Pemanfaatan Tongkol Jagung Dengan Starbio, Aspergilus niger dan Trichoderma viride terhadap Kecernaan Protein Kasar dan Serat Kasar Pada Domba Jantan Lokal Lepas Sapih

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba

  Domba dan kambing merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia yang menyusui anaknya. Disamping sebagai penghasil daging yang baik, domba dan kambing juga menghasilkan kulit yang dapat di manfaatkan untuk berbagai macam keperluan industri kulit dan khusus untuk domba menghasilkan bulu (wool) yang sangat baik untuk keperluan bahan sandang (tekstil) (Cahyono,1998).

  Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku belah dan termasuk pada sub famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk ke dalam genus Ovis dan yang didomestikasi adalah Ovis aries (Johnston, 1983). Taksonomi domba menurut Blakely dan Bade (1985), bahwa semua domba mempunyai karakteristik yang sama. Adapun klasifikasinya adalalah Kingdom : Animalia (hewan) ; Phylum : Chordata (hewan bertulang belakang) ; Class : Mammalia (hewan menyusui) ; Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap) ; Family: Bovidae (memamah biak) ; Genus : Ovis (domba) ; Spesies : Ovis aries (domba yang didomestikasi).

  Menurut Ensminger (1991) pada mulanya domba didomestikasi di kawasan Eropa dan Asia. Ciri khas pada domba domestikasi adalah tanduk yang berpenampang segitiga dan tumbuh melilit seperti spiral yang terdapat pada domba jantan. Bobot badan pada domba jantan lebih tinggi dibandingkan domba betina.

  Domba diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan tumbuhan) karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Domba juga merupakan hewan mamalia, karena menyusui anak-anaknya. Sistem pencernaan pakan yang khas didalam rumen menyebabkan domba juga digolongkan sebagai hewan ruminansia. Sistem pencernaan yang khas inilah yang menyebabkan domba mampu mengkonversi pakan-pakan berkualitas rendah menjadi produk bergizi tinggi, seperti daging dan susu, serta hasil ikutan yang berkualitas tinggi seperti kulit dan wol (Sodiq dan Abidin, 2002).

  Menurut Tomaszeweska et al ., (1993) ternak domba mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari segi pemeliharaannya, yakni : cepat berkembang biak, dapat beranak lebih dari satu ekor dan dapat beranak dua kali dalam satu tahun, selalu bergerombol bila sedang merumput atau berjalan, kurang memilih dalam hal pakan sehingga memudahkan dalam pemeliharaan, memberikan pupuk kandang untuk keperluan pertanian, serta sebagai sumber keuangan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang mendadak.

  Pertumbuhan Domba

  Laju pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia (Cole, 1982). Pertumbuhan pada hewan merupakan suatu fenomena universal yang bermula dari suatu telur yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan mencapai dewasa. Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan kenaikan berat badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan pertumbuhan berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainnya (Tillman et al., 1981).

  Sistem Pencernaan Ruminansia

  Ternak ruminansia berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena mempunyai lambung sejati, yaitu abomasum, dan lambung muka yang membesar, yang mempunyai tiga ruangan, yaitu rumen, retikulum dan omasum ruminansia mempunyai kapasitas lambung yang besar tetapi jumlah yang dapat dimakan masih terbatas oleh kecepatan pencernaan dan sisa makanan yang dapat dikeluarkan dari saluran pencernaan. Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah pencernaan (Tillman et al., 1981).

  Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa untuk membentuk asam-asam lemak terbang. Mikroorganisme tersebut mencerna pati, gula, lemak, protein dan nitrogen bukan protein untuk membentuk protein mikrobial dan vitamin B. Tidak ada enzim dari sekresi lambung ruminansia tersangkut dalam sintesa mikrobial (Anggorodi, 1979).

  Ruminansia secara spesifik mampu mensintesis asam-asam amino dari unsur-unsur yang dihasilkan oleh berbagai proses yang terjadi di dalam rumen.

  Itulah sebabnya, ruminansia mampu mengkonsumsi urea (yang merupakan non- protein nitrogen) dalam jumlah terbatas, yang di dalam rumen terurai menjadi NH dan merupakan bahan utama pembentukan asam-asam amino. Selain itu

  3

  bahan pakan yang dikonsumsinya, kebutuhan tubuh ruminansia terhadap protein juga dipenuhi dari mikroba rumen (Sodiq dan Abidin, 2002).

  Pakan Ternak Domba

  Pakan bagi ternak domba dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Pakan sangat esensial bagi ternak domba karena pakan yang baik akan menjadikan ternak sanggup melaksanakan kegiatan serta fungsi proses dalam tubuh secara normal. Pada batasan minimal, pakan bagi ternak domba berguna untuk menjaga keseimbangan jaringan tubuh dan membuat energi sehingga mampu melaksanakan peran dalam proses metabolisme (Murtidjo, 1993).

  Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksudkan untuk mengatasi lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan untuk produksi. (Widayati dan Widalestari, 1996).

