak lebih cepat. Kemampuan dari ekor belangkas tersebut lantas memunculkan teori yang menyatakan bahwa bila ekor dari belangkas rusak atau hilang, maka belangkas yang bersangkutan akan lebih mudah ditangkap oleh pemangsanya. Karena ekornya pula, di dalam tangga klasifikasi ilmiah, ordo dari belangkas diberi nama Xiphosura yang merupakan bahasa Yunani dari "ekor pedang". Jika tubuh belangkas dibalik, akan terlihat kaki-kaki dari belangkas yang bentuknya mirip kaki kepiting atau Total, belangkas memiliki 6 pasang kaki yang memiliki fungsinya masing-masing. Pasangan kaki pertama berguna untuk memegang makanan dan memasukannya ke mulut. Pasangan kaki kedua digunakan untuk berjalan di dasar laut, sementara 4 pasang sisanya digunakan untuk memberikan daya dorong tambahan saat belangkas bergerak. Walaupun belangkas bisa berenang dan melayang di air dengan memakai ekor dan kaki- kakinya, belangkas lebih banyak bergerak dengan cara berjalan dan merayap di dasar laut. (Heard, Willie. 2001).

  Harry Noviary (2010) mengemukakan tentang studi karakterisasi pembuatan kitin dan kitosan dari cangkang belangkas, ditunjukkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.4 Karakterisasi Kitin dan Kitosan dari Cangkang Belangkas

   Karakterisasi

  Derajat Deasetilasi 82,9 % Kitosan 83,5 % Berat molekul kitin 1311000 g/mol Berat molekul kitosan 1048000 g/mol

  (Sumber : Harry Noviary, 2010)

2.4 Logam Berat Beracun di Perairan

  3 Logam berat adalah unsur – unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g/cm ,

  terletak di sudut kanan sistem periodik, mempunai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), cadmium (Cd) dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim yang bersangkutan tidak aktif. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis pengurainya (Manahan, 1977). Hal ini berkaitan dengan sifat

  • sifat logam berat (Sutamihardja dkk, 1982) yaitu :

  1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)

  2. Dapat terakumulasi dalam terakumulasi dalam organism termasuk kerang dan ikan dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organism tersebut.

3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam didalam air.

  Efek keracunan yang dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru

  • – paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistim ginjal dan kelenjer pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang ( Clarkson, 1988 dan Saeni, 1997).

  Logam timbal (Pb) berasal dari buangan industri metalurgi, yang bersifat racun dalam bentuk Pb-arsenat. Dapat juga berasal dari proses korosi lead bearing alloys. Kadang

  • – kadang terdapat dalam bentuk kompleks dengan zat organik seperti hexaetil

  

timbal , dan tetra akil lead (TAL) ( Iqbal dan Qodir, 1990). Pada hewan dan manusia

  timbal dapat masuk kedalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi serta melalui pernafasan dan penetrasi pada kulit. Didalam tubuh manusia timbal dapat menghambat aktifitas enzim yang terlibat dalam pembentukan Hemoglobin yang dapat menyebabkan penyakit anemia. Gejala yang diakibatkan oleh keracunan logam timbal adalah kurangnya nafsu makan, kejang, kolik khusus, muntah dan pusing

  • – pusing, timbal juga dapat menyerang susunan saraf dan mengganggu sistim reproduksi, kelainan ginjal dan kelainan jiwa (Iqbal dkk 1990 ; Pallar, 1994)

2.5 Ekstraksi Fase Padat (SPE)

  Ekstraksi fase padat (Solid Phase Extraction/ SPE) merupakan suatu proses ekstraksi yang dilakukan dengan melewatkan larutan sampel melalui suatu lapisan partikel penjerap, analit yang diinginkan akan berpindah dari larutan sampel dan terkonsentrasi pada lapisan penjerap. Analit kemudian dipindahkan dari penjerap dengan penambahan pelarut pengelusi. Metode ekstraksi ini biasanya dipakai untuk mengekstraksi analit dalam matriks yang kompleks seperti urin, darah, dan jaringan otot (Anonim, 2005). Ekstraksi fase padat mempunyai beberapa kelebihan singkat, hasil ektraksi tidak membentuk emulsi serta cukup selektif (Botsoglou dan Fletouris, 2001)

