163456238 Pengaruh Disiplin Kerja Motivasi Terhadap Kinerja

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1

Disiplin Kerja
Dalam sebuah organisasi, keberhasilan pencapaian tujuan sangat

bergantung kepada kinerja individu-individu yang berada dalam organisasi
tersebut. Disiplin kerja merupakan salah satu komponen yang turut
menentukan baik buruknya kinerja seseorang. Seorang pegawai yang
disiplin dalam bekerja akan cenderung untuk melakukan segala
aktivitasnya sesuai dengan tata aturan, standar maupun tugas dan
tanggungjawab

yang

menjadi

kewajibannya.


Kepatuhan

terhadap

peraturan maupun standar kerja yang telah ditetapkan oleh manajemen
merupakan jaminan keberhasilan pencapaian tujuan oleh individu dalam
organisasi yang bersangkutan yang pada gilirannya akan mempengaruhi
kinerja organisasi tersebut.
Contoh yang sederhana dalam hal ini adalah, jika seorang pegawai
sering datang terlambat maka secara otomotis hal tersebut akan
merugikan

organisasi

dimana

dia

bekerja.


Kerugian

yang

nyata

diantaranya adalah: 1) berkurangnya jam kerja bagi pegawai yang

bersangkutan sehingga kemungkinan “target molor” atau tidak tercapainya
target yang ditetapkan pada waktu tersebut akan sangat besar; 2)
pengaruhnya negatif kepada pegawai lainnya terutama jika perilaku
indisipliner tersebut dibiarkan berlarut-larut oleh pimpinan atau atasan
langsung dari pegawai tersebut; 3) munculnya sikap malas dan tak acuh
jika sikap “pembiaran” oleh pimpinan berkelanjutan.

2.2.1 Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin dapat diartikan sebagai “ketaatan terhadap peraturan, atau
tata tertib yang berlaku pada suatu organisasi, instansi atau lingkungan
tempat di mana seseorang berada atau menjadi anggota dalam
lingkungan tersebut.” Sementara itu “kerja” dapat diartikan sebagai

“melakukan suatu kegiatan atau aktivitas”. Berdasarkan makna tersebut,
“disiplin kerja” dapat didefinisikan sebagai “ketaatan terhadap peraturan
atau tata tertib yang berlaku di tempat dimana seseorang melakukan
kegiatan atau pekerjaannya yang biasanya bersifat mengikat.”
Dalam Pasal 1 ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan “disiplin Pegawai Negeri Sipil” adalah “kesanggupan
Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan
yang

ditentukan

dalam

peraturan

perundang-undangan

dan/atau


peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman disiplin.”

Dalam kamus Merriam-Webster Collegiate Dictionary (2005)
dijelaskan pengertian disiplin yang berasal dari bahasa Inggeris discipline
sebagai a rule or system of rules governing conduct or activity (peraturan
atau tata aturan yang mengarahkan perilaku atau kegiatan).
Menurut Soegeng Prijodarminto, (1993, hlm. 15 | penulisan
referensi agar mengacu ini) mengemukakan “Disiplin adalah suatu
kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian
perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan dan
ketertiban”. Karena sudah menyatu dengan dirinya, maka sikap atau
perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan
sebagai beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya bilamana ia
tidak berbuat sebagaimana lazimnya. Nilai-nilai kepatuhan telah menjadi
bagian dari perilaku dalam kehidupannya.
Davis (2002) menjelaskan bahwa “disiplin adalah tindakan
manajemen untuk memberikan semangat kepada pelaksanaan standar
organisasi,


ini

adalah

pelatihan

yang

mengarah

pada

upaya

membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan
perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju
pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik”.

