Pembuatan dan Karakterisasi Film Kitosan Molekul Tinggi dengan Hidrogel Gelatin

(1)

(2)

(3)

Judul : Pembuatan dan Karakterisasi Film Kitosan Molekul Tinggi dengan Hidrogel Gelatin

Kategori : Skripsi

Nama : Windri Taufiyanti

Nomor Induk Mahasiswa : 140822004

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Januari 2016

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Prof. Dr. Zul Alfian, M. Sc Prof. Dr. Harry Agusnar, M. Sc NIP. 195504051983031002 NIP. 195308171983031002

Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI FILM KITOSAN MOLEKUL TINGGI DENGAN HIDROGEL GELATIN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2016

WINDRI TAUFIYANTI 140822004


(5)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

karya ilmiah ini dengan judul “Pembuatan dan Karakterisasi Film Kitosan Molekul Tinggi dengan Hidrogel Gelatin”.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada kedua orang tua penulis Bapak Handri Yanwasli dan Ibu Dewi Suprapt yang selalu memberi dukungan dalam hal moral dan materi. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc selaku dosen pembimbing I dan Prof. Dr. Zul Alfian, M. Sc selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, kritik dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kepada Dr. Rumondang Bulan M.S selaku Ketua Departemen Kimia, Dr. Darwin Yunus, M.S selaku Koordinator Ekstensi Kimia FMIPA USU Dekan dan Pembantu Dekan, seluruh staff dan pegawai serta seluruh dosen kimia FMIPA USU. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada kedua abang penulis Harry dan Okky, kepada om adek, mas iyo,kak pipi,kak sela yang sudah banyak membantu penulis, kepada Hadismar Anwar Lbs, Aisyah, Achmad, Adit, Zulhaidi, Bg Edy, Kido, Ridhoan, Gayo serta untuk seluruh teman seperjuangan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun agar dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan perbaikan atas kekurangan dalam penulisan Skripsi ini.

Medan, Januari 2016


(6)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI FILM KITOSAN MOLEKUL TINGGI DENGAN HIDROGEL GELATIN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Pembuatan dan Karakterisasi Film Kitosan Molekul Tinggi dengan Hidrogel Gelatin. Kitosan molekul tinggi dilarutkan dengan larutan asam asetat 1% dan gelatin dilarutkan dengan akuades pada suhu ± 60oC. Larutan kitosan dan gelatin yang terbentuk dituang kedalam plat kaca dan kemudian dikeringkan didalam oven pada suhu ± 50oC selama ± 24 jam. Dilakukan variasi perbandingan jumlah volume larutan kitosan : larutan gelatin ( 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%). Uji karakteristik yang dilakukan yaitu dengan uji kekuatan tarik, Scanning Electron Microscopy (SEM) dan analisis Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR). Hasil yang diperoleh untuk uji kekuatan tarik film kitosan adalah 1,24 MPa, untuk perbandingan larutan kitosan dan larutan gelatin: 25%:75% adalah 2,156 Mpa, 50%:50% adalah 2,84 Mpa dan 75%:25% adalah 9,604 MPa. Hasil uji FTIR antara kitosan, dan film kitosan-gelatin menunjukkan bahwa adanya perbedaan gugus fungsi pada kitosan dan film kitosan-gelatin yang terjadi pada puncak spektrum tertinggi yaitu gugus N-H (3433,29 cm-1) pada kitosan mengalami perubahan menjadi gugus O-H (3645,46 cm-1) pada film kitosan gelatin dan hasil morfologi dari ketiga film tersebut menghasilkan permukaan yang relatif halus dan tidak kasar.


(7)

ABSTRACT

The research has been done about the Preparation and Characterization of High Molecular Chitosan Film with Gelatin Hydrogel.. High molecular chitosan was dissolved in a solution of 1% acetic acid and gelatin was dissolved with aquadest at temperature ± 60 oC. Solution of chitosan and gelatin that formed was poured into the plates of glass and then dried in an oven at temperature ± 50oC during ± 24 hours. Done the comparison of volume number variations of chitosan solution : gelatin solution ( 25% : 75%, 50% : 50%, 75% : 25%). The characteristics of the tests which was done were the Tensile Strenght Test, Scanning Electron Microscopy (SEM) and the Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR) analysis. The results obtained for the tensile strenght test of chitosan film was 1.24 MPa, for comparison between chitosan solution and gelatin solution : 25% : 75% was 2,156 Mpa, 50% : 50% was 2.84 Mpa and 75% : 25% was 9,604 MPa. FTIR test results between chitosan , and chitosan-gelatin film showed that the difference in the functional group in chitosan and chitosan-gelatin film which occurred in the highest spectral peaks that group N-H (3433,29 cm-1) on chitosan has been change into an O-H group (3653,18 cm-1) on the chitosan-gelatin film and the morphology results of those three films produced the relatively smooth surface and not rough.


(8)

DAFTAR ISI Halaman Persetujuan i Pernyataan ii Penghargaan iii Abstrak v Abstract vi

Daftar Isi vii

BAB 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Pembatasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Metodologi Penelitian 3

1.7 Lokasi Penelitian 4

BAB 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Kitin 5

2.1.1 Sifat Kitin 6

2.2 Kitosan 6

2.2.1 Sifat Kitosan 8

2.2.2 Kegunaan Kitosan 9

2.3 Gelatin 10

2.4 Pembentukan Film 12

2.5 Karakterisasi Film

2.5.1 Uji Kekuatan Tarik 13

2.5.2 SEM 14

2.5.3 FTIR 14

BAB 3. Metode Penelitian

3.1 Alat-alat Percobaan 18

3.2 Bahan-bahan Percobaan 18

3.3 Prosedur Penelitian 19

3.3.1 Pembuatan Larutan CH3COOH 19 3.3.2 Penyediaan Larutan Film Kitosan 19

3.3.3 Pembuatan Film 19


(9)