  Bahan pakan harus menyediakan zat-zat nutrisi yang dapat digunakan untuk membangun dan menggantikan bagian-bagian tubuh dan menciptakan hasil- hasil produksinya, seperti daging, wol. Bahan pakan harus pula memberikan energi untuk keperluan proses-proses tersebut (Anggorodi, 1979).

  Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi zat-zat nutrisi sehingga ternak mudah terserang penyakit.

  Penyediaan pakan harus diupayakan secara terus menerus dan sesuai dengan standar gizi menurut status ternak yang dipelihara (Cahyono, 1998).

  Kebutuhan zat gizi dalam pakan domba dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

  Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat pakan untuk ternak domba BK ENERGI Protein

  BB Ca P

  ME TDN Total DD (Kg)

  (Kg) %BB (Mcal) (Kg) (g) (g) 5 - 0,14 0,60 0,61 51 41 1,91 1,40 10 0,25 2,50 1,01 1,28 81 68 2,30 1,60 15 0,36 2,40 1,37 0,38 115 92 2,80 1,90

  20 0,51 2,60 1,80 0,50 150 120 3,40 2,30 25 0,62 2,50 1,91 0,53 160 128 4,10 2,80 30 0,81 2,70 2,44 0,67 204 163 4,80 2,30 Sumber : NRC (Nutrient Requirement of sheep, 1985).

  Kebutuhan ternak akan zat gizi dalam pakan domba perlu diperhatikan untuk mandapat hasil yang maksimal dalam usaha penggemukan domba.

  Kandungan gizi dalam pakan domba ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan zat gizi dalam pakan domba (dasar bahan kering)

  Berat Energi Konsumsi TDN Protein Ca P Vit A

  Badan DE ME (Kg) (%) (%) (%) (%) (IU/kg)

  (kg) (Mcal/kg) Domba jantan muda digemukkan 30 1,3 64 2,8 2,3 11,0 0,37 0,23 588 40 1,6 70 3,1 2,5 11,0 0,31 0,19 638 50 1,8 70 3,1 2,5 11,0 0,28 0,17 708 Domba jantan muda disapih awal 10 0,6 73 3,2 2,6 16,0 0,40 0,27 1417 30 1,4 73 3,2 2,6 14,0 0,36 0,24 1821 Sumber : NRC (Nutrient Requirement of sheep, 1985).

  Pakan komplit (Complete Feed) adalah campuran semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan dan konsentrat yang dicampur menjadi satu campuran yang homogen dan diberikan kepada ternak sebagai satu-satunya pakan tanpa tambahan rumput segar. Pakan komplit dibuat dari hasil samping pertanian seperti jerami kedelai, tetes tebu, kulit kakao, kulit kopi, ampas tebu, bungkil biji kapok, dedak padi, onggok kering dan bungkil kopra, pakan tersebut diformulasikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan ternak terpenuhi. Wahjuni dan Bijanti (2006) menjelaskan, pakan komplit disusun untuk menyediakan ransum secara komplit dan praktis dengan pemenuhan nilai nutrisi yang tercukupi untuk kebutuhan ternak serta dapat ditujukan untuk perbaikan sistem pemberian pakan. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan

  complete feed antara lain : 1) sumber SK (jerami, tongkol jagung, pucuk tebu),

  2) sumber energi (dedak padi, kulit kopi, kulit kakao tapioka, tetes), 3) sumber protein (bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil sawit, bungkil biji kapok), dan 4) sumber mineral (tepung tulang, garam dapur).

  Keuntungan pembuatan pakan lengkap antara lain meningkatkan efisiensi dalam pemberian pakan dan menurunnya sisa pakan dalam palungan, hijauan yang palatabilitas rendah setelah dicampur dengan konsentrat dapat mendorong meningkatnya konsumsi, untuk membatasi konsumsi konsentrat karena harga konsentrat mahal (Yani, 2001).

  Teknologi pengolahan hasil samping pertanian dan hasil samping agroindustri menjadi pakan lengkap merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai kedua hasil samping tersebut dengan metode prosessing yang terdiri atas : 1) perlakuan pencacahan (choppping) untuk merubah ukuran partikel dan melunakkan tekstur bahan agar konsumsi ternak lebih efisien, 2) perlakuan pengeringan (drying) dengan panas matahari atau dengan alat pengering untuk menurunkan kadar air bahan, dan 3) proses pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampuran (mixer) dan perlakuan penggilingan dengan alat giling Hammer Mill dan terakhir proses pengemasan (Wahyono dan Hardianto, 2004).

  Hijauan Pakan Ternak Domba

  Hijauan pakan merupakan pakan kasar yang terdiri dari hijauan pakan yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul yang telah diintroduksikan, juga beberapa jenis leguminosa. Hijauan pakan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak saja sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi, yaitu protein, sumber tenaga, vitamin dan mineral (Murtidjo, 1993).

  Hijauan yang masih muda akan lebih dapat dicerna daripada yang tua. Perbedaan dalam daya cerna tersebut terjadi bila tumbuh-tumbuhan menjadi tua, disebabkan terutama karena bertambahnya kadar lignin yang hampir tidak dapat dicerna meskipun oleh hewan ruminansia (Anggorodi, 1979). Tillman et al., (1981) menyatakan bahwa kadar serat tanaman adalah terendah bila tanaman masih sangat muda dan cenderung naik kadar serat kasarnya bila tanaman makin tua. Pada umumnya, kadar serat kasar tanaman yang makin tinggi, pencernaannya makin lama dan nilai energi produktifnya makin rendah.

