Pemanfaatan Eceng Gondok Fermentasi sebagai Pakan Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul Domba

  Domba sudah sejak lama diternakkan oleh manusia. Semua jenis domba memiliki beberapa karakteristik yang sama. Adapun klasifikasi domba tersebut adalah sebagai berikut; Kingdom: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mamalia; Ordo: Artiodactyla; Sub-family: Caprinae; Genus: Ovis aries; Spesies: Ovis mouffon, ovis orientalis dan ovis vignei (Blakely dan Bade, 1998).

  Dalam pemeliharaan domba terdapat beberapa keuntungan yaitu dapat beranak lebih dari satu ekor, dapat beranak dua kali setahun, cepat berkembang biak, berjalan dengan jarak lebih dekat saat digembalakan sehingga pemeliharaan lebih mudah, termasuk pemakan rumput sehingga dalam pemberian pakan lebih mudah dan dapat dipergunakan sebagai penghasil pupuk kandang serta sebagai sumber keuangan untuk keperluan pertanian atau untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang mendadak (Tomaszeweska et al., 1993).

  Karakteristik Domba Lokal

  Domba lokal lebih dikenal oleh masyarakat sebagai domba kampung atau lokal. Domba jenis ini kurang produktif jika diusahakan secara komersil, karena karkas (daging) yang dihasilkan sangat rendah. Demikian pula, bulunya kurang mempunyai mutu yang baik. Jenis domba ini banyak diusahakan oleh masyarakat dipedesaan sebagai hasil sampingan saja. Ciri-ciri domba lokal/kacang/kampung Indonesia adalah sebagai berikut: ukuran badan kecil, pertumbuhannya lambat, bobot badan domba jantan 30 kg – 40 kg dan domba betina 15 kg – 20 kg, warna bulu dan tanda-tandanya sangat beragam, bulunya kasar dan agak panjang, telinganya kecil dan pendek, domba betina tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk, ekornya kecil dan pendek (Cahyono,1998).

  Domba lokal atau domba kampung merupakan domba asli Indonesia. Domba ini memiliki tubuh kecil, lambat dewasa, warna bulunya maupun karakteristiknya tidak seragam, dan hasil dagingnya relatif kecil atau sedikit (Murtidjo, 1992).

  Pertumbuhan Ternak Domba

  Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia kesehatan dan iklim. Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa (Tomaszewska et al., 1993).

  Pada umumnya domba mengalami proses pertumbuhan yang sama, yakni pada awalnya berlangsung lambat, kemudian semakin lama meningkat lebih cepat sampai domba itu berumur 3-6 bulan. Namun, setelah umur 7 bulan pertumbuhan tersebut akan lebih lambat (Sudarmono dan Sugeng, 2003).

  Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai respon yang baik terhadap makanan yang diberikan dan memiliki efisiensi produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi bahan kering (Davendra, 1997).

  Sistem Pencernaan Ruminansia

  Saluran pencernaan pada ternak ruminansia lebih panjang dan lebih kompleks dibandingkan dengan saluran pencernaan ternak lainnya. Pada ternak ruminansia modifikasi lambung dibedakan menjadi 4 bagian, yaitu rumen (perut besar), retikulum (perut jala), omasum (perut kitab) dan abomasum. Dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8% (Prawirokusumo, 1994).

  Rumen mengandung banyak tipe bakteri, protozoa dan jamur.Beberapa spesies mikrobarumen mampu menghasilkan enzim selulase dan hemiselulase yang dapatmenghidrolisa isi sel dan dinding sel tanaman pakan. Degradasi pakanoleh ternak ruminansia dilakukan di dalam rumen dan sebagian besarkebutuhan zat makanan ternak ruminansia merupakan hasil degradasi seltanaman pakan oleh mikroba rumen. Dalam rumen, degradasi danfermentasi pakan oleh mikroba rumen terjadi baik secara sendiri-sendiri,bersama-sama maupun interaksi bakteri, protozoa dan fungi rumen.Konsumsi pakan akan ditentukan oleh kecernaan pakan dan kapasitasrumen, sedangkan kecernaan pakan akan ditentukan oleh karakteristikdegradasi dan kecepatan aliran (outflow rate) atau laju dari zat pakantersebut meninggalkan rumen (Ismartoyo, 2011).