BAB 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian 22

4.2 Pembahasan 23

4.2.1 Karakterisasi Film 23

4.2.1.1 Uji Tarik Film 23

4.2.1.2 FTIR Film 24

4.2.1.3 SEM Film 28

BAB 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 32

5.2 Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Struktur Kimia Kitin 5

2.2 Struktur Kimia Kitosan 7

2.3 Struktur Kimia Gelatin 11

2.4 Bagan Alat Spektroskopi Inframerah 16

4.1 Film Kitosan- Gelatin 22

4.2 Grafik Uji Kekuatan Tarik pada Film 24

4.3 Spektrum FTIR Kitosan 25

4.4 Spektrum FTIR Gelatin 26

4.5 Spektrum FTIR Film Kitosan-Gelatin 27

4.6 Hasil SEM Kitosan 29

4.7 Hasil SEM Gelatin 30


(11)

Nomor Judul Halaman Tabel

2.1 Spesifikasi Kitin 8

2.2 Aplikasi Kitosan 9

4.1 Data Kekuatan Tarik Film Kitosan-Gelatin 23

4.2 Data Analisis FTIR Kitosan 25

4.3 Data Analisis FTIR Gelatin 26


(12)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI FILM KITOSAN MOLEKUL TINGGI DENGAN HIDROGEL GELATIN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Pembuatan dan Karakterisasi Film Kitosan Molekul Tinggi dengan Hidrogel Gelatin. Kitosan molekul tinggi dilarutkan dengan larutan asam asetat 1% dan gelatin dilarutkan dengan akuades pada suhu ± 60oC. Larutan kitosan dan gelatin yang terbentuk dituang kedalam plat kaca dan kemudian dikeringkan didalam oven pada suhu ± 50oC selama ± 24 jam. Dilakukan variasi perbandingan jumlah volume larutan kitosan : larutan gelatin ( 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%). Uji karakteristik yang dilakukan yaitu dengan uji kekuatan tarik, Scanning Electron Microscopy (SEM) dan analisis Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR). Hasil yang diperoleh untuk uji kekuatan tarik film kitosan adalah 1,24 MPa, untuk perbandingan larutan kitosan dan larutan gelatin: 25%:75% adalah 2,156 Mpa, 50%:50% adalah 2,84 Mpa dan 75%:25% adalah 9,604 MPa. Hasil uji FTIR antara kitosan, dan film kitosan-gelatin menunjukkan bahwa adanya perbedaan gugus fungsi pada kitosan dan film kitosan-gelatin yang terjadi pada puncak spektrum tertinggi yaitu gugus N-H (3433,29 cm-1) pada kitosan mengalami perubahan menjadi gugus O-H (3645,46 cm-1) pada film kitosan gelatin dan hasil morfologi dari ketiga film tersebut menghasilkan permukaan yang relatif halus dan tidak kasar.


(13)

ABSTRACT

The research has been done about the Preparation and Characterization of High Molecular Chitosan Film with Gelatin Hydrogel.. High molecular chitosan was dissolved in a solution of 1% acetic acid and gelatin was dissolved with aquadest at temperature ± 60 oC. Solution of chitosan and gelatin that formed was poured into the plates of glass and then dried in an oven at temperature ± 50oC during ± 24 hours. Done the comparison of volume number variations of chitosan solution : gelatin solution ( 25% : 75%, 50% : 50%, 75% : 25%). The characteristics of the tests which was done were the Tensile Strenght Test, Scanning Electron Microscopy (SEM) and the Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR) analysis. The results obtained for the tensile strenght test of chitosan film was 1.24 MPa, for comparison between chitosan solution and gelatin solution : 25% : 75% was 2,156 Mpa, 50% : 50% was 2.84 Mpa and 75% : 25% was 9,604 MPa. FTIR test results between chitosan , and chitosan-gelatin film showed that the difference in the functional group in chitosan and chitosan-gelatin film which occurred in the highest spectral peaks that group N-H (3433,29 cm-1) on chitosan has been change into an O-H group (3653,18 cm-1) on the chitosan-gelatin film and the morphology results of those three films produced the relatively smooth surface and not rough.


(14)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan lapisan tipis (film) dari polimer terus mengalami peningkatan dan perluasan di berbagai bidang seperti industri bioteknologi, industri farmasi, medis, lingkungan, dan pertanian (Majeti dan Kumar, 2000; Shahidi dan Abuzaytoun, 2005; Maggy, 2006; Honarkar dan Barikani, 2009). Hal ini disebabkan oleh keunggulan lapisan film tak berpori yang menawarkan permeabilitas, kekuatan mekanik, dan selektifitas yang tinggi, serta dapat memisahkan larutan azeotrop (Kanti dkk., 2004).

Material film merupakan salah satu variabel yang sangat menentukan kinerja film. Polimer alam saat ini mendapat perhatian yang serius dari para peneliti untuk digunakan sebagai bahan pada pembuatan film karena sifatnya yang nontoxic,biodegradable,biocompatible,dan lebih murah serta mudah didapat.

Kitosan merupakan polimer rantai panjang yang disusun oleh monomer-monomer glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa). Biopolimer ini disusun oleh dua jenis gula amino yaitu glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa, 70-80 %) dan N-asetilglukosamin (2-asetamino-2-deoksi-D-glukosa, 20-30%) (Goosen, 1997). Kitosan mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda, hal ini bergantung pada sumber kitosan yang diperoleh. Pelarut terbaik yang digunakan dalam proses pembuatan film polimer berbahan dasar kitosan adalah pelarut asam asetat (Aryanto, 2002).

Kitosan dihasilkan dari proses deasetilasi kitin yang terkandung di dalam cangkang binatang invertebrata terutama crustacea, seperti udang dan kepiting. Kitosan dengan berat molekul tinggi telah dilaporkan dapat membentuk film yang mempunyai sifat-sifat yang baik, sebagai hasil dari ikatan intra dan intermolekul hidrogen (Muzzarelli, 1973).


(15)

Pembentukan film kitosan merupakan polimer yang mampu mengeras menjadi film yang kofisien. Sifat film kitosan bergantung pada morfologinya yang dipengaruhi oleh sistem pelarut, berat molekul, derajat N-asetilasi, dan penguapan pelarut (Kogras, 2003). Agusnar, H. et, al (2013) mengatakan bahwa pada pelarut kitosan terjadi hidrolisis setiap harinya jika tidak disimpan di dalam frezer.