  Hijauan merupakan pakan utama untuk ruminansia sehingga penyediaannya harus kontinyu. Rumput gajah merupakan rumput yang berasal dari Afrika tropik dan merupakan rumput potong (Reksohadiprodjo, 1994). Rumput gajah mengandung protein kasar (PK) 9,72%, lemak kasar (LK) 1,04%, serat kasar (SK) 27,54%, abu 18,13% dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 43,56% (Lubis, 1992). Penggunaan rumput gajah sebagai pakan tunggal belum dapat memenuhi kebutuhan protein dan energi untuk ternak berproduksi.

  Penggunaan rumput gajah sebagai pakan membutuhkan suplementasi protein, energi dan mineral, sehingga perlu dilakukan penambahan pakan berupa konsentrat. Rumput gajah dan konsentrat yang dicampur secara homogen bisa disebut dengan istilah pakan komplit (complete feed). Pakan komplit merupakan suatu jenis pakan yang terdiri dari hijauan dan konsentrat yang diberikan dalam imbangan yang memadai (Wahjuni dan Bijanti, 2006).

  Tongkol Jagung

  Tongkol jagung/ janggel adalah hasil samping yang diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel (Rohaeni et al., 2006).

  Tongkol jagung ini sangat potensial dikembangkan untuk pakan ternak ruminansia. Namun hasil samping ini belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pakan ternak. Hal ini mungkin disebabkan oleh kualitasnya yang relatif rendah seperti pada hasil samping pertanian lainnya. Tongkol jagung ini mempunyai kadar protein yang rendah dengan kadar lignin dan selulosa yang tinggi (Aregheore, 1995). Dengan kandungan sellulosa yang cukup tinggi yang merupakan komponen serat yang dapat dicerna, maka tongkol jagung dapat menyediakan energi yang cukup untuk pertumbuhan mikroba dalam rumen.

  Namun karena rendahnya kandungan protein dan tingginya kadar lignin menyebabkan selulose menjadi tidak tersedia untuk difermentasi di dalam rumen akibatnya kecernaannya menjadi rendah (kecernaan in vitro nya < 50%) (Brandt, 1986). Oleh karena itu perlu diolah untuk meningkatkan nilai nutrien dan kecernaannya. Hasil penelitian sebelumnya pengolahan tongkol jagung menggunakan urea dapat menghasilkan kadar protein sebasar 10% dan kecernaan sebasar 60% (Yulistiani et al., 2009) .

  Nilai nutrisi dari limbah tanaman dan hasil samping industri jagung sangat bervariasi (terdapat pada Tabel 3). Nilai kecernaan kulit jagung dan tongkol (60%) ini hampir sama dengan nilai kecernaan rumput gajah sehingga kedua bahan ini dapat menggantikan rumput gajah sebagai sumber hijauan (Mcctucheon dan Samples, 2002). Tabel 3. Proporsi limbah tanaman jagung, kadar protein kasar dan nilai kecernaan bahan keringnya Limbah Kadar air Proporsi Protein Kecernaan Palatabilitas jagung (%) limbah kasar (%) BK in vitro

  (% BK) (%) Batang 70-75 50 3,7

  51 Rendah Daun 20-25 20 7,0 58 Tinggi Tongkol 50-55 20 2,8

  60 Rendah Kulit 45-50 10 2,8

  68 Tinggi jagung

  Sumber: Preston (2006).

  Dedak Padi

  Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan penumbukan padi (Parakkasi, 1995). Sedangkan menurut Rasyaf (1992) Sebagai bahan makanan asal nabati, dedak memang hasil samping proses pengolahan padi menjadi beras. Oleh sebab itu kandungan nutrisinya juga cukup baik, dimana kandungan protein dedak halus sebesar 12 %-13 %, kandungan lemak 13 %, dan serat kasarnya 12 %.

  Kandungan nilai gizi dalam dedak halus ini dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

  Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak halus Uraian Kandungan (%) Protein Kasar 11,90 TDN 67.00 Serat Kasar

  8.50 Lemak Kasar

  9.10 Bahan Kering 89,60 Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2001).

  Bungkil Inti Sawit

  Menurut Devendra (1997) bungkil inti sawit adalah hasil samping/ hasil ikutan dari hasil ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi atau cara mekanik walaupun kandungan proteinnya agak baik tapi karena serat kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang cocok bagi ternak monogastrik dan lebih cocok pada ternak ruminansia.

  Silitonga (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi persentase bungkil inti sawit dalam ransum maka kenaikan berat badan perhari semakin besar, namun demikian pemberian optimal dari bungkil inti sawit ialah 1,5 % dari berat badan untuk mempengaruhi pertumbuhan ternak domba. Batubara et al., (1992) melaporkan bungkil inti sawit dapat digunakan sebesar 40% dalam konsentrat domba yang ditambah dengan molases 20%.