  Ekstraksi fase padat dapat dibagi menjadi 4 berdasarkan jenis fase diam atau penjerap yang dikemas dalam cartridge, yakni fase normal (normal phase), fase terbalik (reversed phase), adsorpsi (adsorption) dan pertukaran ion (ion exchange) (Anonim, 1998). Pemilihan penjerap didasarkan pada kemampuannya berikatan dengan analit, dimana ikatan antara analit dengan penjerap harus lebih kuat dibandingkan ikatan antara analit dengan matriks sampel. Sehingga analit akan tertahan pada penjerap. Selanjutnya dipilih pelarut yang mampu melepaskan ikatan antara analit dengan penjerap pada tahap elusi (Botsoglou dan Fletouris, 2001).

  Adapun 4 langkah utama dalam penggunaan ekstraksi fase padat adalah Tahap pertama yaitu pengkondisian (conditioning), merupakan tahapan yang dilakukan dengan penambahan pelarut yang mampu mengaktifkan penjerap serta mampu membasahi permukaan penjerap sehingga analit yang terdapat dalam larutan sampel dapat berinteraksi dengan penjerap. Tahap kedua yaitu retensi (retention/loading) merupakan proses pemasukan larutan sampel, dimana pada proses ini analit yang diinginkan akan tertahan pada penjerap sementara komponen lain dari matriks yang tidak diinginkan akan keluar dari cartridge. Tahap ketiga dilanjutkan dengan pembilasan (washing) yang dilakukan dengan penambahan larutan yang mampu menghilangkan sisa matriks yang tertinggal tetapi tidak mempengaruhi interaksi analit dengan penjerap. Tahap terakhir yaitu pengelusian (elutioning) yang dilakukan dengan penambahan larutan yang mampu memutuskan ikatan analit dengan penjerap (Anonim, 1988)

2.6 Adsorpsi

  Adsorpsi adalah proses akumulasi substansi dipermukaan antara dua fase yang terjadi secara fisika dan atau kimia, atau proses terserapnya molekul

  • – molekul pada permukaan eksternal atau internal suatu padatan. Akumulasi yang terjadi dapat berlangsung pada proses cair – cair, cair padat dan padat – padat, sedangkan komponen
adsorbat antara lain : aluminium, karbon aktif, silica gel dan lain

  • – lain (Mc. Cabe, 1999)

  Adsorpsi yang terjadi karena adanya daya tarik dari permukaan adsorben dan energi kinetik molekul adsorben, dapat berupa adsorpsi fisika, adsorpsi kimia dan adsorpsi isotherm. Pada adsorpsi fisika terjadi gaya van der waals antara molekul adsorbat dan adsorban untuk berikatan. Hal ini terjadi akibat perbedaan energi gaya tarik elektrostatik, oleh karena itu adsorpsi fisika merupakan reaksi reversible, sedangkan reaksi kimia adalah merupakan reaksi antara elektron

  • – elektron pada permukaan adsorben dengan molekul
  • – molekul adsorbat membentuk ikatan yang lebih kuat dibandingkan dengan adsorpsi fisika dan proses ini merupakan irreversible (Besnasconi, 1995).