Gelatin mempunyai sifat hidrofilitas yang tinggi ini dapat dilihat dari fungsinya, dalam produk pangan gelatin berfungsi sebagai penstabil, pembentuk gel, pengikat, pengental, pengemulsi, pelapis dan lain sebagainya. Gelatin juga protein biokompatibel, dan memiliki bioabsorptivitas yang sangat tinggi (Achet & Dia, 1995; Arvanitoyannis, Nakayama, & Aiba, 1998).

Lebih jauh (Gomez, 2010) mengatakan berdasarkan sifat gelatin dan kitosan, perlu dilakukan suatu penelitian yang lebih intensif dalam membahas sifat fisik dan kimia dari kombinasi kedua senyawa tersebut. Kombinasi kedua biopolimer ini akan saling memperbaiki kelemahan serta meningkatkan sifat fisiko-kimia dari gelatin murni maupun kitosan murni.

Namun, sebagian besar dari film-film ini disusun dengan menggunakan larutan kitosan dengan asam asetat dan larutan gelatin (Jayakumar & Tamura, 2008; Nagahama, Higuchi, Jayakumar, Furuike, & Tamura, 2008a; Nagahama, et al, 2008b.; Nagahama, Nwe, Jayakumar, Furuike, & Tamura, 2008c; Tamura, Nagahama, & Tokura, 2006).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk pembuatan dan karakterisasi film kitosan molekul tinggi dengan hidrogel gelatin.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan dari pembuatan dan karakteristik kitosan dan gelatin dengan perbandingan jumlah variasi volume terhadap bentuk film yang dihasilkan.

1.3 Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

- Penelitian ini dibatasi pada pembuatan film kitosan molekul tinggi dengan gelatin yang bahan bakunya diperoleh secara komersil


(16)

3

- Penelitian ini dibatasi pada pembuatan film kitosan-gelatin dengan variasi perbandingan jumlah volume larutan kitosan : larutan gelatin yaitu 25% : 75%, 50% : 50%, 75% : 25%. Kemudian dikarakterisasi dengan uji kekuatan tarik, Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), dan Scanning Electron Microscopy(SEM)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk pembuatan dan karakterisasi film kitosan molekul tinggi dengan gelatin serta mengetahui perbandingan dari jumlah volume larutan kitosan : larutan gelatin yang paling baik digunakan dalam pembuatan film.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagaimana cara pembuatan dan karakterisasi film kitosan-gelatin dan sebagai informasi bagi pelaksanaan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemanfaatan film kitosan-gelatin.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. Bahan baku yang digunakan adalah kitosan dan gelatin komersil. Prosedur pembuatan film kitosan molekul tinggi-gelatin yaitu melarutkan kitosan dengan CH3COOH 1% dan melarutkan gelatin dengan akuades pada suhu ± 60oC, dan dilakukan variasi perbandingan jumlah volume larutan kitosan : larutan gelatin ( 25% : 75%, 50% : 50%, 75% : 25%). Kemudian dikeringkan didalam oven pada suhu ± 50oC selama ± 24 jam. Uji karakteristik yang dilakukan yaitu dengan uji kekuatan tarik, Scanning Electron Microscopy (SEM) dan analisis Fourier Transform Infra Red Spectroscopy(FTIR).


(17)

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan:

1. Di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU

2. Analisis Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR) dilakukan di Laboratorium Penelitian Farmasi USU

3. Analisis Uji Tarik dilakukan di Laboratorium Penelitian Teknik Mesin USU


(18)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitin

Kitin merupakan poli (2-asetamido-2-deoksi-β-(1→4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C8H13NO5)nyang tersusun atas 47% C, 6% H, 7% N, dan 40% O. struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang terikat di posisi atom C-2 kitin adalah gugus N-asetil (-NHCOCH3, asetamida).

O HOH2C

HO O NHCOCH3 * * n

Gambar 2.1 Struktur Kimia Kitin (Mojarrad,et al. 2006)

Di alam, kitin dikenal sebagai polisakarida yang paling melimpah setelah selulosa. Kitin umumnya banyak dijumpai pada hewan avertebrata laut, darat, dan jamur dari gugus Mucor, Phycomyces, dan Saccharomyces(Hirano, 1986; Knorr, 1991). Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen. Sebagai contoh, kulit udang mengandung 25-40% protein, 40-50% CaCO3, dan 15-20% kitin, tetapi besarnya komponen tersebut masih bergantung pada jenis udangnya (Altschul, 1976). Sebagian besar kelompok Crustacea, seperti kepiting, udang, dan lobster, merupakan sumber utama kitin komersial. Di dunia, kitin yang diproduksi secara komersial 120 ribu ton per tahun. Kitin yang berasal dari kepiting dan udang besar 39 ribu ton (32,5%) dan dari jamur 32 ribu ton (26,7%)(Knorr, 1991).


(19)

2.1.1 Sifat Kitin

Kitin merupakan bahan yang tidak beracun dan bahkan mudah terurai secara hayati (biodegradable). Bentuk fisiknya merupakan padatan amorf yang berwarna putih dengan kalor spesifik 0,373 ± 0,03 kal/g/oC (Knorr, 1984) dan derajat rotasi

spesifik [α]D18 +22o pada kosentrasi asam metanasulfonat 1,0%. Sebagai

biopolymer kristalin, kitin terdapat dalam 3 bentuk Kristal di alam, yaitu α, β, dan γ. Kitin-α berbentuk Kristal ortorombik dengan setiap unit selnya mengandung 4 cincinN-asetil-D-glukosamina yang ditautkan dengan 2 ikatan glikosidik β-(1→4) dan tertara secara antiparalel, rapat, dan kompak. Kitin-β berbentuk kristalin monoklin dan setiap unitnya terdiri atas 2 cincin N-asetil-D-glukosamina dan 2 molekul air yang tertara secara parallel. Sementara struktur kitin-γ diduga dalam 2 penataan, yaitu 2 rantai paralel dan 1 antiparalel. Ketiga bentuk kristalin tersebut dapat dibedakan dengan menggunakan spektroskopi IR pada bilangan gelombang 3160 dan 3190 cm-1.

Kitin hampir tidak larut dalam air, asam encer, dan basa, tetapi larut dalam asam formiat, asam metanasulfonat, N,N-dimetilasetalmida yang mengandung 5% litium klorida, heksafluoroisopropil alkohol, heksafluoroaseton dan campuran 1,2-dikloroetana-asam trikloroasetat dengan nisbah 35:65 (% [v/v])(Hirano, 1986). Asam mineral pekat seperti H2SO4, HNO3, dan H3PO4 dapat melarutkan kitin sekaligus menyebabkan rantai panjang kitin terdegradasi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil (Bastaman,1989).