  Kandungan nilai gizi dalam bungkil inti sawit ini dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

  Tabel 5. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit Uraian Kandungan (%)

  a

  Protein Kasar 15,4

  b

  TDN 81

  a

  Serat Kasar 16,9

  a

  Lemak Kasar 2,4

  a

  Bahan Kering 92,6 Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2005).

  Molases

  Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein dan mineralnya cukup tinggi sehingga bisa juga dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya hanya sebagai pakan pendukung. Disamping harganya murah, kelebihan lain tetes tebu terletak pada aroma dan rasanya (Widayati dan Widalestari, 1996).

  Molases sebagai hasil ikutan proses pengolahan tebu menjadi gula sangat palatabel bagi ternak domba. Penyertaan molases dalam campuran dengan bahan pakan tambahan lain dapat meningkatkan konsumsi pakan tambahan secara keseluruhan akibat aroma yang ditimbulkannya, maupun terbentuknya ikatan fisik dintara bahan penyusun pakan tambahan sehingga mengurangi hilangnya pakan terutama bahan pakan yang bersifat pendebuan. Pemberian molases sebagai bahan pakan tambahan tunggal atau dalam bentuk campuran dengan bahan pakan lain meningkatkan laju pertambahan berat badan harian pada domba (Batubara et al., 1993).

  Kandungan nilai gizi molases dapat dilihat pada Tabel 6 yang tertera dibawah ini.

  Tabel 6. Kandungan nilai gizi molases Kandungan Zat Kadar Zat (%) Bahan Kering 67,5 Protein Kasar

  3-4 Lemak Kasar

  0,08 Serat Kasar

  0,38 TDN 81,0 Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan FP-USU, Medan (2000).

  Urea

  Menurut Basir (1990) selain meningkatkan kualitas hijauan, urea juga dapat dimanfaatkan sebagai pengganti protein butir-butiran. Urea juga dapat memenuhi kebutuhan protein untuk pertumbuhan dan produksi ternak ruminansia.

  Menurut Utomo (1991) menyatakan bahwa penggunaan urea dalam ransum ternak domba sebanyak 4,5% dari pemberian konsentrat belum menunjukkan gejala keracunan. Namun apabila urea yang diberikan terlalu banyak akan menyebabkan kenaikan pH rumen dan serum darah yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme terhambat.

  Garam

  Garam diperlukan oleh domba sebagai perangsang menambah nafsu makan.Garam juga sebagai unsur yang dibutuhkan sekali dalam kelancaran pekerjaan faali tubuh (Sumoprastowo, 1993).

  Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam bentuk jilatan (lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor atau mineral mikro dan senyawa lain misalnya obat parasit (Tillman et al., 1981).

  Pada umumnya bahan pakan yang digunakan untuk ternak tidak cukup mengandung Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum (termasuk untuk unggas). Hampir semua bahan pakan nabati (termasuk khususnya hijauan tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan pakan hewani.

  Oleh karena itu bahan pakan ruminan (terutama hijauan) maka suplemen Na dan Cl dalam bentuk garam dapur dapat (hendaknya) dilakukan oleh peternak, pemberian tersebut dapat ad libitum (Parakkasi, 1995)

  Mineral

  Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil, namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik.

  Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan darah dan pembentukkan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme didalam sel. Penambahan mineral dalam ransum domba dapat mencegah kekurangan mineral didalam makanan (Setiadi dan Inounu, 1991).

  Mineral yang dibutuhkan ternak domba memang relatif sedikit, namun mineral sangat penting dan diperlukan untuk kesempurnaan pakan yang dikonsumsi oleh ternak domba. Mineral esensial yang diperlukan oleh tubuh ternak domba terbagi dalam 2 kelompok, yakni mineral makro yang terdiri dari Ca, P, Mg, Na, K dan Cl, serta mineral mikro yang terdiri dari Cu, Mo,Fe dan lain-lain.Kebutuhan akan mineral makro lebih banyak daripada jumlah kebutuhan mineral mikro (Murtidjo, 1993).

  Parakkasi (1995) menyatakan bahwa guna memenuhi kebutuhan mineral, mungkin dapat diusahakan bila ruminan bersangkutan dapat mengkonsumsi hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya mengandung (relatif) kurang mineral (terutama dimusim kemarau) maka umumnya ruminan didaerah tropis cenderung defisiensi akan mineral.

  Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan mineral pada domba ini. Diantaranya adalah sebagai berikut: bangsa hewan, umur, jenis kelamin, pertumbuhan, kesuburan berkembang biak, laktasi, iklim, ransum, kandungan mineral tanah, keseimbangan hormonal dan kegiatan faali di dalam tubuh (Sumoprastowo, 1993).