  Pakan Domba

  Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban, nisbi udara) serta bobot badannya. Jadi setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997).

  Pertumbuhan ternak domba dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, umur, pakan dan lingkungan yang kesemuanya mempunyai hubungan erat dalam mempengaruhi laju pertumbuhan. Selain itu bobot tubuh pada awal fase penggemukan berhubungan dengan bobot dewasa (Soeparno, 1994).

  Tabel 1. Kebutuhan Harian Zat Makanan untuk domba (g ) BB BK Energi Protein Ca P (Kg) (Kg) %BB ME TDN Total DD (g) (g)

  (Mcal) (Kg) (g)

  5

  0.14

  2.80

  0.60

  0.61

  51

  41

  1.91

  1.40

  10

  0.25

  2.50

  1.01

  1.28

  81

  68

  2.30

  1.60

  15

  0.36

  2.40

  1.37 0.38 115

  92

  2.80

  1.90

  20

  0.51

  2.60

  1.80 0.50 150 120

  3.40

  2.30

  25

  0.62

  2.50

  1.91 0.53 160 128

  4.10

  2.80

  30

  0.80

  2.70

  2.44 0.67 204 163

  4.80

  2.30 Sumber : NRC (1995).

  Eceng Gondok

  Tanaman Eceng Gondok dapat diklasifikasikan sebagai berikut Divisi: Spermatophhyta; Sub Divisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledoneae;Suku: Pontederiaceae;Genus: Eichhornia;Jenis: Eichhornia crassipes (Fuskhah, 2000).

  Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat dalam lingkungan yang menguntungkan. Hanya dalam waktu 6-15 hari kecepatan penutupan lahan dua kali lipat. Eceng gondok senang pada cahaya matahari dan tumbuh cepat dibawah intensitas cahaya tinggi, serta toleran terhadap keberadaan komposisi kimia diperairan, namun kurang toleran terhadap kadar garam (Sutarno et al., 1994).

  Pemanfaatan eceng gondok sebagai pakan ternak harus dipertimbangkan karena kandungan air yang cukup tinggi. Menurut Dodiandri (1997) pemberian eceng gondok dalam bentuk segar lebih dari 25 % dapat menekan konsumsi pakan pada ternak.Komposisi eceng gondok dipengaruhi oleh keadaan lingkungan hidupnya, musim, keadaan tanah atau air dan unsur hara tanaman. Dalam setiap 100 g eceng gondok terkandung 109000 IU karoten yang digunakan untuk pertumbuhan. Adapun kandungan nutrisi eceng gondok adalah sebagai berikut.

  Fermentasi

  Secara sederhana fermentasi didefinisikan sebagai salah satu cara pengolahan dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat dalam bahan bakunya. Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia dari senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lainnya) baik dalam keadaan ada udara (aerob) maupun tanpa udara (anaerob) melalui kerja enzim yang berasal dari mikroba yang dihasilkan (Tjitjah, 1997).

  Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim–enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

  Mikroorganisme Lokal

  Mikroorganisme Lokal merupakan salah satu cara pengembangbiakan mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat mikroorganisme lokal ini antara lain air sumur, air tebu, ragi tempe, yoghurt.

  Mikroorganisme dasar dalam inokulan cair ini adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.

  Mikroorganisme ini mempunyai sifat–sifat sebagai berikut :

  1. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino.

  2. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.

  3. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

  Rhizhopus sp Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota

  ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiiki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif.

  

Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak

  sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah

  

Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi

(Postlethwait dan Hopson, 2006).

  Fermentasi bungkil kedelai memakai Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).

  Saccharomyces sp Saccharomyces yang dapat mengubah karbohidrat.

  Saccharomyces merupakan inokulan yang mengandung kapang aminolitik dan

  khamir yang mampu menghidrolisis pati. Kapang tersebut adalah Amilomyces

  rouxii , sedangkan khamir tersebut adalah Saccharomyces. Adapun mikroflora

  yang berperan pada ragi tape adalah jenis Candida, Endomycopsis, Hansnula, Amilomyces rouxii dan Aspergillus orizae.