2.2.2 Tujuan Penegakkan Disiplin Kerja
Penegakkan disiplin kerja pada intinya dimaksudkan agar terjadi

keselarasan antara tata aturan atau standar yang telah ditetapkan oleh

pihak manajemen dengan perilaku para pegawai dalam lingkungan kerja
mereka. Handoko (2002) menjelaskan bahwa terdapat 2 (dua) macam
penegakkan disipilin kerja yaitu:
a. disiplin preventif (preventive discipline), yaitu kegiatan yang
dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti
berbagai

standar

atau

aturan,

sehingga

penyelewengan-

penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk

mendorong munculnya disiplin diri diantara para karyawan sehingga
para karyawan menjaga disiplin diri mereka dengan sukarela dan
bukan karena dipaksa oleh pihak manajemen;
b. disiplin korektif (corrective discipline), yaitu kegiatan yang diambil
untuk menangani pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan yang
telah

ditetapkan

dan

mengeliminir

kemungkinan

terjadinya

pelanggaran-pelanggaran selanjutnya. Kegiatan korektif seringkali
berupa pemberian hukuman atau sanksi. Tujuannya adalah untuk
memperbaiki kegiatan di waktu yang akan datang bukan menghukum

kegiatan di masa lalu;
c.

Disiplin

progresif

(progressive

discipline),

yaitu

suatu

kebijaksanaan yang berarti memberikan hukuman-hukuman yang
lebih

berat


terhadap

pelanggaranpelanggaran

yang

berulang.

Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada pegawai untuk
mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang lebih
serius dilaksanakan.

Secara lebih tegas Handoko (ibid) menjelaskan bahwa penegakkan
disiplin bertujuan untuk: 1) memperbaiki pelanggaran; 2) menghalangi
karyawan yang lain untuk melakukan pelanggaran yang serupa; dan 3)
untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif.
Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi karena tanpa
dukungan disiplin personil yang baik, maka organisasi akan sulit dalam
mewujudkan tujuannya. Kedisiplinan para anggota organisasi atau
pegawai dalam suatu instansi merupakan kunci keberhasilan bagi

organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dari sekian banyak kewajiban yang harus dipenuhi, dalam setiap
pelaksanaannya tidak selalu berjalan seperti apa yang di harapkan. Hal ini
dikarenakan dalam pelaksanaan disiplin selalu dibarengi dengan adanya
pelanggaran

terhadap

peraturan

dan

ketentuan

yang

berlaku.

Pelanggaran terhadap disiplin ini dapat berupa perbuatan-perbuatan yang
tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan norma yang telah ada.

Dalam Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran disiplin adalah “setiap
ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban
dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan
di dalam maupun di luar jam kerja.” Untuk menghindari adanya
pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ada, maka perlu adanya
hukuman

atau

sanksi.

Hukuman

dalam

peningkatan

kedisiplinan

merupakan alat untuk menindak pegawai agar mau dan dapat mentaati
peraturan yang ada. Tingkat dan jenis hukuman disiplin jika seorang
Pegawai Negeri Sipil (PNS) melakukan pelanggaran dijelaskan pada
Pasal 7 peraturan tersebut yaitu:
(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang; dan
c. hukuman disiplin berat.
(2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
(3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu)
tahun.
(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c terdiri dari:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga)
tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat
lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Jika

seorang

pegawai

melakukan

tindakan

tidak

displin

(indiscipline), selain perlu adanya penegakkan disiplin secara tegas dalam
bentuk hukuman perlu juga dilakukan tindakan persuasif untuk mencari
tahu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku indisipliner
tersebut. Dengan diketahuinya faktor-faktor penyebab tersebut diharapkan
pelanggaran yang sama tidak akan terjadi lagi dimasa depan.

As’ad (2003:79 – lihat contoh di atas) menjelaskan bahwa terdapat
berbagai faktor yang menyebabkan seorang pegawai melakukan tindakan
indisipliner diantaranya:
a. Masalah dengan kepandaian dan pengetahuan tentang
pekerjaan.
b. Masalah emosional.
c. Masalah motivasi.
d. Masalah fisik.
e. Masalah keluarga.
f. Masalah yang disebabkan oleh grup kerja.
g. Masalah dengan kebijakan pengakuan hasil kerja dalam
perusahaan.
h. Masalah dengan lingkungan masyarakat dan nilai-nilainya.
i. Masalah dengan suasana kerja dan pekerjaan itu sendiri.
Sementara itu, Ivancevich (2001: 582) menjelaskan bahwa perilaku
indisipliner pegawai dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu:
a. Mereka yang kualitas atau kuantitas kerjanya tidak memuaskan
karena kurangnyakemampuan, pelatihan dan motivasi.
b. Mereka yang bermasalah dengan masalah pribadi di luar kerja
sehingga mulai mempengaruhi produktivitas kerja. Masalah ini
termasuk mabuk-mabukan penggunaanobat terlarang atau
masalah yang berhubungan dengan rumah tangga mereka.
c. Mereka yang melanggar hokum ketika dalam pekerjaan seperti
melakukan pencurian terhadap perusahaan atau rekan kerja,
melakukan penganiayaan terhadap rekan kerja serta
pengrusakan terhadap property perusahaan.
d. Mereka yang sering kali melanggar peraturan dan tidak
menghiraukan peringatan supervisor.
Untuk mengeliminir perilaku tidak disiplin maka menurut Handoko
(2002:278) perlu dilakukan pembinaan disiplin kerja dengan tujuan:
a. Agar semua pegawai yang ada didalam kantor berperilaku
bijaksana di tempat kerja dalam arti taat kepada peraturan dan
keputusan. Melayani tujuan yang sama seperti yang dilakukan
undang-undang dimasyarakat.