  Secara umum mineral-mineral berfungsi sebagai berikut : 1) Bahan pembentukan tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan keras dan kuat, 2) Mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh, 3) Memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh, 4) Aktivator sistem enzim tertentu, 5) Komponen dari suatu enzim, dan 6) Mineral mempunyai sifat yang karakteristik terhadap kepekaan otot dan saraf (Tillman et al., 1981). Tabel 7. Unsur-unsur mineral yang esensial dan kadarnya dalam tubuh hewan

  Makro Mikro Unsur % Unsur Mg/Kg Kalsium (Ca)

  1.5 Besi (Fe) 20-80 Fosfor (P)

  1.0 Seng (Zn) 10-50 Kalium (K)

  0.2 Tembaga (Cu)

  1.5 Natrium (Na)

  0.16 Mangan (Mn) 0.2-0.5 Khlor (Cl)

  0.11 Yodium (J) 0.3-0.6 Sulfur(S) 0.15 Kobalt (Co) 0.02-0.1 Magnesium (Mg) 0.04 Molibdum (Mo)

  1.4 Selenium (Se)

  1.7 Khromium (Cr)

  0.08 Sumber : Tillman e, al., (1981) Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral dapat dilihat pada Tabel 8 yang tertera dibawah ini. Tabel 8. Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral Kandungan Zat Kadar Zat (%) Kalsium Karbonat 50,00 Phospor 25,00 Mangan 0,35 Iodium 0,20 Kalium 0,10 Cuprum 0,15 Sodium Klorida 23,05 Besi 0,80 Zn 0,20 G 0,15

  Sumber : Eka Farma (2014) Bioaktifator Starbio

  Starbio merupakan serbuk berwarna coklat hasil pengembangan bioteknologi modern temuan LHM (Lembah Hijau Multifarm) Research Station.

  Berisi koloni bakteri yang diisiolasi dari alam, bersifat bersahabat dengan kehidupan (Probiotik). Kandungan bakteri dalam Starbio antara lain: Azobacter

  spp., Spirillum lipoferum, Trichoderma polysporeum, Cellulomonas acidula, Bacillus cellulase, Clavaria dendroidie, Streptomyces, Pseudomonas, Fusarium, Bacillus cellulase Disolvens . Starbio bekerja secara enzimatis (menghasilkan

  enzim) yang berfungsi memecah protein (proteolitik), karbohidrat struktural (selulolitik, hemiselulolitik, lignolitik), dan lemak (lipolitik) serta dilengkapi dengan bakteri nitrogen fiksasi non simbiose Starbio dapat digunakan untuk menguraikan limbah baik limbah rumah tangga, Rumah Potong Hewan, pabrik, tambak yang sering menimbulkan masalah terhadap pencemaran air.

  Pemberian probiotik starbio pada pakan ternak akan meningkatkan kecernaan ransum, kecernaan protein dan mineral fosfor (Piao et al., 1999). Hal ini terjadi karena probiotik starbio merupakan kumpulan mikroorganisme

  (mikroba probiolitik, selulolitik, lignolitik, lipolitik, dan aminolitik serta nitrogen fiksasi non simbiosis) yang mampu menguraikan bahan organik kompleks pada pakan menjadi bahan organik yang lebih sederhana.

  Aspergillus niger Aspergillus niger menghasilkan enzim urease untuk memecah urea

  menjadi asam amino dan CO

  2 yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan (Lehninger, 1991).

  

Aspergillus niger didalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat

  makanan yang terdapat dalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut disekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus dipecah terlebih dahulu sebelum diserap kedalam sel. Untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti amilase, amiloglukosidase, pektinase, selulase, katalase, dan glukosidase (Hardjo et al., 1989).

  Menurut Hardjo, (1989) klasifikasi Aspergillus niger adalah berasal dari genus Aspergillus, famili Euratiaceae, ordo Eutiales, kelas Asomycotina, dan divisi Asmatgmycota.

  Aspergillus niger bersifat aerobik sehingga membutuhkan oksigen

  terhadap pertumbuhan. Temperatur optimum bagi pertumbuhannya adalah antara

  o o

  35 C – 37

  C. pH optimum antara 5 - 7 dan pH antara 2 - 8,5 kadar air media antara 65-70%. Ciri-ciri khas Aspergillus niger menurut Fardiaz (1989) antara lain: berupa benang-benang tunggal yang disebut hifa, tidak mempunyai klorofil dan berkembang biak secara generatif dan vegetatif.

  Trichoderma viride Trichoderma viride adalah salah satu jenis jamur yang bersifat selulolitik

  karena dapat menghasilkan selulase. Enzim yang dapat menghidrolisis selulosa adalah selulase. Produksi selulase secara komersial biasanya menggunakan kapang atau bakteri. Kapang yang bisa menghasilkan selulase adalah Aspergillus

  

niger, Trichoderma viride dan lain-lain. Bakteri yang bisa menghasilkan selulase

  adalah Pseudomonas, Cellulomonas, dan Bacillus. Diantara beberapa jenis kapang dan bakteri yang bisa menghasilkan selulase, yang potensial untuk dikembangkan dalam pembuatan enzim selulase salah satunya adalah kapang Trichoderma

  viride . Trichoderma viride adalah kapang berfilamen yang sangat dikenal sebagai

  organisme selulolitik dan menghasilkan enzim-enzim selullolitik, termasuk enzim

  

selobiohidrolase , endoglukanase dan ß-glukosidase. Kelebihan dari Trichoderma

  viride selain menghasilkan enzim selulolitik yang lengkap, juga menghasilkan enzim xyloglukanolitik. Keberadaan enzim ini akan semakin mempermudah enzim selulolitik dalam memecah selulosa. Trichoderma viride telah dimanfaatkan untuk mengisolasi xylooligosaccharida dari bronjong sawit (Salina et al., 2008).