  Saccharomyces sp merupakan genus khamir/ragi/en:yeast yang memiliki

  kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO

  2 . Saccharomyces

  merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok

  Eumycetes dan tumbuh baik pada suhu 30 C dan pH 4,8. Beberapa kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat

  berkembang biak, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi antara 28-30

  C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces

  cerevisiae, Saccharomyces boullardii , dan Saccharomyces uvarum 13).

  Lactobacillus sp Lactobacilus sp adalah genus bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif

  atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam tubuh manusia, bakteri ini dapat ditemukan didalam vagina dan sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari

  

Lactobacillus memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat

  baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah memiliki genom sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sering digunakan untuk industri pembuatan yoghurt, keju, acar, bir, anggur (minuman), cuka kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan hewan, seperti silase. Ada pula roti adonan asam, dibuat dengan “kultur awal” yang merupakan kultur simbiotik antara ragi dengan bakteri asam laktat yang berkembang di media pertumbuhan air dan tepung. Laktobasili, terutama L. Casei dan L. Brevis, adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir. Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam lakta.

  Pembuatan mikroorganisme lokal (MOL)menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur, air tebu, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme(Compost center, 2009).

  Trichoderma

  Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Semangun (2000) adalah sebagaiberikut: kingdom: fungi; phylum: ascomycota; Class: ascomycetes; subclass: hypocreomycetidae; ordo: hypocreales; family: hypcreaceae; genus: trichoderma ; species: T. Harzianum T. Pseudokoningii dan T. Viridae.

  Trichoderma merupakan salah satu jamur yang bersifat selulolitik yang

  potensial menghasilkan selulase dalam jumlah yang relatif banyak untuk mendegradasi selulosa. Trichoderma menghasilkan enzim kompleks selulase yangdapat merombak selulosa menjadi selobiosa hingga menjadi glukosa.

  Trichoderma spp. memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim

  ekstraseluler, khususnya selulase yang dapat mendegradasi polisakarida kompleks (Harman, 2002).

  Trichoderma terdiri dari 3 jenis yaitu Trichoderma harzianum,Trichoderma koningii dan Trichoderma viridae. Jenis Trichoderma

  yang digunakan dalam penelitian ini adalah Trichoderma harzianum.

  

Trichoderma harzianum memiliki peranan yang sangat penting dalam

  meningkatkan kualitas suatu bahan pakan. Untuk menurunkan serat kasar penggunaan Trichoderma harzianumakan lebih efektif dibandingkan dengan

  

Rhizopus sp . Koloni Trichoderma harzianum ini akan tumbuh dengan cepat pada

  suhu 25-30 C pada media biakan PDA. Koloni ini akan berubah warna menjadi hijau tua sedangkan bagian bawahnya tidak berwarna (Samuel et al., 2005).

  Konsentrat

  Konsentrat merupakan makanan penguat yang terdiri dari bahan baku yang kaya karbohidrat dan protein. Konsentrat untuk ternak domba umumnya disebut makanan penguat atau bahan baku makanan yang memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18 % dan mudah dicerna (Murtidjo, 1992).

  Pemberian makanan penguat pada ternak domba pada prinsipnya adalah untuk menyempurnakan kekurangan zat-zat pakan yang terkandung pada hijauan, karena protein dapat diperoleh dari protein mikroba, maka lebih diutamakan konsentrat sebagai sumber energi. Dimana energi tersebut digunakan oleh mikroorganisme untuk mensintesa protein mikroba. Penyediaan protein yang diserap oleh tubuh terak dapat bersumber dari ransum dan protein mikroba (Williamson andPayne, 1995).

  Karbohidrat dan protein yang tinggi banyak terkandung dalam konsentrat. Dalam konsentrat juga terkandung unit bahan kering yang lebih tinggi dibanding dengan hijauan. Tingkat kecernaan konsentrat lebih tinggi dibandingkan dengan hijauan sehingga mempunyai nilai nutrisi yang lebih baik dari pada hijauan (Tillman et al., 1991).

  Pemberian konsentrat terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995).

  Bahan Penyusun Konsentrat Bungkil Inti Sawit (BIS)

  Bungkil inti sawit mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik daripada solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/hari/pabrik. Bahan pakan ini sangat cocok terutama untuk pakan konsentrat ternak, namun penggunaanya sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, oleh karena itu perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya (Mathius, 2003).

  Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimia atau cara mekanik. Meski kandungan proteinnya cukup baik tapi karena serat kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang cocok untuk ternak monogastrik dan lebih cocok pada ternak ruminansia (Davendra, 1997).

  Pemberian bungkil inti sawit yang optimal adalah 1,5% dari bobot badan untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ternak domba.

  Pertambahan bobot badan harian akan semakin besar jika semakin besar persentase bungkil inti sawit yang diberikan dalam ransum (Silitonga, 1993).

  Dedak Padi

  Penggunaan dedak padi telah lazim digunakan sebagai salah satu bahan campuran pakan, baik untuk ternak ruminansia maupun non ruminansia termasuk unggas. Dedak cukup mengandung energi dan protein dan kaya akan vitamin (Rasyaf, 1990).

  Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan bagian penutup beras. Hasil yang mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1992).

  Bungkil Kedelai

  Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan sumber protein paling yang amat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan penggilingan (Boniran, 1999). Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12% (Hutagalung dan Chang, 1990).

  Bungkil Kelapa Bungkil kelapa adalah pakan ternak yang berasal dari sisa pembuatan

  minyak kelapa. Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial untuk meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1995).

  Penggunaan bungkil kelapa seharusnya tidak lebih dari 20 % karena penggunaan yang berlebihan harus diimbangi dengan penambahan metionin dan lisin (tepung ikan) serta lemak dalam ransum. Kandungan protein dalam bungkil kelapa cukup tinggi, sedangkan nilai gizinya dibatasi oleh tidak tersedianya dan ketidakseimbangan asam amino (Rasyaf, 1990).

  Molases

  Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi maloses yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung.

  Molases dapat dipergunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60% sebagai gula), kadar mineral cukup dan rasanya disukai ternak. Molases juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti Cobalt, Boron, Yodium, Tembaga, Magnesium dan Seng sedangkan kelemahannya adalah kadar Kalium yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak (Rangkutiet al., 1985).

  Urea

  Urea sebagai bahan pakan ternak berfungsi sebagai sumber NPN (Non Protein Nitrogen) dan mengandung lebih banyak 45% unsur Nitrogen sehingga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan kepada domba, namun perlu diingat bahwa penggunaan urea yang terlalu tinggi dalam konsentrat dapat mengakibatkan keracunan (Hartadi et al., 1997).

  Urea merupakan bahan potensial yang dapat memacu pertumbuhan domba karena mengandung non-protein nitrogen. Penggunaan urea sebagai bahan pakan harus dibatasi, tidak lebih dari 1% dari bahan kering hijauan atau tidak lebih dari 2% pada susuna konsentrat. Penggunaan urea juga harus diimbangi dengan pemberian bahan pakan sumber energi (Sodiq dan Abidin, 2002).

  Garam

  Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas (Pardede dan Asmira, 1997).

  Garam atau biasa dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema.

  Gejala defisiensi garam adalah nafsu makan hilang, bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi mundur, berat badan turun(Anggorodi, 1990). Menurut Parakkasi (1995) toleransi maksimum kebutuhan domba akan garam adalah sebanyak 9% dalam makanan.

  Mineral

  Mineral merupakan salah satu zat yang mempunyai peranan pokok dalam hal pertumbuhan dan reproduksi ternak domba, seperti metabolisme protein, energi serta biosintesa zat-zat pakan esensial (Davendra and Burns, 1994).

  Menurut Murtidjo (1993) bahwa di Indonesia yang beriklim tropis defisiensi mineral tertentu merupakan kasus lapangan yang sering terjadi, dimana hal ini dapat mengakibatkan ternak domba yang dipelihara mengalami penurunan nafsu makan, efisiensi pakan tidak dicapai, terjadi penurunan bobot badan dan gangguan kesuburan ternak bibit. Tabel 2. Kandungan nilai nutrisi dari setiap bahan pakanyang digunakan