b. Untuk menjamin adanya kesesamaan antara tujuan kantor
dengan tujuan masing-masing para pegawai sehingga adanya
potensi kepentingan diantara keduanya.
c. Untuk menciptakan situasi yang bagus dalam mencapai tujuan
dari pekerjaan sehingga kinerja pegawai meningkatkan dan
pada akhirnya kinerja kantor pun akan meningkat.
Pembinaan dan penegakkan disiplin kerja dapat dilakukan dengan
berbagai metode antara lain adalah :
a. Reward and Punishment. Pihak manajemen menetapkan kebijakan
bahwa

para

mendapatkan

pegawai
punishment

yang

melakukan

(hukuman)

pelanggaran

sesuai

dengan

akan
tingkat

pelanggaran yang dilakukan. Demikian juga jika pegawai memperoleh
prestasi kerja yang baik maka pihak manajemen juga akan
memberikan reward (hadiah) sehingga tercipta keseimbangan dalam
sistem yang diterapkan.
b. Adil dan tegas, penegakkan disiplin hendaknya dilakukan secara adil
dan tegas dalam artian tidak berat sebelah dan dilakukan sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan dan berlaku kepada semua
orang yang melakukan kesalahan atau pelanggaran.
c.

Sosialisasi manfaat mematuhi peraturan, hal ini perlu dilakukan oleh
pihak manajemen melalui penjelasan dan pemberian informasi yang
jelas dan gamblang mengenai manfaat yang akan diperoleh
organisasi oleh pegawai yang bersangkutan apa yang akan diperoleh
organisasi atau perusahaan bila seseorang disiplin dalam bekerja.

d. Keteladanan. Hal ini merupakan faktor penting dalam penegakkan
disiplin yaitu berupa contoh dan keteladanan yang baik terutama dari
pada petinggi atau pimpinan dalam organisasi sehingga dapat diikuti
oleh para pegawai. Jika pimpinan memiliki sikap dan perilaku yang
disiplin maka akan menjadi rujukan atau panutan bawahan.
e. Lingkungan yang kondusif. Penciptaan lingkungan kerja yang kondusif
memiliki peranan penting agar pegawai yang bekerja di dalamnya
dapat bekerja dengan nyaman sehingga dapat tercipta kepuasan kerja
dan mengeliminir kemungkinan terjadinya pelanggaran.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Setiap ahli sumber daya manusia mempunyai pendapat yang
berbeda mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi “disiplin tidaknya
seseorang” bergantung kepada situasi dan kondisi yang dihadapi.
Nitisemito (1996:214) mengemukakan setidaknya terdapat 5 (lima)
faktor yang mempengaruhi kedisiplinan pegawai yaitu:
a. Tujuan dan Kemampuan. Faktor ini turut mempengaruhi
tingkat kedisiplinan pegawai. Tujuan yang ingin dicapai harus
jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi
kemampuan pegawai. Hal ini berarti bahwa tujuan yang
dibebankan kepada pegawai harus sesuai dengan kemampuan
pegawai yang bersangkutan sehingga pegawai tersebut
melakukannya dengan segenap kemampuannya.
b. Teladan pimpinan. Faktor keteladan seorang pemimpin
sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai
karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahan. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik,
berdisiplin baik, jujur, adil, dan sesuai kata perbuatan.
c. Kesejahteraan. Faktor kesejahteraan pegawai memiliki besar
terhadap kedisiplinan pegawai. Hal ini disebabkan karena hal