  Untuk keperluan fermentasi, Trichoderma viride bisa aktivasi dengan menggunakan media air steril, yang dimasukkan ke dalamnya gula pasir (1% dari volume air), urea (1%) dan NPK (0.5% dari berat air), lalu dilarutkan. Ke dalam larutan tersebut dimasukkan bibit kapang Trichodermaviride sebanyak 1% dari volume air. Lalu larutan diaerasi menggunakan aerator selama 35-48 jam. Larutan

  

Trichoderma viride tersebut kemudian dijadikan inokulan dalam fermentasi

  tongkol jagung. Sebelum difermentasi, sebaiknya tongkol jagung dicacah atau lebih baik jika ditepungkan, untuk memperkecil bentuknya. Selanjutnya difermentasi selama 7 hari, dan kemudian dikeringkan. Melalui teknik fermentasi, akan dapat meningkatkan kandungan protein dan energi bahan, sehingga akan lebih mudah dicerna oleh ternak. Trichoderma viride dapat memfermentasi tongkol jagung sebagai pakan alternatif pada musim kemarau (Rohaeni et al., 2006) dan memfermentasi limbah agroindustri (Prayitno, 2008.).

  Fermentasi

  Fermentasi adalah proses biologis yang menghasilkan komponen- komponen dan jasa sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikrobia. Pengertian fermentasi ini mencakup baik fermentasi aerob maupun anaerob (Muchtadi et al., 1992).

  Fermentasi merupakan proses penguraian unsur-unsur organik kompleks terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas (Sarwono, 1996).

  Penambahan bahan-bahan nutrien kedalam fermentasi dapat menyokong dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat digunakan pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang ditambahkan pada proses fermentasi akan terurai oleh enzim urease menjadi ammonia dan karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino (Fardiaz, 1989).

  Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe aerobik dan anaerobik. Untuk hidup semua organisme membutuhkan sumber energi, energi diperoleh dari metabolisme bahan pangan dimana berada didalamnya. Bahan baku yang paling banyak digunakan diantara mikroorganisme adalah glukosa. Dengan adanya oksigen beberapa mikroorganisme mencerna glukosa dan menghasilkan air, karbon dioksida dan sejumlah besar energi (ATP) yang digunakan untuk tumbuh (Bukcle et al., 1985).

  Konsumsi Pakan Ternak Domba

  Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah pakan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum.

  Dalam mengkonsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat energi, keseimbangan asam amino, tingkat kehalusan ransum, aktivitas ternak, berat badan, kecepatan pertumbuhan dan suhu lingkungan. Tingkat perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan pakan berkualitas rendah sehingga kualitas pakan yang relatif sama maka tingkat konsumsinya juga tidak berbeda (Parakkasi, 1995).

  Tingkat Konsumsi dan Kecernaan

  Kecernaan pakan didefenisikan dengan cara menghitung bagian zat makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses dengan asumsi zat makanan tersebut telah diserap oleh ternak, biasanya dinyatakan berdasarkan bahan kering dan sebagai suatu koefisien atau persentase. Selisih antara nutrient yang dikandung dalam bahan pakan nutrien yang ada dalam feses merupakan bagian nutrient yang dicerna (Anggorodi, 1979).

  Tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas pakan, fermentasi dalam rumen, serta status fisiologi ternak. Kualitas pakan ditentukan oleh tingkat kecernaan zat-zat makanan yang terkandung pada pakan tersebut. Zat makanan tersebut tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian akan dikeluarkan melalui feses. Kecernaan pakan pada ternak ruminansia sangat erat hubungannya dengan jumlah mikroba rumen (Tomaszewska, et al., 1993).

  Tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang berkualitas rendah (Parakkasi, 1995).

  Kecernaan Protein Kasar

  Protein mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi sebagai tambahannya, semua protein mengandung nitrogen. Hampir 50% dari berat kering suatu sel hewan adalah protein (Tillman et al., 1991).

  Kecernaan Serat Kasar

  Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin yang sebagian besar tidak dapat dicerna unggas dan bersifat sebagai pengganjal atau bulky. Serat kasar dapat membantu gerak peristaltik usus, mencegah penggumpalan ransum dan mempercepat laju digesta (Anggorodi,1985). Kadar SK yang terlalu tinggi, pencernaan nutrien akan semakin lama dan nilai energy produktifnya semakin rendah (Tillman et al., 1991).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

  Berlangsung selama 3 bulan mulai bulan Juli sampai September 2013.

  Bahan dan Alat Penelitian Bahan

  Domba lokal jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor. Bahan pakan yang diberikan terdiri atas : tongkol jagung dan bioaktifator sebagai fermentor serta konsentrat terdiri atas: dedak halus, bungkil kedelai, ultra mineral dan garam. Bahan pakan difermentasikan dengan Starbio, Aspergilus niger dan Trichoderma

  

viride . Obat-obatan seperti obat cacing (Kalbazen), anti bloat untuk obat

kembung, air minum, desinfektan (Rodalon) dan obat tradisional.