2.2 Kitosan

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Sumber kitin alami ditemukan dalam cumi-cumi, jamur, serangga dan beberapa alga. Dalam jumlah produksi yang besar kitin diperoleh dari kulit luar golongan Crustasean (seperti udang, kepiting, lobster, dan udang karang) dan dari cangkang moluska (Rajasree, R & Rahate. K.P. 2013).


(20)

(21)

Tabel 2.1. Spesifikasi Kitosan

Parameter Ciri

Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk

Kadar air (%) ≤ 10,0

Kadar abu (%) ≤ 2,0

Warna larutan Tidak berwarna

N-deasetilasi (%) ≥ 70

Kelas viskositas (cps) :

- Rendah < 200

- Medium 200–799

- Tinggi 800–2000

- sangat tinggi > 2000

(Sugita, 2009) 2.2.1 Sifat Kitosan

Kitosan merupakan polimer yang terdapat berlimpah di alam dan dapat diperbaharui. Kitosan memiliki sifat yang unggul seperti biodegradabel, biokompatibilitas, tidak beracun, dan bersifat menyerap. Sifat fisik berupa padatan amorf berwarna putih kekuningan. Sifat kimia kitosan antara lain adalah poliamin


(22)

9

berbentuk linear, mempunyai gugus amino dan hidroksil yang aktif dan mempunyai kemampuan mengkelat beberapa jenis logam. Sedangkan sifat biologi kitosan antara lain: bersifat biokompatibel, dimana sebagai polimer alami, sifatnya tidak mempunyai akibat samping, aman dan tidak beracun, serta mudah diuraikan oleh mikroba. Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif. Efek regeneratif pada jaringan gusi. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol, dan bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan tulang (Kumar Dutta, P. 2004).

2.2.2 Kegunaan Kitosan

Dewasa ini aplikasi kitosan sangat banyak dan meluas. Kitosan mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun dan baik sebagai flokulan dan koagulan serta mudah membentuk membran atau film. Kitosan merupakan suatu biopolimer alam yang reaktif yang dapat melakukan perubahan-perubahan kimia (Sugita, 2009).

Tabel 2.2 Aplikasi dan fungsi kitosan diberbagai bidang

Bidang Aplikasi Fungsi

I. Pengolahan limbah Bahan koagulasi/flokulasi untuk limbah cair

Penghilangan ion-ion metal dari limbah cair

II. Pertanian Dapat menurunkan kadar asam sayur, buah dan ekstrak kopi


(23)

III. Industri tekstil Serat tekstil

Meningkatkan ketahanan warna

IV. Bioteknologi Bahan-bahan immobilisasi enzim

V. Klarifikasi / Penjernihan

a. Limbah industri pangan b. Industry sari buah

c. Pengolahan minuman beralkohol

d. Penjernihan air minum e. Penjernihan kolam renang f. Penjernihan zat warna g. Penjernihan tannin

Koagulasi/flokulasi Flokulan pectin/protein Flokulan protein/mikroba Koagulasi Flokulan mikroba Pembentuk kompleks Pembentuk kompleks

VI. Kosmetik Bahan untuk rambut dan kulit

VII. Biomedis Mempercepat penyembuhan luka Menurunkan kadar kolesterol

VIII. Fotografi Melindungi film dari kerusakan


(24)

11

2.3 Gelatin

Gelatin merupakan bahan alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen. Gelatin bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Gelatin merupakan protein konversi bersifat larut air yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang bersifat tidak larut air. Tulang sapi, kulit sapi dankulit babi adalah bahan yang biasa digunakan untuk memperoleh gelatin (Sobral,2001).

Gelatin larut dalam air, asam asetat, dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen glikol, sorbitol, dan manitol (Viro 1992), tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon tetraklorida, benzena, petroleum eter, dan pelarut organik lainnya. Dalam kondisi tertentu gelatin larut dalam campuran aseton-air dan alkohol-air. Gelatin digunakan untuk berbagai keperluan industri, baik industri pangan maupun non-pangan karena memiliki sifat yang khas, yaitu dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid. King (1969) menyatakan bahwa pada suhu 71 °C gelatin mudah larut dalam air dan membentuk gel pada suhu 49 °C.

Gelatin bersifat lentur/elastis, biokompatibel, bioabsoptivitas tinggi, dan dapat dibentuk menjadi film dan pelapis yang memiliki sifat mekanik yang cukup baik, berwarna kuning sampai putih transparan dan hampir tidak ada rasanya serta hampir tidak berbau, berbentuk serpihan atau serbuk, mudah larut dalam air panas gliserol dan asam asetat dan tidak mudah larut dalam pelarut organik. Kandungan protein gelatin sekitar 85 – 92%, sisanya berupa garam mineral dan air (Schieber and Gareis,2007). Kandungan kimia dari gelatin terbesar adalah glisin (hampir 1 dalam 3 residu asam amino, menyusun setiap 3 residu), proline dan 4 hydroxyproline residu . Tipe strukturnya adalah (– Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-Gly-Pro-) dapat dilihat pada gambar 2.4


(25)

Gambar

Gelatin adalah pembuat gel) atau se mengembang jika dir kali bobot gelatin. G didinginkan (Anonim diperoleh dari jaringa menunjukkan peruba (deMan 1997). Proses guanidin arginin. Da dipanaskan sampai m sol tersebut membent dengan tempatnya. tergulung dalam bent molekul-molekul yang Berdasarkan si dengan cara 2 prinsip dilakukan untuk mem kulit tua (keras,liat menghasilkan gelatin dimana tidak memerl belum kuat terikat sehi dinetralkan dan dicuci

Sifat fisik dan tertentu dalam gelatin gelatin seperti warna

bar 2.3 Struktur Kimia Gelatin (Poppe, 1992)

lah protein larut yang bisa bersifat sebagaigelli u sebagai non-gelling agent (Halal Guide 2007)

direndam dalam air dan berangsur-angsur me n. Gelatin larut dalam air panas dan akan mem nonima 1978). Gelatin didefinisikan sebagai ingan kolagen hewan yang dapat didispersi ubahan sol-gel reversible seiring dengan pe oses pembentukan gel pada gelatin berkaitan era