tersebut akan menimbulkan kepuasan dan kecintaan pegawai
terhadap kerjanya. Jika kecintaan itu semakin baik maka
kedisiplinan mereka akan baik.
d. Ancaman. Faktor ancaman (punishment) perlu ditegakkan
dalam batas-batas yang tidak melanggar peraturan yang
berlaku baik internal (instansi atau perusahaan) maupun
eksternal (peraturan pemerintah atau perundang-undangan)
untuk memelihara kedisiplinan pegawai karena dengan
hukuman yang semakin berat maka pegawai semakin takut
untuk melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan
perilaku yang indisipliner.
e. Ketegasan. Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan
akan mempengaruhi kedisiplinan pegawai perusahaan.
Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum
setiap pegawai yang tidak disiplin sesuai dengan sanksi
hukuman yang ditetapkan.
Sementara itu, Melayu Hasibuan (2003:214) mengemukakan
bahwa setidaknya terdapat 8 faktor yang mempengaruhi disiplin kerja
seorang pegawai yaitu:
a. Tujuan dan kemampuan;
b. Teladan pimpinan;
c.

Balas jasa;

d. Keadilan;
e. Pengawasan melekat;
f.

Sanksi hukuman;

g. Ketegasan; dan
h. Hubungan kemanusiaan.
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan ideal serta
cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa

tujuan (pekerjaan) yang di bebankan kepada seorang karyawan harus
sesuai dengan kemampuan karyawan yang bersangkutan, agar ia bekerja
sungguh-sungguh dan disiplin

dalam mengerjakanya. Tetapi jika

pekerjaan itu di luar kemampuanya atau pekerjaan itu dibawah
kemampuanya, maka kesungguhan kedisiplinan karyawan ini rendah.
Selain faktor-faktor tersebut, faktor kepemimpinan, gaji dan
kesejahteraan serta sistem penghargaan (reward and punishment) juga
turut berpengaruh terhadap kedisiplinan seorang pegawai. Gaji dan
kesejahteraan dan sistem penghargaan akan memberikan motivasi kerja
yang tinggi pada karyawan sehingga akan berdampak pada perilaku
disiplin kerja karyawan.

2.3

Motivasi Kerja

2.3.1 Pengertian Motivasi
Istilah motivasi, dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengertian
yang beragam baik yang berhubungan dengan perilaku individu maupun
perilaku organisasi.Namun, apapun pengertiannya motivasi merupakan
unsur

penting

keberhasilan

dalam

dalam

diri

usaha

manusia,
atau

yang

pekerjaan

berperan

mewujudkan

manusia.Dasar

utama

pelaksanaan motivasi oleh seorang pimpinan adalah pengetahuan dan
perhatian terhadap perilaku manusia yang dipimpinnya sebagai suatu
faktor penentu keberhasilan organisasi.

Motivasi menurut Hasibuan (2003: 219) adalah pemberian daya
penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mau
bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya
upayanya untuk mencapai kepuasan. Pengertian motivasi menurut
Handoko (2002) yaitu suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri
manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan
tingkah-lakunya.
Berbagai hal yang terkandung dalam definisi motivasi menurut
Siagian (2004) memiliki tiga komponen utama, yaitu:
a. Kebutuhan
Kebutuhan timbul

dalam diri

merasa ada kekurangan dari

seseorang apabila orang tersebut
dalam

dirinya. Menurut pengertian

homeostatic, kebutuhan timbul atau diciptakan apabila dirasakan
adanya ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki, baik dalam arti
fisiologis maupun psikologis.
b. Dorongan
Usaha untuk mengatasi ketidakseimbangan biasanya menimbulkan
dorongan. Hal tersebut merupakan usaha pemenuhan kekurangan
secara terarah yang berorientasi pada tindakan tertentu yang secara
sadar dilakukan oleh seseorang yang dapat bersumber dari dalam
maupun dari luar diri orang tersebut.
c. Tujuan
Tujuan, adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan

mengurangi dorongan. Mencapai tujuan, berarti mengembalikan
keseimbangan dalam diri seseorang, baik bersifat fisiologis maupun
bersifat psikologis. Tercapainya tujuan akan mengurangi atau bahkan
menghilangkan dorongan tertentu untuk berbuat sesuatu.
Beberapa pengertian motivasi yang dikemukakan oleh para ahli
tersebut dapat dinyatakan bahwa motivasi kerja terbentuk dari adanya
kebutuhan, sikap (attitude) yang mendorong pegawai agar lebih
bersemangat dan bergairah dalam menghadapi situasi kerja di organisasi.
Motivasi kerja merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri
pegawai yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi.

2.3.2. Teori-teori tentang Motivasi
Secara
kepemimpinan

psikologis,
kerja

aspek

adalah

yang

sejauh

sangat
mana

penting

pimpinan

dalam
mampu

mempengaruhi motivasi kerja sumber daya manusia yang dimiliki agar
mampu bekerja produktif dengan penuh tanggung jawab. Hal ini karena
beberapa alasan antara lain:
a. Pegawai harus senantiasa didorong untuk bekerja sama dalam
organisasi
b. Pegawai harus senantiasa didorong untuk bekerja dan berusaha
sesuai dengan tuntutan kerja.

c.

Motivasi pegawai merupakan aspek yang sangat penting dalam
memelihara dan mengembangkan sumber daya manusia dalam
organisasi.
Teori motivasi dipahami agar pimpinan mampu mengidentifikasi

apa yang memotivasi pegawai bekerja, hubungan perilaku kerja dengan
motivasinya, dan mengapa pegawai berprestasi tinggi. Teori motivasi
dalam penelitian ini didasarkan pada Teori Berprestasi (Achievement
Theory)
McClelland

(Mangkunegara,

2005)

mengatakan

bahwa

produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus mental” yang ada
pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang
untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental yang
dimaksud terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu:
a.

Kebutuhan untuk berprestasi (Need for achievement), merupakan
kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar
kesempatan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini berhubungan erat
dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk
mencapai prestasi tertentu.

b.

Kebutuhan berafiliasi (Need for affiliation), merupakan kebutuhan akan
kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain.
Kebutuhan

ini

mengarahkan

tingkah

hubungan secara akrab dengan orang lain.

laku

untuk

mengadakan

c.

Kebutuhan kekuatan (Need for power), merupakan kebutuhan untuk
menguasai dan mempengaruhi situasi dan orang lain agar menjadi
dominan dan pengontrol. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang
bersangkutan kurang memperdulikan perasaan orang lain.
Berdasarkan teori McClelland tersebut, adalah sangat penting

untuk menanamkan “virus mental” untuk meningkatkan produktivitas atau
kinerja

pegawai

Cara

yang

dapat

dilakukan

adalah

dengan

mengembangkan potensi pegawai melalui sehingga dapat meningkatkan
kinerja mereka dan pada giliranya tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai.
Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor
atau dimensi dari motivasi yaitu: 1) motif; 2) harapan; dan 3) insentif.
Ketiga dimensi dari motivasi tersebut diuraikan secara singkat pada
bahasan berikut:
a. Motif
Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak
kemauan bekerja. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin
dicapai. Suatu dorongan di dalam diri setiap orang, tingkatan alasan
atau motif-motif yang menggerakkan tersebut menggambarkan tingkat
untuk menempuh sesuatu.
b. Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi
tertentu. Seorang pegawai dimotivasi untuk menjalankan tingkat
upaya tinggi bila pegawai meyakini upaya tersebut akan menghantar
ke suatu penilaian kinerja yang baik; suatu penilaian yang baik akan

mendorong ganjaran-ganjaran organisasional (memberikan harapan
kepada pegawai) seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi; dan
ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi pegawai.
c.

Insentif.
Insentif yang diberikan kepada pegawai sangat berpengaruh terhadap
motivasi dan produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan Edwin Locke
(Mangkunegara 2005, hlm. 74) yang menyimpulkan bahwa insentif
berupa uang jika pemberiannya dikaitkan dengan tujuan pelaksanaan
tugas sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja
pegawai.Pimpinan perlu membuat perencanaan pemberian insentif
dalam bentuk uang yang memadai agar pegawai terpecut motivasi
kerjanya dan mampu mencapai produktivitas kerja maksimal.