  Proses adsorpsi berlangsung 3 tahap yaitu : pergerakan molekul – molekul adsorbat menuju permukaan adsoben, penyebaran molekul

  • – molekul adsorbat kedalam rongga
  • – rongga adsorben dan penarikan molekul – molekul adsorbat oleh permukaan aktif membentuk ikatan yang berlangsung sangat cepat (sorpsi) (Metcalf and Eddy, 1979)

2.7 Membran

  Kata membran berasal dari kata membran yanag berarti potongan kain. Membran adalah suatu lapisan yang memisahkan dua fase dimana perpindahan massanya dapat diatur dan hanya dapat dilewati oleh ion

  • – ion tertentu. Komponen aktif membran adalah suatu senyawa bermuatan atau netral yang mampu membentuk senyawa komplek dengan ion
  • – ion secara reversible dan membawanya melalui membran organik. Senyawa seperti ini disebut inifor atau pembawa ion (ion carrier). Membran disebut juga selaput dan bersifat semi permeabel yang memungkinkan lewatnya jenis molekul tertentu. Membran dapat berupa padatan ataupun campuran dan berfungsi sebagai media pemisah yang selektif berdasarkan perbedaaan koefsien difusivitas, muatan listrik maupun perbedaan kelarutan.
Membran banyak digunakan dalam proses pemisah, pemurnian, dan pemekatan suatu larutan, keunggulan pemisahan dengan menggunakan membran antara lain hemat energi, serta mampu memisahkan larutan – larutan yang peka terhadap suhu.

  Membran kitosan lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan membran kitin, karena kelarutannya yang tinggi terhadap asam asetat 1 % sehingga mudah untuk mendapatkan membrannya setelah pelarutnya diuapkan, namun ketahanan sobeknya rendah untuk kegunaan tertentu sering ditambahkan polimer penguat seperti polivinil klorida (PVC), PVA, poliester dan N-metilon nilon.

  Membran kitosan adalah membran pengkompleks pertama dari polimer alam dan telah digunakan untuk menarik unsur

  • – unsur logam transisi dalam jumlah renik dari larutan garamnya.

2.7.1 Klasifikasi Membran

  Banyak jenis membran yang kita kenal sehingga dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, misalnya ada membran berukuran tipis atau tebal, strukturnya bisa homogen dan heteragen, membran alami atau buatan dan lain sebagainya, secara makro membran merupakan pembatas antara dua fase yang berjalan secara selektif sedangkan proses pemisahaannya merupakan skala mikro yang meliputi difusi, pelarutan, osmosis, ultrafiltrasi, pertukaran ion dan elektrodialisa (Stephenson, 2000).

  Membran dapat dibagi berdasarkan beberapa hal (Mulder, 1991) yaitu : 1. Jenis membran berdasarkan bahan dasar pembuatannya a. Membran biologis, yaitu membran yang terdapat dalam sel makhluk hidup b.

  Membran sintetis, dapat dibedakan memjadi membran organik (bahan penyusun utamanya adalah polimer atau cairan), membran anorganik (bahan penyusun utamanya logam atau non logam, kaca) atau campuran keduanya (keramik) 2. Jenis membran bedasarkan fungsinya

  Membran dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan yang secara tidak langsung berhubungan dengan ukuran diameter yang akan dipisahkan, membran mikrofiltrasi memiliki ukuran pori 0,02

  • – 10 µm dan tebal antara 10 – 150 µm. mikrofiltrasi
partikel ukuran 0,1 µm dari larutannya, membran mikrofiltrasi dapat dibedakan dari membran reverse osmosis (RO) dan ultrafiltrasi (UL) berdasarkan ukuran partikel yang dapat dipisahkan. Membran ultrafiltrasi ukuran porinya berkisar antara 0,05 – 1 µ m terutama untuk pemisahan partikel ukuran 0,001 µm dari larutannya. Sedangkan proses reverse osmosis menggunakan membran dengan ukuran pori 0,0001

  • – 0,001 µ m, membran reverse osmosis digunakan untuk memisahkan zat terlarut yang memiliki berat molekul rendah seperti garam anorganik atau molekul orgnik kecil seperti glukosa dan sukrosa dari larutannya.

3. Jenis membran berdasarkan prinsip pemisahan akibat ukuran pori

  Berdasarkan ukuran porinya untuk proses pemisahan, membran dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a.