  Alat

  2 Kandang terdiri atas kandang individu 20 unit dengan ukuran 1 x 0,5 m

  beserta perlengkapannya, ember sebanyak 20 buah sebagai tempat pakan dan 20 buah tempat minum, timbangan untuk menimbang bobot hidup berkapasitas 150 kg dengan kepekaan 50 g, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan, terpal plastik untuk mencampur dan menjemur bahan pakan/konsentrat, goni plastik sebagai tempat pakan, alat penerangan, grinder untuk menggiling bahan pakan, mixer untuk mencampur bahan pakan/konsentrat, alat tulis untuk mencatat data selama penelitian, alat pembersih kandang dan termometer untuk mengetahui suhu di dalam dan di luar kandang.

  Metode Penelitian

  Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara experimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan.

  Adapun perlakuan yang diberikan adalah : P : Tongkol jagung fermentasi tanpa bioaktifator (kontrol) P

  1 : Tongkol jagung fermentasi dengan Starbio 0,5%

  P

  2 : Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 0,5%

  P

  3 : Tongkol jagung fermentasi dengan Trichoderma viride 0,5%

  P :Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 0,25% dan Trichoderma

  4 viride 0,25%

  Dengan ulangan yang didapat berasal dari rumus : T (n-1)

  ≥ 15 5 (n-1) ≥ 15

  5n - 5 ≥ 15

  5n ≥ 20 n ≥ 4

  Setiap percobaan diulang sebanyak lima kali, dengan demikian terdapat sebanyak 20 unit kandang.

  Susunan perlakuan penelitian adalah sebagai berikut: P

  2 U

  1 P

  1 U

  2 P

  4 U

  3 P U

  4 P U P U P U P U

  4

  1

  3

  2

  3

  1

  4 P

  3 U

  1 P

  2 U

  2 P

  1 U

  3 P

  4 U

  4 P U

  1 P

  4 U

  2 P

  2 U

  3 P

  3 U

  4 P U P U P U P U

  1

  1

  2

  3

  3

  2

  4 Dimana: Perlakuan (P0, P1, P2, P3 dan P4) Ulangan (U1, U2, U3, dan U4)

  Model Matematik RAL adalah sebagai berikut: Y + ij = µ + i ij

  σ ε Dimana :

  Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke j i = 1, 2, 3, 4, 5 (perlakuan) j = 1, 2, 3, 4 (ulangan) µ = nilai tengah umum

  = pengaruh perlakuan ke-i

  i

  σ

  ij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

  ε Pakan yang digunakan merupakan fermentasi tongkol jagung dengan bioaktifator, konsentrat berupa dedak halus, bungkil kedelai, ultra mineral, garam dan molasses.

  Adapun susunan ransum komplit dan kandungan beberapa nutrisi dalam ransum yang disusun dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini : Tabel 9. Susunan Ransum Komplit

  Perlakuan (%) Bahan pakan

  P0 P1 P2 P3 P4 Tongkol jagung tanpa perlakuan (kontrol) 50 0 0 0 0 Tongkol jagung + Starbio

  50 Tongkol jagung + Aspegillus niger 0 0 50 0 0 Tongkol jagung +Trichoderma viride 0 0 0 50 Tongkol jagung + Aspergillus niger dan 0 0 0 0 50

  Trichoderma viride

  Bungkil inti sawit 30 30 30 30 30

  Dedak padi 9 9 9 9 9 Molases 6 6 6 6 6 Urea 3 3 3 3 3 Garam 1 1 1 1 1 Ultra mineral 1 1 1 1 1

  Jenis nutrisi Kandungan nutrisi (%)

  Protein Kasar (PK) 15,7 17,2 16,4 16,3 17,3 Serat Kasar (SK) 23,8 17,1 17,6 17,9 17 TDN 61,5

  Analisis Data

  Semua data pada peubah yang diamati yang meliputi serat kasar dan protein kasar akan dihitung berdasarkan rancangan percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial. Apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata atau sangat nyata, maka akan dilanjutkan dengan menggunakan Uji Ortogonal Kontras yang dikemukakan Hanafiah (2002).

  Dari 5 perlakuan dapat disusun 4 pembandingan linier ortogonal kontras sebagai berikut: Perlakuan Keterangan P vs P

  1 P

  2 P

  3 P

  4 Ransum tongkol jagung tanpa fermentasi dibandingkan

  dengan ransum tongkol jagung fermentasi Starbio,

  Aspergillus niger , Trichoderma viride dan gabungan Aspergillus niger dengan Trichoderma viride

  P

  1 vs P

  2 P

  3 P

  4 Ransum tongkol jagung fermentasi Starbio

  dibandingkan dengan ransum tongkol jagung

  Aspergillus niger , Trichoderma viride dan gabungan Aspergillus niger dengan Trichoderma viride