2.3.3 Tujuan dan Manfaat Pemberian Motivasi Kerja
a. Tujuan Pemberian Motivasi
Menurut Gouzali Sayda (2005, hlm. 328) tujuan pemberian motivasi
adalah sebagai berikut:
1) mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan;
2) meningkatkan gairah dan semangat kerja;
3) meningkatkan disiplin kerja;
4) meningkatkan disiplin kerja;
5) mempertinggi moral kerja karyawan;
6) meningkatkan rasa tanggung jawab;

7) menitikberatkan produktivitas dan efisiensi;
8) menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan;
Sementara itu, Melayu Hasibuan (2003, hlm. 97-98) menjelaskan
bahwa tujuan pemberian motivasi adalah untuk:
1) mendorong gairah dan semangat kerja karyawan;
2) meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan;
3) meningkatkan produktivitas kerja karyawan;
4) mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan;
5) meningkatkan

kedisiplinan

dan

menurunkan

tingkat

absensi

karyawan;
6) mengefektifkan pengadaan karyawan;
7) menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
8) meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan
9) meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
10) mempertinggi rasa tanggungjawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
11) meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
Berdasarkan definisi-definisi

tersebut dapat disimpulkan bahwa

motivasi merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan
maupun manajer agar bawahan atau karyawan dapat bekerja dengan baik
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pemberian motivasi yakni agar

bawahan mau bekerja dan

mengeluarkan kemampuan merek atau memberikan kinerja yang
maksimal.

b. Manfaat Pemberian Motivasi
Menurut Ishak Arep (2003:16) manfaat motivasi yang utama adalah
menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat.
Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orangorang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
cepat. Artinya, pekerjaan diselesaikan sesuai standard yang benar dan
dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang akan senang
melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi
yang mendorongnya akan membuat orang senang mengerjakan.

3.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal
yang rumit, karena motivasi itu melibatkan faktor-faktor individual da
organisasional. Menurut Faustino Cardoso Gomes (2003, hlm. 181),
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dibagi menjadi 2 (Dua) bagian
yaitu 1) faktor individual; dan 2) faktor eksternal / organisasi. Faktor
individual yang mempengaruhi motivasi seseorang adalah:
a. kebutuhan-kebutuhan (needs); dan
b. kemampuan-kemampuan (abilities).
Adapun faktor-faktor ekternal / organisasi yang mempengaruhi
motivasi adalah:
a. pembayaran atau gaji (salary);
b. keamanan pekerjaan (job security);

c.

hubungan sesama pekerja (co-workers);

d. pengawasan (supervision); dan
e. pekerjaan itu sendiri (job itself).
Sedangkan A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2006, hlm. 74)
mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi kerja
karyawan, yaitu:
a. Perbedaan karekteristik individu meliputi kebutuhan,minat,sikap dan
nilai.
b. Pebedaan karakteristik pekerjaan.Hal ini berhubungan dengan
persyaratan

jabatan

untuk

setiap,

pekerjaan,

yang

menurut

penempatan pekerjaan ssesuai dengan bidang keahliannya.
c.

Perbedaan karakteristik organisasi (lingkungan kerja) yang meliputi
peraturan kerja,iklim kerja,dan budaya kerja yang disepakati.
Sedangkan menurut Veithzzal Rivai (2004, hlm. 456) beberapa

aspek yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan, yakni: rasa aman
dalam bekerja, mendapatka gaji yang adil dan kompotitif, lingkungan kerja
yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja, dan perlakuan
yang adil dari manajemen.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi
rendah tidak hanya disebabkan oleh faktor internal karyawan itu sendiri
namun

juga

dipengaruhi

oleh

lingkungan

kerja

sebagai

faktor

eksternalnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sondang P. Siagian
(2006:294) bahwa “Motivasi sesorang karyawan dpengaruhi oleh berbagai

faktor, baik yang internal maupun eksternal.”

2.4.