Dalam pembentukan gel, gelatin didispersi membentuk sol. Daya tarik menarik antar mol bentuk cairan yang bersifat mengalir dan dapat

. Bila didinginkan, molekul-molekul yang bentuk sol mengurai dan terjadi ikatan-ikata

ang berdekatan sehingga terbentuk suatu jaringa n sifat bahan dasarnya pembuatan gelatin da nsip dasar yaitu cara alkali dan cara asam. Cara

emperoleh gelatin tipe B, yaitu bahan dasarn iat) maupun tulang. Cara pengasaman di tin tipe A (asam). Tipe A umumnya diperoleh erlukan perendaman yang lama dengan asam, sehingga cukup dengan asam yang encer selam uci berulang-ulang, untuk menghilangkan asam dan kimia secara umum dan kandungan unsu atin dapat digunakan untuk menilai mutu gel rna, bau dan rasa dapat diukur dengan mengg

, 1992)

gelling agent(bahan 2007). Gelatin akan menyerap air 5-10 embentuk gel jika gai produk yang si dalam air dan n perubahan suhu erat dengan gugus si dalam air dan olekul lemah dan at berubah sesuai ng kompak dan katan silang antara

ngan.

n dapat dilakukan ra alkali atau basa sarnya berasal dari dilakukan untuk eh dari kulit babi, , karena jaringan ama beberapa hari, sam dan garamnya. unsur-unsur mineral

gelatin. Sifat fisik nggunakan indera


(26)

13

manusia. Sedangkan sifat kimia seperti kadar air, kadar abu, logam berat dan kandungan mineral diukur dengan menggunakan alat. Penggunaan gelatin dalam produk pangan lebih disebabkan oleh sifat fisik yang unik dari gelatin dibanding karena nilai gizinya sebagai sumber protein. Dalam industri pangan gelatin digunakan sebagai pembentuk gel, penstabil, pengemulsi, pengental busa, pembentuk kristal, pelapis, perekat, pengikat air, dan penjernih (Jones Ward and Courts,1977).

2.4 Pembentukan Film

Pembentukan film merupakan polimer yang mampu mengeras menjadi film yang koefisien. Polimer membutuhkan strukutur kimia dalam molekulnya yang memberikan kelarutan dalam medium tertentu. Sifat polimer ini penting untuk membentuk film.

Pembentukan film biasanya melibatkan proses pemanasan. Selama pemanasan, pelarut menguap baik dari larutan maupun dispersi. Pada awalnya polimer berada dalam bentuk kumparan yang terisolasi. Jika pelarut menguap secara lambat, kumparan akan saling mendekat, hingga pada konsentrasi polimer tertentu, kumparan polimer akan saling berpenetrasi satu sama lain (Osterwald, 1984)

Pembentukan film dari sistem dispersi polimer dapat digambarkan oleh pembentukan film lateks yang merupakan koloid partikel polimer yang terdispersi dalam cairan. Ikatan dua atau lebih partikel polimer kering terjadi karena aliran viskos, tegangan permukaan plastis menyediakan tekanan geser yang dibutuhkan. Sifat film kitosan bergantung pada morfologinya yang dipengaruhi oleh sistem pelarut, berat molekul, derajat N-asetilasi, penguapan pelarut, dan mekanisme regenerasi amin bebas. Penelitian Samuel menunjukan bahwa medium koagulasi seperti halnya asam untuk mencetak film dapat mempengaruhi struktur kristal kitosan. Dengan demikian pemilihan asam juga dapat memberi efek yang signifikan terhadap kekuatan tarik.(Krogras, 2003).


(27)

2.5 Karakterisasi Film

2.5.1 Pengujian Kekuatan Tarik

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σ

t) menggunakan alat pengukuran tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (F

maks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang:

t = Fmaks Ao

Selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volum spesimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, A/A= l/l, dengan l dan l masing-masing adalah panjang spesimen

setiap saat dan semula. Bila didefenisikan besaran kemuluran (ε) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula (ε = Δ l/l) maka

diperoleh hubungan:

= Ao

(l + )

Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan (regangan), yang disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva tegangan−regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat (Wirjosentono, 1995).

2.5.2 Analisa Permukaan dengan SEM (Scanning Electron Microscopy)

SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis. Prinsip kerja dari SEM adalah dengan


(28)

15

menggambarkan permukaan benda atau material dengan berkas elektron yang dipantulkan dengan energi tinggi. Permukaan material yang disinari atau terkena berkas elektron akan memantulkan kembali berkas elektron atau dinamakan berkas elektron sekunder ke segala arah. Tetapi dari semua berkas elektron yang dipantulkan terdapat satu berkas elektron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor yang terdapat di dalam SEM akan mendeteksi berkas elektron berintensitas tertinggi yang dipantulkan oleh benda atau material yang dianalisis (Micheler, 2008). Pada alat Scan Electron Microscopy (SEM) suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi (Stevens, 2001). 2.5.3 Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik (REM). Interaksi yang terjadi dalam spektroskopi inframerah ini merupakan interaksi dengan REM melalui absorbansi radiasi. Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnetik yang terletak diantara daerah tampak dan gelombang mikro. Molekul menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus. Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan pindahnya sebuah elektron ke orbital dengan energi yang lebih tinggi. Radiasi inframerah tidak cukup mengandung energi untuk melakukan eksitasi tersebut, absorbsinya hanya mengakibatkan membesarnya amflitudo getaran atom-atom yang terikat satu sama lain (Sudarmadji, 1989).

Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah vibrasi molekul yang dideteksi dan dapat diukur pada spektrofotometer infra merah. Spektra didaerah infra merah dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat bahan, perubahan struktur yang sedikit saja dapat memberikan perubahan


(29)

Menurut Sastrohamidjojo (1992), panjang gelombang yang diserap oleh berbagai tipe ikatan tergantung pada jenis vibrasi ikatan tersebut. Oleh karena itu berbagai jenis ikatan mengabsorbsi radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berbeda.