  Membran berpori, prinsip pemisahannya berdasarkan ukuran partikel zat yang akan dipisahkan dengan ukuran pori

  • – pori membran, membran jenis ini biasa digunakan dalam proses pemisahan mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi b.

  Membran tak berpori, prinsip pemisahannya berdasarkan perbedaan kelarutan dan kemampuan berdifusi suatu zat terhadap membran tersebut. Membran ini digunakan untuk pemisahan gas dan pervaporasi.

  c.

  Membran cair (berbentuk emulsi), dimana di dalam membran terdapat zat pembawa yang menentukan selektivitas terhadap komponen tertentu yang akan dipisahkan. Pemisahan menggunakan membran cair sering dilakukan dengan teknik difusi berfasilitas dengan memilih jenis emulsi dan zat pembawa yang spesifik untuk zat tertentu.

2.7.2 Membran Polimer

  Polimer alam yang sudah banyak digunakan sebagai membran adalah turunan selulosa seperti selulosa asetat, selulosa triasetat, etil selulosa. Selulosa nitrat dan sejumlah polimer lain yang telah banyak dikenal di pasaran. Polimer dari turunan selulosa dapat digunakan sebagai membran ultrafiltrasi maupun mikrofiltrasi bahkan untuk membran revese osmosis.

  Bahan dasar dari selulosa asetat adalah selulosa. Selulosa adalah merupakan polimer alam yang mempunyai struktur rantai yang linie seperti batang dan molekul infleksibel, bersifat hidrofilik namun tidak larut dalam air, hal ini disebabkan karena sifat kristalin dari ikatan hydrogen antara gugus hidroksilnya (Mulder, 1991)

2.7.3 Karakterisasi Membran

  Agar diperoleh membran yang baik perlu dilakukan karakterisasi yang meliputi pengukuran terhadap fungsi dan efesiensi membran yaitu permiabilitas dan permselektivitas membran. Selain daripada itu karakterisasi sifat mekanik juga diperlukan untuk mengetahui kekuatan membran, seperti uji kekuatan tarik dan daya jebol. Morfologi mikrostruktur membran dapat dilihat dengan alat Scanning Electron Microscopy (SEM).

  1. Permeabilitas Permeabilitas merupakan ukuran kecepatan dari suatu spasi untuk menembus membran. Sifat ini dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran pori, tekanan yang diberikan, serta ketebalan membran. Permeabilitas dinyatakan sebagai suatu besaran fluks yang didefenisikan sebagai jumlah volume permeat yang melewati satu satuan luas membran dalam suatu waktu tertentu dengan adanya gaya penggerak berupa tekanan (Mulder, 1991).

  2. Permeselektivitas Permeselektivitas dapat digunakan untuk mengetahui daya membran dalam menahan dan melewati suatu partikel. Sifat ini tergantung pada interaksi antara membran dengan partikel tersebut, ukuran pori membran dan ukuran partikel yang akan melewati pori membran. Permselektivitas dinyatakan sebagai koefisien rejeksi, dilambangkan dengan R, yaitu fraksi konsentrasi zat yang tertahan oleh membran. Semakin besar R berarti semakin selektif membran tersebut dalam melewatkan partikel-partikel dalam larutan umpan (Mulder, 1991) 3.

  Sifat Mekanik Karakterisasi sifat mekanik perlu dilakukan untuk mengetahui kekuatan membran struktur membran, berarti jarak molekul dalam membran semakin rapat sehingga kekuatan tarik dan jebol yang kuat.