Kinerja

2.4.1 Pengertian Kinerja
Pada dasarnya kebutuhan hidup manusia tersebut tidak hanya
berupa material, tetapi juga bersifat non material, seperti kebanggaan dan
kepuasan kerja. Tiap individu cenderung akan dihadapkan pada hal-hal
yang mungkin tidak diduga sebelumnya di dalam proses mencapai
kebutuhan yang diinginkan sehingga melalui bekerja dan pertumbuhan
pengalaman, seseorang akan memperoleh kemajuan dalam hidupnya.
Seseorang dapat dilihat bagaimana kinerjanya adalah dalam proses
bekerja tersebut.
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhanselama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagaikemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telahditentukan terlebih dahulu dan
telah disepakati bersama (Rivai & Basri, 2005, hlm. 14).
Menurut Hersey and Blanchard, kinerja adalah suatu fungsi dari
motivasi dan kemampuan.Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan,
seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan
tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif
untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa
yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. (Rivai dan Basri,

2005: 15)
Ada tiga alasan pokok perlunya mengadakan penilaian terhadap
kinerja pegawai:
a.

Untuk mendorong perilaku yang baik atau memperbaiki serta mengikis
kinerja(prestasi) di bawah standar. Orang-orang yang berkinerja baik
mengharapkan imbalan, walau sekedar pujian.

b.

Untuk memuaskan rasa ingin tahu pegawai tentang seberapa baik
kerja pegawai. Setiap orang memiliki dorongan ilmiah untuk ingin
mengetahui seberapa cocok seseorang dengan organisasi tempat
orang tersebut bekerja. Seorang pegawai mungkin tidak suka dinilai,
tetapi dorongan untuk mengetahui hasil penilaian ternyata sangat
kuat.

c.

Untuk memberikan landasan yang kuat bagi pengambilan keputusan
selanjutnya sehubungan dengan karir seorang pegawai. Hal-hal
seperti kenaikan gaji, promosi, pemindahan atau pemberhentian dapat
ditangani

dengan

lebih

baik

bila

pegawai

telah

mengetahui

kemungkinan itu sebelumnya.

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Mangkunegara

(2005:

14)

menjelaskan

bahwa

kinerja

(performance) dipengaruhi oleh setidaknya 3 (tiga) faktor yaitu:
a. Faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar
belakang, dan demografi.

b. Faktor

psikologis

yang

terdiri

dari

persepsi,

attitude

(sikap),

personality (kepribadian), pembelajaran, dan motivasi.
c.

Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan,
penghargaan, struktur, dan job design.
Menurut A. Dale Timple sebagaimana dikutip oleh Mangkunegara

(2005, hlm. 15) bahwa faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal (disposisional), yaitu faktor yang
dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang.Faktor eksternal, yaitu faktorfaktor yang

mempengaruhi kinerja seseorang

yang berasal dari

lingkungan, seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja,
bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.Faktor-faktor
internal

dan

eksternal

ini

merupakan

jenis-jenis

atribusi

yang

mempengaruhi kinerja seseorang.
a. Faktor Individu
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki
integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisiknya. Konsentrasi
yang baik ini merupakan modal utama individu untuk mampu
mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal
dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam
mencapai tujuan organisasi.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu
dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang

dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang
memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif,
hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang
berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

2.4.3 Penilaian Kinerja
Untuk mendapatkan informasi atas kinerja pegawai, maka ada
beberapa pihak baik itu perorangan ataupun kelompok yang biasanya
melakukan penilaian atas kinerja pegawai/pegawai. Menurut Robbins
(2001: 260), ada lima pihak yang dapat melakukan penilaian kinerja
pegawai, yaitu:
a. Atasan langsung
Dalam penilaian evaluasi kinerja pada tingkat bawah dan menengah
dari organisasi dijalankan oleh atasan langsung pegawai itu karena
atasan langsung yang memberikan pekerjaan dan paling tahu kinerja
pegawainya.
a. Rekan sekerja
Penilaian kinerja yang dilakukan oleh rekan sekerja dilaksanakan
dengan pertimbangan, pertama, rekan sekerja dekat dengan tindakan.
Interaksi

sehari-hari

memberikan

kepada

pegawai

pandangan

menyeluruh terhadap kinerja seseorang pegawai dalam pekerjaan.
Kedua,

dengan

menggunakan

rekan

sekerja

menghasilkan sejumlah penilaian yang independen.

sebagai

penilai

c.