  Nutrisi BK PK SK LK Kalsium Fosfor TDN EM Eceng gondok 92,24 a 9,79 a 22,41 a

2,82

a - - - - BIS 92,68 b 15,40 b 16,90 b

2,40

b 0,56 b 0,84 b 81,00 b 2810 b Bungkil kedelai

  • 43,80 c

  15,40 c

1,50

c 0,32 c 0,65 c 75,00 c 2240 c Bungkil kelapa 84,40 b 13,25 b 15,00 b

1,80

b 0,20 b 0,60 b 79,00 b 1540 b Dedak 89,60 b 13,00 b 0,50 b

13,00

b 0,10 b 1,50 b 67,00 b 1630 b Molases 67,50 c 3,40 c 0,38 c

0,08

c 1,50 c 0,02 c 81,00 cc - Ultra mineral

  • 50,00 b

  25,00 b - - Urea - - - - - - - - Garam - - - - - - - - Sumber: a.

  

Laboratorium nutrisi pakan ternak Program Studi Peternakan FP USU (2013

  )

  b. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005) c. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan IPB, Bogor (2003)

  Parameter Penelitian Konsumsi Pakan

  Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh ternak bila makanan itu diberikan secara ad libitum. Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi bahan kering dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: faktor ternak yaitu : bobot badan, umur dan kondisi stress yang diakibatkan oleh lingkungan (Parakkasi, 1999).

  Konsumsi pakan yang rendah akan menyebabkan kekurangan zat makanan yang dibutuhkkan ternak dan akibatnya akan menghambat pertumbuhan lemak dan daging. Apabila kebutuhan untuk hidup pokok sudah terpenuhi, kelebihan gizi yang dikonsumsi akan ditimbun sebagai jaringan lemak dan daging (Anggorodi, 1990).

  Piliang (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan.

  Pengukuran konsumsi pakan dipengaruhi oleh perbedaan ternak, palatabilitas pakan dan seleksi terhadap hijauan pakan. Konsumsi pakan juga mempunyai hubungan dengan kebutuhan energi ternak yang sering menyebabkan konsumsi pakan ternak menjadi berbeda ( Williamson and Payne, 1993).

  Pertambahan Bobot Badan

  Proses pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan bobot badan sejak adanya konsepsi sampai dewasa, apabila demikian maka pertumbuhan tersebut dapat dinyatakan dalam pertambahan berat badan absolut (rata-rata) adalah selisih bobot badan awal dan akhir dibagi dengan lama waktu pengamatan.

  Pertambahan berat badan relatif adalah selisih antara berat badan akhir dan berat badan awal dibagi berat badan awal (Parakkasi, 1995).

  Hal lain yang mempengaruhi laju pertambahan berat badan adalah umur, lingkungan dan faktor genetik, dimana berat tubuh pada awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa (Tomaszewska, 1993).

  Pertambahan bobot badan pada umumnya mengalami tiga tingkat kecepatan yang berbeda-beda, yang pertama pertumbuhan tulang, diikuti dengan pertumbuhan otot dan yang terakhir adalah pertumbuhan jaringan lemak (Anggorodi, 1994).

  Salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ialah dengan pengukuran pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan yang diperoleh dari percobaan pada ternak merupakan hasil metabolisme zat-zat makanan yang dikonsumsi. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak maka akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang lebih tinggi (Church and Pond, 1998).

  Konversi Pakan

  Konversi pakan sangat penting artinya sebab berkaitan dengan biaya produksi, biaya pakan adalah yang terbesar dari total produksi. Konversi ini merupakan salah satu indeks yang dapat memperlihatkan sampai sejauh mana efisiensi usaha ternak dapat menentukan besar kecilnya keuntungan yang diterima oleh peternakan (Rasyaf, 1994).

  Konversi pakan pada ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme didalam jaringan tubuh ternak. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan pakannya (Pond et al., 1995).

  Efisiensi pakan didefinisikan sebagai perbandingan jumlah unit produk yang dihasilkan (pertambahan bobot badan) dengan jumlah unit konsumsi pakan dalam satuan waktu yang sama (Tillman, 1991).

  Kualitas pakan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan akan semakin efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi rendah, namun menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Pakan yang kekurangan salah satu unsur gizi dari zat gizi akan mengakibatkan ternak mengkonsumsi pakan secara berlebihan untuk mencukupi kekurangan zat yang diperlukan tubuhnya (Martawidjaja, 1998).