Perubahan ini sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul dengan membandingkan spektogram yang dihasilkan oleh bahan yang diuji terhadap bahan yang sudah diketahui secara kualitatif. Penerapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan fungsi puncak pada panjang gelombang terkait yang dihasilkan ole zat-zat yang diujikan dan zat standart. Spectra infra merah ditujukan terutama untuk senyawa organik yaitu analisis gugus fungsi yang dimiliki oleh senyawa tersebut (Mulja, M. 1995).

Jumlah energi yang diserap juga bervariasi untuk setiap ikatan. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan momen ikatan sewaktu absorbsi. Ikatan nonpolar (C-H atau C-C) pada umumnya memberikan absorbsi lemah, sedangkan ikatan polar (C-O) akan terlihat sebagai absorbsi yang kuat.

Spektroskopi FTIR dapat digunakan untuk menganalisa kualitatif maupun kuantitatif. Analisa kualitatif spektroskopi FTIR secara umum dipergunakan untuk identifikasi gugus-gugus fungsional yang terdapat dalam suatu senyawa yang dianalisa (Silverstein, 1986). Dua variasi instrumental dari spektroskopi infra merah yaitu metode dispersif yang lebih tua, dimana prisma atau kisi dipakai untuk mendispersikan radiasi infra merah, dan metode Frourier Transform (FT) yang lebih akhir, yang menggunakan prinsip interferometri.

Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembanagan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini memiliki komputer yang terdedikasi, kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum (Stevens, 2001). Spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) pada prinsipnya sama dengan spektroskopi inframerah, hanya saja spektroskopi FTIR ditambahkan alat optik (fourier transform) untuk menghasilkan spektra yang lebih baik, sehingga spektroskopi FTIR dapat menghasilkan data dimana dengan spektroskopi inframerah puncak yang diinginkan tidak muncul. 2.5.3.1 Peralatan untuk Spektrofotometer Inframerah


(30)

17

Komponen dasar spektrofotometer IR sama dengan UV-tampak, tetapi sumber, detektor, dan komponen optiknya sedikit berbeda. Mula-mula sinar infra merah dilewatkan melalui sampel dan larutan pembanding, kemudian dilewatkan pada monokromator untuk menghilangkan sinar yang tidak diinginkan (stray radiation). Berkas ini kemudian didispersikan melalui prisma. Dengan melewatkannya melalui slit, sinar tersebut dapat difokuskan pada detektor. (Khopkar,S.M.2008).

Gambar 2.4 Bagan Alat Spektroskopi Inframerah (Fessenden, R.J. 1983)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofotometer inframerah. Komponen alat yang khas adalah sumber cahaya yang memancarkan cahaya inframerah pada semua panjang gelombang. Cahaya dari sumber ini pecah oleh sistem cermin menjadi dua berkas cahaya, berkas rujukan (referensi) dan berkas contoh. Setelah masing-masing melewati sel rujukan (pelarut murni, jika pelarut itu digunakan dalam contoh, atau kosong jika contoh tak menggunakan pelarut) dan sel contoh, kedua berkas ini digabung kembali dalam pemenggal (chopper; suatu sistem cincin lain), menjadi suatu berkas yang berasal dari kedua berkas itu, yang selang-seling bergantian. Berkas selang-seling ini didifraksi oleh suatu kisi sehingga berkas itu terpecah menurut panjang gelombang. Detektor mengukur beda intensitas antara kedua macam berkas tadi pada tiap-tiap panjang gelombang dan meneruskan informasi ini ke perekam, yang menghasilkan spektrum. Pita-pita

Sumbe r Cahaya Sel Contoh Sel Rujuka n


(31)

bertumpang-tindih dengan suatu pita kuat disebut bahu (sh, shoulder). Banyaknya gugus identik dalam sebuah molekul mengubah kekuatan relatif pita absopsinya dalam suatu spektrum. (Fessenden,R.J.1983).


(32)

19

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alatalat Percobaan

- Neraca Analitik ohaus

- Hot Plate memmert

- Labu Takar pyrex

- Gelas Beaker pyrex

- Gelas Ukur pyrex

- Pipet Volumetri pyrex

- Oven memmert

- Pipet Tetes

- Bola Karet

- Spatula

- Magnetic Stirrer

- Botol Akuades

- Plat Kaca ukuran 17,5 cm x 8,5 cm

- Seperangkat Alat Uji Tarik gotech

- Scanning Electron Microscopy(SEM)

- Fourier Transform Infrared Spectroscopy(FTIR) shimadzu

3.2 Bahan–bahan Percobaan

- CH3COOH glacial 100% p.a (E, Merk)

- Kitosan Molekul Tinggi

- Akuades


(33)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan CH3COOH 1%

Sebanyak 5 ml CH3COOH glacial 100% dipipet dengan menggunakan pipet volume dan dimasukkan kedalam labu takar 500 ml. Kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis batas lalu di homogenkan.

3.3.2 Penyediaan Larutan Film Kitosan-Gelatin a. Pembuatan Larutan Gelatin 2%

Sebanyak 2 gram gelatin dilarutkan kedalam 100 ml akuades. Kemudian dipanaskan diatas hot plate pada suhu ± 60oC sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer selama ± 2 jam.

b. Pembuatan Larutan Kitosan 2%

Sebanyak 2 gram kitosan dilarutkan kedalam 100 ml larutan CH3COOH 1%. Kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer pada suhu kamar (25oC) selama ± 2 jam.

3.3.3 Pembuatan Film Kitosan-Gelatin dengan Perbandingan Volume

Larutan kitosan dan gelatin yang tersedia diaduk secara mekanik dan dituangkan kedalam plat kaca (17,5 cm x 8,5 cm) dengan perbandingan volume kitosan dan gelatin yaitu 25% : 75%. Kemudian dikeringkan didalam oven pada suhu ± 50oC selama ± 24 jam. Setelah film kitosan-gelatin mengering kemudian dilepaskan dari plat kaca dan dikarakterisasi. Kemudian diulangi prosedur yang sama untuk perbandingan kitosan–gelatin 50% : 50% dan 75% : 25%.

3.3.4 Kekuatan Tarik dari Film KitosanGelatin

Sifat mekanik film kitosan–gelatin dipelajari untuk menentukan kekuatan tarik mereka dan perpanjangan putus. Kekuatan tarik diukur dalam satuan MPa yang menunjukkan kekuatan maksimum (N) per satuan luas penampang silang (mm2) diperlukan untuk memutuskan sampel.