2.8 Validasi Metode

  Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaanya (Harmita, 2004). Menurut USP (United

  

States Pharmacopeia ), ada 8 langkah dalam validasi metode analisis yakni akurasi,

  presisi, batas deteksi, batas kuantifikasi, spesifisitas, linieritas dan rentang, kekasaran (Ruggedness) dan ketahanan (Robutness) (Gandjar dan Rohman, 2007). Akurasi dari suatu metode analisis adalah kedekatan nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya, sering kali dinyatakan dalam persen perolehan kembali analit pada penentuan kadar sampel yang mengandung analit dalam jumlah diketahui. Akurasi merupakan ukuran ketepatan prosedur analisis. Akurasi prosedur analisis ditentukan dengan menerapkan prosedur tersebut pada sampel atau campuran komponen matriks yang telah dibubuhi analit dalam jumlah diketahui.

  Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian di antara masing- masing hasil uji, jika prosedur analisis ditetapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation).

  Batas deteksi adalah nilai parameter uji batas, yaitu konsentrasi analit terendah yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi pada kondisi percobaan yang dilakukan. Limit deteksi dinyatakan dalam konsentrasi analit dalam sampel.

  Batas kuantifikasi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Batas kuantifikasi juga dinyatakan dalam konsentrasi analit dalam sampel.

  Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks. Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Rentang didefenisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan linieritas yang mencukupi. ( Ole Bjorn Jensen, 2005)

  Kekasaran merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh di bawah kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai persen standar deviasi relatif (%RSD).

  Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil (Gandjar dan Rohman, 2007; Satiadarma, 2004).

2.9 Spektrometri Serapan Atom (SSA)

  Prinsip analisis dengan SSA adalah interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis. AAS banyak digunakan untuk analisis unsur. Atom suatu unsur akan menyerap energi dan terjadi eksitasi atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh tenaga eksitasinya dalam bentuk radiasi. Frekuansi radiasi yang dipancarkan karakteristik untuk setiap unsur dan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi yang kemudian mengalami deeksitasi. Teknik ini dikenal dengan SEA (spektrofotometer emisi atom). Untuk SSA keadaan berlawanan dengan cara emisi yaitu, populasi atom pada tingkat dasar dikenakan seberkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar tersebut.

  Larutan sampel dilewatkan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala rnengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh ayala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer. yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang uyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-teknik analisisnya sama seperti pada spektrofotometri UV-Vis yaitu standar tunggal, kurva kalibrasi dan kurva adisi standar. (Perkin elmer, 2007)

2.10 Bahan Acuan

  Bahan acuan merupakan suatu bahan yang mempunyai satu atau lebih sifat bahan yang homogen dan cukup stabil untuk dapat digunakan dalam mengkalibrasi peralatan, menguji metode dan jaminan mutu dari hasil suatu pengujian terutama dilaboratorium pangan sehingga dapat menambah tingkat kepercayaan customers terhadap hasil yang dikeluarkan oleh suatu laboratorium. (ISO/IEC 17025:2005), seluruh pengujian kimia harus tertelusur ke satuan SI untuk pengujian kimia ketertelusuran pengujian kimia digambarkan seperti dibawah ini.

  Satuan SI (1 mol = 0.012 kg atom 12C)

  Standard Internasional (misalnya standard massa)

  Bahan Acuan Murni (misalnya KIO3, Ag murni)

  Metode Primer Bahan Acuan Bermatriks Primer (misalnya CRM dari NIST, IRRM)

  Metode dan Bahan Acuan Sekunder (misalnya AAS, Na2S2O3)

Gambar 2.5 Ketertelusuran Pengujian Kimia

  Berbeda dengan ketertelusuran kimia fisika ke SI yang lebih transparan dan langsung, ketertelusuran kimia ke SI adalah lebih sulit. Satuan SI untuk pengukuran kimia (amount of substance) adalah mol, yaitu jumlah atom atau molekul yang setara dengan 0.012 kilogram atom karbon-12. Penerapan dari satuan mol ini untuk menggambarkan ketertelusuran kimia masih membingungkan, karena itu masalah ketertelusuran pengukuran kimia dipecahkan dengan perantaraan metode primer dan bahan acuan

  (APMP-PTB, 2009)