  P

  2 vs P

  3 P

  4 Ransum tongkol jagung fermentasi Aspergillus niger

  dibandingkan dengan ransum tongkol jagung

  Trichoderma viride dan gabungan Aspergillus niger

  dengan Trichoderma viride P

  3 vs P

  dibandingkan dengan ransum tongkol jagung gabungan

  Aspergillus niger dengan Trichoderma viride Peubah yang Diamati

  a. Kecernaan Serat Kasar (KcSK)

  Kecernaan serat kasar dapat diukur dengan menghitung berdasarkan rumus: KcSK = SK konsumsi – SK feses x 100% SK konsumsi Konsumsi dari pengeluaran feses (SK) diperoleh dalam jangka waktu pengukuran selama periode koleksi yaitu satu minggu.

  b. Kecernaan Protein Kasar (KcPK)

  Kecernaan protein kasar dapat diukur dengan menghitung berdasarkan rumus: KcPK = PK konsumsi – PK feses x 100% PK konsumsi Konsumsi dan pengeluaran feses (PK) diperoleh dalam jangka waktu pengukuran selama periode koleksi yaitu selama satu minggu.

Pelaksanaan Penelitian a. Persiapan Kandang

  Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, kemudian dilakukan penyemprotan dengan Rodalon (dosis 10 ml/2,5 liter air) pada lantai dan dinding kandang sebelum proses pemeliharaan.

  b. Persiapan Domba

  Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan, tiap percobaan terdapat 1 ekor domba.

  Penempatan domba dilakukan dengan sistem pengacakan yang tidak membedakan bobot badan domba.

  c. Persiapan Pakan

  • Sebelum difermentasi, tongkol jagung di jemur lalu digrinder untuk memperkecil partikelnya. Tepung tongkol jagung di siram dengan air yang telah dilarutkan Bioaktifator hingga merata dengan kelembaban 60%. Selanjutnya perlakuan difermentasi selama 10 hari di dalam karung goni terbuka, kemudian dikeringkan (lampiran 2)

Fermentasi Tongkol Jagung

  • Semua bahan pakan penyusun pakan ditimbang berdasarkan persentasinya. Bahan pakan tersebut diaduk secara merata bersama dengan tongkol jagung yang telah difermentasi secara merata. Pakan dimasukkan kdalam karung goni yang telah dilapisi plastik PPC. Setelah karung terisi penuh dan padat lalu ikat dengan tali rapiah. Karung hanya dibuka ketika akan memberikan pakan ke ternak agar pakan tidak rusak dan bertahan lama (lampiran 3) d.

Pembuatan Pakan Komplit (Complete Feed)

Pemberian Pakan dan Air Minum

  Pakan yang diberikan adalah pakan komplit berbentuk tepung tongkol jagung fermentasi sesuai dengan perlakuan: P = Tongkol jagung fermentasi tanpa bioaktifator (kontrol) P

  1 = Tongkol jagung fermentasi dengan Starbio 0,5%

  P

  2 = Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 0,5%

  P

  3 = Tongkol jagung fermentasi dengan Trichoderma viride 0,5%

  P = Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 0,25% dan

  Pakan diberikan pada pagi hari pada pukul 08.00 WIB dan pada sore hari pukul 16.00 WIB. Sisa pakan ditimbang pada waktu pagi hari keesokan harinya sesaat sebelum ternak diberi makan kembali untuk mengetahui konsumsi ternak tersebut. Sebelum dilaksanakan penelitian diberikan waktu untuk beradaptasi selama 10 hari sedikit demi sedikit. Pemberian air minum diberikan secara ad libitum, air diganti setiap harinya dan tempat minum dicuci bersih.

  e. Pemberian Obat-obatan

  Sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu domba diberikan obat cacing Kalbazen dengan dosis 1 tablet/50 berat badan untuk menghilangkan parasit dalam saluran pencernaan.Sedangkan obat-obatan lain diberikan berdasarkan kebutuhan bila ternak sakit.

  f. Pengumpulan Data

  Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada kecernaan pakan ini adalah metode total collection netral sesuai petunjuk Harris (1970), yaitu dengan menggunakan koleksi total feses dalam satu hari (24 jam). Cara mengkoleksi feses tersebut adalah :

  • kemudian di timbang berat totalnya

  Feses diambil setiap pagi hari pada tiap ekor domba yang menjadi perlakuan,

  • o

  Feses diaduk merata, kemudian diambil sampel 100 gram untuk kemudian

  dimasukkan oven 60 C untuk analisa SK kemudian dikomposit sampai periode koleksi selesai.

  • Selanjutnya diambil sampel untuk dianalisa kandungan serat kasar (SK) dan protein kasar (PK)

  Pengambilan data dilakukan pada dua minggu sebelum berakhirnya penelitian. Adapun parameter kecernaan pakan yang akan diamati dalam penelitian ini meliputi: kecernaan serat kasar dan kecernaan protein kasar.

  a.

  Persentase kecernaan serat kasar dihitung dengan cara serat kasar konsumsi dikurangi dengan serat kasar feses dibagi dengan serat kasar konsumsi setelah itu dikalikan 100%.

  b.

  Persentase kecernaan protein kasar dihitung dengan cara protein kasar konsumsi dikurangi dengan protein kasar feses dibagi dengan protein kasar konsumsi setelah itu dikalikan 100%.