(34)

21

3.3.5 Karakterisasi Film Kitosan-Gelatin

Film kitosan–gelatin dikarakterisasi dengan spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) untuk menganalisis gugus fungsi dalam film kitosan-gelatin dan permukaan morfologi film kitosan dipelajari dengan SEM (Scanning Electron Microscopy).

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Larutan CH3COOH 1%

Dimasukkan kedalam labu takar 500 ml

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda Dihomogenkan

3.4.2 Penyediaan Larutan Film Kitosan-Gelatin a. Larutan Gelatin 2%

Dimasukkan kedalam beaker glass Dilarutkan dengan 100 ml akuades

Dipanaskan pada suhu ± 60oC

Diaduk menggunakan magnetic stirrer selama ± 2 jam 5 ml CH3COOH glacial

Hasil

2 gram Gelatin


(35)

b. Larutan Kitosan 2%

Dimasukkan kedalam beaker glass Dilarutkan dengan 100 ml CH3COOH 1%

Diaduk menggunakan magnetik stirrer selama ± 2 jam

3.4.3 Pembuatan Film Kitosan-Gelatin (Konwar, et al 2014) Yang Telah Dimodifikasi

masing-masing larutan dituang

kedalam cetakan dengan perbandingan Kitosan : Gelatin (25%:75%, 50%:50%, 75%:25%)

dihomogenkan

Dikeringkan pada suhu ± 50oC Selama ± 24 jam

\

Larutan kitosan Larutan gelatin

Campuran larutan kitosan + gelatin

Film kitosan + gelatin

Analisa FTIR Analisa SEM Uji Tarik 2 gram Kitosan


(36)

(37)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Karakterisasi Film Kitosan-Gelatin

Pada penelitian ini film kitosan-gelatin di karakterisasi dengan menggunakan uji kekuatan tarik, FTIR dan SEM

4.2.1.1 Karakterisasi Film Kitosan-Gelatin dengan Uji Kekuatan Tarik

Pengujian sifat mekanik dalam penelitian ini meliputi pengukuran ketebalan dan kekuatan tarik film gelatin. Uji kekuatan film kitosan-gelatin dilakukan pada suhu kamar dengan variasi perbandingan jumlah volume larutan kitosan : larutan gelatin yaitu 25% : 75%, 50% : 50%, 75% : 25%.

Analisa uji tarik digunakan untuk mengkarakterisasi kekuatan mekanik dari film kitosan-gelatin. Sampel dipotong dalam bentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 70 mm dan lebar 20 mm. Hasil pengujian sifat mekanik melalui uji tarik dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Data Kekuatan Tarik Film Kitosan-Gelatin

No Sampel Ketebalan

(mm)

Kekuatan Tarik (MPa)

1. Film kitosan 0,01 1,28

2. Film kitosan-gelatin (25%:75%) 0,02 2,156 3. Film kitosan-gelatin (50%:50%) 0,03 2,84 4. Film kitosan-gelatin (75%:25%) 0,04 9,604


(38)

0 2 4 6 8 10 12

1 2 3 4

K e k u a ta n T a ri k ( M P a ) Series1


(39)

2927,94 C-H alkana

1635,64 C=O amida

1006,84 C-O ester


(40)

Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

3738,05 O-H

3286,7 N-H amina

3074,53 C-H aromatic

2935,66 C-H alkena

1651,07 C=O amida


(41)

2877,79 C-H alkana

1693,5 C=O amida

1589,34 C=C aromatic


(42)

29

tidak mengalami perubahan posisi puncak yang signifikan antara ketiga film yang dihasilkan dengan perbandingan K25%:G75%, K50%:G50%, K75%:G25% dan spektrum yang dihasilkan dari ketiga film tersebut hampir menunjukkan gugus yang sama.

Hasil penelitian Darmanto, dkk (2011) menjelaskan bahwa pencampuran gelatin pada kitosan ini menyebabkan adanya pergeseran dan perubahan puncak pada spektra infra merah kitosan. Perubahan dan pergeseran spektra infra merah pada film gelatin-kitosan bila dibandingkan dengan spektra infra merah kitosan diakibatkan dari adanya ikatan hidrogen antara kitosan dan gelatin dalam pembentukkan polielektrolit. Menurut Sionkowska, dkk (2004) ikatan hidrogen tersebut terjadi antara gugus –OH dari hidroksiprolin pada gelatin dengan gugus NH2pada kitosan.

4.2.1.3 Karakterisasi Film Kitosan-Gelatin dengan SEM

Film juga dikarakterisasi dengan SEM dengan tujuan untuk melihat morfologi dari film kitosan-gelatin. Setelah dilihat morfologi dari ketiga film tersebut menghasilkan permukaan yang relatif halus dan tidak kasar, ini berarti kitosan dan gelatin melarut dengan sempurna, sehingga molekul – molekul dari kitosan ataupun gelatin sangat sedikit menutupi pori –pori film (Meriatna, 2008). Morfologi film yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar dibawah ini :


(43)

(44)

(45)

(46)

33

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pembuatan dan karakterisasi film kitosan molekul tinggi dengan gelatin serta mengetahui perbandingan dari jumlah volume larutan kitosan : larutan gelatin yang paling baik digunakan dalam pembuatan film dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :

1. Hasil uji kekuatan tarik dari film kitosan adalah 1,24 MPa, dengan perbandingan volume larutan kitosan:larutan gelatin (25%:75%) adalah 2,156 MPa, dengan perbandingan volume larutan kitosan:larutan gelatin (50%:50%) adalah 2,84 MPa, dengan perbandingan volume larutan kitosan:larutan gelatin (75%:25%) adalah 9,604 MPa.

2. Hasil uji FTIR pada kitosan dan film kitosan-gelatin menunjukkan bahwa adanya interaksi ikatan hidrogen yang terjadi pada pencampuran kitosan dan gelatin, pada puncak spektrum tertinggi yaitu gugus N-H (3433,29 cm -1

) pada kitosan mengalami perubahan menjadi gugus O-H (3645,46 cm-1) pada film kitosan-gelatin.