Evaluasi diri
Evaluasi ini cenderung mengurangi kedefensifan para pegawai
mengenai proses penilaian, dan evaluasi ini merupakan sarana yang
unggul untuk merangsang pembahasan kinerja pegawai dan atasan
pegawai.

d. Bawahan langsung
Penilaian kinerja pegawai oleh bawahan langsung dapat memberikan
informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang atasan
karena lazimnya penilai mempunyai kontak yang sering dengan yang
dinilai.
e. Pendekatan menyeluruh: 360 - derajat
Penilaian kinerja pegawai dilakukan oleh atasan, pelanggan, rekan
sekerja, dan bawahan. Penilaian kinerja ini cocok di dalam organisasi
yang memperkenalkan tim.
Berdasarkan uraian mengenai siapa yang biasanya menilai kinerja
pegawai dalam organisasi dan dengan mempertimbangkan berbagai hal,
maka dalam penelitian ini, penilaian kinerja pegawai dilakukan oleh atasan
pegawai (supervisory appraisal).

2.4.4. Dimensi Kinerja
Untuk mengetahui kinerja pegawai dalam melaksanakan tugastugas yang menjadi tanggung jawab pegawai, maka perlu dilakukan
penilaian terhadap kinerja pegawai. Penilaian kinerja bertujuan untuk

menilai seberapa baik pegawai telah melaksanakan pekerjaannya dan
apa yang harus mereka lakukan untuk menjadi lebih baik di masa
mendatang. Ini dilaksanakan dengan merujuk pada isi pekerjaan yang
mereka lakukan dan apa yang mereka harapkan untuk mencapai setiap
aspek dari pekerjaan mereka.
Isi dari suatu pekerjaan merupakan dasar tetap untuk perumusan
sasaran yang akan dicapai dari suatu tugas utama yang dapat dirumuskan
sebagai target kuantitas, standar kinerja suatu tugas atau proyek tertentu
untuk diselesaikan (Rivai dan Basri, 2005: 77).
Dimensi yang dipergunakan di dalam melakukan penilaian kinerja
pegawai menurut Prawirosentono (1999, hlm. 236) sebagai berikut:
1. Pengetahuan atas pekerjaan, kejelasan pengetahuan atas
tanggung jawab pekerjaan yang menjadi tugas pegawai.
2. Perencanaan dan organisasi, kemampuan membuat rencana
pekerjaan meliputi jadwal dan urutan pekerjaan, sehingga
tercapai efisiensi dan efektivitas.
3. Mutu pekerjaan, ketelitian dan ketepatan pekerjaan.
4. Produktivitas, jumlah pekerjaan yang dihasilkan dibandingkan
dengan waktu yang digunakan.
5. Pengetahuan teknis,
dasar teknis
dan
kepraktisan
sehingga pekerjaannya mendekati standar kinerja.
6. Judgement, kebijakan naluriah dan kemampuan menyimpulkan
tugas sehingga tujuan organisasi tercapai.
7. Komunikasi, kemampuan berhubungan secara lisan dengan
orang lain.
8. Kerjasama, kemampuan bekerja sama dengan orang lain dan
sikap yang konstruktif dalam tim.
9. Kehadiran dalam rapat, kemampuan dan keikutsertaan
(partisipasi) dalam rapat berupa pendapat atau ide.
10. Manajemen proyek, kemampuan mengelola proyek, baik
membina tim, membuat jadwal kerja, anggaran dan
menciptakan hubungan baik antar pegawai.
11. Kepemimpinan, kemampuan mengarahkan dan membimbing
bawahan, sehingga tercipta efisiensi dan efektivitas.

12. Kemampuan
memperbaiki
diri
sendiri,
kemampuan
memperbaiki diri dengan studi lanjutan atau kursus-kursus.
Berdasarkan teori tentang kinerja tersebut, maka dalam penelitian
ini dimensi kinerja yang akan dipakai adalah dimensi kuantitas kerja,
kualitas kerja, kerja sama, pemahaman terhadap tugas, inisiatif, disiplin,
tanggung jawab dan kehandalan.