3. Hasil uji SEM dari ketiga film tersebut menghasilkan permukaan yang relatif halus dan tidak kasar.

Sehingga film yang dihasilkan dengan perbandingan jumlah larutan kitosan: larutan gelatin (75%:25%) memiliki karakteristik yang paling baik.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk melakukan penggabungan kitosan dengan bahan polimer alam lain untuk menghasilkan film yang memiliki karakteristik yang lebih baik.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Achet. D., & He, X, W. 1995. Determination of the Renaturation Level in Gelatin Films, Polymer, 36,787-791

Agusnar, H., I. Nainggolan, and Sukirman. 2013. Mechanical Properties of Paper from Oil Palm Pulp Treated with Chitosan from Horseshoe Crab. Advances in Eviromental Biology. 7(12) : 3857-3860.

Anonima. 1978.Mutu dan Cara Uji Gelatin. Jakarta: Departemen Perindustrian. Aryanto, A. Y. 2002. Pemanfaatan Khitosan dari Limbah Kulit Udang

(Crustacea) Sebagai Bahan untuk Pembuatan Membran. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Sarjana.

Bastaman S. 1989. Studies on Degradation and Extraction of chitin and Chitosan From Prawn Shell (Nephrops norvegicus) [Tesis]. Belfast: Faculty of

Engineering, The Quen’s University of Belfast.

DeMan JM. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan. K. Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.

Fessenden,R.J & Fessenden, J.S. 1983. Kimia Organik. Edisi Kedua. Jilid 1. Erlangga: Jakarta

Gomez-Estaca, J., Lopez de Lecay, A., Lopez-Caballero, M,E., Gomez-Guillen, M, C., & Montero, P. 2010. Biodegradable Gelatine-Chitosan Films Incorporated with Essential Oils as Antimicrobial Agents for Fish Preservation. Food Microbiolgy

Goosen, M.F.A. 1997. Applications of Chitin and Chitosan. USA : Technomic. Didalam: Kolodziejska, I., Wojtasz- Pajak, A., Ogonowska, G., dan Sikorski, Z. E. 2000. Deacetylation of Chitin in two-stage Chemical and Enzymatic Process.

Hirano, S. 1986.Chitin and Chitosan. In Ullmann’s Encyclopedia of Industrial

Chemistry.Completly revised edition.Weinheim,New 34ork.

Jayakumar, R., & Tamura, H. 2008. Synthesis, Characterization and Thermal Properties of Chitin-g-poly Copolymers by using Chitin Gel. International Journal of Biological Macromolecules, 43, 32-36

Kanti, P., Srigowri, K., Madhuri, J., Smitha, B., and Sridhar, S., (2004), Dehydration of Ethanol Through Blend Membranes of Chitosanand


(48)

35

Sodium Alginate by Pervaporation, Separation and Purification Technology, 40, pp. 259-266.

Khopkar, SM. 2008.Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Knorr D.1991.Recovery and Utilization of Chitin and Chitosan in Food processing Waste Management.Food Tech.45 (1):114-122

Knorr D. 1984. Uses Of Chitinous Polymer In Food A Challenge For Food Research And Development (Chitin, Chitosan, Functional Properties, Nutritional Aspects, Safety). Food Technol 38(1)

Kumar Dutta, P., Dutta, J., & Tripathi, V.S. 2004. Chitin and Chitosan: Chemistry, Properties and Applications. Journal of Scientific & Industrial Research. Vol. 63, 20-31

Majeti, N.V. and Kumar, R., (2000), A review of chitin and chitosan applications, Reactive & Functional Polymers,46, pp. 1-27

Martinou A, Kafetzopoulos D, Bouriotis V. 1995. Chitin Deacetylation by Enzimatic Means: Monitoring of Deacetylation Processes. Carbohydrate Research 273:235-242

Micheler, Georg. H. 2008. Electron Microscopy of Polymers. Germany: Springer Laboratory

Mojarrad JS, Mahboob N, Valizadeh H, ansarin M, Bourbour S. 2006. Preparation of Glucosamine from Exoskeleton of Shrimp and Predicting production Yield by Response Surface Methodology. Journal of Agricultular and Chemistry 55:2264-2250

Mulja, M. 1995.Analisis Instrumental. Airlangga Press. Surabaya.

Muzzarelli, R.A.A. (1973), Natural Chelating Polymers: Alginic acid, Chitin and Chitosan, Pergamon Press, Oxford, UK.

Poppe J. 1992. Gelatin.Di dalam Imeson A (ed). Thickening and Gelling Agents for Food. London: Blackie Academic and Professional.

Rajasree, R., & Rahate, K.P. 2013. An Overview on Various Modifications of Chitosan and It’s Applications. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. Vol. 4, 11.


(49)

Shahidi, F. and Abuzaytoun, R., (2005), Chitin, Chitosan, And Co-Products: Chemistry, Production, Applications, And Health Effects, Advances In Food And Nutrition Research,Vol 49, Elsevier Inc.

Silverstein, M., Robert, Bassler, Clayton,G., Morril,C.,& Trence. 1986. Penyidikan Spektrometik Senyawa Organik.Jakarta : Erlangga

Sobral, P. J. A., dan Habitante, A. M. Q. B. 2001. “Phase Transitions of Pigskin Gelatin”.Food Hydrocolloids, 15: 377–382.

Stevens, M.P. 2001.Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Jakarta. Pradnya Paramita Sudarmadji, Slamet, Haryono, Bambang, & Suhardi. 1989.Analisa Bahan

Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta

Sugita, P., Wukirsari, T., Sjahriza, A., dan Wahyono, D. 2009. Kitosan : Sumber Biomaterial Masa Depan. IPB Prees. Bogor

Tokuyasu K, Ono H, Kameyama MO, Hayashi K, Moil Y. 1997. Deacetylation of Chitin Oligosaccharides of dp 2-4 by Chitin Deacetylase from Collectotrichum lindemuthianum. The Journal Of Biological Chemistry 270:26286-26291

Viro F. 1992. Gelatin.Di dalam Hui YH (ed).Encyclopedia of Food Science and TechnologyVol 2: 650-651. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Ward AG, Courts A. 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press.

Wirjosentono, B., A.N, Sitompul., Sumarno., T.A, Siregar., S.B, Lubis. 1995. Analisis dan Karakterisasi Polimer. USU Press. Medan.


(50)

(51)

(52)

(53)

(54)

(55)

(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)